Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

PERDARAHAN UTERIN
ABNORMAL

OLEH :

UMAR

(201720401011167)

PEMBIMBING :

AKBP. dr. Andoko, Sp.OG

SMF OBGYN RS BHAYANGKARA KEDIRI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018

1
BAB 1

PENDAHULUAN

Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah perdarahan uterus yang terjadi

tanpa adanya kelainan patologi ataupun penyakit medis umum, atau kehamilan

dan merupakan masalah kesehatan utama pasien di bidang ginekologis. Selain itu,

PUA juga merupakan sebab tersering perdarahan abnormal pervaginam pada masa

reproduksi wanita. Dilaporkan gangguan ini terjadi pada 5-10% wanita.

Perdarahan uterus abnormal dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang

bervariasi. Keluhan ini secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup, kualitas

kerja, membutuhkan intervensi pembedahan termasuk histerektomi, dan memiliki

dampak yang signifikan terhadap kesehatan wanita.

2
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien

Nama : Nn. D

Umur : 16 tahun

Alamat : Kediri

Bangsa : Indonesia

Suku : Jawa

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Islam

Tanggal pemeriksaan : 26 Juli 2018

Nama Suami :-

Umur Suami :-

Pekerjaan :-

2.2. Anamnesis

Masuk rumah sakit tanggal 26 Juli 2018

Keluhan Utama : Pasien mengeluh perdarahan sudah 20 hari ini.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengelamai perdarahan pervagina sejak 20 hari yang lalu berlangsung

hingga sekarang, darah merah segar. Pasien mengganti softex sebanyak 10x

dalam sehari. Pasien tidak merasakan nyeri, tidak ada sesuatu yang mengganjal

di perut nya. Aktivitas seksual disangkal.

3
Riwayat Penyakit Dahulu :

Endometriosis + menometroragi 2 tahun yang lalu

Toxo : disangkal

Hipertensi : disangkal

Diabetes mellitus : disangkal

Asma : disangkal

Kejang : disangkal

Alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Penyakit sistemik pada keluaga disangkal

Hipertensi : disangkal

Diabetes mellitus : disangkal

Asma : disangkal

Alergi : disangkal

Riwayat Sosial :

Pola makan dan minum baik, pola istirahat baik, pasien tidak konsumsi kopi

dan jamu. BAK/BAB baik. Tidak ada kegiatan olahraga yang berlebihan.

Riwayat Menstruasi :

Menarche : 13 tahun

Siklus : tidak teratur. (3 bulan sekali)

Lama : 20 hari

Nyeri haid : nyeri haid (-)

HPHT : 5 Juli 2018

4
Riwayat Perkawinan :

Kawin : -

Riwayat ANC :

-.

Riwayat Persalinan sebelumnya :

Riwayat KB :

Riwayat pengobatan :

Konsumsi obat-obat hormonal dan konsumsi jamu disangkal.

2.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Kompos Mentis

BB/TB : 52 kg /

Vital sign :

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88 x/ mnt

Suhu : 36.6 oC

RR : 20 x/menit

Status Umum

5
Kepala : Oedem kelopak mata - / -

Konjunctiva anemis - / -

Sclera icterus - / -

Dypsneu -

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax : Bentuk normal, gerak simetris, tampak sesak, retraksi dinding dada

+/+, wh -/-, rh -/- , mammae membesar +/+, hiperpigmentasi areola

mammae +/+

Abdomen : Inspeksi : rounded ,cicatrix (-), bekas operasi (-), striae (+)

Palpasi : nyeri tekan (-), Hepar lien tidak teraba

Genitalia : perdarahan warna merah segar

Extermitas : Akral hangat, kering, merah; anemis -, ikterus -, edema tungkai -/-

2.4. Pemeriksaan Ginekologi :

Abdomen :

- Inspeksi → abdomen tampak datar, tidak ada tanda-tanda peradangan

ataupun kemerahan

- Palpasi → tidak teraba massa, nyeri tekan (-).

- Inspekulo → -

- VT → tidak dilakukan VT

2.5. Pemeriksaan Penunjang

6
DL

- RBC 3,05 /mm3

- Hb 6,9 g/dL

- HCT 22,5 %

- MCV 74 fl

- MCH 22,6 pg

- MCHC 30,5 %

- PLT 380

- WBC 7,7 /mm3

- Trombosit 276 /mm3

USG

2.6. Diagnosis

Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) + Anemia

2.7. Planning

- MRS

Farmakoterapi

- Perbaikan KU :

Infus RL 1000cc 20 tpm

Transfusi PRC

- NSAID : Inj Asam Mefenamat 500 mg 2-4 x /sehari

- Inj Ranitidin 50mg /5-6 jam

- Pil Kombinasi

- Progestrin Siklik : Medroxyprogesterone Acetate 10 mg/ hari selama 14

hari.

7
Non-Farmakoterapi

- Transvaginal Sonografi

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

8
3.1. Definisi

Perdarahan uterus abnormal (PUA) merupakan perdarahan yang ditandai

dengan adanya perubahan pada siklus menstruasi normal baik dari interval atau

panjang siklus, durasi maupun jumlah perdarahan. Manifestasi klinis dapat berupa

perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan.

Definisi lain PUA adalah perdarahan yang terjadi pada siklus berovulasi ataupun

pada siklus tidak berovulasi.

Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7

pola:

1) Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan

memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat

menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang ‘ gushing ’ dan

‘open- faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma submukosa,

komplikasi kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia endometrium, tumor ganas,

dan perdarahan disfungsional adalah penyebab tersering dari menoragia.

2) Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit, dan

terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis himen atau

serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus ( Asherman’s Syndrome) dapat

menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan histerogram dan histeroskopi.

Pasien yang menjalani kontrasepsi oral terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat

dipastikan ini tidak apa-apa.

3) Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang terjadi pada

waktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-

9
tengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau

suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma

serviks adalah penyebab yang patologis. Pada beberapa tahun administrasi

estrogen eksogen menjadi penyebab umum pada perdarahan tipe ini.

4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini

biasanya berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus

menstruasi.

5) Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular.

Jumlah dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang menyebabkan

perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan menometroragia. Onset yang tiba-

tiba dari episode perdarahan dapat mengindikasikan adanya keganasan atau

komplikasi dari kehamilan.

6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari.

Amenorea didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan.

Volume perdarahan biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan

anovulasi, baik itu dari faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus) ataupun

faktor sistemik (penurunan berat badan yang terlalu banyak). Tumor yang

mengekskresikan estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu, sebelum

menjadi pola yang lain.

7) Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus ) harus dianggap sebagai tanda dari

kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain

dari perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi, polip serviks,

infeksi serviks atau vagina (Trichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi

10
negatif tidak menyingkirkan diagnosis kanker serviks invasif, kolposkopi dan

biopsi sangat dianjurkan untuk dilakukan.

Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak

atau heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal

yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium dan

gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam

perdarahan uterus disfungsional (PUD). Menstrual Disorders Working Group of

the International Federation of Gynecology and Obstetrics membagi parameter

klinis menstruasi pada usia reproduksi berdasarkan dari frekuensi menstruasi,

keteraturan siklus dalam 12 bulan, durasi menstruasi, dan volume darah

menstruasi. Berikut parameter klinis menstruasi:

3.2. Etiologi

11
Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics

(FIGO), terdapat 9 kategori utama disusun sesuai dengan akronim PALM COEIN,

yakni polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy dan hiperplasia, coagulopathy,

ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik, dan not yet classified.

Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan

berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok COEIN

merupakan kelainan non strruktural yang tidak dapat dinilai dengan teknik

pencitraan atau histopatologi. Sistem klasifikasi tersebut disusun berdasarkan

pertimbangan bahwa seorang pasien dapat memiliki satu atau lebih faktor

penyebab PUA.

3.3. Patogenesis

12
Endometrium terdiri dari dua lapisan yang berbeda yaitu lapisan

fungsionalis dan lapisan basalis Lapisan basalis terletak di bawah lapisan

fungsionalis, berkontak langsung dengan miometrium, dan kurang responsif

terhadap hormon. Lapisan basalis berfungsi sebagai reservoir untuk regenerasi

pada saat menstruasi sedangkan lapisan fungsionalis mengalami perubahan

sepanjang siklus menstruasi dan akhirnya terlepas saat menstruasi. Secara

histologis, lapisan fungsionalis memiliki epitel permukaan yang mendasari

pleksus kapiler subepitel.

Sebelum terjadinya menstruasi, pada arteri-arteri terjadi peningkatan statis

aliran darah, kemudian terjadi vasodilatasi dan perdarahan dari arteri spiralis dan

dinding kapiler. Maka dari itu darah menstruasi akan hilang melalui pembuluh

darah tersebut. Hal ini diikuti dengan terjadinya vasokonstriksi yang

menyebabkan iskemi dan nekrosis endometrium. Jaringan nekrotik tersebut lalu

luruh saat menstruasi.

Perdarahan uterus disfungsional anovulasi merupakan pendarahan tidak

teratur yang berkepanjangan dan berlebihan disebabkan oleh terganggunya fungsi

aksis hipotalamus- hipofisis-ovarium. Hal ini sering terjadi pada wanita dalam

usia ekstrim, yaitu pada masa perimenarchal dan perimenopausal . Pada masa

tersebut terjadi perubahan siklus antara ovulasi dan anovulasi sehingga

mengakibatkan ketidakteraturan pola menstruasi serta kehilangan darah dalam

jumlah yang banyak. Mekanisme anovulasi tidak diketahui secara pasti, tetapi

diketahui bahwa estrogen dapat menyebabkan proliferasi endometrium berlebihan

dan hiperplasia dengan peningkatan dan melebar pembuluh darah dan supresi

arteri spiralis. Pembuluh darah superfisial pada permukaan endometrium yang

13
hiperplasia menjadi besar, berdinding tipis, dan melengkung. Perubahan tersebut

yang menjadi sumber terjadinya peningkatan kehilangan darah. Paparan estrogen

secara terus menerus memiliki efek langsung terhadap pasokan darah uterus

dengan mengurangi tonus pembuluh darah. Efek tidak langsung dari estrogen

melalui penghambatan terlepasnya vasopresin yang menyebabkan vasodilatasi

dan peningkatan aliran darah. Estrogen juga merangsang ekspresi VEGF

(Vascular Endothelial Growth

Factor ) stroma yang dapat menyebabkan terganggunya angiogenesis. Penurunan

kadar estrogen dan progesteron pada akhir fase luteal memicu banyak proses yang

mengarah terjadinya disintegrasi diikuti epitelisasi kembali lapisan fungsional

endometrium selama menstruasi. Defek utama terdapat dalam mengontrol proses

volume darah yang hilang selama menstruasi, terutama proses vasokonstriksi dan

hemostasis. Perubahan fase folikular aliran darah endometrium pada wanita

dengan perdarahan uterus disfungsional ovulasi mempengaruhi gangguan fungsi

yang terjadi dalam jaringan. Jumlah estrogen di kelenjar dan stroma serta reseptor

progesteron di endometrium dapat meningkat saat fase sekresi akhir pada wanita

yang menderita perdarahan uterus disfungsional. Salah satu faktor yang berperan

dalam membatasi kehilangan banyak darah selama menstruasi yaitu

prostaglandin. Pelepasan prostaglandin (PG) di endometrium dipengaruhi oleh

kadar steroid yang bersirkulasi. PGF2α merupakan salah satu substansi poten

untuk mencegah agregrasi platelet dan formasi plak hemostatik. Peningkatan

reseptor PGE2 dan PGI2 menjadi faktor predisposisi terjadinya vasodilatasi pada

wanita dengan menoragia. Peningkatan sintesis PGI2 menjadi prekursor dalam

perdarahan uterus

14
disfungsional ovulasi.

3.4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang terjadi pada perdarahan uterus abnormal adalah

sebagai berikut:

1. Menoragia dan metroragia

Adanya perubahan pola dalam siklus menstruasi berupa interval yang

normal teratur tetapi jumlah darah dan durasinya lebih dari normal merupakan

menoragia. Interval yang tidak teratur dengan jumlah perdarahan dan durasi yang

lebih dari normal merupakan metroragia. Banyak gangguan yang bersifat

patologis yang menyebabkan menoragia, metroragia ataupun keduanya

(menometroragia).

2. Perdarahan pascakoitus

Perdarahan pascakoitus merupakan perdarahan yang paling umum

dijumpai pada wanita berusia 20 - 40 tahun serta pada mereka yang multipara.

Lesi yang dijumpai pada perdarahan pascakoitus biasanya jinak. Penyebab lain

yang dapat mendasari diantaranya polip endoserviks, servisitis, dan polip

endometrium. Pada servisitis, penyebab yang paling sering adalah infeksi

Chlamydia trachomatis.

3. Nyeri pelvis

Adanya kram yang menyertai perdarahan diakibatkan dari peran

prostaglandin. Dismenore yang terjadi bersamaan dengan perdarahan uterus

abnormal dapat disebabkan oleh polip, leiomioma, adenomiosis, infeksi, dan

komplikasi kehamilan.

3.5. Diagnosis

15
a. Anamnesis

Pada sifat perdarahan ditanyakan apakah pasien mengalami perdarahan

setelah berhubungan seksual atau perdarahan terjadi secara tiba-tiba. Waktu

terjadinya perdarahan ditanyakan apakah perdarahan terjadi saat sedang

menstruasi dalam bentuk perdarahan berlebih atau perdarahan terjadi diantara

siklus haid atau saat pasien sudah menopause. Perlu ditanyakan siklus haid

sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan uterus abnormal.

Pada riwayat konsumsi obat ditanyakan apakah pasien sedang

menggunakan obat-obatan yang mengganggu sistem hormon seperti penggunaan

KB hormonal, tamoxifen atau obat-obat yang mengganggu proses pembekuan

darah. Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat

kepatuhannya dan obat-obat lain yang diperkirakan mengganggu koagulasi.

Riwayat penyakit keluarga dan riwayat penyakit sistemik dari pasien juga perlu

ditelusuri untuk mencari penyakit yang dapat berperan dalam terjadinya

perdarahan uterus abnormal seperti defisiensi faktor pembekuan darah, diabetes

mellitus, gangguan tiroid, dan lain-lain. Keganasan pada genitalia juga dapat

memicu terjadinya perdarahan uterus abnormal. Anamnesis dilakukan untuk

menilai kemungkinan adanya faktor risiko kelainan tiroid, penambahan dan

penurunan BB yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan

keluarganya.3 Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan

haid rata-rata meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena itu perlu

dilakukan pertanyaan untuk mengidentifikasi penyakit von Willebrand.

b. Pemeriksaan fisik

 Pemeriksaan Umum

16
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas

keadaan hemodinamik. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis

servikalis dan tidak berhubungan dengan kehamilan. Pemeriksaan indeks

massa tubuh, tanda tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau

manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktinemia),

gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis

wajib diperiksa.

 Pemeriksaan Ginekologi

Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk

pemeriksaan pap smear. Harus disingkirkan pula kemungkinan adanya mioma

uteri, polip, hiperplasia endometrium atau keganasan.

i. Penilaian Ovulasi

 Siklus haid yang berovulasi berkisar 22-35 hari.

 Jenis perdarahan PUA-O bersifat ireguler dan sering diselingi amenorea.

 Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan progesteron

serum fase luteal atau USG transvaginal bila diperlukan.

ii. Penilaian Endometrium

Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua pasien

PUA. Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan pada:

 Perempuan umur > 45 tahun

 Terdapat faktor risiko genetik

 USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks

yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker endometrium

 Terdapat faktor risiko diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, nulipara

17
 Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectal cancer

memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan rerata umur saat

diagnosis antara 48-50 tahun

 Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahan

uterus abnormal yang menetap (tidak respons terhadap pengobatan).

iii. Penilaian Kavum Uteri

 Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau

mioma uteri submukosum.

 USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan harus dilakukan

pada pemeriksaan awal PUA.

iv. Penilaian Miometrium

 Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau

adenomiosis.

 Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal, transrektal dan

abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI.

 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Tes β-Human Chorionic Gonadotropin dan Hematologik Keguguran, kehamilan

ektopik dan mola hidatidosa dapat menyebabkan perdarahan yang mengancam

nyawa. Sebagai tambahan, pada wanita dengan perdarahan uterus abnormal,

complete blood count dapat mengidentifikasi anemia dan derajat kehilangan

darah. Diperlukan juga skrining untuk gangguan koagulasi jika sebab yang jelas

tidak dapat ditemukan. Yang termasuk adalah complete blood count dengan

18
platelet count, partial thromboplastin time, dan prothrombin time dan mungkin

juga memeriksa tes spesial untuk penyakit von Willebrand . Tirotropin diukur

hanya jika ada gejala atau temuan yang sugestif ke penyakit tiroid. Tidak ada

bukti bahwa pengukuran gonadotropin serum, estradiol, atau kadar progesteron

membantu dalam pengelolaan AUB.

b. Pemeriksaan “Wet Prep” dan Kultur Serviks

Pemeriksaan mikroskopik dari sekresi serviks diperlukan jika perdarahan

dicurigai karena servisitis yang akan memperlihatkan gambaran sel darah merah

dan neutrofil. Servisitis sekunder karena herpes simplex virus (HSV) juga dapat

menyebabkan perdarahan dan diindikasikan untuk melakukan kultur secara

langsung. Trikomoniasis juga dapat menyebabkan servisitis dan ektoserviks yang

rapuh.

c. Pemeriksaan Sitologi

Kanker serviks dan kanker endometrium dapat menyebabkan perdarahan

yang abnormal dan dapat sering ditemukan dengan skrining Pap smear.

d. Biopsi Endometrium

Pada wanita dengan perdarahan abnormal, evaluasi histologi endometrium

mungkin mengidentifikasikan lesi infeksi atau neoplastik seperti hiperplasia

endometrium atau kanker.

2. Histeroskopi

Prosedur ini menggunakan endoskop optik dengan diameter 3 sampai 5

mm ke dalam kavitas endometrium. Kemudian kavitas uterus diregangkan dengan

menggunakan larutan salin. Keuntungan utama menggunakan histeroskopi adalah

19
untuk mendeteksi lesi intrakavitas seperti leiomioma dan polip yang mungkin

terlewati jika menggunakan sonografi atau endometrial sampling.

3. Pencitraan

a. Ultrasound

Transvaginal sonografi memungkinkan evaluasi dari kelainan anatomi

uterus dan endometrium. Selain itu, patologi dari miometrium, serviks, tuba, dan

ovarium juga dapat dievaluasi. Modalitas investigasi ini dapat membantu dalam

diagnosis polip endometrium, adenomiosis, leiomioma, anomali uterus, dan

penebalan endometrium yang berhubungan dengan hiperplasia dan keganasan.

b. Saline Infusion Sonohysterography

Saline infusion sonohysterography menggunakan 5 sampai 15 mL larutan

saline yang dimasukkan ke dalam rongga rahim selama sonografi transvaginal dan

mengimprovisasi diagnosis patologi intrauterin. Terutama dalam kasus polip dan

fibroid uterus, SIS memungkinkan pemeriksa untuk membedakan lokasi dan

hubungannya dengan kavitas uterus.

3.6. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan PUA akut dan kronik

Perdarahan uterus abnormal akut :

a. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik dan

atau Hb < 10 g/dl perlu dilakukan rawat inap.

b. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan (kemudian ke langkah D)

c. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter/menit dan

transfusi darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik

20
d. Stop perdarahan dengan estrogen ekuin konjugasi (EEK) 2-5 mg (rek b) per

oral setiap 4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg per oral atau injeksi IM setiap 4-6

jam (untuk mengatasi mual). Asam traneksamat 3x1 gram atau anti inflamasi non

steroid 3x500 mg diberikan bersama dengan EEK. Untuk pasien dirawat, dapat

dipasang balon kateter foley no 10 ke dalam uterus dan diisi cairan kurang lebih

15 ml, dipertahankan 12-24 jam.

e. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam alkukan dilatasi dan kuretase.

f. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan kontrasepsi oral

kombinasi (KOK) 4x1 tablet perhari (4 hari), 3x1 tablet perhari (3 hari), 2x1 tablet

perhari (2 hari) dan 1x 1 tablet (3 minggu) kemudian stop 1 minggu, dilanjutkan

KOK siklik 3 minggu dengan jeda 1 minggi selama 3 siklus atau LNG-IUS.

g. Jika terdapat kontraindikasi KOK, berikan medroksi progesteron asetat (MPA)

10 mg perhari (7 hari) siklik selama 3 bulan

h. Untuk riwayat perdarahan berulang sebelumnya injeksi gonadotropin releasing

hormone (GnRH) agonis dapat diberikan bersamaan dengan pemberian KOK

untuk stop perdarahan (langkah D). GnRH diberikan 2-3 siklus dengan interval 4

minggu.

i. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari

penyebab perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal/ transrektal,

periksa darah perifer lengkap (DPL), hitung trombosit, prothrombin time (PT),

activated partial thromboplastin time (aPTT) dan thyroid stimulating hormone

(TSH). Saline Infused Sonohysterogram (SIS) dapat dilakukan jika endometrium

yang terlihat tebal, untuk melihat adanya polip endometrium atau mioma

submukosum.

21
j. Jika terapi medikamentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, maka

dapat dilakukan terapi pembedahan seperti ablasi endometrium , miomektomi,

polipektomi, histerektomi.

Perdarahan uterus abnormal kronik:

a. Jika dari anamnesa yang terstruktur ditemukan bahwa pasien mengalami satu

atau lebih kondisi perdarahan yang lama dan tidak dapat diramalkan dalam 3

bulan terakhir.

b. Pemeriksaan fisik berikut dengan evaluasi rahim, pemeriksaan darah perifer

lengkap wajib dilakukan.

c. Pastikan fungsi ovulasi dari pasien tersebut

d. Tanyakan pada pasien adakah penggunaan obat tertentu yang dapat memicu

PUA dan lakukan juga pemeriksaan koagulopati bawaan jika terdapat indikasi

e. Pastikan apakah pasien masih menginginkan keturunan

f. Anamnesis dilakukan untuk menilai ovulasi, kelainan sistemik, dan penggunaan

yang mempengaruhi kejadian PUA. Keinginan pasien untuk memiliki keturunan

dapat menetuka penanganan selanjutnya. Pemeriksaan tambahan meliputi

pemeriksaan darah perifer lengkap, pemeriksaan untuk menilai gangguan ovulasi

(fungsi tiroid, prolaktin, dan androgen serum) serta pemeriksaan hemostasis.

BAB 5

KESIMPULAN

Perdarahan uterus abnormal (PUA) merupakan perdarahan yang ditandai

dengan adanya perubahan pada siklus menstruasi normal baik dari interval atau

22
panjang siklus, durasi maupun jumlah perdarahan. Manifestasi klinis dapat berupa

perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan.

Definisi lain PUA adalah perdarahan yang terjadi pada siklus berovulasi ataupun

pada siklus tidak berovulasi.

Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7

pola,yaitu : Menoragia (hipermenorea), Hipomenorea (kriptomenorea),

Polimenorea, Menometroragia, Oligomenorea, Perdarahan kontak (perdarahan

post-koitus). Perdarahan uterus abnormal terbagi menjadi: Perdarahan uterus

abnormal akut, Perdarahan uterus abnormal kronik, dan Perdarahan tengah

(intermenstrual bleeding).

Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics

(FIGO), terdapat 9 kategori utama disusun sesuai dengan akronim PALM COEIN,

yakni polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy dan hiperplasia coagulopathy,

ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik, dan not yet classified.Kelompok

PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan berbagai teknik

pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok COEIN merupakan

kelainan non strruktural yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau

histopatologi.

23

Anda mungkin juga menyukai