NIM : 200610022
Kelompok : VI/6
PRODI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
TA. 2020/2021
MODUL 5
NEOPLASMA PADA SISTEM DIGESTIF
Pak Dadang, 70 tahun, datang ke puskesmas Sawang dengan keluhan BAB berlendir dan
berdarah, badan lemas, berat badan semakin turun. Riwayat BAB kecilkecil seperti
kotoran kambing sejak satu tahun yang lalu, enam bulan ini BAB sering diare.
Berdasarkan pemeriksaan dokter didapatkan keadaan umum lemah, kurang gizi berat,
sedangkan vital sign menunjukkan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 110x/menit dan
suhu 37°C. Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan massa 7 cm dari anal verge,
keras, berbenjol-benjol, melingkar, terfiksir dan pada handschoen didapatkan darah dan
lendir. Dokter menjelaskan bahwa pak Dadang kemungkinan menderita tumor ganas di
dubur dan menganjurkan dirujuk ke Bedah Digestif RSUCM untuk pemeriksaan dan
terapi lebih lanjut.
Pak Dadang kemudian diperiksa oleh dokter bedah Digestif. Berdasarkan pemeriksaan
penunjang didapatkan Hb 7 gr/dl, CEA 92 mg/dl. Pemeriksaan USG didapatkan adanya
nodul metastasis di hepar dan hasil biopsi lewat kolonoscopi didapatkan hasil sebagai
suatu adenocarcinoma. Dokter merencanakan CT Scan Abdomen dengan kontras intra
vena untuk staging dan melakukan tatalaksana selanjutnya. Istri pak Dadang
menanyakan apakah penyakit yang diderita suaminya sama dengan yg diderita oleh
adiknya yang pernah didiagnosis GIST di usus halus? Bagaimana Anda menjelaskan apa
yang terjadi pada Pak Dadang?
JUMP 1 TERMINOLOGI :
1. Neoplasma
Kata “neoplasma” berasal dari kata Yunani “neo”, yang berarti baru, dan
“plasma”, yang berarti “pembentukan atau penciptaan”, dengan demikian
berkaitan dengan pertumbuhan abnormal jaringan baru.
2. Anal varge
Anal Verge adalah batas atau tepi sfingter yang menutup rektum.
3. Terfiksir
Adalah sulit digerakkan
4. Kolonoskopi
Kolonoskopi atau koloskopi adalah pemeriksaan endoskopi usus besar dan
bagian distal usus kecil dengan kamera CCD atau kamera serat optik pada
tabung fleksibel yang melewati anus.
Kolonoskopi adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk melihat adanya
gangguan atau kelainan pada usus besar (kolon) dan rektum.
5. Adenocarcinoma
Adenokarsinoma adalah salah satu jenis karsinoma yang merujuk pada kondisi
kanker atau tumor ganas yang berasal dari sel pelapis epitel (sel pada bagian
terluar organ) dengan tipe sel kelenjar.
6. GIST
Gastro Intestinal Stromal Tumor (GIST) merupakan keganasan yang berasal
dari jaringan mesenkhim dan dapat ditemukan diseluruh jaringan mesenkhim.
- BAB berdarah dan berlendir merupakan saah satu gejala kegawadaruratan apabila
berlangsung terus-menerus. Gejala tersebut berkaitan dengan infeksi saluran
pencernaan. Sebenarnya lendir yang ada didalam tubuh adalah hal yang normal.
Fungsi dari lendir yang ada di dalam tubuh adalah melindungi saluran cerna dari asam
lambung, membantu feses agar lancar, melumasi jaringan serta organ tubuh.
2. Apa penyebab keluhan BAB berlendir dan berdarah, badan lemas, berat badan
semakin turun yang terjadi pada pak dadang?
- Penyebab BAB dan berlendir dapat disebabkan adanya perdarahan dari massa yang
rapuh dan mengalami ulserasi sehingga terjadi perdarahan, massa yang berasal dari
adenokarsinoma menyebabkan peningkatan sekresi mukus oleh kelenjar sehingga
akan tampak fesenya berlendir, penderita seringkali merasa lemah karena anemia,
merasa tidak nyaman pada abdomen kanan yang persisten dan teraba massa
abdominal dan nyeri di seluruh perut yang dapat menurunkan nafsu makan sehingga
berat badan turun, sel-sel keganasan akan tumbuh membesar dan mengambil nutrisi
bagi sel-sel normal sehingga akan memperparah penurunan berat badan.
3. Mengapa bisa terjadi BAB kecil-kecil seperti kotoran kambing sejak satu tahun
yang lalu pada pak dadang?
- Menurut hipotesa saya kemungkinan pasien mengalami kanker rectum dimana salah
satu gejala nya adalah fesenya seperti kotoran kambing, hal itu disebabkan karena
pada pasien dengan kanker rectum terdapat massa atau tumor yang akan menyumbat
pengeluaran buang air besar sehingga BAB akan kelaur kecil-kecil seperti kotoran
kambing.
- Keadaan umum pasien tampak lemah akibat anemia karena perdarahan ataupun
nutrisi yang tidak adekuat, kurang gizi dikatakan bila IMT <18,5, atau sangat kurus
IMT <17, terjadi hipotensi 100/70 mmHg, takikardia 110x/menit, dapat terjadi akibat
anemia atau hipovolemia akibat dehidrasi dan perdarahan untuk mempertahankan
homeostasis, suhu normal 37oC.
7. Mengapa dokter bisa mendiagnosis pak dadang terkena tumor ganas di dubur?
Dikarenakan gejala yang dialami pak dadang adalah gejala dari tumor ganas didubur,
diantaranya :
• perubahan BAB: buang air besar berubah menjadi konstipasi atau menjadi seperti
kotoran kambing.
• Rasa Nyeri pada Anus: Tidak hanya nyeri, kondisi ini disertai rasa gatal-gatal di
sekitar anus.
• berat badan menurun: penurunan berat badan secara drastis dan penurunan nafsu
makan.
• mudah lelah: mudah lelah dan tubuh yang selalu merasa lemas.
• pendarahan: Perdarahan yang muncul dari anus atau rectum
• benjolan pada anus: Biasanya benjolan ada di dalam rectum dan menyebabkan rasa
nyeri pada rectum.
8. Apa saja saja pemeriksaan lebih lanjut yabg diperlukan pak dadang?
- Pemeriksaan colok dubur : Pemeriksaan ini dilakukan pada setiap penderita dengan
gejala anorektal. Tujuan pemeriksaan ini untuk menetapkan keutuhan sfingter ani dan
menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan distal, serta
menetapkan jarak antara tumor dengan anocutan line. Pada pemeriksaan colok dubur
ini yang harus dinilai adalah: Keadaan tumor Mobilitas tumor Ekstensi
penjalaran
- Pemeriksaan penunjang :
A. Pemeriksaan Laboratorium Hematologik : darah perifer lengkap, LED, hitung
jenis, dan Kimia darah.
B. CEA
9. Apa saja terapi lebih lanjut yang dapat diberikan pada pak dadang?
11. Apa tujuan dilakukan CT Scan Abdomen dengan kontras intra vena?
- Tumor stroma gastrointestinal (GIST) yang diderita oleh adiknya adalah kondisi
sarkoma jaringan lunak yang dapat ditemukan di hampir semua bagian di sistem
pencernaan. Lokasi yang paling umum adalah perut dan usus kecil. gejala : nyeri
perut, sensasi kenyang/ rasa penuh perut, disfagia,kostipasi. Sedangkan pada pak
dadang didiagnosis dengan Adenokarsinoma kolonrekti merupakan salah satu jenis
kanker ganas yang terjadi pada epitel mukosa saluran cerna kolon sampai dengan
rektum. Diare, Sembelit, Buang air besar terasa tidak tuntas, Berat badan turun tanpa
sebab yang jelas, Perdarahan pada rektum, Buang air besar berdarah dan lendir.
Sehingga penyakit yang diderita pak dadang dan adiknya itu berbeda, namun
berkaitan karna pernyakit tersebut dapat disebabkan oleh faktor genetik.
JUMP 4 SKEMA
JUMP 5. LO
1. Karcinoma kolorektal
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
Di dunia kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat nsiden dan
mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker colorektal
dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 persen pria penderita canker terkena
kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9.3 persen dari total
jumlah penderita kanker.
Angka insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia baru;
sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India, Amerika Selatan dan Arab
Israel. Di Eropa, penyakit ini menempati urutan kedua sebagai canker yang paling
sering terjadi pada pria dan wanita pada tingkat insidensi dan nortalitas. Pada tahun
2004 di eropa terdapat 2.886.800 insiden kanker yang erdiagnosa dan 1.711.000
kematian karena kanker. Insiden kanker yang paling ering adalah kanker paru-paru
(13,3%), diikuti oleh kanker kolorektal (13,2%) lan kanker payudara (13%). Kanker
paru-paru juga merupakan kanker yang
Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk Namun,
hanya 3,2% dari kasus kanker yang baru mencari perawatan di Rumah Sakit. Program
yang dilaksanakan oleh proyek pengawasan kanker terpadu yang berbasis komunitus
di Sidoarjo menunjukkan kenaikan 10-20% dari kasus kanker yang menerima
perawatan dari Rumah Sakit. Dewasa ini kanker kolorektal telah menjadi salah satu
dari kanker yang banyak terjadi di Indonesia, data yang dikumpulkan dari 13 pusat
kanker menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan salah satu dari lima kanker
yang paling sering terdapat pada pria maupun Wanita
Dari berbagai laporan, di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus kanker kolorektal,
meskipun belum ada data yang pasti, namun data di Departemen Kesehatan didapati
angka 1.8 per 100 ribu penduduk. Sejak tahun 1994-2003, terdapat 372 keganasan
kolorektal yang datang berobat ke RS Kanker Dharmais (RSKD) Berdasarkan data
rekam medik hanya didapatkan 247 penderita dengan catatan lengkap, terdiri dari 203
(54.57%) pria dan 169 (43,45%) wanita berusia antara 20-71 tahun
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Banyak faktor dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker rektal, diantaranya adalah
Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal mempunyai
resiko lebih besar 3 kali lipat.
Familial polyposis coli Gardner syndrome, dan Turcot syndrome, pada semua pasien
ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi kanker rektal
Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis syndrome, Peutz Jeghers
syndrome, danMuir syndrome.
Kasus sporadik Kasus sporadik merupakan bagian terbesar yaitu sekitar 85% dari
selurah keganasan kolorektal. Walaupun tidak ada mutasi genetik yang dapat
diidentifikasi, namun kekerabatan tingkat pertamadari pasien kanker kolorektal
memiliki peningkatan resiko 3-9 x untuk dapat terkena kanker.
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang ikut berpengaruh antara lain ialah diet. Diet tinggi lemak
jenuh meningkatkan resiko. Memperbanyak makan serat menurunkan resiko ini untuk
individu dengan diet tinggi lemak. Studi epidemiologik juga memperlihatkan bahwa
orang dari negara bukan industri lebih sedikit terkena resiko ini.
PATOFISIOLOGI
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melewati rentang
masa yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan
berbagai perubahan genetik yang berkembang menjadi kanker Kedua jenis kanker
kolorektal (herediter dan sporadik) tidak muncul secara mendadak melainkan melalui
proses yang diidentifikasikan pada mukosa kolon (seperti pada displasia adenoma).
Faktor lingkungan yang berperan pada karsinogenesis kanker kolorektal dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Table :
Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang
mengontrol pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit nommal menjadi jaringan
adenomatosa dan akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang
mempercepat pertumbuhan sel. Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan instabilitas
genom dan berujung pada kanker kolorektal yaitu: instabilitas kromosom
(Cromosomal Invabili atau CIN) dan instabilitas mikrosatelit (Microsatellite
Instability atau MIN). Umumnya asl kenker kolon melalui mekanisme CIN yang
melibatkan penyebaran materi genetik yang tak berimbang kepada sel anak sehingga
timbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN) disebabkan oleh hilangnya
perbaikan ketidakcocokan atau missmatchrepair (MMR) dan merupakan terbentuknya
kanker pada sindrom Lynch.
Awal dari proses terjadinya karsinoma kolon yang melibatkan mutasi somatik terjadi
pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC), Gen APC mengatur kematian sel dan
mutasi pada gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yeng selanjutnya
berkembang menjadi adenoma. Mutasi pada onkogen K-RAS yang biasnya terjadi
pada adenoma kolon yang berukuran besar akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan sel yang tidak normal. Transisi dari adenoma menjadi karsinoma
merupakan akibat dari mutasi gen supresor tumor p53. Dalam keadaan normal protein
dari gen p53 akan menghambat proliferasi sel yang mengalami kerusakan DNA.
mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan kerusakan DNA tetap dapat melakukan
replikasi yang menghasilken sel-sel dengan kerusakan DNA yang lebih parah.
Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah segmen pada kromosom yang berisi
beberapa alele (misal loss of heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan
gen supresor tumor yang lain seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang merupakan
transformasi akhir menuju keganasan."
Perubahan genetik yang terjadi selama evolusi kanker kolorektal dapat dilihat pada
gambar di bawah ini:
Gambar :
GEJALA KLINIK
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah
Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar
maupun yang berwarna hitam.
Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosongm saat BAB
Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa
Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah
gluteus
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker rektal,
diantaranya ialah:
4) Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat
diambil untuk biopsi.
5) Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat
diambil untuk biopsi. Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi
harus dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang
paling
sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah
karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan
undifferentiated tumors.
Ketika diagnosis rectal cancer sudah dipastikan, maka dilakukan prosedur untuk
menetukan stadium tumor. Hal ini termasuk computed tomography scan (Can) dada,
abdomen, dan pelvis, complete blood count (CBC), tes fungsi hepar dan ginjal,
urinanalysis, dan pengukuran tumor marker CEA (carcinoembryonic antigen).
Tujuan dari penentuan stadium penyakit ini ialah untuk mengetahui perluasan dan
lokasi tumor untuk menentukan terapi yang tepat dan menentukan prognosis. Stadium
penyait pada kanker rektal hampir mirip dengan stadium pada kanker kolon.
Awalnya, terdapat Duke's classification system, yang menempatkan klanker dalam 3
kategori stadium A, B dan C. sistem ini kemudian dimodofikasi oleh Astler-Coller
menjadi 4 stadium (Stadium D), lalu dimodifikasi lagi tahun 1978 oleh Gunderson &
Sosin.
1. Stadium 0
Pada stadium 0. kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum, yaitu
pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ
2. Stadium 1
Pada stadium 1, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis
dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar kebagian terluar
dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun
tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tedak menyebar
kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer
5. Stadium IV
Pada stadium IV. kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau
ovarium. Disebut jugaDukes D rectal cancer.
PENTATALAKSANAAN
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah terapi
standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis: Tiga terapi standar
untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah:
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk stadium I
dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan
pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam metode penentuan
stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre surgical treatment dengan
radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal
sebagaineoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant
chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III.
Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar
jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan
kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang
tertinggal.
Eksisi lokal: jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat dihilangkan
tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker ditemukan dalam
bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy
Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan anastomosis
Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu diidentifikasi apakah
limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.
2. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut, radiasi
dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain
radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus
tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus
metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam Kombinasi dengan
kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah
menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian
sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi telah berguna mengurangi
efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi umumnya
digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang
unresectable.
3. Kemoterapi
PROGNOSIS
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai berikut:
Stadium 1 -72%
Stadium II-54%
Stadium IV-7%
50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan
lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi pada. Penyakit
kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahu pertama setelah operasi. Faktor-
faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekuensi termasuk kemampuan ahli bedah,
stadium tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas-batas negatif tumor.
2. HCC
Hepatocellular Carcinoma (HCC) adalah jenis tumor yang ditemukan di organ hati
yang dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Setiap tahun, karsinoma
hepatoseluler didiagnosis di lebih dari setengah juta orang di seluruh dunia, Dimana
sekitar tiga per empat kasus-kasus kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China,
Hong Kong, Taiwan, Korea, dan Japan).
Kanker hati primer yang berasal dari sel hati terbagi dalam beberapa tipe, antara lain:
1) Hepatocellular carcinoma (HCC), Kanker hati yang paling umum terjadi pada anak
anak dan orang dewasa. Kanker ini dimulai dari hepatosit yang merupakan tipe utama
sel hati.
3) Hepatoblastoma. Ini adalah tipe kanker langka yang menyerang anak-anak berusia
4 tahun ke bawah. Tipe kanker ini banyak yang berhasil disembuhkan.
Walaupun organ yang seringkali diperiksa baik melalui pemeriksaan rutin seperti
ultrasonografi ataupun melalui tes darah, ternyata mayoritas kasus hati dijumpai saat
stadium sudah lanjut. Hal inilah yang menyebabkan terapi dengan pembedahan
sebagian organ hati yang terkena tumor (partial hepatectomy) atau bahkan dengan
pencangkokan organ hati yang baru (liver transplantation) menjadi tidak
memungkinkan. Hal ini juga didukung karena banyak orang tidak memiliki tanda atau
gejala pada tahap awal kanker hati primer. Tetapi ketika memiliki tanda dan gejala.
maka yang mungkin terjadi antara lain: Penurunan berat badan,hilang nafsu makan,
sakit pada area perut bagian atas, mual dan muntah, kelelahan dan lemah, pembesaran
hati, bengkak pada area perut.
Beberapa faktor yang meningkatkan risiko kanker hati antara lain jenis kelamin, usia,
infeksi kronis, sirosis, hemochromatosis, hepatitis dan Wilson's disease, diabetes,
nonalcoholic fatty liver disease, dan aflatoxins.
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari penyakit kanker hati
ini seperti vaksinasi, menghindari konsumsi alkohol, terapi dengan antivirus,
melakukan screening, Tumor Marker (AFP), Ultrasonography. 1) Vaksinasi,
Vaksinasi yang dilakukan sejak usia dini ternyata terbukti efektif dan aman dalam hal
mencegah timbulnya virus hepatitis B di tubuh. 2) Alkohol, hindari mengkonsumsi
alkohol terutama bila mengkonsumsi dalam jumlah banyak dalam jangka waktu yang
lama. Penelitian sekali lagi menunjukan bahwa penderita kronik hepatitis B dan C
yang mengkonsumsi alkohol akan mempercepat kerusakan sel-sel hati yang mengarah
ke sirosis dan kanker hati. 3) Antivirus, Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bila
seseorang terkena hepatitis C kronik di usia muda, saat diterapi mampu
menghilangkan virusnya dengan cepat dan hasil laboratorium darah menunjukkan
perbaikan fungsi liver, maka golongan ini biasanya memberikan respons yang baik
dengan terapi. 4) Screening, tujuannya adalah mendeteksi adanya pertumbuhan
kanker pada saat dini, mengingat pilihan terapi termasuk pembedahan (reseksi)
maupun transplantasi menjadi tidak dimungkinkan bila ukurannya melewati batas
yang sudah ditetapkan. 5) Ultrasonography. Beberapa faktor sangat berperan pada
peniliaian hasil USG. Termasuk di sini adalah ketrampilan operator saat
menggunakan alat USG, ukuran tubuh penderita karena ukuran seseorang yang
semakin gemuk akan semakin sulit menilai kualitas gambar USG yang dihasilkan.
Terutama untuk menemukan kanker hati stadium dini atau awal.
Estimasi insiden dari kasus terbaru adalah 500.000-1.000.000 kasus per tahun, dan
menyebabkan kira-kira 600.000 kematian di dunia. Secara geografis terjadi kematian
per tahunnya akibat HCC di afrika sebanyak 45.000 jiwa, di Amerika sebanyak
37.000, di Timur Tengah sebanyak 15.000 jiwa, di Eropa sebanyak 67.0000 jiwa, di
Asia Tenggara sebanyak 61.000 jiwa, dan 394.000 jiwa di pasifik barat (termasuk
Jepang dan China). HCC merepresentasikan 6% dari semua kanker yang didiagnosis
di seluruh dunia, dengan lebih dari setengahnya terjadi di China. Insiden yang tinggi
juga ditemukan di Asia Tenggara dan Afrika di daerah sub sahara. Walaupun insiden
di negara-negara barat cenderung rendah tetapi terjadi tren peningkatan setiap
tahunnya. Di Amerika Serikat 90% dari penderita kanker hati primer merupakan
HCC. Rate insiden dari HCC berdasarkan overall age-adjusted meningkat menjadi
tiga kali lipat dari tahun 1975 sampai tahun 2005, meningkat dari 1,6 kasus per
100,000 penduduk menjadi 4.9 kasus per 100,000 penduduk. Peningkatan tertinggi
terjadi pada laki-laki." Prevalensi tertinggi dari kasus HCC terjadi pada usia diatas 65
tahun, tetapi terhadi pergeseran insiden kearah umur yang lebih muda selama dua
dekade terakhir.
Faktor predisposisi dari HCC sangat bervariasi. Beberapa faktor yang berperan
meliputi paparan dari virus hepatitis, vinyl chloride, rokok, makanan yang
terkontaminasi oleh aflatoxin-b (AFB), asupan alkohol yang berlebih, diabetes,
obesitas, pola makan, kopi, kontrasepsi oral, dan hemakromatosis. Secara umum,
keberagaman faktor tersebut bergantung pada variasi data yang dikumpulkan dari
berbagai daerah. Namun, berdasarkan penelitian hampir 80% dari kasus-kasus HCC
berkembang dari individu yang terinfeksi oleh virus hepatitis B atau C (HBV atau
HCV) kronis, sirosis hati, dan juga mereka yang terpapar oleh aflatoxin-b, (AFB).
Berikut beberapa penjelasan dari faktor predisposisi HCC yang paling berperan
Infeksi HBV
Peran HBV sebagai faktor predisposisi dari HCC telah terbukti. Walaupun tidak.
setiap pasien yang terinfeksi HBV pasti akan menderita HCC, American Association
for the Study of Liver Diseases (AASLD) tetap merekomendasikan deteksi dini
kepada seluruh pasien hepatitis B ketika mereka mencapai usia tertentu yang
menyebabkan peningkatan risiko terserang HCC. Menurut penelitian, pasien hepatitis
B yang berisiko tinggi terserang HCC adalah laki-laki yang selain terinfeksi HBV
juga menderita sirosis hati serta memiliki riwayat keluarga menderita kanker hati. Hal
ini terjadi karena materi genetik dari HBV menyerupai materi genetik dari sel kanker.
Oleh karena itu, bagian spesifik dari genom HBV (kode genetik) yang memasuki
materi genetik dari sel hati akan menganggu materi genetik normal dari sel tersebut
sehingga menyebabkan sel hati menjadi ganas.
Infeksi HCV
HCC lebih jarang terjadi pada pasien yang terinfeksi oleh HCV dibandingkan pasien
dengan infeksi HBV. Bila terserang HCC, pasien hepatitis C biasanya memiliki faktor
risiko lain, seperti sirosis hati, usia tua, jenis kelamin laki-laki. peminum alkohol.
kadar alpha-fetoprotein (AFP) tinggi, dan koinfeksi HBV Beberapa penelitian juga
menyatakan bahwa genotipe 1b pada HCV menjadi salah satu faktor risiko terjadinya
HCC. Akan tetapi, bagaimana HCV dapat menyebabkan terjadinya HCC belum
terlalu dimengerti karena tidak seperti HBV, materi genetik dari HCV tidak
menyerupai materi genetik pada sel-sel hati.
Alkohol
Pada negara berkembang, sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol kronis. erat
kaitannya denga terjadinya HCC. Selain itu, sebagian besar dari peminum alkohol
tersebut juga terinfeksi oleh HCV. HCC ini biasanya terjadi pada peminum alkohol
yang menderita sirosis yang telah berhenti minum selama sepuluh tahun. Karena
ketika konsumsi alkohol dihentikan, hati berusaha memperbaiki sel-selnya. yang telah
rusak akibat paparan alkohol melalui proses regenerasi sel secara aktif. Selama proses
tersebut, dapat terjadi mutasi genetik pada sel-sel hati. Maka dari itu, HCC justru
terjadi ketika alkohol berhenti dikonsumsi.
Aflatoxin-b1
Hemakromatosis
HCC dapat berkembang pada 30% pasien yang menderita hemakromatosis herediter.
Hemakromatosis merupakan suatu kelainan dimana terjadi penyimpanan zat besi yang
berlebih di dalam tubuh, khususnya di hati. Pasien yang berisiko tinggi terserang HCC
adalah mereka yang juga mengalami sirosis disamping hematokromatosis. Ketika
mereka terserang sirosis, pembersihan zat besi yang berlebih dari hati tidak akan
menurunkan risiko terjadinya HCC pada pasien tersebut,
Pada fase molekuler, terjadi alterasi genom dari hepatosit, biliosit atau stem cell liver.
Alterasi genom pada hepatosit atau biliosit meliputi peningkatan daya proliferasi dan
penghambatan apoptosis sel. Sedangkan, alterasi genom pada stem cell berkaitan
dengan proses diferensiasi sel.
Fase pra klinis meliputi fase awal, yaitu tumor masih terlalu kecil untuk dideteksi
melalui teknik imaging, dan fase diagnostik pra klinis, yaitu tumor dapat dideteksi
melalui teknik imaging, namun masih asimtomatik.
Selama fase pra neoplastik (hepatitis kronik dan sirosis), alterasi genetik hampir
sebagian besar secara kuantitatif, terjadi melalui mekanisme epigenetik tanpa adanya.
perubahan struktural gen. Pada fase ini, hepatosit mengalami stimulasi mitogenik
yang intens oleh berbagai keadaan seperti peningkatan kadar growth factors
(misalnya, insulin-like growth factor (IGF)-2. transforming growth factor (TGF)-a)
dan) peningkatan kadar sitokin pro inflamasi 12 Keadaan ini akan mengaktifkan jalur
persinyalan utama dalam proliferasi sel. Peningkatan ekspresi dari growth factor dan
sitokin dapat disebabkan oleh proses inflamasi, protein virus, dan respons regeneratif
terhadap kematian sel. Mekanisme dari semua faktor ini dalam mempengaruhi
ekspresi gen meliputi aktivasi cis- dan trans- serta metilasi dan asetilasi kromatin yang
dapat berdampak pada aktivasi atau inaktivasi promoter gen. Selain itu, protein yang
diproduksi oleh virus, seperti protein X (HBX) yang diproduksi oleh hepatitis B virus
(HBV) dapat secara langsung menstimulasi kaskade sinyal utama dari kinase sitosol.
Sedangkan, perubahan struktural pada gen dapat disebabkan oleh (1) infeksi HBV
yang secara langsung mutagenik setelah integrasi genom atau fragmennya dengan
DNA sel (2) produk molekuler dari HBV (HBX) dan HCV (inti, NSSA, NS3) dapat
mengganggu fungsi tumor suppressor p53 dan gen retinoblastoma serta mengganggu
efisiensi enzim yang berperan dalam mekanisme perbaikan dan stabilitas gen (3)
Erosi dari panjang telomer pada sel yang sangat replikatif menyebabkan disrupsi
kromosom dan alterasi mitosis (4) kerusakan oksidatif DNA dapat terjadi pada
keadaan inflamasi kronik (5) sifat genotoksik dari HBV dapat meningkat dengan
adanya paparan terhadap aflatoxin B. suatu mikotoksin kontaminasi yang ditemukan
pada makanan pada wilayah tertentu di dunia."
Alterasi genom pada karsinoma hepatoselular sangat heterogen, hal ini menandakan
fenotipe neoplasma dapat berasal dari rute genom yang berbeda. Genomic loss atau
gain yang ditemukan pada beberapa lengan kromosom antara lain: 1p, 4q. 5q, oq, 8p.
13q. 17q, 16p. 16q, 17p. 19p. 16q22, 5q34, 4q28, 13q21, (loss); Ip. 1q, 6p. 7q. 8q.
174, 20q. 1q21, 11q12, 14q12, 12p11, 19q13.1 (gain). Beberapa dari lokus yang
hilang ini (delesi alel) mengkode tumor suppressor gene, seperti p53 pada 17p.
retinoblastoma pada 13q, axin! pada lop, Cdkn24 (p16INK4) pada 9p, dan reseptor
IGF-2 pada oq." Sedangkan gain dapat terjadi pada onkogen tertentu, seperti c-myc."
seperti reseptor Frizzled (3) alterasi tumor suppressor retinoblastoma dan gen p16INK
melalui mutasi atau metilasi promoternya (4) alterasi jalur persinyalan
IGES/IRS/MAPK melalui overekspresi IGFs, IRS, dan kemungkinan mutasi reseptor
IGF-2 (5) alterasi jalur persinyalan TGF-B (6) aktivasi jalur persinyalan PI3K/AKT
dan aktivasi transduser dan aktivator sinyal JAK melalui penyimpangan metilasi
suppressor dari gen yang mengkode sinyal untuk sitokin (7) upregulasi dari gen yang
terlibat dalam angiogenesis, seperti VEGF dan gen yang terlibat dalam metastasis,
seperti matrix metalloproteinase." Selain itu, mutasi inaktivasi dari gen yang
mengatur remodeling kromatin ARID2 juga ditemukan pada 4 subtipe utama
karsinoma hepatoselular.14
Interaksi DNA dengan karsinogen dan reactive oxygen species (ROS) yang dihasilkan
selama metabolisme karsinogen dan inflamasi menandai tahap awal
hepatokarsinogenesis. Hal ini menyebabkan instabilitas genom yang menyebabkan
genom rentan terhadap akumulasi kerusakan DNA yang parah selama ekspansi klonal
dari sel yang terinisiasi. 8-hydroxy-2'-deoxyguanosine adalah produk utama dalam
kerusakan oksidatif DNA yang mengalami mispair dengan adenin selama replikasi
DNA, sehingga menyebabkan transversi GCTA." Infiltrasi liver oleh fagosit selama
liver injury merupakan sumber dari ROS yang menyebabkan kerusakan DNA,
protein, dan lipid ketika produksinya melebihi kemampuan antioksidan untuk
mengatasinya.
Saat ini diketahui bahwa overekspresi iNOS, IKK, dan NF-kB pada lesi pra neoplastik
dan neoplastik yang diinduksi dengan bahan kimia pada tikus berhubungan dengan
deregulasi ikB-a, penurunan kompleks ikB-a/NF-kB, dan peningkatan binding NF-kB
pada DNA. INOS, IKK/NF-kB, dan upregulasi RAS/extracellular signal-regulated
kinase (ERK) tertinggi pada karsinoma hepatoselular manusia dengan prognosis yang
lebih buruk dan memiliki korelasi positif dengan proliferasi tumor, instabilitas genom.
densitas pembuluh mikro, dan memiliki korelasi negatif dengan apoptosis. 15
Kaskade MAPK adalah jalur persinyalan yang penting untuk proliferasi lesi hepar pra
neoplastik dan neoplastik. Jalur ini mentransduksi sinyal dari reseptor tirosin kinase,
seperti epidermal growth factor receptor (EGFR), insulin-like growth factor receptor
(IGFR), platelet derived growth factor receptor (PDGFR), hepatocyte growth factor
receptor (HGFR/MET), dan vascular endothelial growth factor receptor (VEGFR)
melalui ligannya masing-masing. Pada jalur persinyalan ini, RAS yang teraktivasi
(GTP-RAS) akan memicu aktivasi sekuensial murine leukemia viral oncogene
homolog I (RAFI), mitogen-activated protein kinase 1 1/2 (MEK 1/2). dan ERK 1/2.
ERK 1/2 yang telah aktif mentransaktivasi beberapa gen yang berhubungan dengan
pertumbuhan, meliputi c-JUN, C-FOS, C-MYC, dan ETS.
Kebanyakan gen yang berhubungan dengan kaskade MAPK, seperti e-Ha-rus dan e-
Ki ras, c-Raf, c-Fos, dan e-Jun mengalami overekspresi pada foci of altered
hepatocytes (FAH), nodul, dan karsinoma hepatoselular yang diinduksi pada tikus."
Jalur PI3K aktif melalui phosphatidylinositol-3-kinase (PI3K) dan pembentukan
phosphoinositol 3,4,5-triphosphate yang kemudian mengaktifkan serine/threonine
kinase thymoma viral protooncogene (AKT/PkB). AKT/PkB menghambat glycogen
synthetase kinase-3ẞ (GSK3-B) yang berperan dalam fosforilasi B-catenin, sehingga
memungkinkan ubiquitinasi dan degradasinya. Ketika tidak didegradasi, B-catenin
berinteraksi dengan lymphoid enhancer factor/T cell factor (Lef/Tef) dan kemudian
ditranslokasikan ke nukleus, sehingga mentransaktivasi beberapa gen pengatur
pertumbuhan sel. Upregulasi AKT/PkB dan hubungannya dengan inaktivitas Gsk3-B
terjadi pada lesi hepar pra neoplastik dan neoplastik di tikus.
Selain itu, AKT juga menyebabkan molekul pro apoptosis seperti BAD dibebaskan
dari mitokondria, sehingga menghambat apoptosis. Upregulasi jalur persinyalan
PI3K/AKT pada manusia memiliki korelasi dengan downregulasi ekspresi
metallothionein. Hal ini menunjukkan peran jalur persinyalan PI3K/AKT dalam
meregulasi metallothionein dan produksi ROS.
Duspl menyebabkan supresi ERK, aktivitas CKSI dan SKP2, inhibisi proliferasi dan
induksi apoptosis pada karsinoma hepatoselular dari garis keturunan sel manusia.
Faktor transkripsi Forkhead box MIB (FOXMI) dapat memicu aktivasi SKP2/CKS!
ubiquitin ligase yang kemudian akan mentarget protein P21 WAFI, P27KIP, p57KIP
untuk degradasi selama transisi fase GI-M siklus mitosis sel. Selain itu, FOXM1 juga.
menginduksi transisi gen yang memicu progresi siklus sel (AURKA, CDC2, CYCLIN
BI. NEK2, dan CDC25B), supresor inhibitor siklus sel (SKP2, CKS1), dan inhibitor
apoptosis (SURVIVIN)
Berbagai interaksi yang terjadi antara protein yang dikode oleh genom virus HCV
dengan proses seluler host mengakibatkan alterasi pada berbagai jalur persinyalan
seluler yang menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan sel hati
menuju karsinoma.
Gejala klinis HCC bersifat tidak khas dan sangat bervariasi, tergantung stadium
penyakit HCC. Pada HCC stadium dini sering tidak dijumpai adanya gejala
(asimtomatik), tetapi pada stadium lanjut gejala sering sangat berat. Keluhan HCC
yang paling khas adalah rasa nyeri pada perut kuadran kanan atas. Rasa nyeri disertai
rasa sebah, perut cepat penuh jika diisi makanan dan keluhan berat badan yang
menurun.
Gejala lain adalah adanya rasa nyeri tulang jika sudah terdapat metastase ke tulang.
Penurunan berat badan dan demam yang tidak dapat dijelaskan merupakan peringatan
kanker hati pada pasien dengan sirosis.
Gejala klinis tidak khas tergantung stadium penyakit. Keluhan yang paling sering
adalah rasa nek dan nyeri pada perut kanan atas disertai hepatomegali dengan tepi
tumpul, permukaan berdungkul-dungkul dan konsistensi hati yang padat keras.
Motola Kuba (2006) membuat ikhtisar gejala HCC yang berbeda di daerah dengan
insiden HCC tinggi dan daerah dengan insiden HCC rendah.
2.5 Diagnosis
3. Pemeriksaan penanda tumor (tumor marker) yaitu alpha feto protein (AFP)
Berdasarkan hasil anamnesis pasien biasanya datang dengan gejala sirosis hati. Sirosis
hati merupakan jenjang akhir dari proses fibrosis hati, yang merupakan konsekuensi
dari penyakit kronis hati yang ditandai dengan adanya penggantian jaringan normal
dengan jaringan fibrosa sehingga sel-sel hati akan kehilangan fungsinya. Secara
umum, etiologi sirosis apapun adalah faktor risiko utama untuk karsinoma
hepatoseluler Sekitar 80% dari pasien dengan karsinoma hepatoseluler baru
didiagnosa telah ada sebelumnya sirosis. Penyebab utama dari sirosis yang dikaitkan
dengan alkohol, infeksi hepatitis C. dan infeksi hepatitis.
Adapun gejala-gejala yang ditimbulkan akibat sirosis hati seperti rasa gatal dengan
atau tanpa adanya penyakit kulit yang tampak (pruritus), warna kekuningan di kulit
dan permukaan mukosa disebabkan karena adanya penumpukan bilirubin (jaundice).
pembesaran kelenjar limpa, pendarahan visceral, kehilangan nafsu makan dan
penurunan berat badan (Cachexia), meningkatnya lingkar abdomen (abdominal girth).
hepatic encephalopathy, serta sakit perut, terutama dibagian kanan atas disertai mual,
muntah, dan kelelahan.
Tes yang dapat digunakan untuk menegakkan kasus karsinoma hepatoseluler adalah
pemeriksaanan radiologi, biopsi, dan AFP serologi. Beberapa modalitas imaging yang
sering digunakan adalah CT scan dan MRI. Ini berguna untuk mengetahui perluasan
penyakitnya. Untuk menetapkan diagnosis HCC diperlukan serangkaian tes tersebut
tergantung dari ukuran lesi atau massa:
Deteksi masa hepar dengan keadaan sirosis diketahui memiliki risiko tinggi untuk
terkena HCC. Jika AFP 200ng/ml dan hasil radiologi menunjukkan adanya massa
maka hal ini merujuk ke kasus HCC dengan adanya hipervaskularisasi arteri.
Konferensi EASL merekomendasikan diagnosis HCC dapat ditegakkan tanpa perlu
melakukan biopsy pada pasien yang memiliki ukuran lesi 2cm dengan menunjukkan
vaskularisasi arteri yang dapat ditemukan pada modalitas CT scan ataupun MRI. Jika
tidak diketahui karakteristik abnormalitas vaskularisasinya, dan AFP 200ng/ml maka
biopsi direkomendasikan untuk dilakukan. Jika lesi menunjukkan hipervaskularisasi
dan washed out pada fase vena awal, untuk menegakkan diagnosis hanya dibutuhkan
satu modalitas imaging saja. Hal ini dapat dilakukan dengan triphasic CT scan atau
MRI dengan injeksi gadolinium. Beberapa penelitian baru menunjukkan USG dengan
kontras juga bisa digunakan sebagai diagnosis non-invasif.
Lesi yang berukuran 1-2 cm pada pasien sirosis hati, memiliki faktor risiko untuk
menjadi HCC. Level Alpha-fetoprotein mungkin normal atau meningkat namun tidak
memiliki kegunaan untuk menegakkan diagnosis. Konferensi EASL
merekomendasikan lesi dengan ukuran 1-2 cm dapat dilakukan dengan biopsi tanpa
memperhatikan pembuluh darah sekitarnya. Lebih dari 25 % lesi berukuran kurang
dari 2 cm dengan pelebaran arteri, tanpa washout venous pada sirosis hati akan stabil
atau malah bisa berkembang menjadi HCC. Biopsi sangat penting bagi pasien yang
hasil gambaran radiologisnya kurang baik. Pada nodul yang berukuran 2cm, teknik
imaging yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosisnya dapat didasarkan
pada pemeriksaan tunggal yang menunjukkan karakteristik pembuluh darah melalui
contrast-ultrasound, dynamic CT atau MRI, pada nodul yang berukuran 1-2 cm
pencitraan karakteristik vakularisasi hasilnya tidak telalu baik sehingga untuk
menegakkan diagnosis lebih baik digunakan 2 teknik imaging."
3. Lesi kurang dari 1 cm pada diameter Lesi yang berukuran 1 cm memiliki faktor
risiko kecil menjadi HCC. Pada lesi dengan ukuran tersebut kemungkinan menjadi
maligna adalah kecil, walaupun CT atau MRI menunjukkan nodul yang kecil dengan
vaskularisasi arteri, namun hal ini bukan fokus HCC. Namun, tidak tertutup
kemungkinan terjadinya keganasan dalam perkembangan nodul tersebut. Oleh karena
itu nodul-nodul tersebut perlu di follow up setiap bulan dengan tujuan untuk
mendeteksi transformasi keganasan. Apabila dalam 1-2 tahun tidak tidak ada
perubahan, hal ini bisa menunjukkan nodul tidak bertransformasi menjadi HCC.
2.5.2 Sirosis
Sirosis menggambarkan bentuk akhir yang paling umum untuk berbagai macam
penyakit hati kronis. Secara histologi sirosis didefinisikan sebagai proses pada hati
yang menyebar yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan arsitektur hati yang normal
menjadi nodul yang abnormal sehingga sel-sel hati kehilangan fungsinya.
Perkembangan injury pada hati menjadi sirosis dapat terjadi selama beberapa minggu
sampai beberapa tahun. Pasien dengan hepatitis C dapat menderita hepatitis kronis
selama 40 tahun sebelum menjadi sirosis.
Beberapa pasien dengan sirosis sepenuhnya asimtomatik dan memiliki harapan hidup
yang baik. Sedangkan yang lainnya memiliki banyak gejala berat stadium akhir
penyakit hati dan memiliki harapan kecil untuk bertahan hidup. Gejala dan tanda
umum mungkin berasal dari penurunan fungsi sintesis hati, penurunan kemampuan
detoksifikasi hati, atau hipertensi portal.
Hepatocelluler adenomas (HAS) yang juga dikenal sebagai adenoma pada hati.
Merupakan tumor jinak yang kemungkinan berasal dari sel epitel dan terjadi kurang
dari 0.004% populasi beresiko. Adenoma hepatoseluler terutama terjadi pada wanita.
usia produktif, kemungkinan karena penggunaan pil KB meningkatkan resiko
terjadinya tumor ini.
Adenoma pada hati melibatkan lembar hepatosit tanpa saluran empedu atau area
portal. Jika ada sel Kupffer, jumlahnya berkurang dan tidak fungsional. Adenoma hati
berwarna coklat, halus, berbatas jelas, tampang berdaging, dan ukuran bervariasi dari
1 30 cm. Adenoma hati memiliki pembuluh darah yang besar di permukaannya, lesi
mendapatkan darah dari arteri yang menyebabkan nekrosis. Kapsul fibrosa bisa ada
atau tidak, jika tidak ada mungkin predisposisi pendarahan intrahepatik atau
ekstrahepatik. Kebanyakan ada sebagai lesi soliter pada lobus hati kanan maupun kiri
dan 20% kasus terdapat beberapa lesi.
2.6 Staging
Dalam menentukan prognosis dan pengobatan yang akan dijalani oleh pasien dengan
karsinoma hepatoseluler, diperlukan penentuan staging yang akurat Penentuan staging
dilihat dari ukuran tumor, penyebarannya, pengaruhnya terhadap pembuluh darah di
hati, adanya kapsul tumor, metastasis ekstrahepatik, nodul, dan sistem vaskular dari
tumor. Menurut EASL, penentuan staging karsinoma hepatoseluler dilihat dari derajat
tumor, derajat kerusakan fungsi hati, kondisi pasien dan efikasi dari pengobatan yang
dijalani oleh pasien.
Kebanyakan TNM stage dilakukan dengan prosedur bedah berdasarkan derajat tumor.
Sehingga sering didapatkan prognosis yang buruk pada pasien yang menjalani reseksi
dan transplantasi hati. Ditemukan modifikasi dalam penelitian 557 pasien HCC yang
menjalani reseksi, yakni derajat tumor dan adanya fibrosis. Sehingga terbentuk 4
stage yang telah diperbaharui walaupun belum dapat diaplikasikan pada pasien
nonbedah. TNM stage telah mendapat pengesahan dari American Joint Committee of
Cancer (AJCC),
2.7 Penatalaksanaan
Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan radiologi.
Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya ukuran kanker,
lokasi kanker di bagian hati yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak
(multiple), atau merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker
sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis (penyebaran) ke tempat
lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah ada tumor thrombus di dalam vena porta
dan apakah sudah ada sirrhosis hati."
Tahap tindakan pengobatan terbagi tiga, yaitu tindakan bedah hati digabung dengan
tindakan radiologi dan tindakan non-bedah dan tindakan transplantasi (pencangkokan)
hati,
Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah tindakan bedah yaitu
reseksi (pemotongan) bagian hati yang terkena kanker dan juga reseksi daerah
sekitarnya. Pada prinsipnya dokter ahli bedah akan membuang seluruh kanker dan
tidak akan menyisakan lagi jaringan kanker pada penderita, karena bila tersisa tentu
kankernya akan tumbuh lagi jadi besar, untuk itu sebelum menyayat kanker dokter ini
harus tahu pasti batas antara kanker dan jaringan yang sehat.
Radiologi merupakan cara untuk menentukan perkiraan pasti batas itu yaitu dengan
pemeriksaan CT angiography yang dapat memperjelas batas kanker dan jaringan sehat
sehingga ahli bedah tahu menentukan di mana harus dibuat sayatan. Maka harus
dilakukan CT angiography terlebih dahulu sebelum dioperasi. Dilakukan CT
angiography sekaligus membuat peta pembuluh darah kanker sehingga jelas terlihat
pembuluh darah mana yang bertanggung jawab memberikan makanan (feeding artery)
yang diperlukan kanker untuk dapat tumbuh subur. Sesudah itu barulah dilakukan
tindakan radiologi Trans Arterial Embolisasi (TAE) yaitu suatu tindakan memasukkan
suatu zat yang dapat menyumbat pembuluh darah (feeding artery) itu sehingga
menyetop suplai makanan ke sel-sel kanker dan dengan demikian kemampuan hidup.
(viability) dari sel-sel kanker akan sangat menurun sampai menghilang. Sebelum
dilakukan TAE dilakukan dulu tindakan Trans Arterial Chemotherapy (TAC) dengan.
tujuan sebelum ditutup feeding artery lebih dahulu kanker-nya disirami racun
(chemotherapy) sehingga sel-sel kanker yang sudah kena racun dan ditutup lagi suplai
makanannya maka sel-sel kanker benar-benar akan mati dan tak dapat berkembang
lagi dan bila selsel ini nanti terlepas pun saat operasi tak perlu dikhawatirkan, karena
sudah tak mampu lagi tumbuh. Tindakan TAE digabung dengan tindakan TAC
disebut tindakan Trans Arterial Chemoembolisation (TACE) Selain itu TAE ini juga
untuk tujuan supportif yaitu mengurangi perdarahan pada saat operasi dan juga untuk
mengecilkan ukuran kanker. Setelah kanker disayat, seluruh jaringan kanker itu harus
diperiksa dan ditentukan apakah benar pinggir sayatan sudah bebas kanker. Kemudian
diberikan chemotherapy (kemoterapi) yang bertujuan meracuni sel-sel kanker agar tak
mampu lagi tumbuh berkembang biak. Pemberian Kemoterapi dilakukan secara intra
venous yaitu epirubucin/dexorubicin 80 mg digabung dengan mitomycine C 10 mg
Dengan cara pengobatan seperti ini usia harapan hidup penderita per lima tahun 90%
dan per 10 tahun 80%.
Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang pada stadium
lanjut..
Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang normal berasal dari
vena porta dan 30% dari arteri hepatika, sehingga sel-sel ganas mendapat nutrisi dan
oksigenasi terutama dari sistem arteri hepatika. Bila Vena porta tertutup oleh tumor.
maka makanan dan oksigen ke sel-sel hati normal akan terhenti dan sel-sel tersebut
akan mati.28
Infus sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena porta sampai ke cabang besar
tertutup oleh sel-sel tumor di dalamnya dan pada pasien tidak dapat dilakukan
tindakan transplantasi hati oleh karena ketiadaan donor, atau karena pasien menolak
atau karena ketidakmampuan pasien. Sitostatika yang dipakai adalah mitomycin C 10
20 Mg kombinasi dengan adriblastina 10-20 Mg dicampur dengan NaCl (saline) 100-
200 cc. Atau dapat juga cisplatin dan SFU (5 Fluoro Uracil). Metoda ballon occluded
intra arterial infusion adalah modifikasi infuse sitostatika intra-arterial, hanya kateter
yang dipakai adalah double lumen ballon catheter yang di-insert (dimasukkan) ke
dalam arteri hepatika. Setelah ballon dikembangkan terjadi sumbatan aliran darah,
sitostatika diinjeksikan dalam keadaan ballon mengembang selama 10-30 menit,
tujuannya. adalah memperlama kontak sitostatika dengan tumor. Dengan cara ini
maka harapan hidup pasien per lima tahunnya menjadi 40% dan per sepuluh tahunnya
30% dibandingkan dengan tanpa pengobatan adalah 20% dan 10%.
c. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi - PEI) Pada kasus-kasus yang
menolak untuk dibedah dan juga menolak semua tindakan atau pasien tidak mampu
membiayai pembedahan dan tak mampu membiayai tindakan lainnya maka tindakan
PEI-lah yang menjadi pilihan satu-satunya. Tindakan injeksi etanol perkutan ini
mudah dikerjakan, aman, efek samping ringan, biaya murah, dan hasilnya pun cukup
memberikan harapan. PEI hanya dikerjakan pada pasien stadium. dini saja dan tidak
pada stadium lanjut. Sebagian besar peneliti melakukan pengobatan dengan cara ini
untuk kanker bergaris tengah sampai 5 cm, walaupun pengobatan paling optimal
dikerjakan pada garis tengah kurang dari 3 cm. Pemeriksaan histopatologi setelah
tindakan membuktikan bahwa tumor mengalami nekrosis yang lengkap. Sebagian
besar peneliti menyuntikkan etanol perkutan pada kasus kanker ini dengan jumlah lesi
tidak lebih dari 3 buah nodule, meskipun dilaporkan bahwa lesi tunggal merupakan
kasus yang paling optimal dalam pengobatan. Walaupun kelihatannya cara ini mugkin
dapat menolong tetapi tidak banyak penelitian yang memadai dilakukan sehingga
hanya dikatakan membawa tindakan ini memberi hasil yang cukup menggembirakan.
28
d. Terapi Non-bedah Lainnya Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan
dan hanya dilakukan bila terapi bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi (TAE)
ataupun Trans Arterial Chemoembolisation ataupun Trans Arterial Chemotherapy tak
mungkin dilakukan lagi. Di antaranya yaitu terapi Radio Frequency Ablation Therapy
(RFA), Proton Beam Therapy. Three Dimentional Conformal Radiotherapy (3DCRT),
Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat palliatif (membantu) bukan kuratif
(menyembuhkan) keseluruhannya.
2.7.3 Tindakan Transplantasi Hati
Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada sirrhosis hati dan
ditemukan kerusakan hati yang berkelanjutan atau sudah hamper seluruh hati terkena
kanker atau sudah ada sel-sel kanker yang masuk ke vena porta (thrombus vena porta)
maka tidak ada jalan terapi yang lebih baik lagi dari transplantasi hati. Transplantasi
hati adalah tindakan pemasangan organ hati dari orang lain ke dalam tubuh seseorang.
Langkah ini ditempuh bila langkah lain seperti operasi dan tindakan radiologi seperti
yang disebut. di atas tidak mampu lagi menolong pasien. Akan tetapi, langkah menuju
transplantasi hati tidak mudah, pasalnya ketersediaan hati untuk di-transplantasikan
sangat sulit diperoleh seiring kesepakatan global yang melarang jual beli organ tubuh.
Selain itu, biaya transplantasi tergolong sangat mahal. Dan pula sebelum proses
transplantasi harus dilakukan serangkaian pemeriksaan seperti tes jaringan tubuh dan
darah yang tujuannya memastikan adanya kesamaan kecocokan tipe jaringan tubuh
pendonor dan pasien agar tidak terjadi penolakan terhadap hati baru. Penolakan bisa
berupa penggerogotan hati oleh zat-zat dalam darah yang akan menimbulkan
kerusakan permanen dan mempercepat kematian penderita. Seiring keberhasilan
tindakan transplantasi hati, usia pasien setidaknya akan lebih panjang lima tahun.
2.8 Prognosis
SIMPULAN
Karsinoma hepatoseluler (HCC) merupakan jenis kanker hati yang paling sering
terjadi dan merupakan penyebab kematian terbesar ketiga akibat kanker setelah
kanker paru paru dan kanker gaster. Faktor predisposisi penting yang terlibat dalam
perkembangan HCC meliputi infeksi HBV atau HCV, intoksikasi aflatoksin-bl,
konsumsi alkohol, dan hemakromatosis. Mekanisme yang berperan dalam patogenesis
HCC meliputi alterasi epigenetik dan genetik, stimulasi sitokin, dan infeksi HBV atau
HCV. Gejala klinis HCC bersifat tidak khas dan sangat bervariasi, tergantung stadium
penyakit HCC. Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati dan pemeriksaan
patologi anatomi. Diagnosis banding HCC meliputi cholangiocarcinoma (CCC),
sirosis hati, dan adenoma hepatoseluler (HA). Stagging diperlukan untuk mengetahui
prognosis serta terapi yang diperlukan. Tindakan yang dapat dilakukan pada kasus
HCC terdiri dari. tindakan bedah hati dengan kombinasi tindakan radiologi, tindakan
non-bedah dan tindakan transplantasi (pencangkokan) hati. Prognosis penderita HCC
adalah dubia ad malam, karena selain dari faktor predisposisi yang dimiliki penderita,
keterlambatan dalam mendeteksi keberadaan tumor dan kemampuan dari tenaga
medis serta fasilitas medis yang tersedia juga sangat menentukan.
3. GIST
Istilah gastrointestinal stromal tumor (GIST) atau tumor stroma gastrointestinal ini
diperkenalkan oleh Clarck dan Mazur1 pada tahun 1983. Sebelum tahun 1983, GIST
diklasifikasikan sebagai tumor otot polos, bersama leiomioma, leiomioblastoma dan
leiomiosarkoma.2,3,4 GIST merupakan kasus yang jarang, kurang dari 3% dari
seluruh neoplasma gastrointestinal dan kurang dari 6% dari seluruh sarkoma. Dengan
adanya kemajuan dalam mikroskop elektron dan imunohistokimia, dapat diketahui
bahwa GIST adalah tumor non-epitelial yang muncul dari sel-sel interstitial Cajal,
yang mengekspresikan protein KIT CD117, receptor factor stem cell. Sifat ini
membedakan GIST dari leiomioma, leiomiosarkoma, schwannoma yang tidak
mengekspresikan protein KIT.5,6 GIST bisa timbul di mana saja di sepanjang saluran
pencernaan, termasuk lambung, usus kecil, usus besar, mesenterium dan omentum.
Gaster merupakan lokasi yang tersering. GIST secara khas tumbuh di dinding usus,
biasanya berasal dari lapisan muskulus propria dinding saluran gastrointestinal, maka
sebagian besar massa tumbuh eksofitik.1-7 GIST tidak berhubungan dengan distribusi
geografis, etnis atau ras. Sebagian besar GIST bersifat jinak (70- 80%), namun tumor
ini memiliki spektrum mulai dari jinak sampai ganas, tergantung pada lokasi, ukuran
tumor dan frekuensi mitosis.2,6-10 Karena klasifikasi ulang dari tumor-tumor
mesenkimal baru-baru ini, yang didasarkan pada pemahaman yang lebih baik
mengenai genetika dan immunofenotip GIST, penelitian yang mendeskripsikan
gambaran radiologis GIST hanya ada dalam jumlah terbatas. Horton et al.11 meninjau
ulang pencitraan GIST dengan computed tomography (CT) dan Hasegawa et al.12
mendeskripsikan gambaran-gambaran pada MRI dari 9 kasus. Selain itu juga ada 4
kelompok pasien yang telah dilaporkan dalam 2 penelitian yang dilakukan oleh
sebuah institusi di Eropa2,13 dan sekumpulan kasus milik Armed Forces Institute of
Pathology di Amerika Serikat.14 Alasan dilaporkan kasus ini selain karena
merupakan satu kasus yang jarang dan masih sedikitnya penelitian yang mengupas
gambaran GIST akibat inkonsistensi defenisinya, pada pasien ini proses penegakan
diagnosis tertunda lama sehingga langkah terapi juga terlambat, padahal kesadaran
pasien untuk datang berobat ke RS sudah tinggi.
Tumor stroma gastrointestinal (GIST) adalah jenis kanker yang dimulai di sistem
pencernaan. GIST paling sering terjadi di lambung dan usus halus.
GIST adalah pertumbuhan sel yang diperkirakan terbentuk dari jenis sel saraf
khusus. Sel saraf khusus ini berada di dinding organ pencernaan. Mereka berperan
dalam proses yang memindahkan makanan ke seluruh tubuh.
Sakit perut
Kelelahan
Mual
muntah
GIST dapat terjadi pada orang pada usia berapa pun, tetapi paling sering terjadi pada
orang dewasa dan sangat jarang pada anak-anak. Penyebab sebagian besar GIST tidak
diketahui. Sejumlah kecil disebabkan oleh gen yang diturunkan dari orang tua ke
anak.
Diagnosa
Terkadang jarum tidak mendapatkan sel yang cukup, atau hasilnya tidak
jelas. Anda mungkin memerlukan pembedahan untuk mengumpulkan
sampel.
Pembedahan mungkin tidak digunakan jika tumor Anda tumbuh sangat besar atau jika
tumbuh ke struktur terdekat. Jika ini terjadi, pengobatan pertama Anda mungkin
adalah terapi obat yang ditargetkan untuk mengecilkan tumor. Anda mungkin akan
menjalani operasi nanti.
Jenis operasi yang Anda lakukan tergantung pada kanker Anda. Seringkali ahli bedah
dapat mengakses GIST menggunakan operasi invasif minimal. Ini berarti alat bedah
melewati sayatan kecil di perut daripada melalui satu sayatan besar.
Perawatan obat yang ditargetkan fokus pada bahan kimia tertentu yang ada di dalam
sel kanker. Dengan memblokir bahan kimia ini, perawatan obat yang ditargetkan
dapat menyebabkan sel kanker mati. Untuk GIST , target obat ini adalah enzim yang
disebut tirosin kinase yang membantu sel kanker tumbuh.
Jika GIST kembali
Obat lain yang ditargetkan dapat digunakan jika imatinib tidak bekerja untuk Anda
atau jika berhenti bekerja. Terapi obat yang ditargetkan adalah bidang penelitian
kanker yang aktif, dan obat-obatan baru kemungkinan akan menjadi pilihan di masa
depan.