Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KANKER

KOLOREKTAL

Disusun Oleh Kelompok 4:


1. Fitri Aryanti
2. Hapi latifatun
3. Hilytul Yela
4. Nurul Aulia
5. Rini silviana
6. Rizki Amelia
7. Yuliana Ma’rifah

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN NERS


(PROGRAM TRANSFER)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN – UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI


TAHUN 2023

1
2

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI
Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar,
yakni bagian akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker
kolorektal dimulai dari sebuah benjolan/polip kecil, dan kemudian membesar
menjadi tumor (Yayasan Kanker Indonesia, 2018).
Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar,
terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

B. ETIOLOGI
Sebagian orang memang memiliki risiko tinggi terkena kanker
kolorektal. Beberapa faktor risiko tersebut ada yang tidak bisa diubaH,
3

seperti usia lebih dari 50 tahun, riwayat menderita polip, riwayat menderita
infeksi usus besar (colitis ulcerative atau penyakit Chron), dan memiliki
anggota keluarga yang mempunyai riwayat polip atau kanker usus besar.
Faktor risiko lain adalah pola hidup yang tidak sehat yang dapat
meningkatkan risiko kanker kolorektal di usia muda dibawah 40 tahun. Salah
satunya adalah mengonsumsi daging merah dan daging olahan secara
berlebihan.
Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya kanker kolorektal, batasi
makanan tinggi lemak termasuk daging merah. Merokok juga merupakan
faktor risiko terjadinya kanker kolorektal. Diperkirakan, satu dari lima kasus
kanker usus besar di Amerika Serikat dihubungkan dengan rokok. Merokok
berhubungan dengan kenaikan risiko terbentuknya adenoma dan peningkatan
risiko perubahan adenoma menjadi kanker usus besar. Faktor risiko tinggi
lain adalah pengonsumsian alkohol. Usus mengubah alkohol menjadi
asetildehida yang meningkatkan risiko kanker kolorektal. Lebih baik
konsumsi buah dan sayur yang mengandung probiotik, karena kandungan
seratnya akan mengikat sisa makanan dan membuat feses lebih berat sehingga
mudah dibuang (Kemenkes RI, 2019).

C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi kanker kolon menurut (Yayasan Kanker Indonesia, 2018):
1. Perubahan pada pola buang air besar termasuk diare, atau konstipasi
atau perubahan pada lamanya saat buang air besar, dimana pola ini
berlangsung selama beberapa minggu hingga bulan. Kadang-kadang
perubahan pola itu terjadi sebagai perubahan bentuk dari feses atau
kotoran dari hari ke hari (kadang- kadang keras, lalu lunak, dan
seterusnya)
2. Pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya darah di feses,
seringkali hanya dapat dideteksi di laboratorium
3. Rasa tidak nyaman pada bagian abdomen atau perut seperti keram, gas
atau rasa sakit yang berulang
4

4. Perasaan bahwa usus besar belum seluruhnya kosong sesudah buang air
besar
5. Rasa cepat lelah, lesu lemah atau letih
6. Turunnya berat badan secara drastis dan tidak dapat dijelaskan sebabnya

D. PATOFISIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang
dari polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun
umumnya masih terjadi di rektum dan kolon Sigmoid. Polip tumbuh dengan
lambat, sebagian besar tumbuh dalam waktu 5-10 tahun atau lebih untuk
menjadi ganas. Ketika polip membesar, polip membesar di dalam lumen dan
mulai menginvasi dinding usus. Tumor di usus kanan cenderung menjadi
tebal dan besar, serta menyebabkan nekrosis dan ulkus. Sedangkat tumor
pada usus kiri bermula sebagai massa kecil yang menyebabkan ulkus pada
suplai darah (Black & Hawks, 2014).

Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam


lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan.
Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling
permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang
berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus,
pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat
dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering
berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja
kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal.
Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem
limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak,
tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga
peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau selama
pemotongan pembedahan (Black & Hawks, 2014).
5

Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal
dan 20–30 % terjadi di sigmoid dan kolon desending. Kanker kolorektal
terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%.
Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan daripada pada
transversum (dua kali lebih banyak).
Tumor bowel maligna menyebar dengan cara (Black & Hawks, 2014):
1. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung
misalnya ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara
langsung juga dapat mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.
2. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa
mengenai paru-paru, ginjal dan tulang.
3. Tertanam ke rongga abdomen.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker
kolorektal adalah sebagai berikut (Sayuti & Nouva, 2018)
1. Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk
menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan atau
kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain
pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang
merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan
ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan
tersembunyi dapat dilihat dari pemeriksaan tinja. Selain pemeriksaan
rutin diatas, dalam menegakkan diagnosa karsinoma kolorektal
dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic Antigen).
Carcinoma Embrionic Antigen merupakan pertanda serum terhadap
adanya karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic Antigen
adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang
masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker
serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk
6

mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. Carcinoma


Embrionic Antigen terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa
digunakan sebagai skrining kanker kolorektal. Meningkatnya nilai
CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa
parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan
2, stadium lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke organ
dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik
independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada
monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.
2. Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi
Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal
adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat
kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil
histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari pemeriksaan
histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker
maupun karsinoma di kolorektal ini.
3. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen
atau menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah
dengan memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya
mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik
ini jika digunakan bersama-sama sigmoidoskopi, merupakan cara yang
hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien
yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai
pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip
atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan
barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat
kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan
daripada barium enema. Computerised Tomography (CT) scan,
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS)
merupakan bagian dari teknik pencitraan yang digunakan untuk evaluasi,
7

staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi teknik ini
bukan merupakan skrining tes.
4. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh
mukosa kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran
pencernaan dengan menggunakan alat kolonoskopi, yaitu selang lentur
berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi dengan kamera.
Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat
menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari
pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium
enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%. Kolonoskopi juga dapat
digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan
dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman
dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan
perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi
merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan
manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis,
sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik,
striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada
kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan
merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan
perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah sumbatan (obstruksi) saluran
cerna. Sumbatan tersebut tentu diakibatkan tumor yang memenuhi saluran
usus. Adanya sumbatan tersebut menyebabkan penderitanya mengalami
konstipasi dan nyeri perut. Selain obstruksi, tumor juga dapat menyebabkan
usus mengalami kebocoran (perforasi). Perforasi usus dapat menimbulkan
gejala yang berat seperti nyeri perut hebat, perut terlihat membesar dan
tegang, muntah, serta infeksi berat.
8

Tak berhenti di situ, kanker usus juga dapat menimbulkan perdarahan. Hal
tersebut dapat terjadi bila tumor berada di sekitar rektum, salah satu bagian
terakhir usus besar. Perdarahan tumor dapat menyebabkan penderitanya
kehilangan darah yang cukup banyak, sehingga menimbulkan anemia
(kekurangan sel darah merah).
Komplikasi lain dari kanker usus adalah penyebaran sel tumor ke organ
yang lain. Proses yang disebut metastasis ini lazim terjadi pada berbagai
jenis kanker, terutama yang sifatnya ganas. Organ tubuh yang paling sering
menjadi sasaran metastasis sel kanker usus adalah kelenjar getah bening,
paru, dan selaput rongga perut. Metastasis dapat menimbulkan gejala sesuai
organ yang terkena, misalnya benjolan di sekitar leher, sesak napas, dan nyeri
perut serta perut yang semakin membesar (Timurtini, 2019).
9

G. PENATALAKSANAAN
Prinsip tatalaksana kanker kolon adalah: (Komite Penanggulangan Kanker
Nasional, 2015)
Stadium Terapi

 Eksisi lokal atau polipektomi sederhana


Stadium 0  Reseksi en-bloc segmental untuk lesi yang tidak
(TisN0M0) memenuhi syarat eksisi lokal

Stadium I  Wide surgical resection dengan anastomosis tanpa


(T12N0M0) kemoterapi adjuvan

Stadium II  Wide surgical resection dengan anastomosis


(T3N0M0,T
4a-bN0M0)  Terapi adjuvan setelah pembedahan pada
pasien dengan risiko tinggi

Stadium III  Wide surgical resection dengan anastomosis


(T apapun
N12M0)  Terapi adjuvan setelah pembedahan

Stadium IV  Reseksi tumor primer pada kasus kanker


(T apapun, kolorektal metastasis yang dapat direseksi
N apapun,  Kemoterapi sistemik pada kasus kanker
M1) kolorektal dengan metastasis yang tidak dapat
direseksi dan tanpa gejala

H. PATHWAY
10

I. PENGKAJIAN
11

Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian


yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat
data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang respons kesehatan
pasien. Pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang
logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi masalah-masalah
pasien. Pengumpulan data dapat diperoleh dari data subyektif melalui
wawancara dan dari data obyektif melalui observasi, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017)

1) Pengumpulan Data
a) Identitas pasien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
alamat, tempat tinggal
b) Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini yang perlu dikaji
adanya keluhan pada area abdomen terjadi pembesaran
c) Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu yang
diderita pasien dengan timbulnya kanker kolon.
d) Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang
mengalami penyakit seperti yang dialami pasien, adakah anggota
keluarga yang mengalami penyakit kronis lainnya
e) Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien
dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum
maupun saat sakit, apakah pasien mengalami kecemasan, rasa sakit,
karena penyakit yang dideritanya, dan bagaimana pasien
menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
12

2) Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual


a) Pola Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa
saja yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai,
frekwensi makanannya
b) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar
darah atau tidak, keras, lembek, cair ?
c) Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun atau
tidak, menyikat gigi.
d) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ?
Kebiasaan – kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan?
e) Pola aktivitas dan latihan
Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar
kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan
sekitarnya.
f) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras,
ketergantungan dengan obat-obatan ( narkoba ).
g) Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman- teman
sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?
h) Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga,
kebersamaan dengan keluarga
i) Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap
agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut dan
patuh terhadap perintah dan larangan-Nya.
13

j) Pola reproduksi dan seksual


Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan
keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.
3) Riwayat pengkajian nyeri
P : Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang
biasa memperberat dan mengurangi nyeri ?
Q : QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala
dirasakan ?
R : Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan dan apakah gejala yang
dirasakan menyebar?
S : Skala – severity: Berapa tingkat keparahan dirasakan?
T : Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala
dirasakan?

4) Pemeriksaan fisik
a) Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi
b) Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan,
penekanan
c) Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bau ?
d) Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak
mata, adanya benda asing, skelera putih ?
e) Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi
akibat trauma ?
f) Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering ?
g) Bibir : Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering ?
h) Rahang : Perlukaan, stabilitas ?
i) Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid
14

5) Pemeriksaan dada
a) Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi
pernapasan, irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara napas
tambahan.
b) Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara
kanan kiri dinding dada.
c) Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup
pada batas paru dan hepar.
d) Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru,
suara ronchi dan wheezing
6) Kardiovaskuler
a) Inspeksi: Bentuk dada simetris
b) Palpasi: Frekuensi nadi,
c) Parkusi: Suara pekak

d) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur

7) System pencernaan / abdomen

a) Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen

membuncit atau datar, tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus

menonjol atau tidak, apakah ada benjolan benjolan / massa.

b) Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor,

teses) turgor kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien,

apakah tupar teraba, apakah lien teraba?

c) Perkusi : Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau

cair akan menimbulkan suara pekak ( hepar, asites, vesika urinaria,

tumor).

d) Auskultasi : Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35


15

kali permenit.

8) Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:

a) Warna dan suhu kulit

b) Perabaan nadi distal

c) Depornitas extremitas alus

d) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif

e) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi

f) Derajat nyeri bagian yang cidera

g) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh

h) Reflek patella

9) Pemeriksaan pelvis/genitalia

a) Kebersihan, pertumbuhan rambut

b) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat

lesi atau tidak.

J. DIAGNOSA

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai seseorang,

keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau

proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan

merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan

(Dinarti & Yuli Muryanti, 2017). Diagnosa yang mungkin muncul

menurut:
16

NO DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH


1 Data Subjektif : Ca Colon Nyeri Kronis
- Pasien mengatakan nyeri pada
perut bagian bawah
- Pasien mengatakan tidak nafsu Kompresi tumor
makan pada dinding
- Pasien mengatakan keluar kolon
banyak keringat
- Pasien mengatakan sulit tidur
Kompresi ujung
- Pasien mengatakan skala nyeri 5 saraf
- P : Nyeri terasa saat pasien
beraktivitas maupun istirahat
Nyeri abdominal
- Q : Nyeri terasa seperti ditusuk
- R : Nyeri terasa di perut bagian
bawah Nyeri kronis

- S : Skala nyeri 5
- T : nyeri dirasa lebih dari 3
bulan, muncul sewaktu-waktu
dengan durasi yang tidak
menentu.
Data Objektif :
- Skala nyeri wajah pasien 6
- Mata kurang bercahaya
- Dilatasi pupil
- Gerakan mata hanya berfokus
pada bagian yang sakit
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak memegangi
perutnya bagian bawah

Pasien tampak gelisah


17

2 Data Subjektif : Ca Colon Keletihan


- Pasien mengatakan tidak mampu
beraktivitas seperti biasanya Kompresi tumor
- Pasien mengatakan tidak mampu pada dinding kolon
melaksanakan tanggung
jawabnya Kerusakan
- Pasien mengatakan mudah lelah jaringan pembuluh
- Pasien mengatakan sering darah
mengantuk
- Pasien mengatakan semua Pecahnya
aktivitasnya di bantu oleh pembuluh darah
keluarga
Data Objektif :
- Wajah pasien tampak pucat Perdarahan
- Konjungtiva anemis intestinal, feses
- Mukosa bibir tampak pucat campur darah
- Kuku-kuku tampak pucat
- CRT > 3 detik Anemia Keletihan
- Hb < normal
Pasien tampak lemas dan
berbaring di tempat tidur
3 Data Subjektif : Ca colon Ketidakseimban
gan nutrisi
- Pasien mengatakan tidak nafsu
kurang dari
makan Kompresi tumor kebutuhan tubuh
- Pasien mengatakan nyeri pada dinding
abdomen kolon
- Pasien mengatakan tidak nafsu
makan Anoreksia
Data Objektif :
- Bising usus > dari normal Asupan nutrisi
tidak adekuat
- Membran mukosa bibir tampak
pucat
18

Ketidakseimbangan
- Berat badan di bawah ideal
nutrisi kurang dari
- Penurunan berat badan kebutuhan tubuh
- Hanya menghabiskan setengah
porsi makanan
4 Data Subjektif: Ca colon Risiko infeksi
- Pasien mengatakan sudah
Intervensi bedah
melakukan operasi pembedahan Kolostomi
kolostomi
Data Objektif : Luka pasca bedah
- Pasien tampak luka pasca bedah
kolostomi
Risiko infeksi
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kompresi tumor pada ujung saraf nyeri di
dinding kolon
2. Keletihan berhubungan dengan anemia karena adanya perdarahan internal
dan feses bercampur darah
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat
4. Risiko infeksi berhubungan dengan luka pasca bedah kolostomi
19
20

K. INTERVENSI

NO Diagnosa NOC NIC

1. Nyeri Kronis (001330) Kriteria hasil : (1400) Manajemen Nyeri


Domain 12 : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Kenyamanan Kelas 1 : 3x24 jam diharapkan pasien mampu komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
Kenyamanan untuk: durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
Fisik) 1. Menunjukkan kontrol presipitasi
nyeri dengan indikator : 2. Observasi reaksi nonverbal dari
a. Mengenali faktor penyebab
ketidaknyamanan
dari sekala 2 jarang menjadi sekala 4
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
sering melakukan
mengetahui pengalaman nyeripasien
b. Mengenali omset lamanya sakit dari
4. Kaji kultur yang mempengaruhi
sekala 2 jarang menjadi sekala 4
responnyeri
sering melakukan
5. Kaji tipe dan sumbernyeri
c. Menggunakan metode pencegahan
6. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi :
dari sekala 2 jarang menjadi sekala 4
napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres
sering melakukan
21

d. Menggunakan metode non analgetik hangat/dingin


untuk mengurangi nyeri dari sekala 2 7. Berikan analgetik untuk menguranginyeri
jarang menjadi sekala 4 sering 8. Evaluasi keefektifan controlnyeri
melakukan 9. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
e. Menggunakan analgetik sesuai keluhan dan tindakan nyeri tidakberhasil
kebutuhan dari sekala 2 jarang
10. Berikan informasi tentang nyeri seperti
menjadi sekala 4 sering melakukan
penyebap nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang, dan antisipasi ketidak nyamanan
22

2. Keletihan (00093) Kriteria hasil: (0180) Manajemen energi


Domain 4 : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji status fisiologis pasien yang
Aktivitas/istirahat 3x24 jam menyebabkan kelelahan
Kelas 3 : diharapkan Pasien mampu untuk: Ajarkan pasien mengungkapkan perasaan
Keseimbangan energi
1. Menunjukkan tingkat kelelahan dengan secara verbal
indikator : 3. Perbaiki defisit status fisiologis pasien
a. Kelelahan dari skala 2 cukup berat 4. Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan
ditingkatkan ke skala 4 menjadi ringan baik secara farmakologi maupun non
b. Kehilangan selera makan dari skala 2 farmakologi
cukup berat ditingkatkan ke skala 4 5. Monitor intake / asupan nutrisi untuk
menjadi ringan mengetahui sumber energi yang adekuat
c. Kelenjar getah bening dari skala 2 6. Monitor lokasi sumber nyeri yang dialami
cukup berat ditingkatkan ke skala 4 pasien
menjadi ringan 7. Tingkatkan tirah baring dan batasi kegiatan
d. Kegiatan sehari – hari dari skala 2
cukup berat ditingkatkan ke skala 4
menjadi ringan
23

3. Ketidakseimbangan Kriteria hasil: (1100) Manajemen nutrisi


nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan
kebutuhan tubuh (00002) 3x24 jam diharapkan Pasien mampu pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi
Domain 2 : Nutrisi untuk: 2. Tentukan apa yang menjadi preferensi
Kelas 1 : Makan 1. Menunjukkan tingkat kelelahan makanan bagi pasien
dengan indikator : 3. Tentukan jumlah makanan dan kalori untuk
a. Asupan gizi dari skala 2 banyak memenuhi kebutuhan gizi
menyimpang dari Monitor kalori dan asupan makanan
rentang normal (0180) Manajemen energi
ditingkatkan ke skala 4 sedikit
1. Kaji status fisiologis pasien yang
menyimpang dari rentang normal
menyebabkan kelelahan
b. Asupan makanan dari skala 2 banyak
2. Ajarkan pasien mengungkapkan perasaan
menyimpang dari rentang normal
secara verbal
ditingkatkan ke skala 4 sedikit
3. Perbaiki defisit status fisiologis pasien
menyimpang dari rentang normal
4. Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan
c. Energi dari skala 2 banyak
baik secara farmakologi maupun non
menyimpang dari rentangnormal
farmakologi
ditingkatkan ke skala 4 sedikit
5. Monitor intake/asupan nutrisi untuk
24

menyimpang dari rentang normal mengetahui sumber energi yang adekuat


4 Risiko Infeksi (00004) Kriteria hasil: (6540) Kontrol infeksi
Domain 11 : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah
Keamanan/perlind ungan 3x24 jam diharapkan Pasien mampu melakukan perawatan ke pasien
Kelas 1 : Infeksi untuk: 2. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
1. Menunjukkan tingkat kontrol infeksi 3. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda
dengan indikator : dan gejala infeksi dan kapan harus
a. Mengidentifikasi faktor risiko melapor ke tenaga kesehatan
infeksi dari skala 2 jarang 4. Kolaborasi untuk memberikan terapi
menunjukkan ditingkatkan ke skala antibiotik yang sesuai
4 sering menunjukkan
b. Mengetahui perilaku yang
berhubungan dengan risiko infeksi
dari skala 2 jarang menunjukkan
ditingkatkan ke skala 4 sering
menunjukkan
c. Mempertahankan lingkungan yang
bersih dari skala 2 jarang
menunjukkan ditingkatkan ke skala
25

4 sering menunjukkan
26

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, N. S. A., Rafli, R., & Zeffira, L. (2019). Profil dan Kesintasan
Penderita Kanker Kolorektal di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Health & Medical
Journal, 1(1), 45–49. https://doi.org/10.33854/heme.v1i1.218
Bishehsari, F., Engen, P. A., Voigt, R. M., Swanson, G., Shaikh, M.,
Wilber, S., Khazaie, K. (2019). Abnormal Eating Patterns Cause Circadian
Disruption and Promote Alcohol-Associated Colon Carcinogenesis. CMGH
Cellular and Molecular Gastroenterology and Hepatology, (November).
https://doi.org/10.1016/j.jcmgh.2019.10.011
Controversies, B., & Obstetrics, I. N. (2013). Prinsip Dasar Kemoterapi.
Dinar, dr. A. (2017). Telapak tangan dan kaki kebas setelah kemoterapi.

Dinarti & Yuli Muryanti. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi


Keperawatan. 1–172.
Firdaus, Y. (2017). Penatalaksanaan Pada Setiap Stadium Kanker Kolon.
Fitriatuzzakiyyah, Sinuraya, & Puspitasari. (2017). Cancer Therapy
with Radiation: The Basic Concept of Radiotherapy and Its Development in
Indonesia. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 6(4), 311–320.
https://doi.org/10.15416/ijcp.2017.6.4.311
Ilham, R., Mohammad, S., & Yusuf, M. N. S. (2019). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Dengan Sikap Perawat Tentang Perawatan Paliatif. Jambura
Nursing Journal, 1(2), 96–102.
Kemenkes RI. (2019a). Faktor Risiko Kanker. 21(1), 1–9.
Kemenkes RI. (2019b). Kategori Batas Ambang Indeks Massa Tubuh
(IMT) untuk Indonesia. Retrieved from
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic- p2ptm/obesitas/tabel-batas-ambang-
indeks-massa-tubuh-imt
Komite Penanggulangan Kanker Nasional. (2015). Panduan
Penatalaksanaan Kanker kolorektal. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Kolorektal, 76.
Lubis, M. yamin, Abdullah, M., Hasan, I., & Suwarto, S. (2015).
Probabilitas Temuan Kanker Kolorektal pada Pasien Simtomatik Berdasarkan
Unsur- Unsur ϔ ( APCS ). 2(2), 90–95.
National Cancer Institute. (2015). Kemoterapi dan Anda.
27

Samsarga, G. W., Affandi, Y., Utami, N. M. S., Nugraha, I. M. S. S., I.B,


& WibawaManuaba, T. (2015). Persepsi Negatif Pasien Kanker Payudara dan
Kolorektal Terhadap Kemoterapi Dan Radioterapi Di Rumah Sakit di Kota
Denpasar, Bali. Onkologi, 9.
Sari, M. I., Wahid, I., & Suchitra, A. (2019). Kemoterapi Adjuvan pada
Kanker Kolorektal. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(1), 51–57. Retrieved from
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Sayuti, M., & Nouva. (2018). Kanker Kolorektal. Yayasan Kanker
Indonesia, 2(April), 60.
Simanullang, P. (2019). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation ( PMR
) Terhadap Kecemasan Pada Pasien Kanker Yang Menjalani Kemoterapi Di
Rsu Martha Friska Brayan Medan. V(April), 1–8.
Susanti, E., & Kholisoh, N. (2018). Konstruksi Makna Kualitas Hidup
Sehat (Studi Fenomenologi pada Anggota Komunitas Herbalife Klub Sehat
Ersanddi Jakarta). LUGAS Jurnal Komunikasi, 2(1), 1–12.
https://doi.org/10.31334/jl.v2i1.117
Timurtini, S. (2019). Komplikasi Kanker Kolon.
Usolin, D. N., Falah, F., & Dasong, S. (2018a). Pada Pasien Kanker
Di Rs Ibnu Sina Makassar. 12(2012), 146–152.
Usolin, D. N., Falah, F., & Dasong, S. (2018b). Persepsi Perawat
Pelaksana Tentang Manajeman Kemoterapi Pada Pasien Kanker Di Rs Ibnu Sina
Makassar. 12(2012), 146–152.
Wahyuningsih, A. (2018). Pathway Ca Colon.
Yayasan Kanker Indonesia. (2018). Harapan Terpadu World Cancer
Day 2018. Buletin YKI, 2(April), 1–54.
Yusra, D. F. (2018). Efek Samping Kemoterapi Pada Pasien Kanker.
28

Anda mungkin juga menyukai