CA COLON
DI SUSUN OLEH:
NAMA : SANTRI HANDAYANI
NIM : 22222066
B. Etiologi
Sebagian besar kanker kolon dimulai dari polip pada lapisan dalam usus
besar atau rektum Beberapa jenis polip dapat berubah menjadi kanker selama
beberapa tahun, namun tidak semua polip menjadi kanker. Kemungkinan
berubah menjadi kanker tergantung pada jenis polip. 2 jenis polip utama
adalah:
1. Adenomatous polyps (adenoma): Polip ini kadang berubah menjadi
kanker. Karena itu, adenoma disebut kondisi pra-kanker.
2. Hyperplastic polyps dan inflammatory polyps: Polip ini lebih sering
terjadi, namun secara umum tidak bersifat pra-kanker.
Adapun faktor resiko dari kanker kolorektal berdasarkan National Cancer
Institute (2017) adalah :
1. Usia
Menurut ACA (2017), risiko kanker kolorektal meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Proporsi kasus yang di diagnosis pada
individu yang berusia dibawah 50 tahun meningkat dari 6 % pada tahun
1990 menjadi 11% pada tahun 2013. Sebagian besar (72%) pada kasus ini
terjadi pada individu dengan usia di atas 40 tahun.
2. Genetik
Hampir 30% pasien kanker kolorektal memiliki riwayat keluarga dengan
penyakit ini, sekitar 5% diantaranya disebabkan oleh kelainan genetic
yang diwariskan. Individu dengan riwayat keluarga tingkat pertama
(orangtua, saudara kandung atau anak) yang didiagnosis dengan kanker
kolorektal memiliki risiko 2 sampai 4 kali dibandingkan mereka yang
tidak memiliki riwayat keluarga dengan penyakit tersebut.
3. Riwayat menderita adenoma beresiko tinggi (polip kolorektal yang
berukuran 1 sentimeter atau lebih besar atau memiliki sel yang terlihat
abnormal di bawah mikroskop).
4. Riwayat menderita kolitis ulserativa kronis atau penyakit Crohn selama 8
tahun atau lebih. Penyakit Crohn juga sering disebut colitis
granulomatosis atau colitis transmural, merupakan peradangan di seluruh
dinding granulomatois, sedangkan colitis ulseratif secara primer adalah
inflamasi yang terbatas di selaput lendir kolon. Risiko terjadinya kanker
kolon pada Crohn;s lebih besar.
5. Mengonsumsi alcohol
Konsumsi alcohol sedang dan berat (<12,5 gram perhari, sekitar satu
minuman), dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kolon.
Dibandingkan dengan seseorang yang tidak minum alcohol dan hanya
mengonsumsi sesekali, seseorang yang rata-rata mengonsumsi 2 sampai 3
minuman beralkohol per hari memiliki risiko kanker 20% lebih tinggi,
dan yang mengonsumsi lebih dari 3 minuman per hari memiliki sekitar
40% peningkatan risiko.
6. Merokok
Badan Penelitian Kanker Internasional pada November 2009 melaporkan
bahwa merokok dapat menyebabkan kanker kolorektal. Kaitan terhadap
rectum lebih besar dibandingkan dengan kolon.
7. Gaya hidup (obesitas)
Obesitas dapat meningkatkan risiko kanker kolon yang lebih tinggi pada
pria dibandingkan wanita. Secara khusus seseorang dengan berat badan
normal, pria obesitas memiliki 50% risiko kanker kolon lebih tinggi dan
kanker rectal 20%, sedangkan wanita obesitas memiliki sekitar 20%
peningkatan risiko kanker kolon dan risiko kanker rectal 10%. Obesitas
dapat berdampak negative pada kesehatan metabolic yang merupakan
fungsi utama dari semua proses biokimia didalam tubuh. Studi terbaru
menunjukkan bahwa kesehatan metabolic yang buruk memiliki kaitan
dengan kejadian kanker kolorektal.
C. Manifestasi Klinik
Kanker kolon seringkali dapat dideteksi dengan prosedur skrining. Adapun
manifestasi klinis dari kanker kolon menurut (Network, 2016) adalah :
1. Anemia
2. Perdarahan pada rectum
3. Nyeri abdomen
4. Perubahan kebiasaan defekasi
5. Obstruksi usus atau perforasi.
Sementara (Smeltzer, 2015) menjelaskan manifestasi klinis dari kanker
kolon maupun kanker rektum yaitu :
1. Keluarnya darah di dalam atau pada feses
2. Penurunan berat badan dan keletihan
3. Lesi di sisi kanan kemungkinan disertai dengan nyeri abdomen yang
tumpul dan melena
4. Lesi sisi kiri dikaitkan dengan obstruksi (nyeri dan kram abdomen,
penyempitan ukuran feses, konstipasi dan distensi) dan darah berwarna
merah terang di feses.
5. Lesi rectal dikaitkan dengan tenesmus (mengejan yang nyeri dan tidak
efektif saat defekasi), nyeri rectal, mengalami konstipasi dan diare secara
bergantian, feses berdarah
6. Tanda-tanda komplikasi : obstruksi usus parsial atau komplet, ekstensi
tumor dan ulserasi ke pembuluh darah sekitar (perforasi, pembentukan
abses, peritonitis, sepsis, atau syok)
7. Dalam banyak kasus, gejala tidak muncul sampai kanker kolorektal
berada dalam stadium lanjut.
D. Patofisiologi
kanker kolorektal dimulai dari transformasi sel epitel normal kolon menjadi
lesi prekanker dan pada akhirnya menjadi karsinoma invasif. Diduga proses
transformasi ini melibatkan mutasi genetik, baik bersifat somatik maupun
turunan.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa kanker kolorektal sering kali terjadi dari
polip adenomatosa yang berubah menjadi invasif dalam waktu 10-15 tahun.
Oleh karenanya, pengangkatan polip adenomatosa dilaporkan mampu
menurunkan risiko kanker kolorektal.
Sejauh ini, terdapat 3 jalur molekular utama yang dihubungkan dengan
patofisiologi kanker kolorektal, yaitu instabilitas kromosom, mismatch repair,
dan hipermetilas
E. Komplikasi
Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal, antara lain :
1. Obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi
2. Perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi organ
peritoneal
3. Perluasan langsung ke organ-organ yang berdekatan
F. Pemeriksaan Penunjang
Smeltzer (2015) mengemukakan pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk
diagnosis kanker kolorektum adalah :
a. Pemeriksaan abdomen dan rectal; pemeriksaan darah samar pada feses;
barium enema; proktosigmoidoskopi; dan kolonoskopi, biopsy, atau
apusan sitologi
b. Pemeriksaaan CEA (carsinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya
glikoprotein di membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker
kolorektal. Pemeriksaan ini harus kembali normal dalam 48 jam sejak
eksisi tumor (reliable dalam memprediksi prognosis dan kekambuhan).
G. Peñatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Terapi kanker bergantung pada stadium penyakit dan
komplikasi yang terkait. Obstruksi ditangani dengan cairan IV dan
pengisapan nasogastrik dan dengan terapi darah jika perdarahan cukup
berat. Terapi suportif dan terapi pelengkap ( misalnya kemoterapi, terapi
radiasi, imunoterapi) termasuk dalam penatalaksanaan medis (Smeltzer,
2015).
2. Penatalaksanaan bedah
a. Pembedahan adalah terapi primer untuk sebagian besar kanker
kolon dan rectal; jenis pembedahan bergantung pada lokasi dan
ukuran tumor, dan dapat bersifat kuratif atau paliatif.
b. Kolonoskopi dilakukan pada kanker yang terbatas pada satu
tempat. Kolonoskopi adalah prosedur yang dilakukan untuk
mengevaluasi bagian dalam kolon.
c. Kolotomi laparoskopik dengan polipektomi meminimalkan luasnya
pembedahan yang diperlukan dalam beberapa kasus
d. Neodimium : laser ittrium-aluminium-garnet (Nd:YAG) efektif
pada beberapa lesi
e. Reseksi usus dengan anastomosis dan kemungkinan kolostomi atau
ileostomi sementara atau permanen (kurang dari sepertiga pasien)
atau pembuatan kantung/wadah koloanal (kantung J kolonik).
Pathway
- Adenomatus polyps
( adenomas) Tumor recti dan kolon asendens
- Hyperplastic polyps and
inflammatory polyps
Faktor predisposisi : Menembus dinding kolon dan jaringan
Ukuran massa dalam lumen
sekitarnya
- Usia
- Genetik
- Riwayat adenoma perdarahan Obstruksi usus halus
- Colitis ulserativ cronis
atau penyakit Crohn
- Alcohol Perdarahan saluran cerna
- Merokok
- Gaya hidup
Gangguan eliminasi bowel Distensi abdomen Mual atau munta
Anema
Bunyi usus
Ansietas
Defekasi cair
1.KASUS
Paien N.Y usia 52 tahun datang ke rumah sakit bersama keluarganya pada tanggal 15
September 2022, Pasien mengatakan Nyeri pada bagian punggung belakang menjalar ke
dada depan dengan data objek didapatkan pasien lemah dengan gelisah didapatkan TTv
TD: 110/70 Mmhg N: 84x/menit S: 36,5 dan RR : 20x/ menit. BB sekarang 48 Kg dengan
GCS : 15 E:4, V:5, M:6. Turgor kulit baik, respon alert. Pemeriksaan labolatorium
Hemoglobin : 15,6 g/Dl, Eritrosit : 5,90 Juta/uL, Leukosit: 2,9 ribu/Ul, dan Trombosit 46
ribu/mm³,Natrium 145Mmol/L , Kalium 3,85 Mmol/L dengan diagnosa Ca Mamae.
2.PERTANYAAN KLINIS
Apakah ada pengaruh terapi relaksasi slow deep breathing (sdb) dan relaksasi benson
terhadap penurunan intensitas nyeri pasien kanker?
ANALISIS JURNAL
B.TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh relaksasi slow deep
breathing (sdb) dan relaksasi benson terhadap penurunan intensitas nyeri pasien kanker
C.TEMPAT PENELITIAN
Di rumah sakit tugurejo semarang
E.PICO
Problem : Nyeri akut pada pasien ca.mamae
Intervensi : Terapi relaksasi slow deep breathing (sdb) dan relaksasi benson terhadap
penurunan intensitas nyeri pasien kanker
Comparing: Tidak ada perbandingan
Outcome : Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi relaksasi slow deep
breathing (sdb) dan relaksasi benson terhadap penurunan intensitas nyeri
pasien kanker.
2. Karakteristik klien
Karakteristik dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia dan intensitas nyeri.
3. Fasilitas biaya
Tidak di jelaskan mengenai biaya
Sehingga jurnal yang di ambil ini sangan bersangkutan dengan terhadap terapi
relaksasi slow deep breathing (sdb) dan relaksasi benson terhadap penurunan intensitas
nyeri pasien kanker
BAB III
KESIMPULAN
A.Kesimpulan
Untuk kasus yang di alami pasien kanker dengan rasa nyeri yang dirasakan sipenderita
dapat di berikan intervensi relaksasi slow deep breathing (sdb) dan relaksasi benson
terhadap penurunan intensitas nyeri. Berdasarkan jurnal yang telah di dapatkan bahwa
relaksasi slow deep breathing (sdb) dan relaksasi benson terhadap penurunan intensitas
nyeri pasien kanker berpengaruh pada penurunan nyeri karena menjelaskan Endofrin dan
enkefalin berfungsi sebagai neurotransmiter analgesik, sehingga setelah dibebaskan dari
jalur analgesik desenden akan berikatan dengan reseptor opiat diujung serat nyeri aferen.
Peningkatan akan ini menekan pelepasan subtansi P melalui inhibisi prasinaps, sehingga
transmisi nyeri dihambat. Jadi apabila endokrin dan enkefalin yang dikeluarkan banyak,
maka akan banyak pula subtansi P yang terikat, sihingga nyeri dapat berkurang
(Sherwood, 2015, hlm.211).
DAFTAR PUSTAKA
Anita (2015). Efektivitas relaksasi benson terhadap penurunan nyeri pada ibu post partum
section caesaria di RSUD Arifin Achmad pekanbaru. Riau: Universitas Riau
Cahyaningrum (2015). Pengaruh slow deep breathing terhadap intensitas nyeri pada pasien
post orif di SMC RS Telogorejo. Semarang: Stikes Telogorejo
Utomo, W. (2015). Efektivitas antara terapi musik religi dan slow deep breathing relaxation
terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi bedah mayor di rsud ungaran.
Semarang: Stikes Telogorejo