Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN CA COLON


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Paliatif

Dosen Pengampu : Ibu Hermani Tri Redjeki., S.Kep., Ns., M.Kes

Disusun oleh :

1. Windy Putri Junia Rachmadita


NIM. P1337420517034
2. Elok Nur Azizah
NIM. P1337420517035

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MAGELANG

2019 / 2020
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Ca Colon
1. Definisi
Kolon adalah bagian terbesar dari usus besar. Panjangnya hampir 5
kaki. Kolon memiliki empat bagian yaitu kolon ascending, transverse,
descending, dan sigmoid. Dindingnya memiliki empat lapisan utama
mukosa, submukosa, muskularis propia, dan serosa atau adventitia. Kanker
adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang abnormal,
bila hal ini terjadi di usus besar atau rectum maka disebut kanker
kolorektal (American Cancer Society, 2017).
American Cancer Society (ACS) tahun 2017, menjelaskan bahwa
kanker kolorektal adalah kanker yang dimulai di usus besar atau rektum.
Kanker ini juga bisa disebut kanker usus besar atau kanker rektum,
tergantung tempat bermulanya. Kanker usus besar dan kanker rektum
sering dikelompokkan bersama karena memiliki banyak kesamaan.
Hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma.
Adenokarsinoma adalah kanker sel yang melapisi kelenjar dan, dalam
kasus kanker usus besar, memmproduksi lendir (National Comprehensive
Cancer Network, 2016) Awalnya kanker kolorektal dapat muncul sebagai
polip jinak tetapi dapat menjadi ganas, menginvasi dan menghancurkan
jaringan normal, dan meluas ke struktur sekitarnya. (Smeltzer & Bare,
2013)

2. Anatomi dan Fisiologi


Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks dan rektum. Kolon
yang membentuk sebagian usus besar tidak bergelung seperti usus halus
dan terdiri dari tiga bagain besar yaitu kolon asendens, kolon tranversum
dan kolon desenden (Sherwood, 2011). Bagian kanan kolon transversum
didarahi oleh cabang arteri mesenterika superior yaitu arteri ileokolika,
arteri kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan kolon
transversum bagian kiri, kolon desendens, kolon sigmoid dan sebagian
besar rektum didarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra,
a.sigmoid dan a.hemoroidalis superior. Kolon dipersarafi oleh serabut
simpatis yang berasal dari nervus splanknikus dan pleksus presakralis serta
serabut parasimpatis yang berasal dari n.vagus. Oleh karena distribusi
persarafan usus tengah dan usus belakang sehingga nyeri alih pada kedua
bagian kolon kiri dan kanan akan berbeda.
Fungsi usus besar adalah menyerap air, vitamin dan elektrolit,
eksresi mukus, serta menyimpan feses dan kemudian mendorongnya
keluar. Sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah dilakukan usus
halus maka isi yang dialirkan ke kolon hanya residu pendernaan yang
tidak tercerna (misal selulosa), komponen empedu yang tidak diserap serta
cairan (Sherwood, 2011). Kolon menerima 700-1000 ml cairan usus halus
namun hanya 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai feses setiap harinya.

Large Intestine
Transverse colon

Ascending colon
Descending
Small intestine colon
Ileocecal valve
Caecum
Appendix Sigmoid colon
Rectum External anal sphincter
Internal anal sphincter
Anus Anal canal
3. Etiologi
Sebagian besar kanker kolon dimulai dari polip pada lapisan dalam
usus besar atau rektum. Beberapa jenis polip dapat berubah menjadi
kanker selama beberapa tahun, namun tidak semua polip menjadi kanker.
Kemungkinan berubah menjadi kanker tergantung pada jenis polip, 2 jenis
polip utama adalah:
a. Adenomatous polyps (adenoma) yaitu polip yang kadang berubah
menjadi kanker. Karena itu adenoma disebut kondisi pra-kanker.
b. Hyperplastic polyps dan inflammatory polyps yaitu polip yang lebih
sering terjadi, namun secara umum tidak bersifat pra-kanker.

Adapun faktor resiko dari kanker kolorektal berdasarkan National


Cancer Institute (2017) adalah :

a. Usia
Risiko kanker kolorektal meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Proporsi kasus yang di diagnosis pada individu yang berusia
dibawah 50 tahun meningkat dari 6 % pada tahun 1990 menjadi
11% pada tahun 2013. Sebagian besar (72%) pada kasus ini terjadi
pada individu dengan usia di atas 40 tahun.
b. Genetik
Hampir 30% pasien kanker kolorektal memiliki riwayat keluarga
dengan penyakit ini, sekitar 5% diantaranya disebabkan oleh
kelainan genetic yang diwariskan. Individu dengan riwayat
keluarga tingkat pertama (orangtua, saudara kandung atau anak)
yang didiagnosis dengan kanker kolorektal memiliki risiko 2
sampai 4 kali dibandingkan mereka yang tidak memiliki riwayat
keluarga dengan penyakit tersebut.
c. Riwayat menderita adenoma beresiko tinggi (polip kolorektal yang
berukuran 1 sentimeter atau lebih besar atau memiliki sel yang
terlihat abnormal di bawah mikroskop).
d. Riwayat menderita kolitis ulserativa kronis atau penyakit Crohn
selama 8 tahun atau lebih. Penyakit Crohn juga sering disebut
colitis granulomatosis atau colitis transmural, merupakan
peradangan di seluruh dinding granulomatois, sedangkan colitis
ulseratif secara primer adalah inflamasi yang terbatas di selaput
lendir kolon. Risiko terjadinya kanker kolon pada Crohn;s lebih
besar.
e. Mengonsumsi alcohol
Konsumsi alkohol sedang dan berat (<12,5 gram perhari, sekitar
satu minuman), dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kolon.
Dibandingkan dengan seseorang yang tidak minum alcohol dan
hanya mengonsumsi sesekali, seseorang yang rata-rata
mengonsumsi 2 sampai 3 minuman beralkohol per hari memiliki
risiko kanker 20% lebih tinggi dan yang mengonsumsi lebih dari 3
minuman per hari memiliki sekitar 40% peningkatan risiko.
f. Badan Penelitian Kanker Internasional pada November 2009
melaporkan bahwa merokok dapat menyebabkan kanker
kolorektal. Kaitan terhadap rectum lebih besar dibandingkan
dengan kolon.
g. Gaya hidup (obesitas)
Obesitas dapat meningkatkan risiko kanker kolon yang lebih tinggi
pada pria dibandingkan wanita. Secara khusus seseorang dengan
berat badan normal, pria obesitas memiliki 50% risiko kanker
kolon lebih tinggi dan kanker rectal 20%, sedangkan wanita
obesitas memiliki sekitar 20% peningkatan risiko kanker kolon dan
risiko kanker rectal 10%. Obesitas dapat berdampak negative pada
kesehatan metabolic yang merupakan fungsi utama dari semua
proses biokimia didalam tubuh. Studi terbaru menunjukkan bahwa
kesehatan metabolic yang buruk memiliki kaitan dengan kejadian
kanker kolorektal.
4. Manifestasi Klinik
Kanker kolon seringkali dapat dideteksi dengan prosedur skrining.
Adapun manifestasi klinis dari kanker kolon menurut [ CITATION Nat16 \l
1033 ] adalah
a. Anemia
b. Perdarahan pada rectum
c. Nyeri abdomen
d. Perubahan kebiasaan defekasi
e. Obstruksi usus atau perforasi.

Sementara Smeltzer & Bare (2013) menjelaskan manifestasi klinis dari


kanker kolon maupun kanker rektum yaitu :

a. Keluarnya darah di dalam atau pada feses


b. Penurunan berat badan dan keletihan
c. Lesi di sisi kanan kemungkinan disertai dengan nyeri abdomen yang
tumpul dan melena
d. Lesi sisi kiri dikaitkan dengan obstruksi (nyeri dan kram abdomen,
penyempitan ukuran feses, konstipasi dan distensi) dan darah berwarna
merah terang di feses.
e. Lesi rectal dikaitkan dengan tenesmus (mengejan yang nyeri dan tidak
efektif saat defekasi), nyeri rectal, mengalami konstipasi dan diare
secara bergantian, feses berdarah
f. Tanda-tanda komplikasi : obstruksi usus parsial atau komplet, ekstensi
tumor dan ulserasi ke pembuluh darah sekitar (perforasi, pembentukan
abses, peritonitis, sepsis, atau syok)
g. Dalam banyak kasus, gejala tidak muncul sampai kanker kolorektal
berada dalam stadium lanjut.
5. Patofisiologi
Polyp adalah pertumbuhan jaringan yang benigna pada mukosa
kolon, yang diperkirakan akan menjadi permaligna. Dua macam polyp
yang utama dan lebih sering terjadi yaitu tubular adenoma yang berstuktur
seperti bola yang menempel pada dinding usus dengan sebuah tangkai dan
villous adenoma , suatu polyp yang besar dan lunak yang mempunyai
tonjolan – tonjolan seperti jari tangan tapi tidak bertangkai . Villous
adenoma lebih cenderung menjadi maligna.
Kanker kolon dapat terjadi dalam salah satu dari dua cara. Didalam
sekum dan kolon asendens, Lesi cenderung untuk berkembang sebagai
polyp yang tumbuh sebagai masa yang menyerupai kembang kol menuju
kedalam lumen kolon. Lesi tersebut dapat mengalami ulserasi, tetapi
obstruksi kolon jarang terjadi. Dapat terjadi lesi lesi tersebut menembus
dinding kolon dan menyebar ke jaringan sekitrarnya. Didalam kolon
desendens, terutama bagian rektosigmoid, lebih sering terjadi suatu lesi
yang terhapus. Lesi mula – mula berupa masa polypoid yang kecil yang
menjadim seperi plak. Plak ini tumbuh secara melingkar, menyebabkan
menyempit lumen . Obstruksi dapat terjadi akibat terbentuknya feses pada
samping kiri yang tidak dapat melewati lumen yang menyempit. Lesi lesi
ini juga suu saat dapat menembus didnding kolon dan meluas ke haringan
sekitarnya.
Kanker kolon dapat menyebar melelui penyebaran langsung atau
melelui sistem limfatik atau sirkulasi, tertanam ditempat yang jauh pada
perintoneum atau pada tempat yang jauh daroi kolon. Liver merupakan
organ utama yang terkena metastasis karena pembuluh darah dari kolon
mengalir ke dalam vena porta menuju liver.
(Dahlan, 2009)
6. Pathway

Diet rendah serat Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

Kurang serat dalam


tubuh

Feses keras

Saluran usus menjadi lama

Peristaltik usus
meningkat

Terkikis mukosa colon Tindakan pembedahan

Lesi Nyeri Akut

7.
Lesi berupa masa polypoid Lesi berkembang sebagai polip

Plak Seperti bunga kol


8.
menonjol kedalam kolon

9.
Menyempit lumen
10. Lesi mengalami ulserasi

11.
Obstruksi Konstipasi
Obstruksi kolon jarang terjadi
Menembus dinding colon
Lesi menembus kolon

12.
Menyebar jaringan sekitar
Menyebar ke jaringan

Kanker
13.kolon desendens
Kanker kolon asendens

Ileus obstruksi Hemoragic Perforasi Peritonitis

Abses Syok

(Dahlan, 2009)

7.Klasifikasi dan Stadium


1. Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau
rektum.
2. Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau
ketiga (submukosa/ muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/
rektum tetapi belum menyebar keluar dari dinding  kolon/rektum
(Duke A).
3. Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari
dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum
menyebar pada kelenjar getah bening (Duke B).
4. Stadium  III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi
belum pada organ tubuh lainnya (Duke C).
5. Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).

Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)


Stadium T N M Duke
0 Tis N0 M0 -
I T1 N0 M0 A
T2 N0 M0
II A T3 N0 M0 B
II B T4 N0 M0
III A T1-T2 N1 M0 C
III B T3-T4 N1 M0
III C Any T N2 M0
IV Any T Any N M1 D

Keterangan
T      : Tumor primer
Tx    : Tumor primer tidak  dapat di nilai
T0   : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis  : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada
lamina priopia
T1   : Tumor menyebar pada submukosa
T2   : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3   : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa
atau ke dalam  jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai
peritoneal.
T4   : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan
perforasi 
          peritoneum viseral.
N      : Kelenjar getah bening regional/node
Nx    : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0   : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1    : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2    : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening
M     : Metastasis
Mx   : Metastasis tidak dapat di nilai
M0   : Tidak terdapat metastasis
M1   : Terdapat metastasis
(Black & Hawks, 2014)

8. Komplikasi
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
a. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau
lengkap.
b. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan
penyebaran langsung.
c. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah
sekitar kolon yang menyebabkan hemorragi.
d. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
e. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
f. Pembentukan abses
Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina. Biasanya
tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan
pendarahan. Tumor tumbuh di dalam usus besar secara berangsur-angsur
sehingga mengalami perluasan tumor yang melebihi perut dan mungkin
menekan organ yang berada disekitanya ( Uterus, urinary bladder,dan
ureter ).
(Black & Hawks, 2014)

9. Pencegahan
Menurut Smeltzer & Bare (2013), pencegahan terjadinya ca kolon
diantaranya :
a. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan
menurunkan derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu,
dan besi dalam usus besar.
b. Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.
c. Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.
d. Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus.
e. Hidup rileks dan kurangi stress, Rajin berolahraga dan banyak
bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk buang air besar.

10. Pemeriksaan Penunjang


Smeltzer & Bare (2013) mengemukakan pemeriksaan yang biasa
dilakukan untuk diagnosis kanker kolorektum adalah :
a. Pemeriksaan abdomen dan rectal; pemeriksaan darah samar pada
feses; barium enema; proktosigmoidoskopi; dan kolonoskopi,
biopsy, atau apusan sitology
b. Pemeriksaaan CEA (carsinoembryogenic antigen) adalah
ditemukannya glikoprotein di membran sel pada banyak jaringan,
termasuk kanker kolorektal. Pemeriksaan ini harus kembali
normal dalam 48 jam sejak eksisi tumor (reliable dalam
memprediksi prognosis dan kekambuhan).
11. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Terapi kanker bergantung pada stadium penyakit dan komplikasi
yang terkait. Obstruksi ditangani dengan cairan IV dan pengisapan
nasogastrik dan dengan terapi darah jika perdarahan cukup berat.
Terapi suportif dan terapi pelengkap ( misalnya kemoterapi, terapi
radiasi, imunoterapi) termasuk dalam penatalaksanaan medis.
b. Penatalaksanaan bedah
1) Pembedahan adalah terapi primer untuk sebagian besar
kanker kolon dan rectal; jenis pembedahan bergantung pada
lokasi dan ukuran tumor, dan dapat bersifat kuratif atau
paliatif.
2) Kolonoskopi dilakukan pada kanker yang terbatas pada satu
tempat. Kolonoskopi adalah prosedur yang dilakukan untuk
mengevaluasi bagian dalam kolon.
3) Kolotomi laparoskopik dengan polipektomi meminimalkan
luasnya pembedahan yang diperlukan dalam beberapa kasus
4) Neodimium : laser ittrium-aluminium-garnet (Nd:YAG)
efektif pada beberapa lesi
5) Reseksi usus dengan anastomosis dan kemungkinan
kolostomi atau ileostomi sementara atau permanen (kurang
dari sepertiga pasien) atau pembuatan kantung/wadah
koloanal (kantung J kolonik).
(Smeltzer & Bare, 2013)

B. Konsep Dasar Asuhan Paliatif

1. Pengertian Palliativ Care

Menurut WHO palliative care merupakan pendekatan untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam

menghadapi masalah yang berkaitan dengan masalah yang

mengancam jiwa, melalui pencegahan dan menghentikan

penderitaan dengan identifikasi dan penilaian dini,

penangnanan nyeri dan masalah lainnya, seperti fisik,

psikologis, sosial dan spiritual (WHO, 2017).

2. Tujuan Perawatan Paliatif

Tujuan dari perawatan paliatif adalah untuk mengurangi

penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan

kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada

keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang

terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis

dan spiritual, tidak stress menghadapi penyakit yang

dideritanya

Perawatan paliatif meliputi :


a. Menyediakan bantuan dari rasa sakit dan gejala

menyedihkan lainnya.

b. Menegaskan hidup dan mempercepat atau menunda

kematian.

c. Mengintegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual

perawatan pasien.

d. Tidak mempercepat atau memperlambat kematian.

e. Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu.

3. Prinsip Palliative Care

Palliative care secara umum merupakan sebuah hal penting dan

bagian yang tidak terpisahkan dari praktek klinis dengan

mengikuti prinsip menurut (Cohen and Deliens, 2012) :

a Fokus perawatan terhadap kualitas hidup, termasuk kontrol

gejala yang tepat

b Pendekatan personal, termasuk pengalaman masa lalu dan

kondisi sekarang

c Peduli terhadap sesorang dengan penyakit lanjut termasuk

keluarga atau orang terdekatnya

d Peduli terhadap autonomy pasien dan pilihan untuk

mendapat rencana perawatan lanjut, eksplorasi harapan dan

keinginan pasien

e Menerapkan komunikasi terbuka terhadap pasien atau

keluarga kepada profesional kesehatan


4. Peran dan Fungsi Perawat

Dalam menjalankan peran dan fungsi perawat dalam

palliative care, perawat harus menghargai hak-hak pasien

dalam menentukan pilihan, memberikan kenyamanan pasien

dan pasien merasa bermartabat yang sudah tercermin didalam

rencana asuhan keperawatan. Perawat memiliki tanggung

jawab mendasar untuk mengontrol gejala dengan mengurangi

penderitaan dan support yang efektif sesuai kebutuhan pasien.

Peran perawat sebagai pemberi layanan palliative care harus

didasarkan pada kompetensi perawat yang sesuai kode etik

keperawatan (Combs, et al.,2014). Hal-hal yang berkaitan

dengan pasien harus dikomunikasikan oleh perawat kepada

pasien dan keluarga yang merupakan standar asuhan

keperawatan yang profesional. Menurut American Nurse

Associatiuon Scope And Standart Practice dalam (Margaret,

2013) perawat yang terintegrasi harus mampu berkomuniasi

dengan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya

mengenai perawatan pasien dan ikut berperan serta dalam

penyediaan perawatan tersebut dengan berkolaborasi dalam

membuat rencana yang berfokus pada hasil dan keputusan yang

berhubungan dengan perawatan dan pelayanan,

mengindikasikan komunikasi dengan pasien, keluarga dan yang

lainnya.
5. Tempat-Tempat Pelayanan Paliatif

Berdasarkan Permenkes Nomor 812/ Menkes/SK/VII/2007

dijelaskan tempat untuk layanan paliatif meliputi:

a. Rumah Sakit : untuk pasien yang harus mendapatkan

perawatan yang memerlukan pengawawasan ketat, tindakan

khusus atau perawalatan khusus.

b. Puskesmas : untuk pasien yang memerlukan perawatan

rawat jalan

c. Rumah singgah / panti (hospice) : untuk pasien yang tidak

memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau

peralatan khsus tetapi belum dapat dirawat dirumah karena

memerlukan pengawasan

d. Rumah pasien : untuk pasien yang tidak memerlukan

pengawasan ketat tindakan khsusus atau peralatan khusus

atau keterampilan perawatan yang tidak mungkin dilakukan

oleh keluarga (PERMENKES, 2007).

6. Pedoman Perawat Palliative

Berdasarkan National Consensus Project For Quality

Palliative Care (NCP, 2013) pedoman praktek klinis untuk

perawat palliative dalam meningkatkan kualitas pelayanan

palliative terdiri dari 8 domain diantaranya :

c. Domain 1 : structure and proses of care


Structure and proses of care merupakan cara

menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan bagi para

profesional paliatif dalam memberikan perawatan yang

berkesinambungan pada pasien dan keluarga (De Roo et al.,

2013; Dy et al., 2015). Adapun panduan bagi perawat

paliatif dijelaskan sebagai berikut :

1) Semua perawat harus menerima pendidikan tentang

palliative care primer baik itu tingkat sarjana, magister dan

doctoral

2) Semua perawat harus diberikan pendidikan lanjut untuk

palliative care primer

3) Semua perawat menerima orientasi palliative care

primer yang termasuk didalamnya mengenai sikap,

pengetahuan dan keterampilan dalam domain palliative

care.

4) Semua perawat harus mampu melakasanakan palliative

care dengan kerjasama tim dari multidisplin ilmu

5) Perawat hospice dan perawat palliative harus

tersetifikasi dalam memberikan pelayanan palliative care

(Ferrell et al., 2007; Ferrell, 2015).

d. Domain 2 : Physical Aspect Of Care

Physical Aspect Of Care merupakan cara yangdilakukan

untuk mengukur dan mendokumentasikan rasa nyeri dan


gejala lain yang muncul seperti menilai, mengelola gejala

dan efek samping yang terjadi pada masalah fisik pada

pasien (De Roo et al., 2013; Dy et al., 2015). Adapun

panduan bagi perawat paliatif dijelaskan sebagai berikut:

1) Semua perawat harus mampu menilai nyeri, dyspnea

dan fungsinya dengan menggunakan pedoman yang

konsisten pada pasien dengan penyakit lanjut yang

mengancam jiwa

2) Semua perawat harus mendokumentasikan pedoman

dan temuan dalam rencana asuhan keperawatan

3) Semua perawat harus mengikuti jalur pengobatan

berdasarkan bukti evident based nursing untuk

memberikan perawatan manajemen nyeri dan menilai

ulang gejala yang ditimbulkan (Ferrell et al.,2007;

Ferrell, 2015).

e. Domain 3: Psychological And Psychiatric Aspect Of Care

Merupakan cara yang dilakukan untuk menilai status psikologis

pasien dan keluarga seperti mengukur, mendokumentasikan,

mengelola kecemasan, dan gejala psikologis lainnya (De Roo

et al., 2013; Dy et al.,2015). Adapun panduan bagi perawat

paliatif dijelaskan sebagai berikut:


1) Semua perawat harus mampu menilai depresi,

kecemasan, dan delirium menggunakan pedoman yang

tepat pada pasien yang mengancam jiwa

2) Semua perawat harus mendokumentasikan temuan

dalam rencana perawatan

3) Semua perawat harus mengikuti jalur pengobatan

berbasis EBN untuk mengelola gejala psikologis yang

ditimbulkan

4) Perawat hospice dan perawat palliative harus

mempersiapkan duka cita bagi keluarga yang

ditinggalkan

5) Perawat hospice dan perawat palliative harus ikut andil

dalam pengembangan palliative care (Ferrell et al.,

2007; Ferrell, 2015).

f. Domain 4 : Social Aspect Of Care

Social Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan untuk

mendiskusikan segala informasi, mendiskusikan tujuan

perawatan, dan memberikan dukungan sosial yang

komperhensif (De Roo et al., 2013). Adapun panduan bagi

perawat paliatif dijelaskan sebagai berikut:

1) Semua perawat harus meninjau kembali kekhawatiran

pasien dan keluarga terhadap penyakit lanjut yang

mengancam jiwa
2) Perawat hospice dan perawat palliative harus membantu

dan mengembangkan sebuah rencana perawatan sosial

yang komperhensif yang termasuk didalamnya

hubungan dengan keluarga, komunitas, dan orang yang

terlibat dalam merawat pasien (Ferrell et al., 2007;

Ferrell, 2015).

g. Domain 5 : Spiritual, Religious, And Existential Aspect Of

Care

Merupakan cara yang dilakukan untuk menyediakan atau

memfasilitasi diskusi terkait kebutuhan spiritual pasien dan

keluarga (De Roo et al., 2013; Dy et al., 2015). Adapun

panduan bagi perawat paliatif sebagai berikut:

1) Perawat hospice dan perawat palliative harus

melakukan pengkajian spiritual mencakup masalah

agama, spiritual, dan eksistensial menggunakan

pedoman instrument yang terstruktur dan terintegrasi

dalam penilaian dalam rencana palliative care

2) Semua perawat harus mampu merujuk pasien dan

keluarga pada kondisi yang serius dengan

menghadirkan rohaniawan, pendeta jika

diperlukan(Ferrell et al., 2007; Ferrell, 2015)

h. Domain 6 : Culture Aspect Of Care


Culture Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan

menilai budaya dalam proses pengambilan keputusan dengan

memperhariakn preferensi pasien atau keluarga, memahami

bahasa yang digunakan serta ritual-ritual budaya yang dianut

pasien dan keluarga(De Roo et al.,2013).

i. Domain 7 : Care Of The Patient At End of life

Merupakan cara yang dilakukan untuk menggali lebih dalam

tentang kesiapan menghadapi kematian dan duka cita setelah

kematian bagi keluarga yang ditinggalkan (De Roo et al.,

2013). Adapun panduan bagi perawat apaliatif sebagai berikut:

1) Perawat hospice dan perawat palliative harus mampu

mengenali tanda dan gejala kematian pasien, keluarga

dan komunitas.ini harus dikomunikasikan dan

didokumentasikan.

2) Semua perawat harus mampu menjamin kenyamanan

pada akhir kehidupan

3) Semua perawat harus meninjau kembali ritual budaya,

agama, dan adat dalam menghadapikematian pasien.

4) Semua perawat harus mampu memberikan dukungan

pasca kematian pada keluarga yang ditinggalkan

5) Semua perawat harus mampu merawat jenazah sesuai

dengan budaya, adat dan agama pasien (Ferrell, 2015).

j. Domain 8 : Ethical And Legal Aspect Of Care


Merupakan cara yang dilakukan untuk membuat perencanaan

dengan memperhatian preferensi pasien dan keluarga sebagai

penerima layanan dengan tidak melanggar norma dan aturan

yang belaku (De Roo et al., 2013; Dy et al.,2015). Adapun

panduan bagi perawat paliatif sebagai berikut:

1) Semua perawat harus meninjau kembali asuhan

keperawatan yang telah diberikan dan semua

dokumentasinya

2) Semua perawat harus menjaga prinsip etik berdasarkan

komite etik keperawatan

3) Semua perawat harus mengerti hukum aspect palliative

dan mencari pakar hukum jika diperlukan (Ferrell,

2015).

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Biodata identitas klien dan penanggung jawab
a. Identitas Klien
Dikaji nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa,
pekerjaan dan lain-lain.
b. Identitas penanggung jawab
Dikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Menjelaskan keluhan yang paling dirasakan oleh klien
saat ini
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Menjelaskan uraian kronologis sakit klien sekarang
sampai klien dibawa ke RS, ditambah dengan keluhan
klien saat ini yang diuraikan dalam konsep PQRST
P : Palitatif /Provokatif
Apakah yang menyebabkan gejala, apa yang dapat
memperberat dan menguranginya
Q : Qualitatif /Quantitatif
Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar,
sejauhmana merasakannya sekarang
R : Region
Dimana gejala terasa, apakah menyebar
S : Skala
Seberapakah keparahan dirasakan dengan skala 1 s/d 10
T : Time
Kapan gejala mulai timbul, berapa sering gejala terasa,
apakah tiba-tiba atau bertahap
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki
hubungan dengan atau memperberat keadaan penyakit
yang sedang diderita klien saat ini. Termasuk faktor
predisposisi penyakit dan ada waktu proses sembuh
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengidentifikasi apakah di keluarga klien ada riwayat
penyakit turunan atau riwayat penyakit menular
d. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
1) Persepsi dan Penanganan kesehatan
Gambaran umum kesehatan saat ini, gambaran terhadap
sakit, p[enyebabnya, dan penangnan yang dilakukan.
2) Pola Nutrisi Metabolik
Menggambarkan komposisi makan sebelum dan seslama
sakit, makanan kesukaan, pantangan, adakah penurunan
pberat badan.
3) Pola Eliminasi
Berapa kali BAK sebelum dan selama sakit, karakteristik
urin, apakah ada gangguan saat miksi. Berapa kali BAB
sebelum dan selama sakit, konsistensi (cair, lembek,
padat), warna feses, apakah ada perdarahan, apakah ada
gangguan / nyeri saat BAB.
4) Pola Aktivitas Sehari-hari
Gambaran tingkat aktivitas, kegiatan sehari-hari dan
olahraga, apakah ada gangguan aktivitas, gambaran
pemenuhan ADL.
5) Pola Tidur dan Istirahat
Berapa lama tidur di malam hari, jam berapa tidur dan
bangun, apakah ada kebiasaan sebelum tidur, apakah
mengalami kesulitan dalam tidur.
6) Pola Kognitif dan Persepsi
Apakah ada gangguan pada pancaindera, apakah
mengalami sensitivitas terhadap dingin, panas, dan nyeri,
dan bagaimana manajemen saat pasien merasa nyeri.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Bagaimana gambaran diri klien, apakah ada kejadian
yang mengubah gambaran diri klien, apakah ada yang
membebani pikiran klien.
8) Pola Peran dan Hubungan
Gambaran pengaturan kehidupan, apakah mempunyai
orang-orang terdekat, bagaimana kualitas hubungannya,
perbedaan peran dalam keluarga, bagaimana
pengambilan keputusan dan penyelesaian konflik
9) Pola Seksual dan Reproduksi
Apakah kehidupan seksual aktif, apakah menggunakan
alat bantu, apakah mengalami kesulitan atau perubahan
dalam memenuhi kebutuhan seksualitas.
10) Pola Koping dan Toleransi Stres
Apakah selalu mendapatkan sesuatu yang diinginkan,
apakah ada tujuan, cita-cita, dan rencana di masa depan.
11) Pola Nilai dan Keyakinan
Apakah nilai dan kepercayaan pribadi berpengaruh
terhadap kesehatan, apakah agama merupakan hal
penting dalam hidup.
e. Pemeriksaan Fisik
Fokus pada struktur dan perubahan fungsi yang terjadi dengan
tehnik pemeriksaan yang digunakan Head to Toe yang diawali
dengan observasi keadaan umum klien. Dan menggunakan
pedoman 4 langkah yaitu Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan untuk mencerna makanan
b. Nyeri akut b.d agen cidera fisik (tindakan pembedahan)
c. Konstipasi b.d lesi obstruksi

3. Intervensi
a. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna
makanan
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan masalah
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk mencerna makanan dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1) Nutrisi klien tercukupi
2) Berat badan klien dalam batas normal
Intervensi (NIC) :
1) Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
Rasional : Mengetahui kekurangan nutrisi klien
2) Berikan makanan dengan jumlah kecil dan berharap
Rasional : Supaya nutrisi klien tetap terpenuhi
3) Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan
Rasional : Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi
akan memotivasi untuk meningkatkan pemenuhan nutrisi
4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih
makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi selama
sakit.
Rasional :agar nutrisi klien tercukupi sesuai dengan
kebutuhan

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (tindakan


pembedahan)
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan masalah
keperawatan nyeri akut b.d agen cidera fisik (tindakan
pembedahan) dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1) Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang
2) Skala nyeri (0-3)
3) TTV dalam batas normal, wajah klien tampak rileks
Intervensi (NIC) :
1) Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
Rasional : Mengenali kondisi nyeri klien yang
dirasakan
2) Bantu klien untuk istirahat bila nyeri dirasakan
Rasional : Akan menurunkan nyeri yang dirasakan
3) Ajarkan teknik relaksasi distraksi
Rasional :menurunkan nyeri dalam skala yang sedang
hingga ringan
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
analgetik
Rasional : Membantu menurunkan nyeri dalam skala
yang besar atau tidak dapat ditolerir oleh klien

c. Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruksi


Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC): setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan masalah keperawatan konstipasi
berhubungan dengan lesi obstruksi dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
1) Dapat BAB dengan lancer
2) Karakteristik BAB lembek berwarna kuning
kecoklatan
3) Tidak mengalami gangguan ketika BAB
4) Defekasi dapat dilakukan 1x sehari
Intervensi dan Rasional (NIC):
1) Kaji pola defekasi klien
Rasional : Mengetahui keteraturan pola defekasi klien
2) Berikan cairan jika kontra indikasi 2-3 liter per hari
Rasional : Untuk melunakkan eliminasi feses
3) Ajarkan klien untuk menjalankan pola defekasi
Rasional : Untuk mengembalikan keteraturan pola
defekasi
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
pencahar
Rasional : Membantu eliminasi feses secara berkala

DAFTAR PUSTAKA

Black, J dan Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis


untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta :
Salemba Emban Patria.
Cancer Facts & Figures 2017 – America Cancer Society
www.cancer.org diakses pada tanggal 04 Desember 2019 Jam 17.20 WIB
Dahlan, M. S. (2009). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta :
Salemba Medika
National Comprehensive Cancer Network – NCCN 2016
www.nccn.org diakses pada tanggal 04 Desember 2019 Jam 17.55 WIB
Sherwood, Laura lee. (2011). Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisif 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai