Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker kolorektal merupakan suatu jenis penyakit keganasan atau tumor ganas yang
tumbuh dan berkembang dalam struktur lapisan epitel kolon atau rektum. Meningkatnya insiden
kanker kolorektal sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan gaya hidup. Pengaruh lingkungan
khususnya diet mempunyai peranan penting dan dapat menjadikan penyebab terjadinya kanker
kolon dan rektum. Tingginya kosumsi protein hewani, lemak dan rendahnya kosumsi makanan
rendah serat merupakan faktor insiden yang tinggi terjadinya kanker kolon (Desen, 2011).

Faktor keturunan dapat juga berperan sebagai pencetus timbulnya kanker jenis ini.
Pengaruh genetik yang berasal dari sindrom karsinoma poliposis dapat menjadi predisposisi
genetik timbulnya penyakit kanker. Terdapat pengaruh dari sejumlah sidroma genetik menurut
hukum mandel dan kecenderungan terjadi pada tumor jinak dan ganas. Garis keturunan pertama
(first degree relatives) dari pasien yang menderita karsinoma kolorektal mempunyai risiko tiga
kali lipat lebih besar. Perkembangan kanker kolorektal merupakan interaksi antara faktor
lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap predisposisi
genetikyangdidapat dan berkembang menjadi kanker kolorektal (Robbins, 2005).

Insiden rata-rata kanker kolon di dunia mencapai 16,6 per 100.000 laki-laki dan 14,7 per
100.000 perempuan, sedangkan kanker rektum rata-rata pada laki-laki adalah 11,9 per 100.000
orang dan perempuan 7,7 per 100.00. Besarnya angka kejadian ini memberikan informasi bahwa
kejadian kanker kolon di dunia merupakan suatu ancaman dan harus dilakukan
suatutindakanpencegahan yang optimal. Insiden kanker kolon tertinggi di dunia adalah pria
Amerika keturunan Jepang yang tinggal di Hawai, sedangkan untuk kanker rektum tertinggi
adalah pria asal Hongaria. Kanker kolorektal menduduki peringkat ke tiga dan sekaligus menjadi
penyebab utama kematian ketiga di Amerika Serikat (Desen, 2011).
Kanker kolon rektal merupakan kanker jenis kanker yang menduduki peringkat kedua
dan hampir duapertiga dari semua kusus yang ada di negara berkembang. Kanker kolorektal
lebih seringterjadi di negara-negara kaya, namun sekarang kasusnya meningkat di negara
berkembang. Angka kejadian kanker yang disediakan oleh National Cancer Institude survelace,
Epidemologi dan hasil akhir program The National Center for Health Statistics, menyebutkan
bahwa pada tahun 2014 diperkirakan 71.830 laki-laki dan 65.000 perempuan akan terdiagnosis
kanker kolorektal dan 26.270 laki-laki dan 24.040 perempuan akan meninggal akibat dari kanker
kolorektal (Siegel, 2014)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Konsep Medis dari Ca Kolon?
2. Bagaimana Konsep Keperawatan dari Ca Kolon?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat Mengetahui Konsep Medis dari Ca Kolon
2. Mahasiswa dapat Mengetahui Konsep Keperawatan dari Ca Kolon
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP MEDIS


A. Definisi
Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan yang sering terjadi pada daerah sekum dan
kolon asenden yang dapat berupa massa polipoid yang besar dan dapat tumbuh ke dalam lumen
dengan cepat meluas ke sekitar usus melalui proses invasif atau menginfiltrasi jaringan lain, dan
bermetastasis (Price & Wilson, 2006). Penyebaran secara lokal bermula dari dinding usus,
kemudian kanker mengelilingi sirkumferensia dinding usus. Proses ini memerlukan waktu dua
tahun, setelah menginvasi tunika muskularis akan timbul penyebaran secara hematogen. Kanker
dapat menginvasi seluruh dinding usus dan oragan sekitar seperti kandung kemih, prostat, uterus,
hati, lambung dan pankreas. Penyebaran secara limfogen terjadi melalui jaringan limfatik
submukosa menembus dinding usus menuju ke kelenjar limfe parakolon yang selanjutnya ke
kelenjar limfe media dan pada akhirnya menuju ke kelenjar limfe sentral (Desen,2011).
Kanker kolorektal merupakan suatu tumor malignant yang muncul pada jaringan
ephitelial dari colon/rectum. Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang
berkembang dari polip adenoma (Wijaya dan Putri,2013).
B. Etiologi

Penyebab kanker kolon sama seperti kanker lain pada umumnya masih belum jelas
hingga saat ini, namun telah dikenali beberapa faktor predisposisi. Faktor-faktor yang berperan
antara lain; hereditas, diet, penyakit kolon nonkarsinoma, dan lainnya seperti defisiensi
molibdenum, kosumsi aspirin atau NSAID yang terus menerus (Desen, 2011).

Adapun beberapa faktor yang menpengaruhi kejadian kanker kolorektal menurut


(Soebachman, 2011) yaitu :

1. Usia

Risiko terkena kanker kolon meningkat dengan bertambahnya usia. Kebanyakan kasus
terjadi pada orang yang berusia 60 - 70 tahun. Jarang sekali ada penderita kanker kolon yang
usianya dibawah 50. Kalaupun ada, bisa dipastikan dalam sejarah keluarganya ada yang terkena
kanker kolon juga.
2. Polip
Adanya polip pada kolon, khususnya polip jenis adenomatosa. Jika polip ini langsung
dihilangkan pada saat ditemukan, tindakan penghilangan tersebut akan bisa mengurangi risiko
terjadinya kanker kolon di kemudian hari.
3. Riwayat kanker
Seseorang yang pernah terdiagnosis mengidap kanker kolon ( bahkan pernah dirawat
untuk kanker kolon ) berisiko tinggi terkena kanker kolon lagi dikemudian hari. Wanita yang
pernah mengidap kanker ovarium ( indung telur), kanker uterus, dan kanker payudara juga
memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena kanker kolon.
4. Faktor keturunan /genetika
Sejarah adanya kanker kolon dalam keluarga, khususnya pada keluarga dekat. Orang
yang keluarganya punya riwayat penyakit FAP ( Familial Adenomatous Polyposis ) atau polip
adenomatosa familial memiliki risiko 100% untuk terkena kanker kolon sebelum usia 40 tahun
bila FPAnya tidak diobati. Penyakit lain dalam keluarga adalah HNPCC ( Hereditary Non Polyp
osis Colorectal Cancer ), yakni penyakit kanker kolorektal nonpolip yang menurun dalam
keluarga, atau sindrom Lynch.
5. Penyakit kolitis ( radang kolon ) ulseratif yang tidak diobati.
6. Kebiasaan merokok.
Perokok memiliki risiko jauh lebih besar untuk terkena kanker kolon dibandingkan
dengan yang bukan perokok.
7. Kebiasaan makan
Pernah diteliti bahwa kebiasaan makan banyak daging merah ( dan sebaliknya sedikit
makan buah, sayuran serta ikan ) turut meningkatkan risiko terjadinya kanker kolon. Mengapa?
Sebab daging merah ( sapi dan kambing ) banyak mengandung zat besi. Jika sering
mengonsumsi daging merah berarti akan kelebihan zat besi.
8. Terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung pewarna, apalagi jika
pewarnanya adalah pewarna nonmakanan.
9. Terlalu banyak mengonsumsi makanan makanan yang mengandung bahan pengawet.
10. Kurangnya aktivitas fisik, Orang yang beraktivitas lebih banyak memiliki risiko
lebih rendah untuk terkena kanker kolon.
11. Berat badan yang berlebihan (obesitas)
12. Infeksi virus tertentu seperti HPV (Human Papiloma Virus) turut andil dalam
terjadinya kankerkolon.
13. Kontak dengan zat-zat kimia tertentu. Misalnya logam berat, toksin, dan
ototoksin serta gelombang elektromagnetik.
14. Kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah
alkohol menjadi asetilaldehida yang meningkatkan risiko terkena kankerkolon.
15. Bekerja sambil duduk seharian. Misalnya para eksekutif, pegawai administrasi,
atau pengemudi kendaranumum.
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan
utama pasien pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari
tumor. Tumor yang berada pada kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap
tersamar hingga lanjut sekali sedikit kecenderungan menyebabkan obstruksi karena lumen usus
lebih besar dari feses masih encer. Gejala klinis sering brupa rasa penuh, nyeri abdomen,
perdarahan dan symptomatik anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan penurunan berat
badan). Tumor yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan pola defekasi
sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran feses, dan komplikasi
karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi. Tumor pada rektum
atau sigmoid bersifat lebih infiltratif pada waktu diagnosis dari leksi proksimal, maka
prognosisnya lebih jelek (Kumar dkk,2010).
Menurut Japaries (2013) Kanker usus besar dibagi menjadi dua stadium yaitu:
1. Stadium dini
a. Tanda iritasi usus dan perubahan kebiasaan defekasi : sering buang air besar, diare
atau obstipasi, kadang kala obstipasi dan diare silih berganti, tenesmus,
anus turun tegang, sering terdapat nyeri samar abdomen.Pasien lansia bereaksi
tumpul dan lamban,tidak peka nyeri, kadang kala setelah terjadi perforasi tumor,
peritonitis baru merasakan nyeri dan berobat.
b. Hematokezia : tumor luka ulserasi berdarah, kadang kala merah segar atau merah
gelap, biasanya tidak banyak, intermitan. Jika posisi tumor agak tinggi, darah dan
feses becampur menjadikan feses mirip selai. Kadang kala keluar lender berdarah.
c. Ileus : ileus merupakan tanda lanjut kanker kolon. Ileus kolon sisi kiri sering
ditemukan . kanker kolon tipe ulseratif atau hiperplstik menginvasi kesekitar
dinding usus membuat lumen usus menyempit hingga ileus, sering berupa ileus
mekanik nontotal kronis, mula-mula timbul perut kembung, rasa tak enak perut
intermiten, borborigmi, obstipasi atau feses menjadi kecil (seperti pensil atau tahi
kambing) bahkan tak dapat buang angin atau feses. Sedangkan ileus akut umumnya
disebabkan karsinoma kolon tipe infiltratif. Tidak jarang terjadi intususepsi dan
ileus karena tumor pada pasien lansia, maka pada lansia dengan intususepsi harus
memikirkan kemungkinan karsinoma kolon. Pada ileus akut maupun kronik, gejala
muntah tidak menonjol, bila terdapat muntah, mungkin usus kecil (khususnya
proksimal) sudah terinvasi tumor.
d. Massa abdominal. Ketika tumor tumbuh hingga batas tertentu didaerah abdomen
dapat diraba adanya massa, sering ditemukan
padakoonbelahankanan.Pasienlansiaumumnyamengurus,dinding abdomen relatif
longgar, massa mudah diraba. Pada awalnya massa bersifat mobil, setelah
menginvasi sekitar menjadi infeksi.
e. Anemia, pengurusan, demam, astenia dan gejala toksik sistemik lain. Karena
pertumbuhan tumor menghabiskan nutrisi tubuh, perdarahan kronis jangka panjang
menyebabkan anemia; infeksi sekunder tumor menyebabkan demam dan gejala
toksik.
2. Stadium lanjut
Selain gejala lokal tersebut diatas, dokter harus memperhatikan tumo adalah penyakit
sistemik, pada fase akhir progresi kanker usus besar timbul grjala stadium lanjut yang
sesuai. Misal, invasi luas tumor dalam kavum pelvis menimbulkan nyeri daerah
lumbosakra, iskialgia dan neuralgia obturatoria; ke anterior menginvasi mukosa vagina
dan vesika urinaria menimbulkan perdarhan pervaginam atau hematuria, bila parah
dapat timbul fistel rektovaginal, fistel rektovesikel; obstruksi ureter bilateral
menimbulkan anuria, uremia; tekanan pada retra menimbulkan retensi urin; asites,
hambatan saluran limfatik atau tekanan pada vena iliaka menimbulkan udem tungkai,
skrotal, labial; perforasi menimbulkan peritonitis akut, abses abdomen; metastasis ke
paru menimbulkan batuk, nafas memburu, hemoptisis; metastasis ke otak menyebabkan
koma; metastasis tulang menimbulkan nyeri tulang, pincang dll. Akhirnya dapat timbul
kakeksia, kegagalan sistemk (Japaries,2013).
D. Klasifikasi
Pembagian stadium berdasarkan pengelolaan dengan metode klasifikasi kanker kolon
menurut Dukes terbagi menjadi stadium A, B, C, C1, C2, danD. Stadium A kedalaman invasi
kanker belum menembus tunika muskularis dan tidak ada metastase kelenjar limfe. Stadium B
kanker sudah menembus tunika muskularis dalam, dapat menginvasi tunika serosa, di luar
serosa atau jaringan perirektal, namun tidak terjadi metastase kelenjar limfe. Stadium C
menunjukkan kanker sudah terjadi metastase ke kelenjar limfe. Berdasarkan lokasi kelenjar
limfe yang terkena terbagi menjadi stadium C1 dan C2.
Stadium C1 kanker sudah bermetastase ke kelenjar limfe samping usus dan
masenterium, sedangkan stadiem C2 kanker sudah metastase ke kelenjar limfe di pangkal arteri
masenterium. Stadium D kanker sudah bermetastase ke organ yang jauh, atau metastase luas
kelenjar limfe sehingga paska reseksi tidak mungkin kuratif atau nonresektabel (Desen,2011).
Pembagian stadium sistem TNM pada kanker kolon berdasarkan tiga kategori yaitu; T
(tumor primer), N (Nodul kelenjar limfe), dan M (metastase). Masing-masing kategori tersebut
dibagi lagi menjadi sub kategori untuk menggambarkan masing-masing kategori dengan cara
memberi indeks angka dan huruf didepan T, N, dan M. Kategori T atau tumor primer terdiri
dari Tx yang artinya tumor primer tidak dapat dinilai, Tis karsinoma insitu dan tumor terbatas
pada intraepitel atau hanya, mengenai tunika propia mukosa, pada T0 adalah tidak ada bukti
tumor primer dan T1 tumor menginvasi sampai tunika submukosa. Tumor menginvasi sampai
tunika sampai tunika muskularis propria terjadi pad T2, T3 Tumor menembus sampai tunika
sampai tunika muskularis propria mencapai subserosa atau mengenai kolon ekstraperitoneal,
sedangkan T4 tumor langsung meninvasi organ atau struktur lain atau menembus pas veselaris
peritonium.
Kategori N atau kelenjar limfe regional, pada kategori Nx kondisi kelenjar limfe tidak
dapat dinilai, N0 tidak ada metastase kelenjar limfe regional, N1 terjadi metastase 1-3 buah
kelenjar limfe regional dan N3 telah terjadi metastase lebih dari 4 kelenjar
limfe regional. Pada kategori M atau metasta sejauh terdiridariMx,tidak dapat dinilai
ada tidaknya metastase.

E. Patofisiologi
Kanker kolon dan rectum (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus).
Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan
normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer
dan menyebar kebagian tubuh yang lain (paling sering ke hati) Japaries, 2013.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus
dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat
menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis
relatif baik bila lesi terbatas pada mukosa dan subkosa pada saat reseks dilakukan, dan jauh
lebih baik jelek telah terjadi metastase ke kelenjar limfe (Japaries, 2013)
Menurut Diyono (2013), tingkatkan kanker kolorektal dari duke sebagai berikut :
1. Stadium 1 : terbatas hanya pada mukosa kolon (dinding rektum dan kolon).
2. Stadium 2 : menembus dinding otot, belum metastase
3. Stadium 3 : melibatkan kelenjar limfa
4. Stadium 4 : metastase ke kelenjar limfe yang berjauhan dan ke organ lain
Kanker kolorektal merupakan salah satu kanker usus yang dapat tumbuh secara lokal
dan bermetastase luas. Adapun cara penyebaran ini melalui beberapa cara. Penyebaran secara
lokal biasanya masuk ke dalam lapisan dinding usus sampai ke serosa dan lemak mesentrik,
lalu sel kanker tersebut akan mengenai organ di sekitarnya. Adapun penyebaran yang lebih luas
lagi di dalam lumen usus yaitu melalui limfatik dan sistem sirkulasi. Bila sel tersebut masuk
melalui sistem sirkulasi, maka sel kanker tersebut dapat terus masuk ke organ hati, kemudian
metastase ke organ paru-paru. Penyebaran lain dapat ke adrenal, ginjal, kulit, tulang, dan otak.
Sel kanker dapat menyebar ke daerah peritoneal pada saat akan dilakukan reseksi tumor
(Diyono, 2013)
Hampir semua kanker kolorektal ini berkembang dari polip adenoma jenis villous,
tubular, dan viloutubular. Namun dari ketiga jenis adenoma ini, hanya jenis villous dan tubular
yang diperkirakan akan menjadi premaligna. Jenis tubular berstruktur seperti bola dan
bertangkai, sedangkan jenis villous berstruktur tonjolan seperti jari-jari tangan dan tidak
bertangkai. Kedua jenis ini tumbuh menyerupai bunga kol di dalam kolon sehingga massa
tersebut akan menekan dinding mukosa kolon. Penekanan yang terus-menerus ini akan
mengalami lesi-lesi ulserasi yang akhirnya akan menjadi perdarahan kolon. Selain perdarahan,
maka obstruksi pun kadang dapat terjadi. Hanya saja lokasi tumbuhnya adenoma tersebut
sebagai acuan. Bila adenoma tumbuh di dalam lumen luas (ascendens dan transversum), maka
obstruksi jarang terjadi. Hal ini dikarenakan isi (feses masih mempunyai konsentrasi air cukup)
masih dapat melewati lumen tersebut dengan mengubah bentuk (disesuaikan dengan lekukan
lumen karena tonjolan massa). Tetapi bila adenoma tersebut tumbuh dan berkembang di daerah
lumen yang sempit (descendens atau bagian bawah), maka obstruksi tersebut dapat menjadi
total atau parsial (Diyono, 2013)
Secara genetik, kanker kolon merupakan penyakit yang kompleks. Perubahan genetic
sering dikaitkan dengan perkembangan dari lesi permalignan (adenoma) untuk adenokarsinoma
invasif. Rangkaian peristiwa molekuler dan genetik yang menyebabkan transformasi dari
keganasan polip adenomatosa. Proses awal adalah mutasi APC (Adenomatosa Poliposis Gen)
yang pertama kali ditemukan pada individu dengan keluarga adenomatosa poliposis
(FAP=familial adenomatous polyposis). Protein yang dikodekan oleh APC penting dalam
aktivasi pnkogen c-myc dan siklinDI, yang mendorong pengembangan menjadi fenotipe ganas
(Diyono, 2013)
F. Komplikasi

Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:

1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.


2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang
menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
6. Pembentukan abses
Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina. Biasanya tumor menyerang
pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan. Tumor tumbuh kedalam usus
besar dan secara berangsur-angsur membantu usus besar dan pada akirnya tidak bisa sama sekali.
Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya
( Uterus, urinary bladder,dan ureter ) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker.
(Diyono, 2013)
G. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Pembedahan adalah salah satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai
penanganan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif untuk kanker kolorektal.
Pembedahan kuratif harus mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal regional
lymphadenektomi sementara mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya. Untuk lesi
diatas rektum, reseksi tumor dengan minimum margin 5 cm bebas tumor.

Menurut Haryono (2012), pembedahan merupakan tindakan primer pada kira-


kira 75%pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau
palliative. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop.
Kolosotomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan
untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan
sebagai pedoman dalan membuat keputusan dikolon massa tumor kemudian dieksisi.
Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C.
Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. Tujuan pembedahan
dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencangkup struktur
vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.

b. Terapi Radiasi

Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray berenergi


tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi,
yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan
tergantung pada tipe dan stadium dari kanker.

c. Kemotherapi

Kemoterapi dalam bahasa inggris (chemotherapy) adalah penggunaan zat kimia


untuk perawatan penyakit. Kemoterapi adalah penggunaan zat kimia untuk
perawatan penyakit. Dalam penggunaan modernnya, istilah ini hampir merujuk
secara eksklusif kepada obat sitostatik yang digunakan untuk merawat kanker.
Kemoterapi bermanfaat untuk menurunkan ukuran kanker sebelum operasi, merusak
semua sel-sel kanker yang tertinggal setelah operasi, dan mengobati beberapa
macam kanker darah. Kemoterapi Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan
menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi
sel- sel kanker.

Kemoterapi memerlukan penggunaan obat untuk menghancurkan sel kanker.


Walaupun obat ideal akan menghancurkan sel kanker dengan tidak merugikan sel
biasa, kebanyakan obat tidak selektif. Malahan, obat didesain untuk mengakibatkan
kerusakan yang lebih besar pada sel kanker daripada sel biasa, biasanya dengan
menggunakan obat yang mempengaruhi kemampuan sel untuk bertambah besar.
Pertumbuhan yang tak terkendali dan cepat adalah ciri khas sel kanker. Tetapi,
karena sel biasa juga perlu bertambah besar, dan beberapa bertambah besar cukup
cepat (seperti yang di sumsum tulang dan garis sepanjang mulut dan usus), semua
obat kemoterapi mempengaruhi sel biasa dan menyebabkan efek samping.

Tujuan pemberian kemoterapi : Pengobatan, Mengurangi massa tumor selain


pembedahan atau radiasi, Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki
kualitas hidup, Mengurangi komplikasi akibat metastase. Kemoterapi dapat
diberikan dengan cara Infus, Suntikan langsung (pada otot, bawah kulit, rongga
tubuh) dan cara Diminum (tablet/kapsul). Efek samping yang bisa timbul adalah
antara lain: Lemas, Mual dan Muntah, Gangguan Pencernaan, Sariawan, Efek Pada
Darah, Otot dan Saraf, Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna, dan Produksi
Hormon.

Dalam beberapa penelitian kemoterapi mampu menekan jumlah kematian penderita


kanker tahap dini, namun bagi penderita kanker tahap akhir / metastase, tindakan
kemoterapi hanya mampu menunda kematian atau memperpanjang usia hidup
pasien untuk sementara waktu. Bagaimanapun manusia hanya bisa berharap
sedangkan kejadian akhir hanyalah Tuhan yang menentukan.

H. Pemeriksaan penunjang

Menurut Casciato (2004) ada beberapa macam pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi kanker kolon yaitu :
1. Biopsi
Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting
jika terdapat sebuah obstruksi sehingga tidak memungkinkan dilakukanya
biopsi maka sikat sitologi akan sangat berguna (Casciato, 2004).
2. Carsinoembrionik Antigen (CEA) Screening
CEA adalah sebuah glikopretein yang terdapat pada permukaan sel
yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker
serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi
rekurensi dini dan metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan nonspesifik
untuk bisa digunakan sebagai screening kanker kolorektal. Meningkatnya
nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter.
Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium
lanjut dari penyakit dan kehadiran metastase ke organ dalam. Meskipun
konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA
serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah
pembedahan (Casciato, 2004).

Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun tes
ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA
sebelum opersai sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor
primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai CEA
preoperatif berguna untuk identifikasi awal dari dari metastase karena sel
tumor yang bermetastase sering mengakibatkan naiknya nilai CEA (Casciato,
2004).
3. Digital Rectal Examination
Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral,posterior, dan
anterior, serta spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan
mudah. Metastasis intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior rektum
dimana sesuai dengan posisi anatomis kantong douglas sebagai akibat
infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm merupakan batas eksplorasi jari
yang mungkin dilakukan, namun telah lama diketahui bahwa 50% dari
kanker kolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga Rectal examination
merupakan cara yang tidak dapat begitu saja diabaikan (Schwartz, 2005).
4. Barium Enema

Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras


varium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip
yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama fleksibel
sigmoidoskopi merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti
kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau
digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai
riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan
menggunakan barium eneme sangat rendah, yaitu sebesar 0,02% jika terdapat
kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan dari
pada barium enema. Barium peritonitis merupakan komplikasi yang sangat
serius yang dapat mengakibatkan berbagai infeksi dan peritoneal fibrosis.
Tetapi sayangnya sebuah kontras larut air tidak dapat menunjukan detail yang
penting untuk menunjukam lesi kecil pada mukosa kolon (Schwartz, 2005).
5. Endoskopi
Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena
3% dari pasien mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan untuk
mempunyai polip premaligna (Casciato, 2004).
6. Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh

mukosa kolon dan rectum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat

mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk

dapat menunjukan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari

pemeriksaan kolonoskopi sebesar sebesar 94%, lebih baik dari pada barium

enema yang keakuratannya hanya sebesar 67% (Depkes, 2006). Sebuah

kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol

perdarahan dan dilatasi dari struktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang

sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan

perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi

merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen


dari Inflamatory Bowel Disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus,

gastrointestinal bleedin, megakolon non toksik, struktur kolon dan

neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada

diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari

kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama

dari kolonoskopi diagnostik (Schwartz, 2005).


DAFTAR PUSTAKA

Casciato DA. 2004. Manual of Clinical Oncology 5th ed. USA : Lippincott Williams & Wilkins

Desen Wan, (2011). Onkologi Klinik. Ed.2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Diyono, Mulyanti, 2013. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan, Dilengkapi Contoh
Studi Kasus Dengan Aplikasi Nanda Nic Noc

Haryono, Rudi 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta : Goesyen
Publisher

Japaries, W. (2013). Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia

Kumar et al. 2010. Pathologic Basic of Disease. 8 th Edition. Philadelphia : Elsevier. p. 1131-
1146 Pennsylvania: Elsevier.
Robbins. (2005). Pathologic Basis of Disease.7th Edition. International Edition.

Schwartz, M., William(2005). Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC

Siegel Rabecca, MPH., DeSantis Carol, MPH., Jemal Ahmedin, PhD. (2014).
Colorectal Cancer Statistic. A Cancer Journal For Clinicians. Vol 64.
Issue 2. Pages 104-117.

Soebachman, Agustina. (2011). Awas, 7 Kanker Paling Mematikan !. Yogyakarta : Syura


Media Utama Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Wijaya, Andra S dan Yesssi M.P 2013. Keperawatan Medikal Bedah : Keperawatan Dewasa

Anda mungkin juga menyukai