1. DEFINISI
Kolon adalah bagian terbesar dari usus besar. Panjangnya hampir 5 kaki.
Kolon memiliki empat bagian yaitu kolon ascending, transverse, descending,
dan sigmoid. Dindingnya memiliki empat lapisan utama mukosa, submukosa,
muskularis propia, dan serosa atau adventitia. Kanker adalah penyakit yang
ditandai dengan pertumbuhan sel yang abnormal, bila hal ini terjadi di usus besar
atau rectum maka disebut kanker kolorektal (American Cancer Society, 2017).
American Cancer Society (ACA) tahun 2016, menjelaskan bahwa kanker
kolorektal adalah kanker yang dimulai di usus besar atau rektum. Kanker ini juga
bisa disebut kanker usus besar atau kanker rektum, tergantung tempat
bermulanya. Kanker usus besar dan kanker rektum sering dikelompokkan
bersama karena memiliki banyak kesamaan.
Hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma. Adenokarsinoma
adalah kanker sel yang melapisi kelenjar dan, dalam kasus kanker usus besar,
memmproduksi lendir (National Comprehensive Cancer Network, 2016)
Awalnya kanker kolorektal dapat muncul sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi
ganas, menginvasi dan menghancurkan jaringan normal, dan meluas ke struktur
sekitarnya (Smeltzer, 2015)
2. ETIOLOGI
Sebagian besar kanker kolon dimulai dari polip pada lapisan dalam usus besar
atau rektum Beberapa jenis polip dapat berubah menjadi kanker selama beberapa
tahun, namun tidak semua polip menjadi kanker. Kemungkinan berubah menjadi
kanker tergantung pada jenis polip. 2 jenis polip utama adalah:
1. Adenomatous polyps (adenoma): Polip ini kadang berubah menjadi kanker.
Karena itu, adenoma disebut kondisi pra-kanker.
2. Hyperplastic polyps dan inflammatory polyps: Polip ini lebih sering terjadi,
namun secara umum tidak bersifat pra-kanker.
Adapun faktor resiko dari kanker kolorektal berdasarkan National Cancer
Institute (2017) adalah :
a. Usia
Menurut ACA (2017), risiko kanker kolorektal meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Proporsi kasus yang di diagnosis pada individu
yang berusia dibawah 50 tahun meningkat dari 6 % pada tahun 1990 menjadi
11% pada tahun 2013. Sebagian besar (72%) pada kasus ini terjadi pada
individu dengan usia di atas 40 tahun.
b. Genetik
Hampir 30% pasien kanker kolorektal memiliki riwayat keluarga dengan
penyakit ini, sekitar 5% diantaranya disebabkan oleh kelainan genetic yang
diwariskan. Individu dengan riwayat keluarga tingkat pertama (orangtua,
saudara kandung atau anak) yang didiagnosis dengan kanker kolorektal
memiliki risiko 2 sampai 4 kali dibandingkan mereka yang tidak memiliki
riwayat keluarga dengan penyakit tersebut.
c. Riwayat menderita adenoma beresiko tinggi (polip kolorektal yang
berukuran 1 sentimeter atau lebih besar atau memiliki sel yang terlihat
abnormal di bawah mikroskop).
d. Riwayat menderita kolitis ulserativa kronis atau penyakit Crohn selama 8
tahun atau lebih. Penyakit Crohn juga sering disebut colitis granulomatosis
atau colitis transmural, merupakan peradangan di seluruh dinding
granulomatois, sedangkan colitis ulseratif secara primer adalah inflamasi
yang terbatas di selaput lendir kolon. Risiko terjadinya kanker kolon pada
Crohn;s lebih besar.
e. Mengonsumsi alcohol
Konsumsi alcohol sedang dan berat (<12,5 gram perhari, sekitar satu
minuman), dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kolon. Dibandingkan
dengan seseorang yang tidak minum alcohol dan hanya mengonsumsi
sesekali, seseorang yang rata-rata mengonsumsi 2 sampai 3 minuman
beralkohol per hari memiliki risiko kanker 20% lebih tinggi, dan yang
mengonsumsi lebih dari 3 minuman per hari memiliki sekitar 40%
peningkatan risiko.
f.Merokok
Badan Penelitian Kanker Internasional pada November 2009 melaporkan
bahwa merokok dapat menyebabkan kanker kolorektal. Kaitan terhadap
rectum lebih besar dibandingkan dengan kolon.
g. Gaya hidup (obesitas)
Obesitas dapat meningkatkan risiko kanker kolon yang lebih tinggi pada pria
dibandingkan wanita. Secara khusus seseorang dengan berat badan normal,
pria obesitas memiliki 50% risiko kanker kolon lebih tinggi dan kanker
rectal 20%, sedangkan wanita obesitas memiliki sekitar 20% peningkatan
risiko kanker kolon dan risiko kanker rectal 10%. Obesitas dapat berdampak
negative pada kesehatan metabolic yang merupakan fungsi utama dari semua
proses biokimia didalam tubuh. Studi terbaru menunjukkan bahwa kesehatan
metabolic yang buruk memiliki kaitan dengan kejadian kanker kolorektal.
3. MANIFESTASI KLINIS
Kanker kolon seringkali dapat dideteksi dengan prosedur skrining. Adapun
manifestasi klinis dari kanker kolon menurut (Network, 2016) adalah :
1. Anemia
2. Perdarahan pada rectum
3. Nyeri abdomen
4. Perubahan kebiasaan defekasi
5. Obstruksi usus atau perforasi.
Sementara (Smeltzer, 2015) menjelaskan manifestasi klinis dari kanker kolon
maupun kanker rektum yaitu :
1. Keluarnya darah di dalam atau pada feses
2. Penurunan berat badan dan keletihan
3. Lesi di sisi kanan kemungkinan disertai dengan nyeri abdomen yang tumpul
dan melena
4. Lesi sisi kiri dikaitkan dengan obstruksi (nyeri dan kram abdomen,
penyempitan ukuran feses, konstipasi dan distensi) dan darah berwarna merah
terang di feses.
5. Lesi rectal dikaitkan dengan tenesmus (mengejan yang nyeri dan tidak efektif
saat defekasi), nyeri rectal, mengalami konstipasi dan diare secara bergantian,
feses berdarah
6. Tanda-tanda komplikasi : obstruksi usus parsial atau komplet, ekstensi tumor
dan ulserasi ke pembuluh darah sekitar (perforasi, pembentukan abses,
peritonitis, sepsis, atau syok)
7. Dalam banyak kasus, gejala tidak muncul sampai kanker kolorektal berada
dalam stadium lanjut.
4. KOMPLIKASI
Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal, antara lain :
1. Obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi
2. Perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi organ peritoneal
3. Perluasan langsung ke organ-organ yang berdekatan
5. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Terapi kanker bergantung pada stadium penyakit dan komplikasi yang terkait.
Obstruksi ditangani dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik dan dengan
terapi darah jika perdarahan cukup berat. Terapi suportif dan terapi pelengkap
( misalnya kemoterapi, terapi radiasi, imunoterapi) termasuk dalam
penatalaksanaan medis (Smeltzer, 2015).
2. Penatalaksanaan bedah
a. Pembedahan adalah terapi primer untuk sebagian besar kanker kolon dan
rectal; jenis pembedahan bergantung pada lokasi dan ukuran tumor, dan
dapat bersifat kuratif atau paliatif.
b. Kolonoskopi dilakukan pada kanker yang terbatas pada satu tempat.
Kolonoskopi adalah prosedur yang dilakukan untuk mengevaluasi bagian
dalam kolon.
c. Kolotomi laparoskopik dengan polipektomi meminimalkan luasnya
pembedahan yang diperlukan dalam beberapa kasus
d. Neodimium : laser ittrium-aluminium-garnet (Nd:YAG) efektif pada
beberapa lesi
e. Reseksi usus dengan anastomosis dan kemungkinan kolostomi atau
ileostomi sementara atau permanen (kurang dari sepertiga pasien) atau
pembuatan kantung/wadah koloanal (kantung J kolonik).
6. PATOFISIOLOGI
Kanker kolon dan rektum (95 %) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel
usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup
serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur sekitarnya. Sel
kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar kebagian tubuh yang lain
(paling sering ke hati) Japaries, 2013. Pertumbuhan kanker menghasilkan
efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi
dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat
menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain.
Prognosis relativ baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat
reseks dilakukan, dan jauh lebih jelek telah terjadi mestatase ke kelenjr
limfe (Japaries,2013).
Kanker kolorektal merupakan salah satu kanker usus yang dapat tumbuh
secara lokal dan bermetastase luas. Adapun cara penyebaran ini melalui
beberapa cara. Penyebaran secara lokal biasanya masuk kedalam lapisan
dinding usus sampai keserosa dan lemak mesentrik, lalu sel kanker tersebut
akanmengenai organ disekitarnya. Adapun penyebaran yang lebih luas lagi
didalam lumen usus yaitu melalui limfatik dan sistem sirkulasi. Bila sel tersebut
masuk melalui sistem sirkulasi, maka sel kanker tersebut dapat terus masuk ke
organ hati, kemudian metastase ke orgab paru-paru. Penyebaran lain dapat ke
adrenal, ginjal, kuli, tulang, dan otak. Sel kanker pu dapat menyebar ke daerah
peritoneal pada saat akan dilakukan reseksi tumor (Diyono, 2013).
Hampir semua kanker kolorektal ini berkembang dari polip adenoma jenis
villous, tubular, dan viloutubular. Namun dari ketiga jenis adenoma ini, hanya
jenis villous dan tubular yang diperkirakan akan menjadi premaligna. Jenis
tubular berstruktur seperti bola dan bertangkai, sedangkan jenis villous
berstuktur tonjolan seperti jari-jari tangan dan tidak bertangkai. Kedua jenis ini
tumbuh menyerupai bunga kol didalam kolon sehingga massa tesebut akan
menekan dinding mukosa kolon. Penekanan yang terus-menerus ini akan
mengalami lesi-lesi ulserasi yang akhirnya akan menjadi perdarahan kolon.
Selain perdarahan, maka obstruksi pun kadang dapat terjadi. Hanya saja lokasi
tumbuhnya adenoma tersebut sebagai acuan. Bila adenoma tumbuh di dalam
lumen luas (ascendens dan transversum), maka obstruksi jarang terjadi. Hal ini
dikarenakan isi ( feses masih mempunyai konsentrasi air cukup) masih dapat
melewati lumen tersebut dengan mengubah bentuk (disesuaikan dengan
lekukan lumen karena tonjolan massa). Tetapi bila adenoma tersebut tumbuh
dan berkembang di daerah lumen yang sempit (descendens atau bagian bawah),
maka obstruksi akan terjadi karena tidak dapat melewati lumen yang telah
terdesak oleh massa. Namun kejadian obstruksi tersebut dapat menjadi total
atau parsial (Diyono, 2013).
Secara genetik, kanker kolon merupakan penyakit yang kompleks.
Perubahan genetik sering dikaitkan dengan perkembangan dari lesi permalignan
(adenoma) untuk adenokarsinoma invasif. Rangkain peristiwa molekuler dan
genetik yang menyebabkan transformsi dari keganasan polip adenomatosa.
Proses awal adalah mutasi APC (adenomatosa Poliposis Gen) yang pertama kali
ditemukan pada individu dengan keluarga adenomatosa poliposis (FAP=
familial adenomatous polyposis). Protein yang dikodekan oleh APC penting
dalam aktivasi pnkogen c-myc dan siklinD1, yang mendorong pengembangan
menjadi fenotipe ganas (Muttaqin, 2013).
7. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Pengumpulan Data
Biodata identitas klien dan penanggung jawab
1. Identitas Klien
Dikaji nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, pekerjaan dan
lain-lain.
2. Identitas penanggung jawab
Dikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan klien.
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
(Menjelaskan keluhan yang paling dirasakan oleh klien saat ini)
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
(Menjelaskan uraian kronologis sakit klien sekarang sampai klien
dibawa ke RS, ditambah dengan keluhan klien saat ini yang diuraikan
dalam konsep PQRST)
1) P : Palitatif /Provokatif
(Apakah yang menyebabkan gejala, apa yang dapat memperberat
dan menguranginya)
2) Q : Qualitatif /Quantitatif
(Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar, sejauhmana
merasakannya sekarang)
3) R : Region
(Dimana gejala terasa, apakah menyebar)
4) S : Skala
(Seberapakah keparahan dirasakan dengan skala 1 s/d 10)
5) T : Time
(Kapan gejala mulai timbul, berapa sering gejala terasa, apakah tiba-
tiba atau bertahap)
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
(Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan
atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien saat ini.
Termasuk faktor predisposisi penyakit dan ada waktu proses sembuh)
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
(Mengidentifikasi apakah di keluarga klien ada riwayat penyakit
turunan atau riwayat penyakit menular)
e. Pola Aktivitas Sehari-hari
(Membandingkan pola aktifitas keseharian klien antara sebelum sakit
dan saat sakit, untuk mengidentifikasi apakah ada perubahan pola
pemenuhan atau tidak)
4. Pemeriksaan Fisik
(Fokus pada struktur dan perubahan fungsi yang terjadi dengan tehnik
pemeriksaan yang digunakan Head to Toe yang diawali dengan observasi
keadaan umum klien. Dan menggunakan pedoman 4 langkah yaitu
Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
5. Data Psikologis
(Berisi tentang status emosi klien, kecemasan, pola koping, gaya
komunikasi, dan konsep diri)
6. Data Sosial
(Berisi hubungan dan pola interaksi klien dalam keluarga dan masyarakat)
7. Data Spiritual
(Mengidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimisme terhadap
kesembuhan penyakit, gangguan dalam melaksanakan ibadah)
8. Data Penunjang
(Berisi tentang semua prosedur diagnostik dan laporan laboratorium yang
dijalani klien, dituliskan hasil pemeriksaan dan nilai normal, dituliskan
hanya 3 kali pemeriksaan terakhir secara berturut-turut. Bila hasilnya
fluktuatif, buat keterangan secara naratif)
9. Program dan Rencana Pengobatan
(Berisi tentang program pengobatan yang sedang dijalani dan yang akan
dijalani oleh klien)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis, ketidakmampuan mencerna makanan, kurang
asupan makanan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (infeksi)
3. Ansietas berhubungan dengan pembedahan yang akan dilakukan dan
diagnosis kanker
4. Ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan muntah dan
dehidrasi
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
Surasmi A., Handayani S., Kusuma H.2005. Perawatan Bayi Resiko Tinggi.
Jakarta: EGC
LAPORAN KASUS
Oleh :
NIM. 91919094
Oleh :
NIM. 91919094