Anda di halaman 1dari 16

FISIOTERAPI PADA GUILLAIN-BARRÉ SYNDROME (GBS)

OLEH :

YULIA APRILIANA

2010306108

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI PROFESI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA


i
HALAMAN PENGESAHAN

KASUS GUILLAIN-BARRÉ SYNDROME (GBS)

MAKALAH

Disusun oleh :

Yulia Apriliana

2010306108

Makalah Ini Dibuat Guna Menyelesaikan Tugas Stase Integumen

Program Studi Profesi Fisioterapi

Fakultas Ilmu Kesehatan

di Universitas ‘Aisyiyah

Yogyakarta

Oleh :

Pembimbing :

Tanggal : 22 Januari 2021

Tanda tangan:

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, inayah,

taufik, dan ilham-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk

maupun isinya yang sangat sederhana. Makalah yang berjudul “Fisioterapi Pada kasus Guillain-

Barré Syndrome (GBS)” ini ditulis guna melengkapi tugas pada Program Studi Profesi Fisioterapi

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah Yogyakarta.

Penyusun menyadari sepenuhnya atas keterbatasan kemampuan dan pengetahuan sehingga

makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu penyusun

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT atas segala rahmat dan petunjuk-Nya sehingga makalah ini dapat selesai dengan tepat

waktu,

2. Bapak/Ibu pembimbing lahan RS PKU Muhammadiyah Petanahan

3. Bapak/Ibu pembimbing kampus Universitas Aisyiyah Yogyakarta.

4. Teman-teman sejawat Profesi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah

Yogyakarta.

Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun makalah presentasi ini,

namun penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan masih jauh dari kesempurnaan. Semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya pada penyusun.

Kebumen, 22 Januari 2021

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...............................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii

DAFTAR ISI............................................................................................................ iv

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Guillain-Barré Syndrome (GBS)...................................1

B. Etiologi Guillain-Barré Syndrome (GBS)...................................2

C. Patologi Guillain-Barré Syndrome (GBS)...................................2

D. Tanda dan gejala Guillain-Barré Syndrome (GBS).....................3

BAB II PROSES FISIOTERAPI

A. Asessment Fisioterapi..................................................................4

B. Rencana Intervensi.......................................................................7

C. Diagnosis Fisioterapi....................................................................9

D. Intervensi......................................................................................9

BAB III PENUTUP

A. Implikasi Klinis...........................................................................11

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................12

iv
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kasus Guillain-Barré Syndrome (GBS)

Guillain-Barré syndrome (GBS) adalah penyakit pada sistem saraf tepi yang

insidensinya langka. Berdasarkan ringkasan dari American Academy of Neurology (AAN)

guideline on Guillain-Barré syndrome, GBS terjadi pada 1 sampai 4 penderita per 100.000

populasi di seluruh dunia per tahunnya, menyebabkan 25% penderita gagal napas sehingga

membutuhkan ventilator, 4%-15% kematian, 20% kecacatan, dan kelemahan persisten

pada 67% penderita. GBS dapat diderita baik pria maupun wanita, berbagai usia, dan tidak

dipengaruhi oleh ras. Akan tetapi, kejadian GBS sebelumnya menunjukkan bahwa

penderita pria lebih banyak 1,5 kali dibanding wanita, lebih sering terjadi pada pria

berwarna kulit putih, dan angka insiden tertinggi pada usia sekitar 30-50 tahun (usia

produktif).

GBS terjadi karena adanya rangsang pada sistem imun, meskipun patogenesis yang

pasti masih belum diketahui. Faktor risiko Fadlan Fadilah Wahyu|Guillain-Barré

syndrome: Penyakit Langka Beronset Akut yang Mengancam Nyawa yang diduga

berkaitan dengan penyakit ini yaitu adanya riwayat infeksi bakteri atau virus. Infeksi

bakteri Campylobacter jejuni dilaporkan paling sering berasosiasi dengan GBS. Infeksi

yang disebabkan virus antara lain oleh Cytomegalovirus, virus Epstein-Barr, atau virus

influenza. 6,7 Selain faktor risiko infeksi, pemberian vaksin juga dilaporkan menjadi salah

satu faktor. 9 GBS memiliki merupakan penyakit autoikun dimana sistem imun dari

penderita menyerang sistem saraf perifer dan menyebabkan kerusakan pada sel

saraf.Gejala penyakit ini merupakan kelemahan dan kelumpuhan yang dapat berlangsung
1
selama beberapa minggu dan mencapai puncak gejala dalam 2-4 minggu. 10,11 Penyakit

ini mampu menyebabkan komplikasi yang fatal apabila sistem saraf otonom dan sistem

pernapasan terlibat. Masyarakat awam relatif memiliki pengetahuan yang minim terhadap

penyakit ini bahkan ada yang belum mengetahuinya. Onset penyakit yang akut dan

berprogresif menuntut penatalaksanaan yang cepat dan tepat. Oleh karena itu perlu

pemahaman tentang upaya untuk mendeteksi dini, pengobatan, serta upaya rehabilitasi

sehingga penatalaksanaan yang dilakukan menjadi optimal.

B. Etiologi Kasus

Guillain-Barré syndrome (GBS) adalah penyakit sistem saraf yang dimediasi oleh

respon imun, beronset akut atau subakut, dan biasanya ditandai dengan kelemahan

progresif dari ekstremitas, parestesia ekstremitas, dan arefleksia relatif atau komplit. 1 GBS

dikenal sebagai penyakit autoimun yang dipicu oleh infeksi bakteri atau infeksi virus

antesenden, yang paling sering yaitu infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi saluran

pencernaan. Campylobacter jejuni sebagai bakteri yang paling berasosiasi dengan GBS,

ditemukan pada 25 – 50% pasien dewasa dengan frekuensi tinggi di negara-negara Asia.

Penyebab pasti GBS hingga saat ini belum diketahui pasti, namun seringkali GBS

diawali dengan infeksi saluran pernafasan atau saluran pencernaan 2-4 minggu

sebelumnya. Infeksi oleh bakteri Campylobacter jejuni merupakan penyebab GBS paling

sering. GBS juga dapat muncul pada individu yang sebelumnya terkena flu atau infeksi

virus lain, seperti Cytomegalovirus dan Epstein Barr Virus. GBS dapat muncul beberapi

hari atau minggu setelah vaksinasi, namun hal ini jarang sekali terjadi.

C. Patologi Kasus

Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat

menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem
2
imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai

penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan organisme

pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan selubung myelin yang

mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri.

Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang

saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme

(misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem

saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing. Organisme tersebut

kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya limfosit dan makrofag, untuk

menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan

memproduksi antibodi melawan komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan

destruksi dari myelin

D. Tanda Dan Gejala Kasus

Gejala klinis dari GBS umumnya terjadi kelemahan bilateral yang progresif dan

didahului baal selama 2-3 minggu setelah mengalami demam. Baal dan kelemahan terjadi

dari ekstremitas bawah bagian distal kemudian menjalar ke bagian proksimal ke ekstremitas

atas. Arefleksia atau menurunnya refleks tendon di ekstremitas juga sering dijumpai. Selain

itu, gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS antara lain gangguan pada N.

Fasialis sisi bilateral, facial flushing, kesulitan memulai BAK, kelainan dalam berkeringat,

dan penglihatan kabur (blurred visions)

3
BAB II

PROSES FISIOTERAPI

A. Assesment Fisioterapi

1. Anamnesis Pada kasus ini

Anamnesis dilakukan secara langsung kepada pasien (auto anamnesis). Anamnesis

dikelompokkan menjadi :

a. Anamnesis umum Pada anamnesis umum didapatkan data berupa ; (1) Nama (2) Umur :

(3) Agama (4) Pekerjaan (5) Alamat (6) No.Catatan Medik

b. Anamnesis khusus Informasi yang diperoleh dari anamnesis khusus berupa :

1) Keluhan Utama

Keluhan utama pasien pada kasus ini adalah adanya odeam pada bagian yang

mengalami luka bakar, nyeri dan dalam beberapa kasus terjadi kontraktur.

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit sekarang yaitu gambaran singkat perjalanan pasien saat

mengalami kasus tersebut hingga treatment yang sudah di jalankan.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Gambaran singkat mengenai pasien apakah pernah mengalami kasus yang sama di

masa lampau atau adakah riwayat medis lain.

4) Riwayat penyakit penyerta.

Gambaran singkat mengenai riwayat penyakit penyerta pasien apakah pasien sedang

mengalami peyakit lainnya.

4
5) Riwayat Pribadi

Gambaran mengenai identitas pasien baik pekerjaan, aktifitas atau lingkungan

tempat tinggal.

6) Riwayat Keluarga

Gambaran mengenai keluarga apakah menderita penyakit yang sama

c. Anamnesis system

Dilakukan untuk mengetahui tentang ada tidaknya keluhan atau gangguan yang

berhubungan dengan system yang lain didalam tubuh.

1) Kepala dan leher Dalam anamnesis pasien apakah ada mengeluh pusing dan kaku leher.

2) Kardiovaskuler Dalam anamnesis pasien apakah ada keluhan nyeri dada dan jantung

berdebardebar.

3) Respirasi apakah ada keluhan sesak napas dan batuk.

4) Gastrointestinalis apakah ada keluhan mual, muntah, BAB lancar dan terkontrol.

5) Urogenetalis BAK apkah lancar atau terkontrol.

6) Muskuloskeletal apakah mengalami pengecilan, penurunan kekuatan otot penggerak

dan keterbatasan pada area yang terkena atau anggota gerak lainnya

7) Nervorum apakah ada keluhan kesemutan

2. Pemeriksaan Obyektif

Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi :

a. Vital sign terdiri dari ; (1) Tekanan darah, (2) Nadi,(3) Pernapasan, (3) Temperatur, (4)

Tinggi badan, (5) Berat badan.


5
b. Inspeksi Dari pemeriksaan inspeksi statis apakah ada atropi pada tungkai atau kontraktur,

Sedangkan inspeksi secara dinamis dapat diamati bahwa pada saat berjalan tidak

normal/pincang dan badan membungkuk.

c. Palpasi Palpasi pada kasus ini untuk menentukan apakah ada odeam, spasme, nyeri dan

suhu local pada sisi yang

d. Perkusi Pada kondisi ini perkusi tidak dilakukan.

e. Auskultasi Pada kasus ini auskultasi tidak dilakukan.

3. Pemeriksaan gerak Pemeriksaan gerak ini meliputi pemeriksaan gerak aktif dan pemeriksaan

gerak pasif.

a. Pemeriksaan gerak aktif Pada kasus ini pemeriksaan gerak aktif dilakukan mandiri oleh

pasien dengan posisi ternyaman pasien.

b. Pemeriksaan gerak pasif Pada kasus ini mengukur ROM pada anggota gerak atas maupun

bawah dengan endfeel

c. Pemeriksaan gerak isometrik melawan tahanan Pada kasus ini pasien di minta untuk

menggerakan anggota gerak dengan di beri tahanan pada bagian distal dengan tahanan

minimal maupun maksimal oleh trapis.

4. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal dan interpersonal Pemeriksaan kognitif apakah memori

pasien bagus, pasien mampu memahami dan mengikuti instruksi terapis dengan baik.

Pemeriksaan intrapersonal apakah mempunyai semangat untuk cepat sembuh. Pemeriksaan

interpersonal apakah pasien mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan terapis dan

lingkungan asrama.

5. Pemeriksaan fungsional dan lingkungan aktivitas Pemeriksaan fungsional dan aktivitas

meliputi :
6
a. Fungsional dasar Pada kasus ini apakah pasien mengalami kesulitan atau gangguan saat

melakukan aktifitas fungsional dasar seperti berdiri keduduk serta duduk keberdiri.

b. Aktivitas Fungsional : Pada kasus ini, apakah pasien mampu berjalan dan naik turun tangga

meski dengan atau tanpa bantuan.

6. Pemeriksaan spesifik Pemeriksaan fisik ini meliputi :

a. Pemeriksaan lingkup gerak sendi

b. Pemeriksaan panjang tungkai

c. Akivitas fungsional berupa Makan, Berpindah dari kursi roda ketempat tidur dan

sebaliknya/termasuk duduk ditempat tidur, Kebersihan diri (mencuci muka, menyisir,

mencukur dan menggosok gigi), Aktifitas ditoilet (menyemprot, mengelap), Mandi, Berjalan

ditempat datar (jika tidak mampu jalan melakukannya dengan kursi roda), Naik turun tangga ,

Berpakaian (termasuk mengenakan sepatu), Mengontrol BAB, Mengontrol BAK.

B. Diagnosis Fisioterapi

Diagnosis adalah penentuan suatu jenis penyakit berdasarkan tanda dan gejala

yangditemukan dalam proses pemeriksaan. Diagnosis merupakan kesimpulan dari

anamnesis,pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang lainnya.diagnosis fisioterapi

adalah hasil proses kajian klinis yang menghasilkan identifikasiadanya gangguan ataupun

potensi timbulnya gangguan, keterbatasan fungsi danketidakmampuan atau kecacatan.

Diagnosis ft dihasikan dari pemeriksaan dan evaluasiyang dapat menunjukkan adanya

disfungsi gerak dan dapat mencangkup.

1. Gangguan/kelemahan (impairment)

2. Limitasi fungsi (functional limitations)

3. Ketidakmampuan(disabilities )

7
4. Sindrom( syndromes ).

pada penegakan diagnosis, fisioterapis terkadang membutuhkan informasitambahan

(informasi yang diluar dari pengetahuan, pengalaman, dan kemampuanfisioterapis) yang

berupa kerjasama dengan profesi lain, misalnya dengan bagian radiologi. Adapun

tujuan dari penegakan diagnosis dalam proses ft ini adalah :

1. Untuk membantu menggambarkan kondisi atau jenis penyakit yang diderita

olehpasien.

2. Untuk menuntun menentukan prognosis

3. Sebagai acuan pemeriksa dalam menentukan intervensi yang baik, benar, dan

bermanfaat.

berikut adalah beberapa jenis diagnosis, yaitu :

1. Diagnosis topik : diagnosis ini mencakup topik apa yang mengalami

masalah.misalnya : muskulo, neuro, dll.

2. Diagnosis klinik : diagnosis ini mencakup gejala dan keluhan seperti apa

yangtimbul. Misalnya : nyeri, stiffness, iritasi, dll.

3. Diagnosis kerja : diagnosis ini mencakup kegiatan atau pekerjaan apa

yangmenyebabkan timbulnya masalah. Misalnya : kecelakaan lalu lintas,

olahraga,trauma, dll.

4. Diagnosis fungsi : diagnosis ini mencakup mengenai fungsi apa yang

terganggu.misalnya : gangguan fungsi gerak knee, gangguan adl, gangguan

koordinasi, dll.

pada umumnya, diagnosis ft hanya terkait pada diagnosis fungsi. Namun, agar terciptanya

kemandirian dan kemitraan profesi fisioterapi maka harus dilengkapi dengan diagnosis

topik, diagnosis klinik, dan diagnosis kerja. Diagnosis fungsi ft dapat saja berubah dalam
8
topik dan klinik yang sama karena adanya perubahan patofisiologi

C. Rencana Intervensi

Tujuan:

 Memperbaiki koordinasi dan keseimbangan.

 Mencegah kontraktur.

Prinsip terapi:

 Penguatan otot

 Koordinasi dan keseimbangan

 Menjaga stabilitas sendi.

Edukasi:

Mengajarkan keluarga pasien cara posisioning mencegah terjadinya decubitus.

D. Intervensi

Bulley (2003)12 Podiatron Podiatron adalah papan goyangan dengan nada variabel,

dengan panel kontrol dan pegangan tangan, yang dirancang untuk memobilisasi dan

memperkuat pergelangan kaki, lutut, pinggul, dan punggung. Itu digunakan selama 10 menit

pada pagi dan sore hari dengan kemiringan 5  (Tingkat 1). Tanjakan ini dibangun selama 30

detik pertama hingga kecepatan tertinggi, di mana podiatron melakukan latihan rotasi. 

Garssen (2004)2 Siklus ergometer Peserta melakukan tiga sesi pelatihan yang

diawasi / minggu selama 12 minggu, terdiri dari 5 menit pemanasan dengan intensitas 65%

dari HR maksimal mereka dan berlangsung selama 30 menit. Selama 12 minggu, intensitas

latihan ditingkatkan dari 70% menjadi 90% dari HR maksimal. Beban dinaikkan dari 0

menjadi 10 W atau 20 W, tergantung dari kemampuan fisik pasien. Semua sesi diakhiri

dengan pendinginan selama 5 hingga 10 menit. 

9
Fisher (2008)3 Sesi terapi fisik Sebuah program progresif menggunakan latihan

fungsional digunakan. Latihan berkembang dari ROM pasif melalui AROM yang

dihilangkan gravitasi dan AROM anti gravitasi menjadi latihan fungsional yang ditolak.

Latihan dilakukan untuk ekstremitas atas, ekstremitas bawah, dan trunk dan untuk 5-10

pengulangan. Latihan dihentikan sebelum pasien melaporkan kelelahan. Sesi biasanya

berlangsung 60 menit. 

Khan (2011)13 Program Rehabilitasi Peserta menerima program rehabilitasi rawat

jalan individu dengan intensitas lebih tinggi selama <12 minggu. Sesi berlangsung 1 jam

dan terjadi 3 / minggu. PT digunakan untuk penguatan, ketahanan, dangaya

berjalan pelatihan, dan OT digunakan untuk meningkatkan fungsi sehari-hari (mis., Tugas

rumah tangga dan komunitas). 

Karper (1991)9 Jalan kaki dan bersepeda Jalan kaki dilakukan selama 10 minggu,

diikuti dengan 15 minggu bersepeda. Jalan kaki dilakukan 3 / minggu selama 20-37 menit;

bersepeda dilakukan 3 / minggu selama 15-32 menit. Subjek dilarang bekerja diatas beban

kerja 45% dari perkiraan cadangan SDM maksimal. Berjalan dilakukan didalam

ruangan lorong; subjek berulang kali berjalan di sepanjang lorong (36 panjang ¼ 1,6 km).

Bersepeda  terdiri dari subjek yang mengendarai sepeda latihan, mengayuh dengan

kecepatan 60 putaran / menit tanpa hambatan. Subjek berkendara dengan interval rata-rata 5

menit, dengan 2 menit antar perjalanan.

10
BAB 3

PENUTUP

A. Implikasi Klinis

Program latihan meningkatkan hasil fisik seperti mobilitas fungsional, fungsi jantung

paru, kekuatan otot isokinetik, dan kecepatan kerja serta mengurangi kelelahan pada GBSP,

meskipun kualitas bukti yang rendah dari sebagian besar penelitian menurunkan validitas

eksternal mereka. Pelatihan bersepeda tampaknya merupakan jenis program yang paling

dijamin, meskipun latihan penguatan dan intervensi fisio terapi, termasuk aktivitas fisik,

juga dapat menargetkan hasil fisik. Frekuensi, intensitas, dan durasi latihan bervariasi antar

studi, tetapi pro gram cenderung bertahan sekitar 12 minggu dan termasuk 30-60 menit

intervensi olahraga tiga kali seminggu pada 70% -90% dari denyut jantung maksimal. Untuk

pemulihan yang optimal, proses rehabilitasi dua fase harus dilakukan — yang pertama di

tahap awal pemulihan untuk mengurangi beban kecacatan dan yang kedua di tahap

selanjutnya dari penyakit untuk mendukung rekondisi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Nicholas Simatos Arsenault, B., Pierre-Olivier Vincent, B., Yu Bai He Shen, B., Robin Bastien,

B., Aaron Sweeney, B., & Sylvia Zhu, B. (2016). Influence Of Exercise On Patients With

Guillain-Barre´ Syndrome: A Systematic Review. Physiotherapy Canada, 68(4);367–

376; Doi:10.3138/Ptc.2015-58.

Theresia. (2017). Laporan Kasus Penanganan Sindrom Guillain-Barre. Nursing Current Vol. 5

No. 2.

Wahyu, F. F. (2018). Guillain-Barré Syndrome: Penyakit Langka Beronset Akut. Medula|

Volume 8|Nomor 1.

Arssen Mp, Bussmann Jb, Schmitz Pi, Et Al. Physical Training And Fatigue, Fitness, And

Quality Of Life In Guillain-Barre´ Syndrome And Cidp. Neurology. 2004;63(12):2393–5.

Http://Dx.Doi.Org/10.1212/ 01.Wnl.0000148589.87107.9c. Medline:15623709

Pitetti Kh, Barrett Pj, Abbas D. Endurance Exercise Training In Guillain-Barre Syndrome. Arch

Phys Med Rehabil. 1993;74(7):761–5. Http://Dx.Doi.Org/10.1016/0003-9993(93)90039-

D. Medline:8328900

 Albiol-Pe´Rez S, Forcano-Garcı´A M, Mun˜oz-Toma´S Mt, Et Al. A Novel Virtual Motor

Rehabilitation System For Guillain-Barre´ Syndrome: Two Single Case Studies.

Methods Inf Med. 2015;54(2):127–34. Http:// Dx.Doi.Org/10.3414/Me14-02-0002.

Medline:25609504 

12

Anda mungkin juga menyukai