Disusun oleh :
Disusun Oleh :
Vidi Alfiansyah
20174011087
Disusun Oleh :
VIDI ALFIANSYAH
20174011087
Telah dipresentasikan
Desember 2017
Disahkan oleh:
Dokter
pembimbing,
2
DAFTAR ISI
4
SINDROM GUILLAIN BARRE
A. DEFINISI
Pada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry pertama kali
menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending paralysis diperkenalkan
oleh Westphal. Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB dengan kejadian infeksi
akut. Pada tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan
khas berupa peninggian protein cairan serebrospinal (CSS) tanpa disertai peninggian
jumlah sel. Keadaan ini disebut sebagai disosiasi sitoalbuminik. Nama SGB
dipopulerkan oleh Draganescu dan Claudian. Menurut Lambert dan Murder mengatakan
CSS, juga adanya kelainan pada pemeriksaan EMG dapat membantu menegakkan
akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch,
SGB merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi
secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnyanya adalah saraf
5
B. EPIDEMIOLOGI
penduduk. Perbedaan angka kejadian di negara maju dan berkembang tidak nampak.
Kasus ini cenderung lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Data RS Cipto
kasus GBS dalam satu tahun dengan berbagai varian jumlahnya per bulan. Pada Tahun
2012 berbagai kasus di RSCM mengalami kenaikan sekitar 10% (Anonim, 2012 ;
Mikail, 2012).
C. ETIOLOGI
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan penyakit yang
mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
1. Infeksi
2. Vaksinasi
3. Pembedahan
5. Penyakit sistemik
a. Keganasan
c. Tiroiditis
d. Penyakit Addison
SGB seringkali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insiden kasus
SGB yang berkaitan dengan infeksi sekitar antara 56%- 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu
sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran nafas atas atau infeksi
6
Tabel 1. Jenis-Jenis Infeksi yang Sering menjadi Penyebab SGB
Hepatitis
Coxsackie
Echo
jejuni Paratyphoid
Mycoplasma Brucellosis
pneumonia Chlamydia
Legionella
Listeria
D. PATOFISIOLOGI
penderita SGB. Namun secara mikroskopik tampak adanya infiltrasi sel mononuclear di
Meskipun penyakit ini sering didahului oleh bermacam-macam penyakit, namun patologi
yang ditemukan sama pada semua pasien GBS. Infiltrasi perivenula terdiri atas limfosit
berukuran kecil sampai sedang, makrofag dan sedikit sel PMN pada stadium awal
penyakit. Namun pada stadium lanjut ditemukan adanya sel plasma dan sedikit sel mast.
Limfosit yang berukuran kecil sampai sedang akan mudah untuk keluar dari vena masuk
ke dalam parenkim saraf. Limfosit yang berukuran besar akan mengalami transformasi
7
secara aktif melalui fagositosis oleh makrofag (Menkes dkk., 2000).
Daerah yang terinflamasi akan diinfiltrasi sel mononuclear kemudian akan terjadi
demielinisasi segmental. Pada mulanya yang terlihat hanya limfosit saja, tapi setelah 2-3
lamella myelin terpisah dan mencerna membran yang terpisah. Destruksi myelin
berlangsung progresif ke arah lokasi sentral nucleus sel schwann. Dengan mikroskop
cahaya dapat terlihat myelin yang terputus dan berbentuk ovoid juga makrofag yang
8
E. KLASIFIKASI
Yang merupakan jenis GBS yang paling banyak ditemukan, dan sering
Atau sindroma paralitik cina: menyerang nodus motorik ranvier dan sering terjadi
di cina dan meksiko. Hal ini disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang
Mirip dengan AMAN , juga menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga
Merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralysis
otot otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala yakni: oftalmoplegia,
ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibody Anti GQ1b pada 90% kasus.
5. Acute panautonomia
Merupakan varian GBS yang paling jarang: dihubungkan dengan angka kematian
9
F. MANIFESTASI KLINIS
Kelemahan dan mati rasa di kaki biasanya merupakan gejala pertama. Sensasi
ini dapat dengan cepat menyebar, akhirnya melumpuhkan seluruh tubuh. Otot-otot
wajah mungkin lumpuh juga, sehingga sulit untuk menelan normal. Pada kasus yang
lemak, terdiri dari lemak dan protein yang membentuk selubung pelindung di sekitar
beberapa jenis serat saraf) yang mirip dengan yang terlihat pada multiple sclerosis.
saraf pusat, sedangkan pada sindrom Guillain-Barre , itu adalah saraf perifer yang
terpengaruh. Kerusakan saraf ini dianggap sebagai hasil dari reaksi kekebalan yang
abnormal terhadap mielin sistem saraf perifer. Perbedaan lain adalah bahwa sindrom
Guillain-Barre tidak terulang kecuali dalam kasus yang jarang terjadi (Inawati,
2017).
10
Fase-fase serangan SGB Maria Belladonna
b. Fase laten
c. Fase progresif
- Dimulai dari onset (mulai terjadi kelumpuhan yang bertambah berat sampai
maksimal
polyradiculoneurophatty (CIDP)
d. Fase plateau
e. Fase penyembuhan
- Beberapa bulan.
G. KRITERIA DIAGNOSTIK
Kriteria diagnosis yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute
11
- Hiporefleksi
- Relative simetris
- Gejala saraf cranial + 50% terjadi parese N.VII dan sering bilateral. Saraf
otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot otot
pada LP serial
- Varian : tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala dan
12
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks refleks tendon dan
didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EMG
Gambaran poliradikuloneuropati
abnormal.
b. LCS
Disosiasi sitoalbumin
Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 gr/L , tanpa
I. DIAGNOSIS BANDING
1. Miastenia Gravis
Kelemahan otot terutama yang sering digunakan seperti otot bola mata, otot –
otot untuk menelan, berbicara. Tidak ada keluhan sensorik. Tes prostigmin
Kelemahan otot pada pagi hari sehabis bangun tidur. Tidak ada keluhan sensorik
yang diakibatkan oleh kadar kalium serum yang rendah. Dengan infuse KCl
13
J. PENATALAKSANAAN
pernapasan (ventilator).
- Monitoring tekanan darah dan denyut jantung. Menyediakan cukup gizi jika
dan fleksibilitas.
parah gejala. Pada kasus lebih parah GBS diperlakukan dengan immunotherapy ,
Perawatan diberikan di rumah sakit. Hal ini dimulai segera setelah pasien didiagnosa
dengan GBS yang semakin buruk. Intervensi dini dengan salah satu perawatan ini
pengobatan sama baik , dan tidak ada manfaat untuk menggabungkan perawatan ini.
Pemantauan yang hati-hati sangat penting selama tahap awal GBS karena masalah
pernapasan dan komplikasi yang mengancam jiwa lainnya dapat terjadi dalam waktu
14
Pasien mungkin perlu dirawat di rumah sakit jika:
- Ada kelumpuhan .
- Memiliki masalah tekanan darah atau tidak normal , sangat cepat, atau detak
K. KOMPLIKASI
- Sisa mati rasa atau sensasi lainnya. Kebanyakan penderita sindrom Guillain-
Barre sembuh sepenuhnya atau hanya kecil, kelemahan residu atau sensasi
serangan jantung
15
Tingkat keparahan, gejala awal sindrom Guillain-Barre secara signifikan
L. PROGNOSIS
sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa.95% terjadi
penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara
lain:
- Umur
16
MIASTENIA GRAVIS
A. DEFINISI
saraf (nervus) dan sistem otot (muskulus). Penyakit miastenis gravis ditandai dengan
kelemahan dan kelelahan pada beberapa atau seluruh otot, di mana kelemahan tersebut
adalah penyakit autoimun yang menyerang neuromuskular juction ditandai oleh suatu
kelemahan otot dan cepat lelah akibat adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin
B. EPIDEMIOLOGI
2004 diperkirakan mencapai 20 per 100.000 penduduk. Prevalensi pasti mungkin lebih
tinggi karena kebanyakan kasus Miastenia gravis tidak terdiagnosis. Insiden Miastenia
gravis mencapai 1 dari 7500 penduduk, menyerang semua kelompok umur. Penelitian
Miastenia gravis dan angka kematian yang meningkat di atas umur 50 tahun. Pada
umur 20-30 tahun Miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara itu
diatas 60 tahun lebih banyak pada pria (perbandingan ratio wanita dan pria adalah 3:2).
dan fungsi normal dari neuromuscular junction sangatlah penting. Potensial aksi di
neuron motorik merambat cepat dari badan sel di dalam SSP ke otot rangka di
sepanjang akson bermielin besar (serat eferen) neuron. Sewaktu mendekati otot, akson
17
junction, dengan satu dari banyak sel otot yang membentuk otot secara keseluruhan.
Sel otot, disebut juga serat otot, berbentuk silindris dan panjang. Terminal akson
membesar membentuk struktur mirip tombol, terminal button yang pas masuk ke
Pada neuromuscular junction, sel saraf dan sel otot sebenarnya tidak
berkontak satu sama lain. Celah antara kedua struktur ini terlalu besar untuk
sinaps saraf, terdapat suatu pembawa pesan kimiawi yang mengangkut sinyal antara
ujung saraf dan serat otot. Neurotransmitter ini disebut sebagai asetilkolin (ACh).
bentuk vesikel-vesikel. Jika terjadi potensial aksi, maka Ca+ Voltage Gated Channel
Calcium. Influx ini akan mengaktifkan vesikel-vesikel tersebut untuk bergerak ke tepi
membran. Vesikel ini akan mengalami docking pada tepi membran. Karena proses
docking ini, maka asetilkolin yang terkandung di dalam vesikel tersebut akan
dilepaskan ke dalam celah synaptic. ACh yang dilepaskan tadi, akan berikatan dengan
reseptor asetilkolin (AChR) yang terdapat pada membran post-synaptic. AChR ini
terdapat pada lekukan- lekukan pada membran post-synaptic. AChR terdiri dari 5
subunit protein, yaitu 2 alpha, dan masing-masing satu beta, gamma, dan delta.
Subunit-subunit ini tersusun membentuk lingkaran yang siap untuk mengikat ACh.
Ikatan antara ACh dan AChR akan mengakibatkan terbukanya gerbang Natrium pada
sel otot, yang segera setelahnya akan mengakibatkan influx Na+. Influx Na+ ini akan
ini mencapai nilai ambang tertentu (firing level), maka akan terjadi potensial aksi pada
18
sel otot tersebut. Potensial aksi ini akan dipropagasikan (dirambatkan) ke segala arah
sesuai dengan karakteristik sel eksitabel, dan akhirnya akan mengakibatkan kontraksi.
ACh yang masih tertempel pada AChR kemudian akan dihidrolisis oleh enzim
Asetilkolinesterase (AChE) yang terdapat dalam jumlah yang cukup banyak pada
celah synaptic. ACh akan dipecah menjadi Kolin dan Asam Laktat. Kolin kemudian
akan kembali masuk ke dalam membran pre-synaptic untuk membentuk ACh lagi.
Proses hidrolisis ini dilakukan untuk dapat mencegah terjadinya potensial aksi terus
19
D. PATOFISIOLOGI
dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju
membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada
jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan
oleh impuls tertentu, inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada pasien.
dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR dan
gravis tidak sepenuhnya diketahui, walaupun demikian diduga kelenjar timus turut
menunjukkan timus yang abnormal, 65% pasien menunjjukan hiperplasi timus yang
E. MANIFESTASI KLINIS
Kelemahan otot terjadi seiring dengan penggunaan otot secara berulang, dan semakin
berat dirasakan di akhir hari. Gejala ini akan menghilang atau membaik dengan
istirahat. Kelompok otot-otot yang melemah pada penyakit miastenis gravis memiliki
pola yang khas. Pada awal terjadinya Miastenia gravis, otot kelopak mata dan gerakan
bola mata terserang lebih dahulu. Akibat dari kelumpuhan otot-otot tersebur, muncul
gejala berupa penglihatan ganda (melihat benda menjadi ada dua atau disebut diplopia)
20
Gambar 2. Ptosis Pada Miastenia gravis Generalisata
menggeram saat berusaha tersenyum serta penampilan yang seperti tanpa ekspresi.
Penderita juga akan merasakan kelemahan dalam mengunyah dan menelan makanan
sehingga berisiko timbulnya regurgitasi dan aspirasi. Selain itu, terjadi gejala gangguan
dalam berbicara, yang disebabkan kelemahan dari langit-langit mulut dan lidah. Sebagian
besar penderita Miastenia gravis akan mengalami kelemahan otot di seluruh tubuh,
termasuk tangan dan kaki. Kelemahan pada anggota gerak ini akan dirasakan asimetris .
Bila seorang penderita Miastenia gravis hanya mengalami kelemahan di daerah mata
selama 3 tahun, maka kemungkinan kecil penyakit tersebut akan menyerang seluruh
tubuh. Penderita dengan hanya kelemahan di sekitar mata disebut Miastenia gravis okular.
Penyakit Miastenia gravis dapat menjadi berat dan membahayakan jiwa. Miastenia gravis
21
yang berat menyerang otot-otot pernafasan sehingga menimbuilkan gejala sesak nafas.
Bila sampai diperlukan bantuan alat pernafasan, maka penyakit Miastenia gravis tersebut
dikenal sebagai krisis Miastenia gravis atau krisis miastenik. Umumnya krisis miastenik
Pemulihan dalam beberapa menit atau kurang dari satu jam, dengan istirahat
Otot mata sering terkena pertama ( ptosis , diplopia ) , atau otot faring lainnya
Kelas II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya
Kelas Iia Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. juga
aksial lebih
22
ringan dibandingkan klas IIa.
Kelas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan
otot-
sedang.
keduanya
ringan.
keduanya
Kelas Iva Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau
derajat
ringan.
derajat ringan.
23
Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
Untuk menilai tingkat respon terhadap terapi dan prognosis, Osserman membuat
dan diplopia. Sangat ringan dan tidak ada kasus kematian (15-20 %)
lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar. Sistem pernafasan tidak
terkena, respon terhadap terapi obat baik angka kematian rendah (30 %)
rangka dan bulbar. Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktivitas
c. Kelompok III: Miastenia fulminan akut : progres yang cepat dengan kelemahan
otot-otot rangka dan bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot
kelompok ini, persentase thymoma paling tinggi. Respon terhadap obat bururk dan
progress gejala-gejala kelompok I atau II. Respon terhadap obat dan prognosis buruk.
(10 %)
24
F. KRITERIA DIAGNOSTIK
pemeriksaan fisik yang khas, tes antikolinesterase, EMG, serologi untuk antibodi AchR
1. Anamnesis
diplopi atau ptosis), dapat disertai kelumpuhan anggota badan (terutama triceps dan
dpat pula mengenai otot pernafasan yang menyebabkan penderita bisa sesak.
kedua bola mata > 30 detik, lama-kelamaan akan terjadi ptosis (tes
positif).
Tes pita suara : penderita disuruh menghitung 1-100, maka suara akan
kerja acetilkolin pada nerumuscular juction dalam beberapa menit. Untuk uji tensilon,
disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena selama 15 detik, bila dalam 30 detik tidak
terdapat reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8-9 mg tensilon secara intravena. Segera
setelah tensilon disuntikkan kita harus memperhatikan otot-otot yang lemah seperti
misalnya kelopak mata yang memperlihatkan adanya ptosis. Bila kelemahan itu benar
disebabkan oleh Miastenia gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak
mata yang lemah harus diperhatikan dengan sangat seksama, karena efektivitas tensilon
intramuskular (bila perlu, diberikan pula atropin 0,8 mg). Bila kelemahan itu benar
disebabkan oleh Miastenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismus
5. Laboratorium
Tes ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 85% pasien yang menderita
timoma dalam usia kurang dari 40 tahun.Sehingga merupakan salah satu tes yang penting
pada penderita Miastenia gravis. Pada pasien tanpa timoma anti-SM Antibodi dapat
menunjukkan hasil positif pada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun.
negatif (Miastenia gravis seronegatif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK
Ab.
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu Miastenia
gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 70%-95% dari penderita Miastenia gravis
generalisata dan 50% - 75 % dari penderita dengan Miastenia okular murni menunjukkan
hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada pasien timoma tanpa
6. Elektrodiagnostik
26
Single-fiber Electromyography (SFEMG)
SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular fiber berupa peningkatan
titer dan fiber density yang normal. Karena menggunakan jarum single-fiber, yang
memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita, sehingga SFEMG dapat
mendeteksi suatu titer (variabilitas pada interval interpotensial diantara 2 atau lebih serat
otot tunggal pada motor unit yang sama) dan suatu fiber density (jumlah potensial aksi dari
Pada penderita Miastenia gravis terdapat penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga
7. Gambaran Radiologi
Dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada roentgen thorak,
thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior mediastinum.
Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma ukuran
kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan untuk mengidentifikasi thymoma
pada semua kasus Miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia tua.
MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI
dapat digunakan apabila diagnosis Miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.
27
G. PENATALAKSANAAN
Acetilkolinesterase inhibitor
parenteral 3-6 mg/4-6 jam/ iv tiap hari akan membantu pasien untuk mengunyah, menelan,
dan beberapa aktivitas sehari-hari. Pada malam hari, dapat diberikan mestinon long-acting
180 mg. Apabila diperlukan, neostigmin bromida (prostigmine ): 7,5-45 mg/2-6 jam/oral.
Dosis parenteral : 0,5-1 mg/4 jam/iv atau im. Neostigmin dapat menginaktifkan atau
aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati normal, sedikitnya 80-90% dari kekuatan dan
daya tahan semula. Pemberian antikolinesterase akan sangat bermanfaat pada Miastenia
gravis golongan IIA dan IIB. Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh
berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronkial berlebihan. Efek samping gastro intestinal
(efek samping muskarinik) berupa kram atau diare dapat diatasi dengan pemberian
Kortikosteroid
Dapat diberikan prednison dimulai dengan dosis rawal 10-20 mg, dinaikkan
bertahap (5-10 mg/minggu) 1x sehari selang sehari, maksimal 120 mg/6 jam/oral,
kemudian diturunkan sampai dosis minimal efektif. Efek sampingnya dapat berupa:
peningkatan berat badan, hiperglikemia, osteopenia, ulkus gaster dan duodenum, katarak.
Azatioprin
baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa
gangguan saluran cerna,peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan
dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari/oral selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus
dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan
28
laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali. Pemberian prednisolon bersama- sama dengan
PE paling efektif digunakan pada situasi dimana terapi jangka pendek yang
asetilkolin secara efektif.Respon dari terapi ini adalah menurunnya titer antibodi. Dimana
pasien yang mendapat tindakan berupa hospitalisasi dan intubasi dalam waktu yang lama
serta trakeostomi, dapat diminimalisasikan karena efek dramatis dari PE.Terapi ini
digunakan pada pasien yang akan memasuki atau sedang mengalami masa krisis. PE dapat
memaksimalkan tenaga pasien yang akan menjalani timektomi atau pasien yang kesulitan
menjalani periode pasca operasi. Jumlah dan volume dari penggantian yang dibutuhkan
Dosis standar IVIG adalah 400 mg/kgbb/hari pada 5 hari pertama, dilanjutkan 1
Timektomi
prospektif yang terkontrol. Timektomi diindikasi pada terapi awal pasien dengan
H. DIAGNOSIS BANDING
antara lain :
Adanya ptosis atau strabismus dapat juga disebabkan oleh lesi nervus III pada beberapa
Apabila terdapat suatu diplopia yang transient maka kemungkinan adanya suatu sklerosis
multipleks.
Penyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya kelemahan dan kelelahan pada otot
anggota tubuh bagian proksimal dan disertai dengan kelemahan relatif pada otot-otot
ekstraokular dan bulbar. Pada LEMS, terjadi peningkatan tenaga pada detik-detik awal
suatu kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia, mulut kering, dan sering kali dihubungkan
dengan suatu karsinoma terutama oat cell carcinoma pada paru. EMG pada LEMS sangat
berbeda dengan EMG pada Miastenia gravis. Defek pada transmisi neuromuscular terjadi
pada frekuensi rendah (2Hz) tetapi akan terjadi hambatan stimulasi pada frekuensi yang
tinggi (40 Hz). Kelainan pada Miastenia gravis terjadi pada membran postsinaptik
sedangkan kelainan pada LEMS terjadi pada membran pre sinaptik, dimana pelepasan
asetilkolin tidak berjalan dengan normal, sehingga jumlah asetilkolin yang akhirnya
I. PROGNOSIS
Pada Miastenia gravis Ocular, dimana kelemahan pada mata menetap lebih dari 2
Penanganan dengan steroid dan imusupresi masi kontroversial. Pada Miastenia gravis
yang dianjurkan. Grob melaporkan angka kematian 7 %, membaik 50 % dan tidak ada
perubahan 30 %.
30
MYELITIS TRANSVERSALIS
A. DEFINISI
Myelitis transversalis adalah suatu proses inflamasi akut yang mengenai suatu
area fokal di medula spinalis dengan karakteristik klinis adanya perkembangan baik akut
atau sub akut dari tanda dan gejala disfungsi neurologis pada saraf motorik, sensorik dan
otonom dan traktus saraf di medula spinalis (Krishnan dan Kerr D, 2004).
Myelitis transversalis adalah suatu sindrom yang jarang dengan insiden antara
satu sampai delapan kasus baru setiap satu juta penduduk pertahun. Karakteristik myelitis
transversalis ditandai dengan adanya inflamasi di dalam medula spinalis dan mempunyai
manifestasi klinis berupa terjadinya disfungsi neural dari jaras-jaras motorik, sensoris dan
otonom sebagai akibat jaras tadi melewati daerah di batas rostral inflamasi. Sering
ditemukan keluhan adanya disfungsi sensoris dan bukti adanya inflamasi akut dibuktikan
Menurut perjalanan klinis antar awitan hingga munculnya gejala klinis mielitis
dibedakan atas:
1. Akut : Gejala berkembang dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam tempo
2. Sub Akut : Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu 2-6 minggu.
3. Kronik : Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 6 minggu.
distribusi proses radang tersebut. Bila mengenai substansia grisea disebut poliomielitis,
bila mengenai substansia alba disebut leukomielitis. Dan bila seluruh potongan melintang
31
medula spinalis terserang proses radang maka disebut mielitis transversa. Bila lesinya
multipleks dan tersebar sepanjang sumbu vertikel disebut mielitis diseminata atau difusa.
Sedang istilah meningomielitis menunjukkan adanya proses radang baik pada meningen
maupun medula spinalis, demikian pula dengan meningoradikulitis (meninges dan radiks).
Proses radang yang hanya terbatas pada durameter spinalis disebut pakimeningitis dan
bahan infeksi yang terkumpul dalam ruang epidural disebut abses epidural atau
granuloma.
sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu tingkat atau segmen dari medulla spinalis.
posisi dari peradangan sepanjang medulla spinalis. Serangan inflamasi pada medulla
spinalis dapat merusak atau menghancurkan mielin yang merupakan selubung serabut sel
saraf. Kerusakan ini menyebabkan jaringan parut pada sistem saraf yang menganggu
disebabkan oleh kehilangan selubung mielin pada medulla spinalis, disebut juga sebagai
demielinisasi. Demielinisai ini muncul secara idiopatik menyertai infeksi atau vaksinisasi,
atau disebabkan multipel sclerosis. Salah satu teori mayor tentang penyebabnya adalah
bahwa inflamasi immune-mediated adalah sebagai suatu hasil paparan terhadap antigen
virus. Kelainannya berupa inflamasi melibatkan medulla spinalis pada kedua sisinya. Pada
mielitis transversa akut, onset terjadi tiba – tiba dan progresif dalam beberapa jam dan atau
beberapa hari. Lesi dapat terjadi di setiap bagian dari medulla spinalis meskipun biasanya
32
B. EPIDEMIOLOGI
Mielitis transversa dapat diderita oleh orang dewasa dan anak – anak baik pada
semua jenis kelamin maupun ras. Usia puncak insidens mielitis transversa terjadi antara
umur 10-19 dan 30-39 tahun. Meskipun sedikit peneliti yang meneliti rata-rata insidensi
tersebut, diperkirakan sekitar 1400 kasus baru tiap tahun di diagnosa sebagai mielitis
C. ETIOLOGI
Para peneliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab mielitis transversa.
Infalamasi yang menyebabkan kerusakan yang luas pada serabut saraf dari medulla
spinalis dapat disebabkan oleh infeksi viral, reaksi autoimun yang abnormal atau
menurunnya aliran darah melalui pembuluh darah yang terletak pada medulla spinalis .
mielitis tranversa dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari syphilis, campak, penyakit
lyme, dan beberapa vaksinasi termasuk chichenpox dan rabies. Beberapa kasus yang
D. PATOFISIOLOGI
Mielitis transversa sering terjadi setelah infeksi virus. Agent infeksi perkirakan
2. Herpes Simplex,
33
Mielitis transversa juga dihubungkan dengan beberapa infeksi bakteri pada
kulit, infeksi telinga tengah (otitis media), dan Mycoplasma Pneumoniae (Pneumonia
Bakterial).
Pasca-kasus infeksi mekanisme sistem kekebalan tubuh yang aktif akibat virus
atau bakteri, tampaknya memainkan peran penting dalam menyebabkan kerusakan pada
saraf tulang belakang. Adanya rangsangan sistem kekebalan sebagai respon terhadap
tubuh dari organisme asing, keliru menyerang jaringan tubuh sendiri, menyebabkan
inflamasi dan, dalam beberapa kasus, menyebabkan kerusakan myelin dalam sumsum
tulang belakang. Beberapa kasus myelitis transversa akibat dari malformasi arteriovenosa
spinal (kelainan yang mengubah pola-pola normal aliran darah) atau penyakit pembuluh
oksigen dalam jaringan sumsum tulang belakang. Iskemia dapat terjadi di dalam sumsum
tulang belakang akibat penyumbatan pembuluh darah atau mempersempit, atau faktor-
faktor lain yang kurang umum. Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan
saraf tulang belakang dan membawa sisa metabolik. Ketika arterivenosus menjadi
menyempit atau diblokir, mereka tidak dapat memberikan jumlah yang cukup sarat
oksigen darah ke jaringan saraf tulang belakang. Ketika wilayah tertentu dari sumsum
tulang belakang menjadi kekurangan oksigen, atau iskemik, sel saraf memburuk relative
selama jam sampai beberapa hari) atau subakut (berkembang lebih dari 2 minggu hingga 6
minggu).
34
Gejala awal biasanya mencakup lokal nyeri punggung bawah, tiba-tiba
di kaki, hilangnya sensorik, dan paraparesis (kelumpuhan parsial kaki). Paraparesis sering
defekasi. Banyak pasien juga melaporkan mengalami kejang otot, perasaan umum tidak
nyaman, sakit kepala, demam, dan kehilangan nafsu makan. Tergantung pada segmen
tulang belakang yang terlibat, beberapa pasien mungkin juga akan mengalami masalah
pernapasan. Dari berbagai macam gejala, empat ciri-ciri klasik myelitis transversa yang
muncul:
(2) nyeri,
myelitis transversal mungkin menyadari bahwa kaki mereka tampak lebih berat dari
kelumpuhan penuh dari kaki, yang mengharuskan pasien untuk menggunakan kursi roda.
Nyeri adalah gejala utama dari myelitis transversa pada sepertiga sampai setengah dari
semua pasien. Rasa sakit dapat dilokalisasi di punggung bawah atau dapat terdiri dari
tajam, sensasi yang memancarkan bawah kaki atau lengan atau di sekitar dada.
seperti mati rasa, kesemutan, dingin, atau pembakaran untuk menggambarkan gejala
35
mereka. Sampai 80 persen dari mereka yang myelitis transversa memiliki kepekaan yang
meningkat, sehingga pakaian atau sentuhan ringan dengan jari signifikan menyebabkan
rasa tidak nyaman atau sakit (suatukeadaan yang disebut allodynia). Banyak juga
mengalami peningkatan sensitivitas terhadap perubahan suhu yang ekstrem atau panas
peningkatan frekuensi dorongan untuk buang air kecil atau buang air besar, inkontinensia,
kesulitan buang air kecil, dan sembelit. Selama perjalanan penyakit, sebagian besar orang
E. PATOLOGI
pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler dan pada medulla spinalis
tampak pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler (limfosit / leukosit) di
substansia grisea dan alba. Tampak pula kelainan degeneratif pada sel – sel ganglia, pada
akson – akson dan pada selubung mielin, disamping itu tampak adanya hiperplasia dari
mikroglia. Traktus – traktus panjang disebelah atas atau bawah daripada segemen yang
F. MANIFESTASI KLINIS
Mielitis tranversa dapat terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa jam sampai
beberapa hari), subakut (terjadi dalam satu atau dua minggu- 6 minggu) dan kronik
perasaan geli) di kaki, hilangnya sensorik dan paraparesis (kelemahan pada sebagian
kaki). Paraparesis sering menjadi paraplegia ( kelemahan pada kedua kaki dan pungung
bagian bawah). Gangguan fungsi kandung kemih dan buang air besar sering terjadi.
Beberapa penderita juga melaporkan mengalami spasme otot, gelisah, sakit kepala,
demam, dan hilangnya selera. Tergantung pada segmen medulla spinalis yang terlibat,
beberapa penderita mengalami masalah dengan sistem respiratori. Dari beberapa gejala,
nyeri
dan lengan. Pada awalnya penderita dengan mielitis tranversa terlihat bahwa mereka terasa
berat atau menyerat salah satu kakinya atau lengan mereka terasa lebih berat dari normal.
Pergerakan tangan dan kaki misalnya kekuatan dapat mengalami penurunan. Beberapa
minggu penyakit tersebut secara progresif berkembang menjadi kelemahan kaki secara
menyeluruh.
Nyeri adalah gejala utama pada kira- kira sepertiga hingga setengah dari semua
penderita mielitis transvera. Nyeri terlokalisir di pinggang atau perasaan yang menetap
seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki, lengan atau badan .
kepakaan yang tinggi terhadap sentuhan misalnya pada saat perpakaian atau sentuhan
37
ringan dengan jari menyebabkan ketidak nyamanan atau nyeri (disebut allodinia).
Beberapa penderita juga mengalami pekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur
medulla spinalis ( baik karena neoplasme medulla spinalis instrinsik maupun ekstrinsik,
ruptur diskus intervertebralis akut ), infeksi epidural dan polineuritis pasca infeki akut (
penyakit dan pemeriksaan fisik dan neurologi. Karena sering sulit untuk membedakan
antara penderita idiopatik dengan penderita yang mempunyai suatu penyakit, pemeriksa
pertama sekali harus menyingkirkan penyebab tersebut. Bila dicurigai trauma medulla
spinalis, harus dicari untuk menyingkirkan lesi (daerah yang mengalami kerusakan atau
kelainan fungsional) yang menyebabkan penekanan medulla spinalis . lesi – lesi yang
stenosis (penyempitan saluran yang menahan medulla spinalis) atau abses. Untuk
menyingkirkan lesi dan memeriksa inflamasi medulla spnalis. Penderita sering di MRI,
suatu prosedur untuk melihat gambaran otak dan medulla spinalis. Pemeriksa juga
spinalis.
38
Gambar 1. Gambaran MRI pada kasus ATM (5)
keluhan paraperesis yang terjadi progresif lambat dan tidak bersamaan antara kiri dan
kanan, dimana pada pasien ini paresis dimulai pada kaki kanan menjalar ke kaki kiri,
tetapi hal ini dapat disingkirkan dengan pemeriksaan MRI, dimana hasilnya tidak
didapatkan SOL karena tumor medula spinalis. Guillain Barre Syndrome juga dibuat
sebagai diagnosis banding karena sifat paraparesis pada pasien ini bersifat assenden
dimulai dari kaki kemudian naik ke betis lutut lalu sampai setinggi dada, tetapi hal ini
disingkirkan karena OS sebelumnya tidak menderita ISPA, dan hasil MRI menyingkirkan
39
hal tersebut (seharusnya pada GBS gambaran MRI normal). Spondilitis TB dibuat sebagai
diagnosis banding karena paraparesis tipe UMN terutama di daerah torakal juga dapat
disebabkan oleh spondilitis TB tetapi hal ini disingkirkan dari pemeriksaan tidak
dijumpainya gibus atau secara radiologis tidak adanya gambaran vertebra seperti baji, dan
Pungsi lumbal dapat dilakukan pada mielitis transversa biasanya tidak didapati
blokade aliran likuor, pleoitosis moderat ( antara 20 – 200 sel/mm3 ) terutama jenis
limposit, protein sedikit meninggi ( 50 – 120 mg / 100ml) dan kadar glukosa norma.
Berbeda dengan sindroma gullain barre dimana djumpai peningkatan kadar protein tanpa
diertai pleositosis. Pada sindroma gullain barre, jenis kelumpuhan flakid serta pola
gangguan sensibilitasnya di sampaing mengenai kedua tungkai juga terdapat pada kedua
lengan ( glove and stocking ). Lesi kompresi medulla spinalis dapat dibedakan dari
mielitis karena perjalanan penyakitnya tidak akutsering didahului dengan nyeri segmental
sebelum timbulnya lesi parenkim medulla spinalis. Selain itu pada pungsi lumbal djumpai
blokase aliran likuor dengan kadar protein yang meningkat tanpa disertai adanya sel.
Pemerikaan foto polos vertebra antero – posterior dan lateral,mielografi dan sken
tomografi akan lebih memastikan ada tidaknya lesi kompresi medulla spinalis tersebut.
lupus erithematosus sistemik, HIV, dan defisiensi vitamin B12 .pada penderita mielitis
transversa, cairan cerebrospinal dalam medulla spinalis dan otak mengandung protein
lebih tinggi dan peningkatan leukosit yang mengindikasikan adanya infeksi.bila tidak ada
penyebab yang jelas dari test tersebut, penderita dianggap menderita mielitis transversa
40
H. PENATALAKSANAAN
disebabkan oleh trauma medulla spinalis. Pengobatan awal pada penderita mielitis
tranversa dengan pemberian steroid dosis tinggi secara intravena atau oral. Pada beberapa
diberikan. Pada beberapa penderita dengan mielitis transversa sedang dan berat diberikan
steroid selama 5 sampai 7 hari. suatu prosedur yang disebut plasma exchange dapat
digunakan. Prosedur ini melibatkan memindahkan darah dari pasien, dan pemisahan ke
dalam sel darah dan plasma ( cairan). Sel darah kemudian bercampur menjadi suatu
pengganti cairan plasma buatan dan kembali ke pasien itu. karena sel –sel immun didalam
plasma,ini secara efektif dapat merusakkan sel imun pada tubuh, yang dapat
datang dengan gejala awitannya sedang berlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau
bila terjadi progresivitas defisit neurologik. Glukokortikoid dapat diberikan dalam bentuk
prednisolon oral 1 mg / kg berat badan / hari sebagai dosis tunggal selama 2 minggu lalu
secara bertahap dan dihentikan setelah 7 hari. Bila tidak dapat diberikan peroral dapat pula
diberikan metilprednisolon secara intravena dengan dosis 0,8 mg / kg/hari dalam waktu 30
menit. Selain itu ACTH dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis 40 unit dua
kali perhari ( selama 7 hari ), lalu 20 unit dua kali sehari ( selama 4 hari ) dan 20 unit dua
kali perhari ( selama 3 hari ) . untuk mencegah efek samping kortikosteroid, penderita
diberi diet rendah garam dan simetidin 300 mg 4 kali/hari atau ranitidin 150 mg 2 kali /
41
I. PROGRAM REHABILITASI
Setelah itu, sebaiknya upaya pengobatan lebih efektif diarahkan ke rehabilitasi dan
rehabilitasi harus dimulai sedini mungkin untuk mengurangi kontraktur dan mencegah
tromboemboli.
Nyeri atau dysesthesias ( perasaan gelisah, seperti terbakar, tertuk peniti atau
jarum, atau perasaan tersengat listrik) diobati dengan obat –obatan seperti gabapentin,
carbamazepine, nortriptyline, atau tramadol. Pengobatan yang lain nyeri dan dysesthesias
penggunaan dari suatu alat yang merangsang area nyeri dengan suatu loncatan listrik yang
Pemasangan kateter diperlukan karena adanya retensi urin dan untuk mencegah
terjadinya infeki raktus urinarius dilakukan irigasi dengan antieptik dan pemberian
dan dan retensi urin sering merupakan masalah pada penderita dengan mielitis transversa.
masalah kandung kemih pada penderita mielitis transversa. Pada saat terdapat retensi urin,
Pencegahan dekubitus dilakukan dengan alih baring tiap 2 jam. Jika sudah
terjadi ulkus dekubitus maka lakukan perawatan luka dengan prinsip aseptik, pemberian
obat luar seperti burnazin, cuttisoft dapat Bila terjadi hiperhidrosis dapat diberikan
nutrisi juga harus diperhatikan, 125 gra protein, vitamin dosis tinggi dan cairan sebanyak 3
42
liter perhari dibutuhkan. Setelah masa akut berlalu maka tonus otot mulai meninggi
sehingga sering timbul spasme kedua tungkai, hal ini dapat diatasi dengan pemberian
J. PROGNOSIS
dari onset gejala dan mungkin berlangsung sampai 2 tahun. Bagaimanapun bila tidak ada
perbaikan dalam 3 – 6 bulan pertama, maka tidak dijumpai penyembuhan yang signifikan.
Sekitar sepertiga dari orang – orang yang terinfeksi mielitis transversa akan mengalami
penyembuhan yang sempurna dari gejala klinisnya, mereka kembali dapat berjalan normal
dan gejala yang minimal pada kandung kemih,buang air besar dan parastesia. Sertiga
lainnya mengalami perbaikan dan meninggalkan defisit neurologis seperti gaya berjalan
yang spastik, disfungsi sensorik dan sering kencing atau inkontinensia urin. Sepertiga
lainnya tetap tidak mengalami perbaikan sama sekali, mereka tetap dikursi roda atau
berbaring ditempat tidur dengan tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka. Meskipun sulit membuat prediksi pada setiap kasus, para peneliti
menyatakan bahwa onset gejala yang cepat secara umum menghasilkan perbaikan yang
jelek .
jarang, kasus rekuren atau relaps mileitis transvera dapat terjadi . beberapa pasien sembuh
secara sempurna kemudian mengalami relaps kembali. Pada kasus relaps . dokter akan
43
DAFTAR PUSTAKA
2. Parry G.J. 1993. Guillain-Barre Syndrome . New York : Theime Medical Publisher
EGC, 2001.
5. Mardjono M, Sidharta P, Neurologi Klinis Dasar, Edisi VIII, Jakarta : Dian Rakyat,
2000.
6. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. In: Taut Neuromuskular. 6 th ed.
7. Setiyohadi B. Miologi. In: Sudoyo AW, Setiyohadi, Bambang, Alwi, idrus, Simadibrata
K.,Marcellus, Setiati, Siti, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
InternaPublishing; 2009.
9. Ropper AH, Brown, Robert H. ,. Adam And Victor's Principles of Neurology. In:
Inc. 2010.
11. Krishnan C, Kaplin AI, Deshpande DM, Pardo CA, Kerr DA. Transverse myelitis:
13. Luhu A. Tapiheru, Puji Pinta O. Sinurat, Kiking Ritarwan. Departemen Neurologi
15. National Institut of neurological disorder and stroke, myelitis trasversa dalam
www.ninds.nih.gov/disorder/trasversemyeilitis
16. Price, Syilvia A dan Lorranie M. Wilson. 2006. Patofisiologi Edisi 6. EGC. Jakarta.
45