Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS

Acute Kidney Injury (AKI)

Disusun Oleh:
Vidi Alfiansyah
20130310104
20174011087

Pembimbing:
dr. Widodo Raharjo, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RSUD KOTA SALATIGA

1
2017

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul

Acute Kidney Injury (AKI)

Disusun oleh:
Nama: Vidi Alfiansyah
NIM: 20130310104
NIPP: 20174011087

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
Sabtu, 19 November 2017

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Widodo Raharjo, Sp.PD

2
3
BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : Ny. St

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 55 tahun

Berat Badan : 47 kg

Alamat : Guan Klampok 4/4 Gowo, Kemesu, Boyolali

Status : Menikah

Masuk RS : 1 November 2017

II. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama

Penurunan kesadaran.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh BAB cair 5 hari SMRS. Kemudian dirawat di salah satu
rumah sakit di Boyolali. Lalu dirujuk ke RSUD Salatiga. Dari auto dan allo
anamnesis pasien didapati mengeluh mual, muntah dan BAB cair SMRS. Muntah
2 kali sehari. Muntah berisi makanan yang dimakan sebelumnya. Frekuensi BAB
cair tidak diketahui dan warna normal tidak terdapat lendir maupun darah. BAK
tidak ada keluhan. Pasien mengaku tidak rutin mengkonsumsi obat-obatan
apapun.

4
c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi disangkal, riwayat Diabetes Mellitus disangkal, sakit


jantung, asma dan alergi obat disangkal. Riwayat keluhan serupa juga disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai keluhan serupa, riwayat


hipertensi, Diabetes Mellitus disangkal, sakit jantung, asma dan alergi obat dari
keluarga disangkal. Riwayat keluhan serupa juga disangkal.

e. Riwayat Personal Sosial

Ny. St sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien juga mengaku
tidak pernah merokok, minum alkohol, minum bersoda. Pasien juga tidak ada obat
yang dikonsumsi secara rutin. Tidak pernah mengkonsumsi obat warung. Selalu
cukup minum setiap harinya. Pasien tinggal bersama suami, anak dan cucunya.

III. PEMERIKSAAN FISIK

 Kesan Umum : Lemah


 Kesadaran : Somnolen, GCS E2V2M4
 Vital Sign
Tekanan Darah : 112/80 mmHg
Nadi : 81x/menit
Frekuensi Napas : 20x/menit
Suhu : 36oC
 Head to toe
a. Kepala dan Leher
 Inspeksi: Conjungtiva anemis: (-/-), Sklera Ikterik: (-/-)
 Palpasi: Pembesaran Limfonodi: (-), JVP: tidak ditemukan

peningkatan JVP

b. Thorax (Pulmo)
 Inspeksi: Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan

kelainan bentuk.
 Palpasi: Tidak ada ketinggalan gerak, vocal fremitus tidak

ada peningkatan maupun penurunan.


 Perkusi: Sonor

5
 Auskultasi: Suara dasar vesikuler : +/+ (positif di lapang

paru kanan dan kiri), suara ronkhi : -/- (tidak terdengar di lapang

paru kanan dan kiri), suara wheezing : -/- (tidak terdengar di

kedua lapang paru)


c. Thorax (Cor)
 Inspeksi: Pulsasi tidak terlihat
 Palpasi: Ictus cordis teraba di SIC V midclavicularis

sinistras
 Perkusi: Cardiomegali (-)
 Auskultasi: Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak

ditemukan bising atau suara tambahan jantung


d. Abdomen
 Inspeksi: Tidak ada jejas dan kelainan bentuk abdomen
 Auskultasi: Peristaltik usus (+)
 Palpasi: Abdomen terasa supel, nyeri tekan (-), hepar tidak

teraba
 Perkusi: Timpani, lien tidak membesar
e. Extremitas
 Inspeksi: Edema (-)
 Palpasi: Pitting edema (-), akral hangat

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium
 ICU
- Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 2 November 2017

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Lekosit 9.16 4.5-11
Eritrosit 5.29 3.8-5.8
Hemoglobin 15.5 11.5-16.5
Hematokrit 44.0 37.00-47.00
MCV 83.1 85-100
MCH 29.3 28-31
MCHC 35.3 30-35
Trombosit 151 150-450
HITUNG JENIS
Eosinofil% 0.6 1-6
Basofil% 0.3 0.0-1.0
Limfosit% 11.5 20-45
Monosit% 2.1 2-8
Neutrofil% 85.5 40-75

6
KIMIA
Glukosa Darah Sewaktu 97 <140
Ureum 194 10-50
Creatinin 10.6 0.6-1.1
Albumin 2.9 3.5-4.2
SGOT 175 <31
SGPT 39 <32
ELEKTROLIT
Natrium 123 135-155
Kalium 2.4 3.6-5.5
Chlorida 92 95-108
Kalsium 6.4 8.4-10.5
Magnesium 1.3 1.70-2.5
IMUNO/SEROLOGI
HBs Ag (Rapid) Negative Negative

 HCU
- Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 5 November 2017

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


ELEKTROLIT
Natrium 142 135-155
Kalium 3.1 3.6-5.5
Chlorida 111 95-108
Kalsium 8.2 8.4-10.5
Magnesium 1.9 1.70-2.5

- Hasil pemeriksan laboratorium pada tanggal 6 November 2017

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


KIMIA
Glukosa Darah Sewaktu 166 <140
Ureum 117 10-50
Creatinin 2.6 0.6-1.1
Albumin 2.9 3.5-4.2

7
- Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 7 November 2017

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


KIMIA
Albumin 3,7 3.5-4.2

 BANGSAL
- Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 8 November 2017

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Lekosit 10.45 4.5-11
Eritrosit 3.78 3.8-5.8
Hemoglobin 11.5 11.5-16.5
Hematokrit 33.2 37.00-47.00
MCV 87.8 85-100
MCH 30.4 28-31
MCHC 34.7 30-35
Trombosit 275 150-450
HITUNG JENIS
Eosinofil% 0.9 1-6
Basofil% 0.4 0.0-1.0
Limfosit% 16.1 20-45
Monosit% 3.1 2-8
Neutrofil% 79.5 40-75
KIMIA
Glukosa Darah Sewaktu 111 <140
Ureum 73 10-50
Creatinin 1.4 0.6-1.1

8
V. DIAGNOSA KERJA
- Acute Kidney Injury
- Imbalance Elektrolit

VI. PENATALAKSANAAN
 IGD
1. O2 3L/menit
2. Infus Asering 30 tpm
3. Injeksi EAS Pfrimmer1/2 unit
4. Injeksi Ceftriaxone 2x1 amp
5. PO Sucralfat 3x1
6. PO Prorenal 3x1

 ICU
1. Infus Asering 30 tpm
2. NaCl Caps 3x500
3. Injeksi Ceftriaxone 2x1 amp
4. Prorenal 3x1

9
5. KSR 2x1
6. CaCO3 3x1
7. Sucralfat 3x1

 HCU
1. Infus Asering 40 tpm
2. Infus NaCl 20 tpm
3. Injeksi Ondancetron 3x1 amp
4. Injeksi Omeprazole 1x40
5. Injeksi Ceftriaxone 2x1 amp
6. KCL
7. Calcium Glucosa 1x1
8. Prorenal 3x1
9. Sucralfat 3x1

 BANGSAL
a. Infus Asering 20 tpm
b. Infus NaCl
c. Injeksi Ondancetron 3x1 amp
d. Injeksi Ceftriaxon 2x1 amp
e. Injeksi Omeprazole 1x40
f. Sucralfat 3x1
g. Prorenal 3x1
h. KSR 2x1
i. CaCO3 3x1
j. Dexametasone 4x1
k. Heparin 1x1

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

AKI disebut juga Gagal Ginjal Akut atau Acute Tubular Necrosis, namun
beberapa tahun kemudian Komite Ginjal Internasional melakukan perubahan
terhadap definisi AKI berdasarkan RIFLE criteria, dimana istilah tersebut sudah
mencakup semua sindroma akut pada ginjal yang mengalami gangguan untuk
menentukan Renal Replacement Therapy (RRT).

Menurut Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO) 2012,


didefinisikan sebagai:

 Kenaikan kreatinin serum (SCr) ≥0,3 mg/dl dalam 48 jam, atau


 Kenaikan kreatinin serum ≥ 1,5 kali nilai dasar dan
diketahui/dianggap terjadi dalam 7 hari, atau

11
 Turunnya produksi urin <0,5 cc/kgBB/jam selama lebih dari 6 jam.

Pada tahun 2004, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) mempublikasikan


RIFLE Criteria dengan kriteria sebagai berikut:

Dalam hal ini AKI bersifat umum namun berbahaya, tetapi masih dapat
diobati. Bahkan gangguan akut yang minor dalam fungsi ginjal memiliki
prognosis buruk. Oleh karena itu deteksi dini dan pengobatan AKI dapat
meningkatkan hasil yang cukup efektif dalam menentukan Renal Replacement
Therapy (RRT).

Penggunaan definisi AKI berdasarkan serum kreatinin (SCr) dan urine output
(RIFLE dan AKIN) telah diusulkan dan divalidasi terutama untuk kebutuhan
dalam pelatihan, penelitian, dan kesehatan masyarakat.

12
B. Etiologi
1. Faktor Prarenal (55%)

Semua faktor yang menyebabkan peredaran darah ke ginjal berkurang yang


menyebabkan terdapatnya hipovolemia, misalnya:

a. Perdarahan karena trauma operasi

b. Dehidrasi atau berkurangnya volume cairan ekstraselluler (dehidrasi pada


diare, muntah – muntah, kurang asupan cairan)

c. Berkumpulnya cairan insterstitial di suatu daerah luka

Bila faktor prarenal dapat diatasi, faal ginjal akan menjadi normal kembali,
tetapi jika hipovolemia berlangsung lama, maka akan terjadi kerusakan pada
parenkim ginjal.

2. Faktor Renal/Intrinsik (40%)

Faktor ini merupakan penyebab terjadinya gagal ginjal akut terbanyak.


Kerusakan yang timbul di glomerulus atau tubulus menyebabkan faal ginjal
langsung terganggu. Prosesnya dapat berlangsung secara cepat atau mendadak,
atau dapat juga berlangsung perlahan-lahan dan akhirnya mencapai stadium
uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari hipoperfusi
prarenal dan iskemia yang kemudian menyebabkan nekrosis jaringan ginjal.

3. Faktor Pascarenal (obstruksi) (5%)

Semua faktor pascarenal yang menyebabkan obstruksi pada saluran kemih


seperti kelainan bawaan, tumor, nefrolitiasis, dan keracunan jengkol harus
bersifat bilateral.

Sistem klasifikasi yang telah ditetapkan menyederhanakan tumpang tindih


mekanisme yang patologis yang mendasari terjadinya AKI. Hipoperfusi jaringan
parenkim pada ginjal akibat hipovolemia atau hipotensi awalnya menyebabkan
peningkatan scara reversibel pada SCr. Oleh karena disfungsi sel secara terus
menerus, sel tubulus ginjal mengalami cedera iskemik yang dapat bertahan setelah
koreksi awal hipoperfusi.

13
Pada pasien Intensive Care Unit (ICU) dengan AKI dan rasio Blood Ureum
Nitrogen (BUN) : Cr lebih besar dari 20:1 mengalami peningkatan mortalitas
lebih signifikan.

C. Patofisiologi

Patogenesis AKI bersifat kompleks. Yang mendasari terjadinya AKI adalah


iskemia dan toksin yang merupakan faktor utama memicu terjadinya cedera,
meskipun kejadian awal mungkin berbeda, cedera yang timbul berikutnya akan
melibatkan jalur yang sama. Sebagai contoh, AKI yang berhubungan dengan
iskemia disebabkan penurunan aliran darah ginjal di bawah batas autoregulasi
aliran darah. Berbagai tanggapan molekul yang "maladaptif" dan stereotip
kemudian terjadi, respon ini menyebabkan cedera sel endotel dan epitel setelah
onset reperfusi.

Faktor seperti vasokonstriksi, leukostasis, hambatan vaskular, apoptosis,


kelainan pada modulator imun dan faktor pertumbuhan merupakan bentuk dasar
dari intervensi terapeutik rasional pada AKI. Namun, banyak dari terapi yang
ditargetkan telah gagal, tidak dapat disimpulkan, atau belum dilakukan.

Mengingat beberapa jalur tumpang tindih pada AKI, terapi mungkin perlu
ditargetkan pada mekanisme terjadinya AKI yang secara bersamaan dilakukan
untuk mencapai keberhasilan.

D. Manifestasi Klinik

 Oliguria, hematuria menandakan glomerulonefritis,

 Peningkatan BUN dan kreatinin,

 Anemia,

 Hiperkalemia,

 Asidosis metabolic,

14
 Edema,

 Anoreksia, nause, vomittus,

 Turgor kulit ↓, gatal - gatal pada kulit.

E. Pendekatan Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis AKI, dapat dilakukan beberapa hal, yaitu:

1. Anamnesis

Dalam hal ini yang perlu diketahui dan ditanyakan kepada pasien adalah
tanda vital (pengukuran tekanan darah), BB, data mengenai intake dan output
pasien, pemeriksaan lab masa lampau dan sekarang, keseimbangan cairan, dan
obat - obatan (NSAID, diuretik, agen radiokontras, serta antibiotik).

Pada penelitian Akcay et.al., (2010) dikatakan bahwa evaluasi selanjutnya,


dapat dilakukan pada prerenal, postrenal, dan intrarenal azotemia, karena ini
merupakan pendekatan yang paling penting dalam mendiagnosis penyebab
terjadinya AKI.

 Prerenal Azotemia

Terdapat 4 kriteria untuk mendiagnosis azotemia; Pertama, peningkatan


secara akut BUN dan SCr. Kedua, penyebab hipoperfusi ginjal. Ketiga, sedimen
urin (tidak ada cell cast) atau fractional excretion of sodium (FENa) kurang dari
1%. Keempat, setelah koreksi hipoperfusi, fungsi ginjal kembali normal dalam
waktu 24 – 48 jam.

 Postrenal Azotemia

Obstruksi pada kedua ureter, bladder/urethra, atau obstruksi pada salah satu
ginjal dapat menyebabkan postrenal azotemia.

 Intrarenal Azotemia

15
Intrarenal Azotemia dapat ditegakkan setelah kriteria ekslusi pada prerenal
dan postrenal azotemia dilakukan.

2. Urinalisis

Pemeriksaan sedimen urin merupakan tindakan yang krusial dalam


mendiagnosis AKI, seperti sel epitel tubular ginjal, debris selluler, “muddy brown”
cellular cast mendukung diagnosis AKI. Selain itu protein urin dalam jumah besar
(> 3.0 g/ 24 jam) dan cast sel darah merah merupakan indikasi sekunder AKI
terhadap acute glomerulonephritis atau vasculitis.

3. Nephrotoxins

Nephrotoxin merupakan penyebab penting AKI, seperti antibiotik


aminoglikosida, agen radiokontras, NSAID, cisplatin, dan amphotericin B. Pada
suatu penelitian dikatakan bahwa AKI timbul pada 80% pasien yang
menggunakan amphotericin B dengan dosis kumulatif 3 – 4 g.

4. Laboratorium
Darah perifer lengkap, kreatinin serum, elektrolit (Na +, K+, fosfat, Ca2+), asam
urat, dan kreatinin kinase. Dari hasil serum kreatinin, dapat dihitung LFG dengan
beberapa rumus, antara lain:

- Rumus Cockroft-Gault

LFG (ml/mnt)* = (140 - usia) × berat badan [Kg]


Serum kreatinin [mg/dl] x 72

*Hasilnya dikali 0,85 jika pasien berjenis kelamin perempuan

F. Penatalaksanaan

Pasien yang mengalami AKI memiliki perhatian khusus terhadap status


hemodinamik. Pertama, karena hipotensi menyebabkan penurunan perfusi ginjal
dan jika parah atau berkelanjutan, dapat mengakibatkan cedera ginjal. Kedua,
cedera ginjal mengalami kehilangan autoregulasi dari aliran darah, suatu
mekanisme yang mempertahankan aliran yang relatif konstan meskipun terjadi
perubahan tekanan darah di atas titik tertentu (Sekitar 65 mmHg).

16
Tata laksana gangguan ginjal akut terbagi dalam tata laksana spesifik dan tata
laksana suportif.

a. Tata Laksana Spesifik


1. Prerenal
Apabila penyebab hipovolemia diperlukan penggantian cairan.
 Perdarahan: transfusi packed red cell (PRC)
 Perdarahan ringan – sedang atau hilangnya cairan plasma: infus
NaCl 0,9%
 Hilangnya cairan saluran kemih dan gastrointestinal: infus NaCl
0,45% atau NaCl 0,9%

2. Renal
 Glomerulonefritis atau vaskulitis: kortikosteroid atau
plasmaferesis bergantung kepada patologi utama ginjal
 Hipertensi Maligna: kontrol tekanan darah secara agresif.

3. Postrenal
Tata laksana spesifik dengan penyebab postrenal memerlukan kerjasama
nefrolog urolog, serat radiolog.
 Obstruksi uretra dan leher kandung kemih: pemasangan kateter
 Pemasangan stent pada kasus obstruksi ureter

b. Tata Laksana Suportif


 Nutrisi: Diet tinggi kalori untuk meminimalisir katabolisme
protein. Biasanya diberikan makanan per enteral
 Anemia berat: transfusi darah. Jarang diberikan eritropoietin
karena resistensi sumsum tulang
 Koreksi gangguan elektrolit yang terjadi:
- Hiponatremia: pembatasan cairan enteral (<1 L/hari). Tata laksana
tergantung penyebab hiponatremia dan hindari infus cairan hipotonik
- Hiperkalemia: restriksi kalium (<40 mmol/hari), diuretik kuat,
insulin 10 U + dekstrosa 50% sebanyak 50 cc, kalsium glukonas, atau
dialisis, inhalasi beta agonis
- Hiperfosfatemia: restriksi asupan fosfat, agen pengikat fosfat,
dialisis
- Hipokalsemia: Ca glukonat atau Ca karbonat 10% (10-20 cc)
- Hipermagnesemia: hindari pemakaian antasida yang mengandung
Mg
 Penggantian kateter dan akses intravena serta alat lain sebagai
penceghan infeksi
 Pilihan obat yang tidak nefrotoksik.

17
c. Minocycline

Minocycline adalah generasi kedua antibiotik tetrasiklin. Minocycline dikenal


memiliki efek antiapoptotic dan anti-inflamasi. Ketika diberikan 36 jam sebelum
iskemia ginjal, minocycline mengurangi apoptosis sel tubular dan pelepasan
mitokondria sitokrom c, p53, dan bax.

d. Guanosine dan Pifithrin-α (p53 Inhibitor)

Pemberian guanosin eksogen mengurangi apoptosis sel tubular ginjal. Oleh


karena efek yang ditimbulkan berkaitan dengan penghambatan ekspresi sitokrom
p53.

e. Diuretik (Manitol)

Manitol telah sering digunakan di masa lalu untuk pencegahan AKI. Namun
pada sebagian besar studi retrospektif, tidak memenuhi kriteria dari kelompok
kerja untuk dimasukkan dalam perumusan masalah yang direkomendasi. Manitol
profilaksis telah dipromosikan pada pasien yang menjalani operasi. Sementara di
sebagian besar kasus, manitol meningkatkan aliran urin, itu sangat mungkin
bahwa manitol tidak menimbulkan efek di luar hidrasi terhadap kejadian AKI.

f. Penanganan Dehidrasi

Bila terdapat dehidrasi atau banyak kehilangan darah maka perlu diberikan
cairan secara intravena. Sebaliknya diberikan cairan larutan glukosa 10 - 20 %,
tetapi hendaknya diperhatikan kadar glukosa tidak tinggi karena dapat
menimbulkan trombosis. Dianjurkan tempat venoklisis setiap 8 jam dipindahkan
untuk mencegah timbulnya trombosis. Dapat ditambah heparin pada setiap 500 ml
larutan glukosa 20 - 50 % untuk tujuan yang sama. Bila ada faal jantung, jumlah
cairan tidak boleh terlalu banyak.

g. Penanganan Asidosis

Asidosis disebabkan oleh retensi glomerulus dan reabsorbsi tubulus yang


meninggi terhadap sulfat, laktat, fosfat, dan asam organik. Untuk mencegah
terjadinya asidosis dapat diberikan bikarbonas natrikus atau laktat natrikus.

18
G. Indikasi Dialisis Segera
Terdapat lima kondisi dilakukannya dialisis segera. Perlu diingat bahwa
dialisis hanya dilakukan apabila kondisi – kondisi berikut tidak bisa diperbaiki
dengan terapi konvensional (Ingat AIUEO):.
 Gangguan Asam basa: Asidosis berat (pH <7,1)
 Intoksikasi: Metanol, litium, salisilat
 Uremia: perikarditis uremikum, ensefalopati uremikum,
perdarahan, azotemia (ureum >200 mg/dl)
 Gangguan Elektrolit: hiperkalemia (K+ >6,5 mEq/L),
hiperkalsemia, sindrom lisis tumor, hipernatremia berat (Na+ >160
mEq/L), atau hiponatremia berat (Na+ <115 mEq/L)
 Overload cairan: edema paru, dan lain lain.

19
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien datang ke IGD rujukan dari rumah sakit di Boyolali.
Pasien datang dengan penurunan kesadaran. Sebelumnya pasien mengeluh BAB
cair 5 hari SMRS. Dari auto dan allo anamnesis pasien didapati mengeluh mual,
muntah dan BAB cair SMRS. Muntah 2 kali sehari. Muntah berisi makanan yang
dimakan sebelumnya. Frekuensi BAB cair tidak diketahui dan warna normal tidak
terdapat lendir maupun darah. BAK tidak ada keluhan.

Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari


penyakit yang mendasari atau pun penyakit penyerta. Setelah dilakukan
pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan pada organ. Pada pemeriksaan
laboratorium hitung jenis ditemukan adanya penurunan Limfosit. Laboratorium
kimia ditemukan Glukosa Darah Sewaktu 166 mg/dl, peningkatan Ureum
sebanyak 194, peningkatan Serum Creatinin mencapai 10.6, penurunan Albumin
mencapai 2.9. dan ditemukan peningkatan SGOT dan SGPT. Lab elektrolit
didapatkan penurunan Natrium, Kalium, Chlorida, Kalsium, dan Magnesium.
Laboratorium imuno/serologi HBs Ag (Rapid) hasil negative.

Hasil hitung Laju Filtrasi Glomerulus atau Creatinine Clearence didapatkan


hasil 4,44. Berarti didapatkan kelainan di ginjal yang mengakibatkan penumpukan
produksi Ureum dan Creatinin dalam darah yang mengakibatkan pasien
mengalami gejala mual dan muntah.

Tata Laksana utama pada kasus ini adalah pemberian injeksi antibiotik
Ceftriaxone 2x1 amp, Prorenal 3x1 untuk menjaga fungsi jantung, KSR suplemen
Kalium 2x1, CaCO3 suplemen Kalsium 3x1, KCL untuk perawatan hipokalemia,

20
Calcium Glucosa perawatan Kalsium 1x1, Dexametasone digunakan untuk
mengatasi kecurigaan adanya inflamasi atau radang pada ginjal dan Heparin untuk
menjaga fungsi hati.

Pengobatan AKI bersifat spesifik dan suportif yang dilakukan bertujuan untuk
mengembalikan fungsi ginjal secara fisiologis.

DAFTAR PUSTAKA

Akcay, A., Turkmen, K., Lee, K., and Edelstein, C.L., 2010. Update on The
Diagnosis and Management of Acute Kidney Injury. International Journal of
Nephrology and Renovascular Disease, 129 – 40.
Ganong, W.F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 22th ed. Penerbit Buu
Kedokteran EGC, Jakarta: 752 – 753.
Kellum, J.A., Levin, N., Bouman, C., and Lameire, N., 2002. Developing a
consensus classification system for acute renal failure.
Kellum, J.A., and Hoste, E.A., 2008. Acute Kidney Injury: Epidemiology and
Asessment. Scand J Clin Lab Invest Suppl, 241; 6 – 11.
Kelly, K.J., Plotkin, Z., and Dagher, P.C., 2001. Guanosine supplementation
reduces apoptosis and protects renal function in the setting of ischemic
injury.
Kelly, K.J., Sutton, T.A., Weathered, N., Ray, N., Caldwell, E.J., Plotkin, Z., et
al., 2004. Minocycline inhibits apoptosis and inflammation in a rat model of
ischemic renal injury. Am J Physiol Renal Physiol, 287; 760 – 66.
Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO), 2012. Clinical Practice
For AKI guideline. National Kidney Foundation.
Mehta, R.L., Kellum, J.A., Shah, S.V., Molitori, B.A., Ronco, C., Warnock, D.G.,
et al., 2007. Acute Kidney Injury Network: report of an initiative to improve
outcomes in acute kidney injury. Crit Care, 11(2).
Mehta, P., Sinha, A., Sami, A., Hari, P., Kalaivani, M., Gulati, A., et al. 2012.
Incidence of Acute Kidney Injury In Hospitalized Children. Indian Pediatrics,
49; 537 – 542.
Ngastiyah., 2005. Perawatan Anak Sakit. 2nd ed. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta: 312 – 21.
Rachoin, J.S., Daher, R., Moussallem, C., Moussallem, C., Milcarek, B., Hunter,
K., et al., 2012. The fallacy of the BUN: creatinine ratio in critically ill
patients, Nephrology Dialysis Transplantation.

21
Ronco, C. & Bellomo, R., 2003. Prevention of acute renal failure in the
critically ill. Nephron, 93 :13 – 20.
Sutton, T.A., Fisher, C.J., and Molitoris, B.A., 2002. Microvascular endothelial
injury and dysfunction during ischemic acute renal failure. Perspectives in
basic science, 62 : 1539 – 549.
Tanto C, Liwang F, Hanifati S, et al. Kapita Selekta Kedokteran. 4th rev ed. Tanto
C, Hustrini Made N. Jakarta: Media Aesculapius, 2016. 632-635 p.

22
KAkkk Emergency i

23

Anda mungkin juga menyukai