PERITONITIS
Disusun Oleh :
Vella Nurfatimah Ayunilasari
20224010013
Pembimbing :
PRESENTASI KASUS
PERITONITIS
Oleh :
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 70 tahun
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluh perut kembung dan nyeri.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Tjitrowardojo Purworejo karena
mengeluh perut kembung sejak beberapa hari SMRS. Perut kembung
disertai rasa nyeri. Nyeri dirasakan tiba-tiba dengan VAS 7-8, menetap
dan di seluruh bagian perut lainnya. Nyeri perut tidak berkurang dengan
berbagai posisi. Keluhan disertai badan mialgia, sulit BAB dan sulit
kentut. Keluhan BAK, mual dan muntah disangkal. Pasien belum berobat
di tempat lain SMRS.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat serupa (-), riwayat operasi (-), HT (-), DM (-), PJK (-),
Alergi (-), Asma (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat serupa (-), HT (-), DM (-), PJK (-), Alergi (-), Asma (-)
E. Riwayat Personal Sosial
Pasien sebagai ibu rumah tangga. Riwayat konsumsi alkohol,
napza dan merokok disangkal. Pasien makan teratur dan sering makan
sayur.
VAS : 8/10
Pemeriksaan Kepala:
o Wajah : normocephal
o Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, reflek cahaya langsung (+/+), reflek cahaya tidak langsung
(+/+)
o Hidung : pernafasan cuping hidung (-), mukosa hiperemis (-),
deformasi (-) sekret (-) deviasi septum(-)
o Telinga : Simetris, tidak ada kelainan, otore (-/-), nyeri tekan
tragus (-)
o Mulut : Bibir pucat, gusi tidak ada perdarahan, lidah tidak kotor,
faring tidak hiperemis
o
Pemeriksaan Leher:
o Kelenjar tiroid : tidak ditemukan edema maupun nyeri
tekan
o Kelenjar limfonodi : tidak ditemukan edema maupun nyeri
tekan
Pemeriksaan Thorax:
o Inspeksi : jejas (-), simetris (+), ictus cordis (-)
o Palpasi : VF kanan=kiri, nyeri tekan (-)
o Perkusi : sonor/sonor
o Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), suara
jantung reguler (+)
Pemeriksaan Abdomen:
o Inspeksi : distensi (+), jejas (-),
darm contour (-), darm steifung (-)
o Auskultasi : BU (-)
o Perkusi : hipertimpani (+)
o Palpasi : supel, nyeri tekan
seluruh lapang perut (+), defans
muscular (+)
Pemeriksaan Ekstremitas:
o Akral hangat, oedem (-), CRT < 2 detik
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium Darah
NILAI
PARAMETER HASIL SATUAN
NORMAL
Hemoglobin 14,2 gr/dL 11,7 – 15,5
Leukosit 38,6 (H) 10^3/ul 3,6 – 11,0
Hematokrit 42 % 35 – 47
Eritrosit 5,0 10^6/ul 3,80 – 5,20
Trombosit 507 (H) 10^3/ul 150 – 400
MCV 85 fL 80 – 100
MCH 28 pg 26 – 34
MCHC 34 g/dL 32 – 36
DIFFERENTIAL COUNT
Neutrofil 94,80 (H) % 50 – 70
Limfosit 2,60 (L) % 25 – 40
Monosit 2,60 % 2–8
Eosinofil 0,00 (L) % 2,00 – 4.00
Basofil 0,00 % 0–1
ELEKTROLIT NILAI
HASIL SATUAN
KIMIA NORMAL
Natrium 4,48 3,5-5,0
Kalium 140 135-147
Klorida 105 95-105
NILAI
SERO IMUNOLOGI HASIL SATUAN
NORMAL
<0,9 : non reaktif
≥0,9 - <1,0 :
HbsAg Non reaktif
borderline
≥1,0 : reaktif
B. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Thorax (27/10/2022)
Keterangan:
Klinis: abdominal pain
Foto Thorax AP view, posisi supine, asimetris, inspirasi dan kondisi
cukup , hasil:
Corakan bronkovaskular normal
Tak tampak penebalan pleural space bilateral
Kedua diafragma licin, tak mendatar
Diafragma dextra letak tinggi
Cor, CTR < 0,56
Sistema tulang tervisualisasi intak
Kesan:
Pulmo tak tampak kelainan
Cor dalam batas normal
Diafragma dextra letak tinggi, ec susp proses infradiafragma
V. DIAGNOSIS
Diagnosis banding :
Ileus obstruktif
Appendicitis
Kolestitis
Gastroenteritis
Demam dengue
Diagnosis kerja:
VI. TATALAKSANA
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
2. Posterior : retroperitoneum
Kelainan dari peritoneum dapat disebabkan oleh bermacam hal, antara lain:
1. Patogen
2. Perforasi
Trauma pada abdomen, baik luka akibat pukulan benda tumpul maupun
tusukan benda tajam dapat menyebabkan peradangan pada organ dalam abdomen.
IV. KLASIFIKASI
Peritonitis berdasarkan luas infeksinya dibagi menjadi peritonitis lokalisata
dan peritonitis generalisata. Peritonitis berdasarkan sumber kumannya dapat
diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, sekunder dan tersier.
1. Peritonitis primer
2. Peritonitis sekunder
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan
ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi
peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus
ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai
terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi
iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya
terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen
sehingga dapat terjadi peritonitis.
B. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi :
b) Palpasi :
Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada
inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap
rangsangan tekanan
c) Perkusi :
d) Auskultasi :
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan jumlah sel darah putih
Peningkatan jumlah sel darah putih menunjukkan adanya
infeksi bakteri. Namun, pemeriksaan ini memiliki spesifisitas yang
rendah dikarenakan peningkatan sel darah putih dapat menjadi
suatu respon non-spesifik seperto latihan yang intens atau stress
psikologi.
2) Pemeriksaan procalcitonin
Terdapat temuan bahwa kadar procalcitonin diatas 10,1 mcg/L
dapat menjadi indicator tingkat keparahan serta mortalitas
peritonitis ,terutama peritonitis sekunder.
3) Kadar Laktat
Laktat merupakan zat hasil glikolisis pada sel. Laktat akan
dilepaskan menuju ke vena jika dalam keadaan berlebihan. Laktat
telah dipelajari sebagai penanda hipoperfusi sistemik dan secara
tidak langsung berkaitan dengan sepsis. Sehingga kadar laktat
dapat membantu resusitasi awal dan diagnosis peritonitis.
4) Pemeriksaan Analisis Cairan Peritoneum
Analisis cairan peritoneum dapat diperoleh dengan cara
melakukan aspirasi cairan peritoneum. Cairan peritoneum yang
diakibatkan oleh infeksi bakteri umumya menghasilkan cairan yang
eksudat. Umumnya cairan peritoneum adalah transudat.
Pemeriksaan Pencitraan
Adapun pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukkan adalah 4 :
1) Foto polos toraks
Dapat ditemukan udara bebas pada foto toraks pada posisi
tegak maupun foto abdomen pada posisi decubitus. Selain itu,
gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada
cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan
adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.
Namun adanya pneumoperitoneum pada pemeriksaan
radiologis memiliki tingkat sensitivitas yang rendah dalam
mengindikasikan adanya perforasi usus. Tidak ditemukannya udara
bebas tidak seharusnya menunda dilakukannya tindakan operasi.
2) Ultrasonography (USG)
Pemeriksaan USG dapat menggambarkan adanya abses,
dilatasi saluran empedu, dan adanya penumpukan cairan.
5) Laparoskopi
Pemeriksaan laparoskopi akurat dalam menentukan
diagnosis peritonitis sekunder dan banyak penyakit penyebabnya
yang dapat ditangani dengan laparoskopi.
Mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut dirasa
lebih ringan dan tidak tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Demam
dan leukositosis kurang menonjol.
B. Ileus Obstruktif
C. Appendicitis Akut
D. Demam Dengue
E. Kolisistis Akut
VIII. PENATALAKSANAAN
1) Operasi / Bedah
4) Kontrol Nyeri
IX. KOMPLIKASI
X. PROGNOSIS
- Usia lanjut
- Malnutrisi
- Adanya komplikasi
KESIMPULAN
Gejala klinis pada peritonitis meliputi nyeri tekan, nyeri lepas, hingga defans
muscular. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa darah lengkap,
prokalsitonin, laktat, analisis cairan peritoneum hingga radiologis dan laparoskopi.
Penanganan peritontis berupa farmakoterapi dan pembedahan. Selama 3 dekade
terakhir, prognosis pasien dengan perforasi lambung telah meningkat secara signifikan.
Namun keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan masih dapat menyebabkan
kematian
DAFTAR PUSTAKA
Wim de Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. 2. Jakarta: EGC.
Sembiring OA. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. :90.
https://emedicine.medscape.com/article/180234-clinical