Disusun Oleh :
20204010231
Pembimbing :
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT DALAM RSUD TEMANGGUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Kasus : Seorang Laki-laki 53 Tahun dengan Hepatitis A disertai Dengue Fever dan Akut
Miokard Infark
NIPP : 20204010231
Pembimbing,
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. B
Umur : 53 tahun
Alamat : Ngepoh Rt 02/ Rw 01 Badran Kranggan Temanggung
Tanggal masuk ke RS : 18 April 2021
Pekerjaan : Pensiun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
No. RM : 00019095
Tempat : Bangsal Nusa Indah
B. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. GCS : E4M6V5
d. Tanda Vital di IGD :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 91x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8oC
SpO2 : 100%
e. Status Generalis
Kepala Normochepal
Kulit Turgor normal
Mata Konjungtiva pucat (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Palpebra oedem (-/-)
Pupil isokor (+/+)
Hidung Discharge (-/-)
Napas cuping (-/-)
Bibir Bibir pucat (-)
Sianosis (-)
Lidah Lidah kotor (-)
Gigi Karies (+), Gigi berlubang (+)
Tenggorok Uvula hiperemis (-), tidak berdeviasi
JANTUNG
- -
Oedem
- - Akral dingin
- -
KESAN:
6. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Nyeri Perut VAS 7 di regio epigastrium
2. Nafsu makan berkurang
3. Mual
4. 3 hari belum BAB
5. Eritrosit: 6.66 10^6/ul 9 (High)
6. Trombosit: 24 10^3/ul (Very Low)
7. MCV: 59.6 Fl (Low)
8. MCH: 20.7 Pg (Low)
9. SGOT: 307.7 U/L (High)
10. SGPT: 240.7 U/L (High)
11. Dengue IgM reaktif
12. Dengue IgG reaktif
13. Anti HAV reaktif
14. CKMB: 37 U/L (High)
15. Urin: agak keruh
16. Protein: pos (1+)
17. Kesan Cholecystitis pada USG Abdomen
18. Riwayat merokok dan alcohol
7. ANALISA SINTESIS
1. Hepatitis A: 1,2,3,9,10,13
2. Dengue Fever: 1, 2, 3, 6, 9,10, 11,12
3. Akut Miokard infark: 1,2,3, 14, 19
O : TD : 110/70
TD : 120/80 SpO2
SpO2 : 98%
: 98%
N N : 69 : 90 RR RR : 20 : 20
Follow up pasien
Suhu : 36.6
Suhu : 36,5
Trombosit: 24
SGOT: 307.7
SGPT: 240.7
Leukosit: 45
GDS: 177
Ro Thorax: -
KU : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tampak kurang rileks
A : Nyeri Akut, mual
P:
Monitor keadaan umum
Follow up laboratorium
R/
Rontgen Thorax
USG
Inf RA 20 tpm
Curcuma 3x1
MPS 8g 2-0-1
KU : Cukup
TD : 98/65 SpO2 : 96%
Hemoglobin: 11.6
CKMB: 37
Trombosit: 13
EKG: AMI Inferior
USG: Cholecystitis Akut, tanpa Cholelitiasis
Anti HAV: reaktif
KU : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Ekspresi wajah kurang rileks
Infus (+)
A : Hepatitis A, DHF 1, Ami Inferior
P:
Monitoring Keadaan Umum
Monitoring tingkat nyeri
R/
MPS 8g 2-0-1
ISDN 3x1
CPG 1x75 mg
TD : 123/80 SpO2 : 95%
TD : 123/80 SpO2 : 96%
N : 65 RR : 20
4 21/04/2021 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang, badan
N : 65 RR : 20 lemas.
Suhu : 36.1 EWS :3 O:
Suhu : 36.1 Ews:3
Trombosit: 35
KU : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
A : Hepatitis A, DHF 1, Ami Inferior
P:
Monitoring keadaan umum
Monitoring skala nyeri
Cek darah rutin ulang
R/
Lanjutkan terapi
Trombosit: 75
KU : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Ekspresi wajah kurang rileks
A : Hepatitis A, DHF 1, Ami Inferior
P:
Boleh pulang
R/
Teruskan terapi
Trombosit: 120
KU : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Ekspresi wajah kurang rileks
A : Hepatitis A, DHF 1, Ami Inferior
P:
Boleh pulang
R/
Teruskan terapi
Assesment Hepatitis A
IpDx Keluhan utama
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan darah lengkap
Kenaikan titer anti-HAV
IpRx Inf RA 20 tpm
Pronovir/isoprinosin 3x1
Imunos 3x1
Methylprednisolone 2-0-1
Curcuma 3x1
Antrain 3x1
Ranitidine 2x1
Ondansentron 3x1
IpMx Observasi tanda vital dan keluhan
Balance cairan/24 Jam
Cek SGOT dan SGPT
IpEx Edukasi kepada pasien:
a) Menjelaskan pada pasien bahwa
pasien mengalami hepatitis A
b) Menjelaskan pada pasien akan
pentingnya menjaga hygiene yang
baik seperti mencuci tangan setelah
buang air besar dan sebelum
menyiapkan makanan
c) Menjelaskan kepada pasien agar
tetap memperoleh asupan gizi dan
cairan yang cukup
Plak Non-
Aterosklerosis Aterosklerosis
Oklusi Koroner
Suplai O2 Miokard
Berkurang
Iskemia Miokard
Nekrosis Miokard
ATP AMP
Curah Jantung
Menurun
Nyeri Akut
Kebersihan Kurang
Terjaga
Terkait Kebersihan
Lingkungan
Terkait Kebersihan
Makanan
Nyamuk Aedes Aegypti
Menggigit Invasi
Invasi Virus Hepatitis A Virus Dengue
Proses Transduksi,
Anoreksia, Nausea, Vomitus Transmisi, Modulasi,
Persepsi Nyeri
Gangguan Nutrisi
Nyeri
HEPATITIS A
1. Etiologi
Hepatitis A disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis A (HAV) yang melalui transmisi
fekal-oral dari makanan atau minuman yang telah terkontaminasi. Dulu hepatitis A disebut
juga hepatitis infeksiosa, hepatitis epidemika, epidemic jaundice, dan catarrhal jaundice.
Virus ini tidak memiliki amplop, merupakan virus RNA rantai tunggal. HAV dapat
memperngaruhi fungsi liver ketika melakukan replikasi dalam hepatosit. Sistem imun akan
teraktivasi untuk memproduksi sebuah reaksi spesifik untuk mencoba melawan dan
mengeradikasi agen infeksius. Sebagai konsekuensinya, liver akan mengalami inflamasi dan
membesar (Sudoyo AW, 2011).
2. Patogenesis
Penyebaran virus HAV melalui kotoran atau tinja penderita. Penyebarannya disebut
fecal-oral route contohnya tangan secara tidak sengaja menyentuh benda bekas terkena
tinja dan kemudian tanpa mencuci tangan digunaan untuk makan, atau ikan atau kerang
yang berasal dari kawasan air yang dicemari oleh kotoran manusia penderita hepatitis A.
Kadang-kadang, HAV juga diperoleh melalui hubungan seksual (anal-oral) dan transfuse
darah.
Di dalam saluran pencernaan HAV dapat berkembang biak dengan cepat, kemudian,
kemudian diangkut melalui aliran darah ke dalam hati, dimana tinggal di dalam kapiler-
kapiler darah dan menyerang jaringan disekitarnya sehingga menyebabkan hati mengalami
inflamasi dan membesar.
3. Manifestasi Klinis
Periode inkubasi infeksi virus hepatitis A antara 15-50 hari dengan rata-rata 30 hari.
Masa infeksi virus berlangsung antara 3-5 minggu. Virus sudah berada di dalam feses 1-2
minggu sebelum gejala pertama muncul dan dalam minggu pertama timbulnya gejala.
Setelah masa inkubasi muncul gejala: demam, kurang nafsu makan, mual, nyeri pada
kuadran kanan atas perut, dan dalam waktu beberapa hari kemudian timbul sakit kuning.
Urin penderita biasanya berwarna kuning gelap yang terjadi 1-5 hari sebelum penyakit
kuning. Terjadi hepatomegali dan pada perabaan hati ditemukan tenderness. Tetapi banyak
orang yang memiliki bukti serologi infeksi akut hepatitis A tidak menunjukan gejala atau
hanya sedikit sakit, tanpa icterus (Hepatitis A Anikterik). Sebagian besar (99%) dari kasus
hepatitis A adalah sembuh sendiri (Sudoyo AW, 2011).
a. Inkubasi
Periode inkubasi infeksi virus hepatitis A antara 15-50 hari dengan rata-rata 30 hari
dimana pasien tetap asimptomatik meskipun terjadi replikasi aktif virus.
b. Fase Prodomal/Pre-ikterik
Fase ini berlangsung selama 3-10 hari yang ditandai dengan munculnya gejala
seperti menurunnya nafsu makan, kelelahan, panas, mual sampai muntah, anoreksia,
nyeri perut sebelah kanan atas, demam, diare, urin berwarna coklat gelap seperti air teh
dan tinja pucat.
c. Fase Ikterik
Fase ini terjadi dimana penyakit kuning berkembang di tingkat bilirubin total
melebihi 20-40 mg/dl. Pasien seringkali baru mencari pertolongan medis pada fase ini.
Fase ikterik biasanya dimulai dalam waktu 10 hari gejala awal didahului urin berwarna
coklat. Sklera kuning, kemudian seluruh badan menjadi kuning. Terjadi puncak fase
ikterik dalam 1-2 minggu, hepatomegaly ringan yang disertai nyeri tekan. Demam
biasanya membaik setelah beberapa hari penyakit kuning. Viremia berakhir tak lama
setelah mengembangkan hepatitis, meskipun tinja tetap menular selama 1-2 minggu.
Tingkat kematian rendah (0,2% dari kasus ikterik) dan penyakit akhirnya sembuh
sendiri. Kadang-kadang nekrosis hati meluas terjadi selama 6-8 minggu pada masa
sakit. Dalam hal ini, demam tinggi, ditandai nyeri perut, muntah, penyakit kuning dan
pengembangan ensefalopati hati terkait dengan koma dan kejang, ini adalah tanda
hepatitis fulminan, menyebabkan kematian 70-90% dari pasien.
d. Masa Penyembuhan
Pada umumnya berjalan lambat, tetapi pemulihan pasien lancar dan lengkap.
Kejadian rekurensi pada hepatitis terjadi dalam 3-20% dari pasien, sekitar 4-15 minggu
setelah gejala awal sembuh. Ikterus berangsur berkurang dan hilang dalam 2-6 minggu,
demikian pula anoreksia, badan lemas dan hepatomegaly. Penyembuhan sempurna
sebagian besar terjadi dalam 3-4 bulan.
4. Diagnosis
Hepatitis A dapat didiagnosis dengan salah satu cara berikut:
a. Isolasi partikel virus atau antigen virus hepatitis A dalam tinja penderita
b. Kenaikan titer anti-HAV
c. Kenaikan titer IgM anti-HAV
Cara yang terbaik adalah cara ketiga karena kenaikan antibodi yang pertama
kali terjadi pada kasus akut adalah kelas IgM dan IgM ini tidak lama kemudian akan
menghilang. Antibodi IgM untuk virus hepatitis A pada umumnya positif ketika
gejala muncul disertai kenaikan ALT (alanine aminotransferase) atau SGPT. IgM
akan positif selama 3-6 bulan setelah infeksi primer terjadi dan bertahan hingga 12
bulan dalam 25% pasien. IgG anti-HAV muncul setelah IgM turun dan biasanya
bertahan hingga bertahun-tahun bahkan seumur hidup.
Untuk menunjang diagnosis dapat dilakukan tes biokimia fungsi hati (evaluasi
laboratorium: bilirubin urin dan urobilinogen, bilirubin total serum dan langsung,
SGPT, SGOT, fosfatase alkali, waktu prothrombin, protein total, albumin, IgG, IgA,
IgM, hitung darah lengkap). Level bilirubin naik setelah onset bilirubinuria diikuti
peningkatan ALT dan AST. Individu yang lebih tua dapat memiliki level bilirubin
yang lebih tinggi. Fraksi direct dan indirect akan meningkat akibat adanya hemolisis,
namun bilirubin indirect umumnya akan lebih tinggi daripada direct. Peningkatan
level AST dan ALT sangat sensitive untuk hepatitis A. Enzim liver ini dapat
meningkat melebihi 10.000 mIU/ml dengan level ALT lebih tinggi dari AST yang
nantinya akan kembali normal setelah 5-20 minggu kemudian. Selain itu, albumin
serum dapat turun (Gilroy RK, 2010).
Pencitraan biasanya tidak diindikasikan untuk infeksi virus hepatitis A, namun
untrasound scan dapat digunakan untuk membantu menyingkirkan diagnosis
banding, untuk melihat pastensi pembuluh darah, dan mengevaluasi apakah ada
penyakit liver kronis. USG penting dilakukan pada pasien gagal hati fulminan.
Teknik molecular dapat dilakukan melalui bahan sampel darah dan feses
untuk mendeteksi antigen virus RNA hepatitis A. Virus dan antibody dapat dideteksi
oleh RIA tersedia secara komersial, AMDAL atau ELISA kit. Biopsi hati jarang
dilakukan untuk infeksi virus hepatitis A kecuali pasien dicurigai sedang mengalami
relaps kronik virus hepatitis A dan apabila diagnosis lain tidak pasti.
5. Penatalaksanaan
Hingga sekarang belum ada pengobatan spesifik bagi hepatitis virus akut. Tidak
ada indikasi terapi kortikosteroid untuk hepatitis virus akut. Penambahan vitamin
dengan makanan tinggi kalori protein dapat diberikan pada penderita yang mengalami
penurunan berat badan atau malnutrisi.
Istirahat dilakukan dengan tirah baring pada masa masih banyak keluhan,
mobilisasi berangsur dimulai jika keluhan atau gejala berkurang, bilirubin dan
transaminase serum menurun. Aktivitas normal sehari-hari dimulai setelah keluhan
hilang dan data laboratorium normal.
Tidak ada diet khusus bagi penderita hepatitis A, yang penting adalah jumlah
kalori dan protein adekuat, disesuaikan dengan selera penderita, terkadang pemasukan
nutrisi dan cairan kurang akibat mual dan muntah, sehingga perlu ditunjang oleh nutrisi
parenteral contohnya infus Dekstrose 10-20%.
Tidak ada bukti yang baik bahwa pembatasan lemak memiliki efek
menguntungkan pada program penyakit. Telur, susu dan mentega benar-benar dapat
membantu memberikan asupan kalori yang baik. Minuman mengandung alcohol tidak
boleh dikonsumsi selama hepatitis akut karena efek hepatotoksik langsung dari alcohol
(Previsani, 2000).
6. Prognosis
Prognosis hepatitis A sangat baik, lebih dari 99% dari pasien sembuh sendiri.
Komplikasi akibat hepatitis A hamper tidak ada kecuali pada para lansia atau seseorang
yang sudah mengidap penyakit hati kronis atau sirosis. Hanya 0.1% pasien berkembang
menjadi nekrosis hepatic akut fatal.
Demam Berdarah Dengue
1. Etiologi
Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk kelompok Arbovirus yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus,
famili Flaviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Di Indonesia, serotipe DEN-3 merupakan yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukan manifestasi klinik yang berat. Di Indonesia
vector utamanya adalah nyamuk Aedes Aegypti. Vektor ini bersarang di bejana-
bejana yang berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum penampungan air,
kaleng bekas, dan lainnya.
2. Vektor dan Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi
virus dengue, yaitu manusia, virus dan vector perantara. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini dapat
mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia. Kemudian virus yang berada di kalenjar liur berkembang biak dalam waktu
8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada
manusia pada gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan
pada telurnya (transovarian transmission), namun peranannya dalam virus tidak
terlalu penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh
nyamuk, maka nyamuk tersebut akan mampu menularkan virus selama hidupnya
(infektif). Di dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari
manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam
timbul. Orang yang memiliki kekebalan yang cukup terhadap virus dengue tidak
akan terserang penyakit ini meskipun dalam darahnya terdapat virus.
Ada 2 teori tentag terjadinya manifestasi yang lebih berat, hal ini dikemukakan oleh
pakar demam berdarah dunia.
1. Teori infeksi primer/teori virulensi: yaitu munculnya manifestasi disebabkan
karena adanya mutase dari virus dengue menjadi lebih virulen.
2. Teori infeksi sekunder: yaitu munculnya manifestasi berat bila terjadi infeksi
ulangan oleh virus dengue yang serotipenya berbeda dengan infeksi sebelumnya.
3. Patogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh menusia melalui gigitan nyamuk dan
infeksi pertama kali mungkin memberi gejala DF. Reaksi tubuh merupakan reaksi
yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi berbeda akan tampak, bila
seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan
hal ini timbulah yang disebut dengan the secondary heterologous infection atau the
sequential infection hypothesis yang dianut oleh sebagian besar pakar. Re-infeksi ini
akan menimbulkan suatu reaksi anamnestic antibody, sehingga menimbulkan
konsentrasi kompleks antigen-antibodi yang tinggi. Hal ini akan mengaktivasi
system komplemen, yang berakibat dilepaskannya anafilaktosin C3a dan C5a. C5a
menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat
berperan dalam terjadinya renjatan.
Kemudian, timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan
mengalami kerusakan metamorphosis dan akan dimusnahkan oleh system
retikoendotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan pendarahan. Pada keadaan
agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif (histamin dan serotonin) yang
meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit factor 3 yang
merangsang koagulasi intravaskuler. Yang ketiga ialah terjadinya aktivasi factor
Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intravaskuler yang
meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan
dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi fibrin
degradation produk. Disamping itu aktivasi akan merangsang system kinin yang
berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah.
4. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan
dan gejala karena viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh
badan, timbulnya ruam dan kelainan lain yang mungkin terjadi pada sisten
retikuloendotelian seperti pembesaran kalenjar getah bening, hati, dan limfa. Ruam
pada DF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dengan DHF adalah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pengeluaran zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi system
kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler . Hal ini berakibat
berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi hemokonsentrasi, hipoproteinemia,
efusi dan renjatan.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda
dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan
meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan
bahwa penghancuran trombosit terjadi di system retikuloendotelial. Fungsi agregasi
trombosit mungkin menurun karena disebabkan proses imunologis terbukti dengan
terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi
disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti
terganggu oleh aktivasi system koagulasi.
5. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan WHO 2011
Sumber:World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011dengan modifikasi.
Tanda kegawatan
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi dengue,
seperti berikut:
Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa transisi ke
fase bebas demam / sejalan dengan proses penyakit
Muntah yg menetap, tidak mau minum
Nyeri perut hebat
Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak
Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang
hebat, warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria
Giddiness (pusing/perasaan ingin terjatuh)
Pucat, tangan - kaki dingin dan lembab
Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam
Sebaiknya gunakan cairan kristaloid isotonic selama fase kritis kecuali pada bayi
<6 bulan dimana natrium klorida 0.45% dapat digunakan
Larutan koloid hiper-onkotik (osmolaritas >300 mOsm/l) seperti dekstran 40 atau
cairan starch dapat digunakan pada pasien dengan kebocoran plasma masif, dan
mereka yang tidak merespon terhadap volume minimum kristaloid. Cairan koloid
iso-onkotik seperti plasma dan hemaccel mungkin tidak efektif.
Volume rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk mempertahankan volume
dan sirkulasi intravaskuler yang adekuat.
Durasi terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga 48 jam untuk pasien
syok. Namun, bagi pasien yang tidak mengalami syok lamanya terapi cairan
mungkin harus lebih lama tetapi tidak lebih dari 60 hingga 72 jam. Ini karena
kelompok pasien terakhir baru saja memasuki periode kebocoran plasma
sementara pasien syok telah mengalami durasi kebocoran plasma yang lebih lama
sebelum terapi intravena dimulai.
Pada pasien obesitas, berat badan ideal harus digunakan sebagai panduan untuk
menghitung volume cairan
Transfuse trombosit tidak direkomendasikan untuk trombositopenia. Hanya
dipertimbangkan pada pasien dewasa dengan hipertensi dan dengan
trombositopenia berat (<10.000/mm3)
1. Definisi
Penyakit jantung coroner (PJK) merupakan kondisi yang terjadi akibat
penumpukan plak di arteri jantung sehingga mengakibatkan suplai darah ke jantung
menjadi terganggu dan bisa menyebabkan serangan jantung. Beberapa jenis penyakit
yang termasuk dalam PJK adalah sendiri antara lain gagal jantung, angina pectoris, infark
miokard akut (AMI) dan infark miokard lama (OMI).
Akut Infark Miokard adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena
sumbatan arteri coroner. Sumbatan terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding
arteri coroner, sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung.
Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri besar dan sedang dimana lesi
lemak yang disebut plak ateromatosa timbul pada permukaan dalam dinding arteri
sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke arteri bagian distal.
2. Etiologi
Akut Miokard Infark disebabkan oleh karena aterosklerotik atau penyumbatan total atau
Sebagian oleh emboli dan atau thrombus. Faktor resiko yang menjadi pencetusnya
adalah:
1. Factor resiko yang dapat diubah
a. Mayor
Merokok, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia, hiperkolesterolemia dan pola
makan (tinggi lemak dan kalori)
b. Minor
Stress, kepribadian tipe A (emosional, agresif, dan ambivalen) dan inaktifitas
fisik.
2. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Hereditas/keturunan
b. Usia lebih dari 40 tahun
c. Ras, insiden lebih tinggi pada orang nerkulit hitam. Sex, pria lebih sering daripada
….wanita.
3. Tanda dan Gejala
- Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri,
kebanyakan lamanya 30 menit sampai beberapa jam, sifatnya seperti ditusuk-tusuk,
ditekan, tertindik.
- Takikardi
- Keringat berlebih
- Kadang mual bahkan mutah diakibatkan karena nyeri hebat dan reflek vasosegal yang
disalurkan dari area kerusakan miokard ke tractus gastrointestinal
- Dispnea
- Abnormal pada pemeriksaan EKG
4.…Patofisiologi
Thrombus menyumbat aliran darah arteri coroner, sehingga suplai nutrisi dan O2 ke
bagian distal terhambat. Sel otot jantung bagian distal mengalami hipoksia iskemik infark,
kemudian serat otot menggunakan sisa akhir oksigen dalam darah, hemoglobin menjadi
tereduksi secara total dan menjadi berwarna biru gelap, dinding arteri menjadi permeable,
terjadilah edmatosa sel, sehingga sel mati.
Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk melakukan
metabolisme CO2 (metabolisme anaerob), sehingga menghasilkan asam laktat dan juga
merangsang pengeluaran zat zat iritatif lainnya seperti histamin, kinin, atau enzim
proteolitik seluler merangsang ujung syaraf reseptor nyeri di otot jantung, impuls nyeri
dihantarkan melalui serat syaraf aferen simpatis, kemudian dihantarkan ke thalamus,
korteks serebri, serat syaraf aferen dan dipersepsikan nyeri. Perangsangan syaraf simpatis
yang berlebihan akan menyebabkan:
a. meningkatnya kerja jantung dengan menstimulasi SA Node sehingga menghasilkan
frekuensi denyut jantung lebih dari normal (takikardi)
b. merangsang kalenjar keringat sehingga eksresi keringat berlebihan
c. menekan kerja parasimpatis, sehingga gerakan peristaltic menurun, akumulasi cairan
di saluran pencernaan, rasa penuh di lambung sehingga merangsang rasa mual dan
muntah.
d. Vasokontriksi pembuluh daraf perifer, sehingga aliran balik darah vena ke atrium
kanan meningkat, dan akhirnya tekanan darah meningkat.
Letak infark ditentukan oleh letak sumbatan arteri coroner yang mensuplai darah ke
jantung. Terdapat dua arteri coroner besar yaitu arteri coroner kanan dan kiri. Arteri
coroner kiri bercabang menjadi dua yaitu descenden anterior dan arteri sirkumpeks kiri.
Arteri koronaria descenden anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding kearah
afeks jantung. Bagian ini mensuplai aliran 2/3 dari septum intraventrikel, sebagian besar
apeks, dan vetrikel kiri anterior. Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari coroner
kiri kearah dinding lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium
kiri, seluruh dinding posterior, dan 1/3 septum intraventrikel posterior. Selanjutnya arteri
coroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan aretri pulmonal kearah dinding lateral kanan
sampai ke posterior jantung. Bagian jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan,
ventrikel kanan, nodus SA, nods AV, septum interventrikel posterior superior, bagian
atrium kiri, dan permukaan diafragmatik ventrikel kiri. Berdasarkan hal diatas maka
dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan disebabkan oleh gangguan cabang
desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa disebabkan oleh lesi pada arteri
coroner kanan.
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 4th cd. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. P420-428
2. Previsani N, Lavanchy D. Hepatitis A. 2000. [cited 2011jan 25]. [Internet] Available at:
http://www.who.int/csr/disease/hepatitis/HepatitisA_whocdscsredc2000_7.pdf
3. 5 Gilroy RK. Hepatitis A: Differential Diagnoses & Workup.2010 Dec 29. [cited 2011
Jan 25]. [Internet] Available at: http://emedicine.medscape.com/article/177484-diagnosis
4. Hadinegoro S. R. H., Soegijanto S., Wuryadi S., Soroso T., Pendahuluan :Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue, Tatalaksana Demam Berdarah Dengue, Depertemen
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2006.
5. Hendarwanto, Dengue: Epidemiologi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, ed. 3,
Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2007
6. Hadinegoro S.R. H, Soegianto S, Wuryadi S, Suroso T, Tatalaksana Demam Dengue/
Demam Berdarah Dengue pada Anak, Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap
Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam
tatalaksana kasus DBD, ed. I, Balai Penerbit FKUI, 2004.
7. Dengue haemorrhagic fever:diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd edition.
Geneva:WorldHealthOrganization.2009,http://www.who.int/csr/resources/publications/de
ngue/denguepublication/en/
8. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih Bahasa : Pendit, B.U.Jakarta: EGC;
2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)