Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 53 TAHUN


DENGAN HEPATITIS A DISERTAI DENGUE FEVER DAN AKUT
MIOKARD INFARK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Temanggung

Disusun Oleh :

Ayurantika Ajeng Wulandari

20204010231

Pembimbing :

dr. Budi Rahardjo Sardjoeni, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT DALAM RSUD TEMANGGUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kasus : Seorang Laki-laki 53 Tahun dengan Hepatitis A disertai Dengue Fever dan Akut
Miokard Infark

Oleh : Ayurantika Ajeng Wulandari

NIPP : 20204010231

Temanggung, 2 Juni 2021

Pembimbing,

dr. Budi Rahardjo Sardjoeni, Sp.PD


PENYAJIAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. B
Umur : 53 tahun
Alamat : Ngepoh Rt 02/ Rw 01 Badran Kranggan Temanggung
Tanggal masuk ke RS : 18 April 2021
Pekerjaan : Pensiun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
No. RM : 00019095
Tempat : Bangsal Nusa Indah

II. DATA DASAR


A. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Nyeri Perut
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
a. Lokasi : Regio Epigastrium
b. Onset : Sudah dirasakan semenjak 2 hari sebelum
……………………………………..masuk RS
c. Kuantitas : VAS = 7, mengurangi nafsu makan
d. Kualitas : Nyeri hilang timbul seperti ditusuk-tusuk
e. Faktor yang memperberat : Tidak ada
f. Faktor yang memperingan : Tidak ada
g. Keluhan yang menyertai : mual, demam 3 hari disertai menggigil
………………………………..sebelum masuk RS, 3 hari belum BAB,
………………………………..penurunan nafsu makan dan minum
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Hipertensi : (-)
b. Diabetes Melitus : (-)
c. Alergi : (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


a. Hipertensi : (-)
b. Diabetes Melitus : (-)
c. Penyakit Jantung : (-)
5. Riwayat Penyakit Sosial : Pasien adalah seorang pensiunan dan merupakan
pasien BPJS. Kebiasaan merokok (+), alkohol (+) 15 tahun yang lalu.

B. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. GCS : E4M6V5
d. Tanda Vital di IGD :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 91x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8oC
SpO2 : 100%

e. Status Generalis

Kepala Normochepal
Kulit Turgor normal
Mata  Konjungtiva pucat (-/-)
 Sklera ikterik (-/-)
 Palpebra oedem (-/-)
 Pupil isokor (+/+)
Hidung  Discharge (-/-)
 Napas cuping (-/-)
Bibir  Bibir pucat (-)
 Sianosis (-)
Lidah  Lidah kotor (-)
Gigi  Karies (+), Gigi berlubang (+)
Tenggorok  Uvula hiperemis (-), tidak berdeviasi

Leher  PKGB (-)


 Perbesaran kelenjar tiroid (-)
 Nyeri tekan (-)
 JVP dalam batas normal
 Retraksi supraclavicular (-)
Thorax PARU

 Inspeksi: simetris saat statis dan dinamis.


 Palpasi: Nyeri tekan (-), stem fremitus
kanan=kiri.
 Perkusi: Sonor seluruh lapang paru.
 Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+),
wheezing (-/-), Ronkhi bagian basal (-/-)

JANTUNG

 Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak


 Palpasi: Ictus Cordis teraba pada SIC 5 lateral
midclavicula sinistra, kuat angkat (+), thrill (-).
 Perkusi:
Batas atas : Spatium intercostale III linea
parasternal sinistra.
Batas kiri : Spatium intercostale V linea
midclavicula sinisra.
Batas kanan : Spatium intercostale V linea
parasternal dextra.
 Auskultasi: Bunyi jantung I-II regular, murmur
(-).
Abdomen  Inspeksi: simetris, jejas (-)
 Auskultasi: Bising usus (+), denyut aorta (-).
 Perkusi: Timpani, pekak alih (-)
 Palpasi: Supel, distensi (-), hepatomegaly (-),
splenomegaly (-), nyeri tekan pada bagian
epigastrium (+)
Ekstremitas - -

- -

Oedem

- - Akral dingin
- -

 Capillary refill time < 2 detik


 Koilonychia (-)
 Clubbing finger (-)
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 18-04-2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan


Darah Rutin
Hemoglobin 13.8 g/dl 13.2-17.3 N
Hematokrit 40 % 40-52 N
Leukosit 4.5 10^3/ul 3.8-10.6 N
Eritrosit 6.66 10^6/ul 4.40-5.90 H
Trombosit 24 10^3/ul 150-440 LL
MCV 59.6 Fl 80-100 L
MCH 20.7 Pg 26-34 L
MCHC 34,8 g/dl 32-36 N

Ureum 23.6 10,0-50,0 N


Kreatinin 0.86 mg/dL 0,60-1,20 N
SGOT 307.7 U/L 0-50 H
SGPT 240.7 U/L 0-50 H

Pemeriksaan Laboratorium 19-04-2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan


SEROLOGI
Dengue
Dengue IgM Reaktif Non-Reaktif
Dengue IgG Reaktif Non-Reaktif
Pemeriksaan Laboratorium 20-04-2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan


IMUNOLOGI
Anti HAV >400 mUI/mL <15: Non Reaktif
Reaktif >=15 <20:
Borderline High
>=20: Reaktif
Darah Rutin
CKMB 37 U/L <25 H

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 19-04-2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Urin Lengkap
Makroskopis
Warna Kuning
Kekeruhan Agak keruh
pH 5,0 4.8-7.8
Berat Jenis 1.030 1.003-1.030
Glukosa Negatif Negatif
Protein POS (1+) Negatif
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif-Trace
Tes Benzidine Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Negatif No Unit
Mikroskopis
Epitel 0-2
Leukosit 1-3 /lpb 0-6
Eritrosit 0-2 /lpb 0-1
Silinder Negatif
Bakteri Negatif
Kristal Negatif
Lain-lain Negatif
Tanggal Trombosit
18/04/2021 AT Awal: 24 10^3/ul
19/04/2021 AT 9 10^3/ul
20/04/2021 AT 13 10^3/ul
21/04/2021 AT 35 10^3/ul
22/04/2021 AT 75 10^3/ul
23/04/2021 AT 120 13^3/ul

Pemeriksaan EKG Tanggal 18-04-2021


IRAMA : Sinus
HEART RATE : 90 x/menit
RITME : Reguler
Zona Transisi : Normal
AKSIS : Normal
GELOMBANG P : Normal
INTERVAL PR : Normal
QRS KOMPLEKS : Normal
GELOMBANG T : Normal
ST SEGMEN : ST Elevasi pada V2 dan V3
KESAN : Sinus Rhythm, 90 bpm, STEMI anterior

Gambaran Rontgen Thorax Tanggal 19-04-2021

Rontgen Thorax PA View


Dx Klinis: Pro kontrol
Hasil:
- Corakan bronchovascular normal
- Kedua sinus costophrenicus lancip
- Kedua diaphragma licin, dump diafragma normal
- CTR <0.5
- Trachea dan mediastinum di tengah
- Tak tampak penebalan hilus
- Sistema tulang intak

KESAN: PULMO DAN BESAR COR NORMAL

Pemeriksaan USG Abdomen Tanggal 19-04-2021

Dx Klinis: Nyeri epigastrium, Hasil:


- Hepar: ukuran dan echostruktur parenchym normal, sudut lancip, tepi licin, tak
tampak pelebaran sistema bilier et vascular intra hepatal. Tak tampak
nodul/cyst/kalsifikasi.
- VF: Ukuran dan bentuk normal, dinding menebal l.k. 0.81 cm, tak tampak
batu/sludge
- Lien: Ukuran dan echostruktur parenchym normal, dinding licin, hillus tak
prominent, tak tampak nodul/cyst/kalsifikasi.
- Ren dextra et sinistra: Ukuran dan echostruktur normal, batas cortex dan medulla
tegas, SPC tak melebar, tak tampak batu/cyst/nodul
- Pancreas: Ukuran dan echostruktur parenchym normal, dinding licin, tak tampak
nodul/kalsifikasi.
- VU: terisi cairan, dinding licin, tak menebal, tak tampak batu/sludge/nodul.
- Prostat: Ukuran dan echostruktur parenchym normal, tak tampak nodul/cyst.
- Tak tampak lymphadenopathy para-aortici.

KESAN:

- CHOLECYSTITIS ACUTE, TANPA CHOLELITHIASIS


- SONOGRAPHY TAK TAMPAK KELAINAN PADA MORFOLOGI HEPAR,
REN BILATERAL, LIEN, PANCREAS, PROSTAT DAN VU

6. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Nyeri Perut VAS 7 di regio epigastrium
2. Nafsu makan berkurang
3. Mual
4. 3 hari belum BAB
5. Eritrosit: 6.66 10^6/ul 9 (High)
6. Trombosit: 24 10^3/ul (Very Low)
7. MCV: 59.6 Fl (Low)
8. MCH: 20.7 Pg (Low)
9. SGOT: 307.7 U/L (High)
10. SGPT: 240.7 U/L (High)
11. Dengue IgM reaktif
12. Dengue IgG reaktif
13. Anti HAV reaktif
14. CKMB: 37 U/L (High)
15. Urin: agak keruh
16. Protein: pos (1+)
17. Kesan Cholecystitis pada USG Abdomen
18. Riwayat merokok dan alcohol

7. ANALISA SINTESIS
1. Hepatitis A: 1,2,3,9,10,13
2. Dengue Fever: 1, 2, 3, 6, 9,10, 11,12
3. Akut Miokard infark: 1,2,3, 14, 19
O : TD : 110/70
TD : 120/80 SpO2
SpO2 : 98%
: 98%

N N : 69 : 90 RR RR : 20 : 20
Follow up pasien
Suhu : 36.6
Suhu : 36,5

Tanggal Keadaan Pasien

1. 18/04/2021 S : Pasien mengatakan nyeri perut, mual, sejak 2


hari yll skala 4, hilang timbul,

Trombosit: 24
SGOT: 307.7
SGPT: 240.7
Leukosit: 45
GDS: 177
Ro Thorax: -

KU : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tampak kurang rileks
A : Nyeri Akut, mual
P:
Monitor keadaan umum
Follow up laboratorium
R/
Rontgen Thorax
USG
Inf RA 20 tpm
Curcuma 3x1
MPS 8g 2-0-1

2. 19/04/2021 S : Pasien mengatakan nyeri perut, mual, lemas.


O:

KU : Cukup
TD : 98/65 SpO2 : 96%

N : 65 RR : 20 Kesadaran : Compos mentis


IMT 22,2 Normal
Trombosit: 9
Suhu : 36.7 IgG dan IgM Dengue Reaktif
Hemoglobin: 12,5
SGOT: 307,7
SGPT: 240.7
A : DHF 1
P:
Manajemen nyeri
Follow up hasil lab
Monitor keadaan umum
R/
Pronovir 3x500
Imunos 3x1
MPS 8mg 2-0-1
Curcuma 3x1

3. 20/04/2021 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang, mual


O:

Hemoglobin: 11.6
CKMB: 37
Trombosit: 13
EKG: AMI Inferior
USG: Cholecystitis Akut, tanpa Cholelitiasis
Anti HAV: reaktif
KU : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Ekspresi wajah kurang rileks
Infus (+)
A : Hepatitis A, DHF 1, Ami Inferior
P:
Monitoring Keadaan Umum
Monitoring tingkat nyeri
R/
MPS 8g 2-0-1
ISDN 3x1
CPG 1x75 mg
TD : 123/80 SpO2 : 95%
TD : 123/80 SpO2 : 96%
N : 65 RR : 20
4 21/04/2021 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang, badan
N : 65 RR : 20 lemas.
Suhu : 36.1 EWS :3 O:
Suhu : 36.1 Ews:3

Trombosit: 35
KU : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
A : Hepatitis A, DHF 1, Ami Inferior
P:
Monitoring keadaan umum
Monitoring skala nyeri
Cek darah rutin ulang
R/
Lanjutkan terapi

5. 22/04/2021 S : Pasien mengatakan badan lemas, mual


berkurang
O:

Trombosit: 75
KU : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Ekspresi wajah kurang rileks
A : Hepatitis A, DHF 1, Ami Inferior
P:
Boleh pulang
R/
Teruskan terapi

6. 23/04/2021 S : Pasien mengatakan tidak ada keluhan


TD : 170/95 SpO2 : 98%
O:
N : 46 RR : 20

Suhu : 36.2 EWS :1

Trombosit: 120
KU : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Ekspresi wajah kurang rileks
A : Hepatitis A, DHF 1, Ami Inferior
P:
Boleh pulang
R/
Teruskan terapi

8. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

a. Rencana Pemecahan Masalah Hepatitis A

Assesment Hepatitis A
IpDx Keluhan utama
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan darah lengkap
Kenaikan titer anti-HAV
IpRx Inf RA 20 tpm
Pronovir/isoprinosin 3x1
Imunos 3x1
Methylprednisolone 2-0-1
Curcuma 3x1
Antrain 3x1
Ranitidine 2x1
Ondansentron 3x1
IpMx Observasi tanda vital dan keluhan
Balance cairan/24 Jam
Cek SGOT dan SGPT
IpEx Edukasi kepada pasien:
a) Menjelaskan pada pasien bahwa
pasien mengalami hepatitis A
b) Menjelaskan pada pasien akan
pentingnya menjaga hygiene yang
baik seperti mencuci tangan setelah
buang air besar dan sebelum
menyiapkan makanan
c) Menjelaskan kepada pasien agar
tetap memperoleh asupan gizi dan
cairan yang cukup

Edukasi kepada keluarga:


a) Menjelaskan kepada keluarga pasien
tentang penyakit beserta komplikasi
dan pencegahan perburukan penyakit
yang bisa dilakukan
b) Menjelaskan kepada pasien untuk
ikut mendukung pengobatan dan
menjaga asupan gizi dan cairan yang
cukup untuk pasien
c) Menjelaskan pada pasien akan
pentingnya menjaga hygiene agar
menghindari penularan virus hepatitis
A

Edukasi kepada perawat:


a) Memberikan edukasi tatacara
pemberian obat pada pasien beserta
efek samping yang bisa terjadi pada
pasien
b) Meminta kepada perawat agar selalu
observasi keadaan umum maupun
tanda vital pasien

b. Rencana Pemecahan Masalah Dengue Fever

Assesment Dengue Fever


IpDx Keluhan pasien
Pemeriksaan darah rutin
IgG dan IgM dengue
IpRx Inf RA 20 tpm
Imunos 3x1
Curcuma 3x1
Ranitidine 2x1
Ondansentron 3x1
IpMx a) Monitoring TTV untuk mengetahui
status hemodinamik pasien
b) Monitoring Hematokrit
c) Monitoring Trombosit
d) Monitoring KU pasien, cari tau
apakah ada perdarahan spontan atau
kebocoran plasma
IpEx Edukasi kepada pasien
a) Memberi edukasi terkait penyakit
yang diderita pada pasien
b) Memberikan edukasi terkait terapi
yang diberikan
c) Menjelaskan komplikasi yang
mungkin dapat terjadi akibat penyakit
dan terapi.
d) Meminta kepada pasien untuk bed
rest dan menjaga asupan makanan

Edukasi kepada keluarga:


a) Menjelaskan kepada keluarga pasien
tentang penyakit berserta komplikasi
dan pencegahan perburukan penyakit
yang bisa dilakukan
b) Edukasi kepada keluarga pasien untuk
memberikan intake minuman yang
adekuat (bukan air putih) seperti susu,
jus buah, cairan isotonic, ORS dan air
beras.
c) Mandi atau berendam air hangat
dianjurkan bagi dewasa

Edukasi kepada perawat:


a) Memberikan penjelasan kepada
perawat akan komplikasi akut darurat
yang dapat terjadi pada pasien
b) Memberikan edukasi tatacara
pemberian obat pada pasien beserta
efek samping yang bisa terjadi pada
pasien
c) Meminta kepada perawat agar selalu
observasi keadaan umum maupun
tanda vital pasien

c. Rencana pemecahan masalah Akut Miokard Infark


Assesment Akut Miokard Infark
IpDx Keluhan pasien
Riwayat psikososial pasien
Pemeriksaan enzim jantung
(CKMB)
Hasil bacaan EKG
IpRx Inf RL 20 tpm
ISDN 3x5 mg
Clopidogrel 1x75 mg
Sucralfate 3x1
Antrain 3x1
IpMx - Monitoring KU dan keluhan
pasien
- Monitoring EKG
IpEx Edukasi kepada pasien:
a) Memberi edukasi terkait
penyebab AMI
b) Menjelaskan komplikasi yang
mungkin dapat terjadi

Edukasi kepada keluarga


pasien:
a) Untuk memberikan dukungan
kepada pasien untuk senantiasa
mengurangi kebiasaan yang
dapat menjadi factor penyebab
AMI
b) Mendukung pasien agar
beristirahat

Edukasi kepada perawat:


c) Memberikan penjelasan kepada
perawat akan komplikasi akut
darurat yang dapat terjadi pada
pasien
ALUR PIKIR
Faktor Resiko:
Alkohol, Usia,
Jenis Kelamin

Plak Non-
Aterosklerosis Aterosklerosis

Plak Tidak Stabil Kebutuhan O2


Miokard Meningkat

Oklusi Koroner

Suplai O2 Miokard
Berkurang

Iskemia Miokard

Prolonged Iskemia Metabolisme


Anaerob

Nekrosis Miokard
ATP  AMP

AMI Stimulasi Reseptor pada


Ujung Syaraf Aferen
Jantung
Fungsi Ventrikel
Kiri Menurun
Persepsi Nyeri

Curah Jantung
Menurun
Nyeri Akut
Kebersihan Kurang
Terjaga

Terkait Kebersihan
Lingkungan
Terkait Kebersihan
Makanan
Nyamuk Aedes Aegypti
Menggigit Invasi
Invasi Virus Hepatitis A Virus Dengue

Inflamasi pada Hepar Pelepasan Kortisol Pelepasan Anafilatoin


dan Prostaglandin

Gangguan Suplai Darah Asam Lambung


Normal pada Sel Hepar Meningkat Kerusakan Endotel
Pembuluh Darah
Iritasi Mukosa
Kerusakan Sel Parenkim
Agregasi Trombosit
Terutama RE, sel hati,
dan Duktus Empedu Nausea
Intrahepatik Trombositopeni

Pembentukan dan Merangsang Sel Mast Resiko


Sekresi Empedu Mengeluarkan Mediator Perdarahan
Terganggu Kimia

Gangguan Metabolisme Nosiseptor Terangsang


Gastrointestinal

Proses Transduksi,
Anoreksia, Nausea, Vomitus Transmisi, Modulasi,
Persepsi Nyeri
Gangguan Nutrisi
Nyeri
HEPATITIS A
1. Etiologi
Hepatitis A disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis A (HAV) yang melalui transmisi
fekal-oral dari makanan atau minuman yang telah terkontaminasi. Dulu hepatitis A disebut
juga hepatitis infeksiosa, hepatitis epidemika, epidemic jaundice, dan catarrhal jaundice.
Virus ini tidak memiliki amplop, merupakan virus RNA rantai tunggal. HAV dapat
memperngaruhi fungsi liver ketika melakukan replikasi dalam hepatosit. Sistem imun akan
teraktivasi untuk memproduksi sebuah reaksi spesifik untuk mencoba melawan dan
mengeradikasi agen infeksius. Sebagai konsekuensinya, liver akan mengalami inflamasi dan
membesar (Sudoyo AW, 2011).

2. Patogenesis
Penyebaran virus HAV melalui kotoran atau tinja penderita. Penyebarannya disebut
fecal-oral route contohnya tangan secara tidak sengaja menyentuh benda bekas terkena
tinja dan kemudian tanpa mencuci tangan digunaan untuk makan, atau ikan atau kerang
yang berasal dari kawasan air yang dicemari oleh kotoran manusia penderita hepatitis A.
Kadang-kadang, HAV juga diperoleh melalui hubungan seksual (anal-oral) dan transfuse
darah.
Di dalam saluran pencernaan HAV dapat berkembang biak dengan cepat, kemudian,
kemudian diangkut melalui aliran darah ke dalam hati, dimana tinggal di dalam kapiler-
kapiler darah dan menyerang jaringan disekitarnya sehingga menyebabkan hati mengalami
inflamasi dan membesar.
3. Manifestasi Klinis

Periode inkubasi infeksi virus hepatitis A antara 15-50 hari dengan rata-rata 30 hari.
Masa infeksi virus berlangsung antara 3-5 minggu. Virus sudah berada di dalam feses 1-2
minggu sebelum gejala pertama muncul dan dalam minggu pertama timbulnya gejala.
Setelah masa inkubasi muncul gejala: demam, kurang nafsu makan, mual, nyeri pada
kuadran kanan atas perut, dan dalam waktu beberapa hari kemudian timbul sakit kuning.
Urin penderita biasanya berwarna kuning gelap yang terjadi 1-5 hari sebelum penyakit
kuning. Terjadi hepatomegali dan pada perabaan hati ditemukan tenderness. Tetapi banyak
orang yang memiliki bukti serologi infeksi akut hepatitis A tidak menunjukan gejala atau
hanya sedikit sakit, tanpa icterus (Hepatitis A Anikterik). Sebagian besar (99%) dari kasus
hepatitis A adalah sembuh sendiri (Sudoyo AW, 2011).

Hepatitis A dapat dibagi menjadi 4 fase klinis:

a. Inkubasi
Periode inkubasi infeksi virus hepatitis A antara 15-50 hari dengan rata-rata 30 hari
dimana pasien tetap asimptomatik meskipun terjadi replikasi aktif virus.
b. Fase Prodomal/Pre-ikterik
Fase ini berlangsung selama 3-10 hari yang ditandai dengan munculnya gejala
seperti menurunnya nafsu makan, kelelahan, panas, mual sampai muntah, anoreksia,
nyeri perut sebelah kanan atas, demam, diare, urin berwarna coklat gelap seperti air teh
dan tinja pucat.
c. Fase Ikterik
Fase ini terjadi dimana penyakit kuning berkembang di tingkat bilirubin total
melebihi 20-40 mg/dl. Pasien seringkali baru mencari pertolongan medis pada fase ini.
Fase ikterik biasanya dimulai dalam waktu 10 hari gejala awal didahului urin berwarna
coklat. Sklera kuning, kemudian seluruh badan menjadi kuning. Terjadi puncak fase
ikterik dalam 1-2 minggu, hepatomegaly ringan yang disertai nyeri tekan. Demam
biasanya membaik setelah beberapa hari penyakit kuning. Viremia berakhir tak lama
setelah mengembangkan hepatitis, meskipun tinja tetap menular selama 1-2 minggu.
Tingkat kematian rendah (0,2% dari kasus ikterik) dan penyakit akhirnya sembuh
sendiri. Kadang-kadang nekrosis hati meluas terjadi selama 6-8 minggu pada masa
sakit. Dalam hal ini, demam tinggi, ditandai nyeri perut, muntah, penyakit kuning dan
pengembangan ensefalopati hati terkait dengan koma dan kejang, ini adalah tanda
hepatitis fulminan, menyebabkan kematian 70-90% dari pasien.
d. Masa Penyembuhan
Pada umumnya berjalan lambat, tetapi pemulihan pasien lancar dan lengkap.
Kejadian rekurensi pada hepatitis terjadi dalam 3-20% dari pasien, sekitar 4-15 minggu
setelah gejala awal sembuh. Ikterus berangsur berkurang dan hilang dalam 2-6 minggu,
demikian pula anoreksia, badan lemas dan hepatomegaly. Penyembuhan sempurna
sebagian besar terjadi dalam 3-4 bulan.

4. Diagnosis
Hepatitis A dapat didiagnosis dengan salah satu cara berikut:
a. Isolasi partikel virus atau antigen virus hepatitis A dalam tinja penderita
b. Kenaikan titer anti-HAV
c. Kenaikan titer IgM anti-HAV
Cara yang terbaik adalah cara ketiga karena kenaikan antibodi yang pertama
kali terjadi pada kasus akut adalah kelas IgM dan IgM ini tidak lama kemudian akan
menghilang. Antibodi IgM untuk virus hepatitis A pada umumnya positif ketika
gejala muncul disertai kenaikan ALT (alanine aminotransferase) atau SGPT. IgM
akan positif selama 3-6 bulan setelah infeksi primer terjadi dan bertahan hingga 12
bulan dalam 25% pasien. IgG anti-HAV muncul setelah IgM turun dan biasanya
bertahan hingga bertahun-tahun bahkan seumur hidup.
Untuk menunjang diagnosis dapat dilakukan tes biokimia fungsi hati (evaluasi
laboratorium: bilirubin urin dan urobilinogen, bilirubin total serum dan langsung,
SGPT, SGOT, fosfatase alkali, waktu prothrombin, protein total, albumin, IgG, IgA,
IgM, hitung darah lengkap). Level bilirubin naik setelah onset bilirubinuria diikuti
peningkatan ALT dan AST. Individu yang lebih tua dapat memiliki level bilirubin
yang lebih tinggi. Fraksi direct dan indirect akan meningkat akibat adanya hemolisis,
namun bilirubin indirect umumnya akan lebih tinggi daripada direct. Peningkatan
level AST dan ALT sangat sensitive untuk hepatitis A. Enzim liver ini dapat
meningkat melebihi 10.000 mIU/ml dengan level ALT lebih tinggi dari AST yang
nantinya akan kembali normal setelah 5-20 minggu kemudian. Selain itu, albumin
serum dapat turun (Gilroy RK, 2010).
Pencitraan biasanya tidak diindikasikan untuk infeksi virus hepatitis A, namun
untrasound scan dapat digunakan untuk membantu menyingkirkan diagnosis
banding, untuk melihat pastensi pembuluh darah, dan mengevaluasi apakah ada
penyakit liver kronis. USG penting dilakukan pada pasien gagal hati fulminan.
Teknik molecular dapat dilakukan melalui bahan sampel darah dan feses
untuk mendeteksi antigen virus RNA hepatitis A. Virus dan antibody dapat dideteksi
oleh RIA tersedia secara komersial, AMDAL atau ELISA kit. Biopsi hati jarang
dilakukan untuk infeksi virus hepatitis A kecuali pasien dicurigai sedang mengalami
relaps kronik virus hepatitis A dan apabila diagnosis lain tidak pasti.
5. Penatalaksanaan
Hingga sekarang belum ada pengobatan spesifik bagi hepatitis virus akut. Tidak
ada indikasi terapi kortikosteroid untuk hepatitis virus akut. Penambahan vitamin
dengan makanan tinggi kalori protein dapat diberikan pada penderita yang mengalami
penurunan berat badan atau malnutrisi.
Istirahat dilakukan dengan tirah baring pada masa masih banyak keluhan,
mobilisasi berangsur dimulai jika keluhan atau gejala berkurang, bilirubin dan
transaminase serum menurun. Aktivitas normal sehari-hari dimulai setelah keluhan
hilang dan data laboratorium normal.
Tidak ada diet khusus bagi penderita hepatitis A, yang penting adalah jumlah
kalori dan protein adekuat, disesuaikan dengan selera penderita, terkadang pemasukan
nutrisi dan cairan kurang akibat mual dan muntah, sehingga perlu ditunjang oleh nutrisi
parenteral contohnya infus Dekstrose 10-20%.
Tidak ada bukti yang baik bahwa pembatasan lemak memiliki efek
menguntungkan pada program penyakit. Telur, susu dan mentega benar-benar dapat
membantu memberikan asupan kalori yang baik. Minuman mengandung alcohol tidak
boleh dikonsumsi selama hepatitis akut karena efek hepatotoksik langsung dari alcohol
(Previsani, 2000).
6. Prognosis
Prognosis hepatitis A sangat baik, lebih dari 99% dari pasien sembuh sendiri.
Komplikasi akibat hepatitis A hamper tidak ada kecuali pada para lansia atau seseorang
yang sudah mengidap penyakit hati kronis atau sirosis. Hanya 0.1% pasien berkembang
menjadi nekrosis hepatic akut fatal.
Demam Berdarah Dengue
1. Etiologi
Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang
termasuk kelompok Arbovirus yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus,
famili Flaviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Di Indonesia, serotipe DEN-3 merupakan yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukan manifestasi klinik yang berat. Di Indonesia
vector utamanya adalah nyamuk Aedes Aegypti. Vektor ini bersarang di bejana-
bejana yang berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum penampungan air,
kaleng bekas, dan lainnya.
2. Vektor dan Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi
virus dengue, yaitu manusia, virus dan vector perantara. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini dapat
mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia. Kemudian virus yang berada di kalenjar liur berkembang biak dalam waktu
8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada
manusia pada gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan
pada telurnya (transovarian transmission), namun peranannya dalam virus tidak
terlalu penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh
nyamuk, maka nyamuk tersebut akan mampu menularkan virus selama hidupnya
(infektif). Di dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari
manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam
timbul. Orang yang memiliki kekebalan yang cukup terhadap virus dengue tidak
akan terserang penyakit ini meskipun dalam darahnya terdapat virus.
Ada 2 teori tentag terjadinya manifestasi yang lebih berat, hal ini dikemukakan oleh
pakar demam berdarah dunia.
1. Teori infeksi primer/teori virulensi: yaitu munculnya manifestasi disebabkan
karena adanya mutase dari virus dengue menjadi lebih virulen.
2. Teori infeksi sekunder: yaitu munculnya manifestasi berat bila terjadi infeksi
ulangan oleh virus dengue yang serotipenya berbeda dengan infeksi sebelumnya.

3. Patogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh menusia melalui gigitan nyamuk dan
infeksi pertama kali mungkin memberi gejala DF. Reaksi tubuh merupakan reaksi
yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi berbeda akan tampak, bila
seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan
hal ini timbulah yang disebut dengan the secondary heterologous infection atau the
sequential infection hypothesis yang dianut oleh sebagian besar pakar. Re-infeksi ini
akan menimbulkan suatu reaksi anamnestic antibody, sehingga menimbulkan
konsentrasi kompleks antigen-antibodi yang tinggi. Hal ini akan mengaktivasi
system komplemen, yang berakibat dilepaskannya anafilaktosin C3a dan C5a. C5a
menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat
berperan dalam terjadinya renjatan.
Kemudian, timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan
mengalami kerusakan metamorphosis dan akan dimusnahkan oleh system
retikoendotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan pendarahan. Pada keadaan
agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif (histamin dan serotonin) yang
meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit factor 3 yang
merangsang koagulasi intravaskuler. Yang ketiga ialah terjadinya aktivasi factor
Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intravaskuler yang
meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan
dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi fibrin
degradation produk. Disamping itu aktivasi akan merangsang system kinin yang
berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah.
4. Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan
dan gejala karena viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh
badan, timbulnya ruam dan kelainan lain yang mungkin terjadi pada sisten
retikuloendotelian seperti pembesaran kalenjar getah bening, hati, dan limfa. Ruam
pada DF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dengan DHF adalah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pengeluaran zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi system
kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler . Hal ini berakibat
berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi hemokonsentrasi, hipoproteinemia,
efusi dan renjatan.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda
dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan
meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan
bahwa penghancuran trombosit terjadi di system retikuloendotelial. Fungsi agregasi
trombosit mungkin menurun karena disebabkan proses imunologis terbukti dengan
terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi
disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti
terganggu oleh aktivasi system koagulasi.

5. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan WHO 2011

DF/DHF Derajat Gejala dan Tanda Laboratorium


DF Demam dengan 2 gejala berikut: 1. Leukopenia <5000
1. Nyeri kepala sel/mm3
2. Nyeri retroorbital 2. Trombositopenia
3. Myalgia <150.000/mm3
4. Arthalgia atau nyeri tulang 3. Peningkatan
5. Ruam hematokrit 5-10%
6. Manifestasi perdarahan 4. Tidak ada bukti
7. Peningkatan hematokrit 5- kebocoran plasma
10%
Tidak ada bukti kebocoran
plasma
DHF I Demam dan manifestasi 1. Trombositopenia
perdarahan (tes torniquet positif) <100.000/mm3
dan terdapat kebocoran plasma 2. Peningkatan
antara lain hematokrit >20%
DHF II Sama dengan derajat I plus Sama dengan derajat I
perdarahan spontan
DHF III Sama dengan derajat I atau II plus Sama dengan derajat I atau
kegagalan sirkulasi (nadi lemah, II
pulse pressure sempit <20mmHg,
hipotensni, kelemahan umum)
DHF IV Sama dengan derajat III plus syok Sama dengan derajat I atau
berat dengan tekanan darah tidak II
terukur dan nadi tidak teraba.
**Kebocoran plasma ditandai dengan peningkatan hematokrit /hemokonsentrasi > 20%
dari baseline atau penurunan pada masa konvalesens atau bukti perembesan plasma
seperti efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia/albuminemia.

6. Fase Perjalanan Penyakit

Fase Febris - Demam mendadak tinggi 2-7 hari


- Muka kemerahan, eritema kulit
- Nyeri seluruh badan, myalgia, arthalgia
- Sakit kepala
- Beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorokan, injeksi
farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.
- Dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie,
eprdarahan mukosa, walau jarang dapat pula terjadi
perdarahan pervaginam dan gastrointestinal.
Fase kritis - Terjadi pada hari ke 3-7 sakit
- Ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaika
permeabilitas kapiler dan timbul kebocoran plasma yang
biasanya berlangsung 24-48 jam
- Kebocoran plasma sering didahului leukopenia progresif
disertai penurunan hitung trombosit
- Dapat terjadi syok
Fase - Terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
pemulihan intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya
- Ku membaik, nafsu makan pulih, hemodinamik stabil,
diuresis membaik
7. Tatalaksana

Sumber:World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011dengan modifikasi.
Tanda kegawatan
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi dengue,
seperti berikut:
 Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa transisi ke
fase bebas demam / sejalan dengan proses penyakit
 Muntah yg menetap, tidak mau minum
 Nyeri perut hebat
 Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak
 Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang
hebat, warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria
 Giddiness (pusing/perasaan ingin terjatuh)
 Pucat, tangan - kaki dingin dan lembab
 Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam

Monitor perjalanan penyakit DF/DHF


Parameter yang harus dimonitor mencakup:
 Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala lain
 Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok, serta
mudah dan cepat utk dilakukan
 Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal setiap 2-4
jam pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
 Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih sering
pada pasien tidak stabil/ tersangka perdarahan.
 Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien dengan
syok berkepanjangan / cairan yg berlebihan.
 Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam (berdasarkan berat badan ideal)
Indikasi cairan intravena
 Pasien tidak mendapat intake cairan adekuat atau muntah
 Ketika HCT tetap naik 10-20% dengan rehidrasi oral
 Impending syok/syok

Prinsip umum terapi cairan pada DHF

 Sebaiknya gunakan cairan kristaloid isotonic selama fase kritis kecuali pada bayi
<6 bulan dimana natrium klorida 0.45% dapat digunakan
 Larutan koloid hiper-onkotik (osmolaritas >300 mOsm/l) seperti dekstran 40 atau
cairan starch dapat digunakan pada pasien dengan kebocoran plasma masif, dan
mereka yang tidak merespon terhadap volume minimum kristaloid. Cairan koloid
iso-onkotik seperti plasma dan hemaccel mungkin tidak efektif.
 Volume rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk mempertahankan volume
dan sirkulasi intravaskuler yang adekuat.
 Durasi terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga 48 jam untuk pasien
syok. Namun, bagi pasien yang tidak mengalami syok lamanya terapi cairan
mungkin harus lebih lama tetapi tidak lebih dari 60 hingga 72 jam. Ini karena
kelompok pasien terakhir baru saja memasuki periode kebocoran plasma
sementara pasien syok telah mengalami durasi kebocoran plasma yang lebih lama
sebelum terapi intravena dimulai.
 Pada pasien obesitas, berat badan ideal harus digunakan sebagai panduan untuk
menghitung volume cairan
 Transfuse trombosit tidak direkomendasikan untuk trombositopenia. Hanya
dipertimbangkan pada pasien dewasa dengan hipertensi dan dengan
trombositopenia berat (<10.000/mm3)

Kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal

Ideal body Maintenance M+5% Ideal body Maintenanc M+5%


weight (Kgs) (ml) deficit (ml) weight (Kgs) e (ml) deficit (ml)

5 500 750 35 1800 3550


10 1000 1500 40 1900 3900
15 1250 2000 45 2000 4250
20 1500 2500 50 2100 4600
25 1600 2850 55 2200 4950
30 1700 3200 60 2300 5300

Note Children rate Adult rate (ml/hour)


(ml/kg/hour)
Half the maintenance M/2 1.5 40-50
Maintenance (M) 3 80-100
M + 5% deficit 5 100-120
M + 7% deficit 7 120-150
M + 10% deficit 10 300-500
Akut Miokard Infark

1. Definisi
Penyakit jantung coroner (PJK) merupakan kondisi yang terjadi akibat
penumpukan plak di arteri jantung sehingga mengakibatkan suplai darah ke jantung
menjadi terganggu dan bisa menyebabkan serangan jantung. Beberapa jenis penyakit
yang termasuk dalam PJK adalah sendiri antara lain gagal jantung, angina pectoris, infark
miokard akut (AMI) dan infark miokard lama (OMI).
Akut Infark Miokard adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena
sumbatan arteri coroner. Sumbatan terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding
arteri coroner, sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung.
Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri besar dan sedang dimana lesi
lemak yang disebut plak ateromatosa timbul pada permukaan dalam dinding arteri
sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke arteri bagian distal.
2. Etiologi
Akut Miokard Infark disebabkan oleh karena aterosklerotik atau penyumbatan total atau
Sebagian oleh emboli dan atau thrombus. Faktor resiko yang menjadi pencetusnya
adalah:
1. Factor resiko yang dapat diubah
a. Mayor
Merokok, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia, hiperkolesterolemia dan pola
makan (tinggi lemak dan kalori)
b. Minor
Stress, kepribadian tipe A (emosional, agresif, dan ambivalen) dan inaktifitas
fisik.
2. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Hereditas/keturunan
b. Usia lebih dari 40 tahun
c. Ras, insiden lebih tinggi pada orang nerkulit hitam. Sex, pria lebih sering daripada
….wanita.
3. Tanda dan Gejala
- Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri,
kebanyakan lamanya 30 menit sampai beberapa jam, sifatnya seperti ditusuk-tusuk,
ditekan, tertindik.
- Takikardi
- Keringat berlebih
- Kadang mual bahkan mutah diakibatkan karena nyeri hebat dan reflek vasosegal yang
disalurkan dari area kerusakan miokard ke tractus gastrointestinal
- Dispnea
- Abnormal pada pemeriksaan EKG

4.…Patofisiologi
Thrombus menyumbat aliran darah arteri coroner, sehingga suplai nutrisi dan O2 ke
bagian distal terhambat. Sel otot jantung bagian distal mengalami hipoksia iskemik infark,
kemudian serat otot menggunakan sisa akhir oksigen dalam darah, hemoglobin menjadi
tereduksi secara total dan menjadi berwarna biru gelap, dinding arteri menjadi permeable,
terjadilah edmatosa sel, sehingga sel mati.
Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk melakukan
metabolisme CO2 (metabolisme anaerob), sehingga menghasilkan asam laktat dan juga
merangsang pengeluaran zat zat iritatif lainnya seperti histamin, kinin, atau enzim
proteolitik seluler merangsang ujung syaraf reseptor nyeri di otot jantung, impuls nyeri
dihantarkan melalui serat syaraf aferen simpatis, kemudian dihantarkan ke thalamus,
korteks serebri, serat syaraf aferen dan dipersepsikan nyeri. Perangsangan syaraf simpatis
yang berlebihan akan menyebabkan:
a. meningkatnya kerja jantung dengan menstimulasi SA Node sehingga menghasilkan
frekuensi denyut jantung lebih dari normal (takikardi)
b. merangsang kalenjar keringat sehingga eksresi keringat berlebihan
c. menekan kerja parasimpatis, sehingga gerakan peristaltic menurun, akumulasi cairan
di saluran pencernaan, rasa penuh di lambung sehingga merangsang rasa mual dan
muntah.
d. Vasokontriksi pembuluh daraf perifer, sehingga aliran balik darah vena ke atrium
kanan meningkat, dan akhirnya tekanan darah meningkat.
Letak infark ditentukan oleh letak sumbatan arteri coroner yang mensuplai darah ke
jantung. Terdapat dua arteri coroner besar yaitu arteri coroner kanan dan kiri. Arteri
coroner kiri bercabang menjadi dua yaitu descenden anterior dan arteri sirkumpeks kiri.
Arteri koronaria descenden anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding kearah
afeks jantung. Bagian ini mensuplai aliran 2/3 dari septum intraventrikel, sebagian besar
apeks, dan vetrikel kiri anterior. Sedangkan cabang sirkumpleks kiri berjalan dari coroner
kiri kearah dinding lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah yang disuplai meliputi atrium
kiri, seluruh dinding posterior, dan 1/3 septum intraventrikel posterior. Selanjutnya arteri
coroner kanan berjalan dari aorta sisi kanan aretri pulmonal kearah dinding lateral kanan
sampai ke posterior jantung. Bagian jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan,
ventrikel kanan, nodus SA, nods AV, septum interventrikel posterior superior, bagian
atrium kiri, dan permukaan diafragmatik ventrikel kiri. Berdasarkan hal diatas maka
dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan disebabkan oleh gangguan cabang
desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa disebabkan oleh lesi pada arteri
coroner kanan.

5. Pemeriksaan penunjang Akut Miokard Infark (AMI)


a. EKG (electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan
perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh
dari jaringan iskemik, lebih serius lagi jaringan iskemik akan mengubah segmen ST
menyebabkan ST depresi. Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik
dan gagal untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat
nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik,
gelombang Q terbentuk.Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara
electrical, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat
iskemik terjadu lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang
T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membaik.
Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali
normal.
b. Test darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein
tertentu keluar masuk aliran darah.
1. LDH (laktat dehidrogenisasi), terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu
setelah 24 jam kemudian mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi
sampai dengan 2 minggu. Iso enzim LDH lebih spesifik daripada CKMB akan
tetapi penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai troponin, terutama
troponin T. Seperti yang kita ketahui, bahwa ternyata isoenzim CKMB maupun
LDH selain ditemukan pada otot jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal.
2. Tropinin T dan I, merupakan protein tanda paling spesifik pada cedera otot
jantung, terutama troponin T (sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan miokard
dan masih tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu).
Pemeriksaan enzim jantung diukur setiap selama tiga hari pertama, peningkatan
bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.
a. CKMB
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak
dalam 12-24 jam
b. LDH
Meningkat dalam 12-24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal
c. Oronary Angiography
Merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan pembuluh darah.
Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri
coroner.
6. Tatalaksana
Tujuan dari penanganan pada infark miokard adalah menghentikan perkembangan
serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan kesempatan untuk
penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Berikut adalah penanganan yang
dilakukan pada pasien dengan AMI:
a. berikan oksigen meskipun kadar oksigen darah normal. Persediaan oksigen yang
melimpah dapat mengurangi beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6
L/menit melalui nasal kanul
b. pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi
pada jam jam pertama pasca serangan
c. pasien dalam kondisi bedrest untuk menurunkan kerja jantung sehingga mencegah
kerusakan otot jantung lebih lanjut.
d. Pemasangan IV untuk memudahkan pemberian obat dan nutrisi yang diperlukan.
Pada awal serangan pasien tidak diperbolehkan mendapat asupan nutrisi lewat mulut
karena akan meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen sehingga bisa
membebani jantung.
e. Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan
aspirin (antiplatelet) untuk mencegah pembekuan darah. Bagi pasien yang alergi
aspirin dapat diberikan clopidogrel.
f. Nitroglicerin dapat diberikan untuk menurunkan beban kerja jantung dan
memperbaiki aliran darah yang tidak normal. Nitrogliserin dapat membedakan apakah
infark atau angina. Apabila infark tidak hilang dengan pemberian nitrogliserin.
g. Morphin merupakan antinyeri narkotik paling poten, akan tetapi sangat mendepresi
aktivitas pernafasan sehingga tidak boleh diberikan pada pasien dengan Riwayat
gangguan pernafasan.
Obat-obat yang digunakan pada pasien dengan AMI diantaranya:
a. Obat trombolitik
Untuk memperbaiki kembali aliran darah pada pembuluh darah coroner, sehingga
reperfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut. Obat ini digunakan
untuk melarutkan berkuan darah yang menyumbat arteri coroner. Waktu paling
efektif diberikan adalah 1 jam setelah timbul gejala dan tidak boleh 12 jam pasca
serangan dan tidak boleh diberikan pada pasien >75 tahun. Contohnya adalah
streptokinase.
b. Beta blocker
Obat ini menurunkan beban kerja jantung. Bisa juga digunakan untuk nyeri
dada/ketidaknyamanan/mencegah serangan jantung tambahan. Beta blocker juga
bisa digunakan untuk memperbaiki aritmia. Terdapat 2 jenis yaitu cardioselektive
(metoprolol, atenolol, acebutol) dan non-cardioselective (propranolol, pindolol,
nadolol).
c. ACE inhibitor
Obat ini menurunkan tekanan darah dan mengurangi cedera pada otot jantung.
Obat ini juga dapat digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot jantung.
Contoh: captopril
d. Obat antikoagulan
Obat ini dapat mengencerkan darah dan mencegah pembentukan bekuan darah
pada arteri. Missal heparin dan enoksaparin.
e. Obat anti platelet
Obat ini missal aspirin dan clopidogrel menghentikan platelet untuk membentuk
pembekuan yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 4th cd. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. P420-428
2. Previsani N, Lavanchy D. Hepatitis A. 2000. [cited 2011jan 25]. [Internet] Available at:
http://www.who.int/csr/disease/hepatitis/HepatitisA_whocdscsredc2000_7.pdf
3. 5 Gilroy RK. Hepatitis A: Differential Diagnoses & Workup.2010 Dec 29. [cited 2011
Jan 25]. [Internet] Available at: http://emedicine.medscape.com/article/177484-diagnosis
4. Hadinegoro S. R. H., Soegijanto S., Wuryadi S., Soroso T., Pendahuluan :Epidemiologi
Demam Berdarah Dengue, Tatalaksana Demam Berdarah Dengue, Depertemen
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2006.
5. Hendarwanto, Dengue: Epidemiologi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, ed. 3,
Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2007
6. Hadinegoro S.R. H, Soegianto S, Wuryadi S, Suroso T, Tatalaksana Demam Dengue/
Demam Berdarah Dengue pada Anak, Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap
Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam
tatalaksana kasus DBD, ed. I, Balai Penerbit FKUI, 2004.
7. Dengue haemorrhagic fever:diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd edition.
Geneva:WorldHealthOrganization.2009,http://www.who.int/csr/resources/publications/de
ngue/denguepublication/en/
8. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih Bahasa : Pendit, B.U.Jakarta: EGC;
2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

Anda mungkin juga menyukai