Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 53 TAHUN


DENGAN HIPERTENSI DAN GAGAL GINJAL KRONIK
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Temanggung

Disusun Oleh :

Aisyah Amieni Ardi Putri

20204010132

Pembimbing :

dr. Budi Rahardjo, Sp.PD, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT DALAM RSUD TEMANGGUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kasus : Seorang perempuan 53 tahun dengan Hipertensi dan Gagal Ginjal Kronik

Oleh : Aisyah Amieni Ardi Putri

NIPP : 20204010132

Temanggung, 29 Januari 2021

Pembimbing,

dr. Budi Rahardjo, Sp.PD, FINASIM


PENYAJIAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn.S
Umur : 53 tahun
Alamat : Gegunung RT 1 RW 1 Balerejo
Tanggal masuk ke RS : 19 Desember 2020
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
No. RM : 00315717
Tempat : IGD
II. DATA DASAR
A. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pasien mengeluh mual
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSUD Temanggung
dengan keluhan mual
Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Hipertensi : (+)
b. Diabetes Melitus : (-)
c. Penyakit Jantung : (-)
d. Gagal ginjal : (+) belum pernah HD
Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Hipertensi : (+)
b. Diabetes Melitus : (-)
c. Penyakit Jantung : (-)
Riwayat Penyakit Sosial : Pasien adalah seorang pensiunan dan
Pasien BPJS. Lingkungan di rumah terdapat
perokok aktif. Rumah setiap hari dibersihkan.
B. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Lemas
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. GCS : E4M6V5
d. Tanda Vital di Poli :
Tekanan darah : 127/70 mmHg
Nadi : 98x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,8oC
SpO2 : 97%
e. Status Generalis

Kepala Normochepal

Kulit Turgor normal

Mata  Konjungtiva pucat (-/-)


 Sklera ikterik (-/-)
 Palpebra oedem (-/-)

Hidung  Discharge (-/-)


 Napas cuping (-/-)

Bibir  Bibir pucat (-)


 Sianosis (-)
 Lidah kotor (-)

Leher  PKGB (-)


 Perbesaran kelenjar tiroid (-)
 Nyeri tekan (-)
 JVP dalam batas normal

Thorax PARU

 Inspeksi: simetris saat statis dan dinamis.


 Palpasi: Nyeri tekan (-), stem fremitus
kanan=kiri.
 Perkusi: Sonor seluruh lapang paru.
 Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), suara
tambahan (-/-)

JANTUNG

 Inspeksi: Ictus cordis pada SIC 5 linea


midclavicular sinitra.
 Palpasi: Ictus Cordis teraba pada SIC 5 lateral
midclavicula sinistra, kuat angkat (+), thrill (-).
 Perkusi:
Batas atas : Spatium intercostale III linea
parasternal sinistra.
Batas kiri : Spatium intercostale V linea
midclavicula sinisra.
Batas kanan : Spatium intercostale V linea
parasternal dextra.
 Auskultasi: Bunyi jantung I-II regular, murmur
(-).

Abdomen  Inspeksi: simetris, jejas (-)


 Auskultasi: Bising usus (-), denyut aorta (-).
 Perkusi: Timpani, pekak alih (-)
 Palpasi: Supel, distensi (-), hepatomegaly (-),
splenomegaly (-), nyeri tekan kuadran kanan
atas

Ekstremitas Oedem - -

- -

- -
Akral dingin

- -

 Capillary refill time < 2 detik


 Clubbing finger (-)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: 19-12-2020

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan


DRL + Kimia Klinik
Hemoglobin 8,9 g/dl 13.2-17.3 L
Hematokrit 26 % 40-52 L
Leukosit 9,5 103/ul 3.8-10.6 N
Eritrosit 2,98 106/ul 4.40-5.90 L
Trombosit 306 103/ul 150-440 N
MCV 86,9 Fl 80-100 N
MCH 29,9 Pg 26-34 N
MCHC 34,4 g/dl 32-36 N
Eosinofil 4,1 % 2-4 H
Basofil 0,9 % 0-1 N
Netrofil 50,1 % 50-70 N
Limfosit 36,2 % 25-40 H
Monosit 8,7 % 2-8 H
Ureum 259,7 mg/dL 10-50 HH
Kreatinin 21,89 mg/dL 0.6-1.2 HH
SGOT 32,6 U/L 0-50 N
SGPT 23,6 U/L 0-50 N
Golongan Darah A

Imunologi

ANTI SARS COV-2 IgM Non reaktif Non


reaktif
ANTI SARS COV-2 IgG Non reaktif Non
reaktif
Laboratorium : 20 Desember 2020
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Urin Lengkap
Warna Kuning
Kekeruhan Agak keruh
pH 7,0 4.8-7.8
Berat Jenis 1,010 1.003-1.030
Glukosa Negatif Negatif
Protein POS (3+) Negatif
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Normal Negatif-Trace
Tes Benzidine POS (2+)
Nitrit Negatif
Leukosit Negatif
Mikroskopis

Epitel 5-6
Leukosit 3-4 /lpb 0-6
Eritrosit 3-5 /lpb 0-1
Silinder Negatif
Bakteri Pos (1+)
Bakteri
Kristal Negatif
Lain-lain Negatif

Imunologi

ANTI HCV Non reaktif Non reaktif


HbsAg Non reaktif Non reaktif
ANTI HIV Non reaktif Non reaktif
Laboratorium: 21-12-2020

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan


DRL + Kimia Klinik
Hemoglobin 9,7 g/dl 13.2-17.3 L
Hematokrit 28 % 40-52 L
Leukosit 7,6 103/ul 3.8-10.6 N
Eritrosit 3,27 106/ul 4.40-5.90 L
Trombosit 318 103/ul 150-440 N
MCV 85,6 Fl 80-100 N
MCH 29,7 Pg 26-34 N
MCHC 34,6 g/dl 32-36 N

EKG
IRAMA : Sinus
FREKUENSI : 100 x/menit
RITME : Reguler
AKSIS : Normoaxis
GELOMBANG P : <0,12 detik
INTERVAL PR : <0,20 detik
QRS KOMPLEKS : 0,06 detik
ST SEGMEN : ST isoelektrik
KESAN :Sinus Rhytm , Normal EKG

D. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Riwayat hipertensi
2. Riwayat Gagal Ginjal (tidak pernah HD)
3. Nyeri tekan kuadran kanan atas
4. Hemoglobin 8,9 L
5. Hematokrit 26%  L
6. Eritrosit 2,98  L
7. Eosinofil 4,1 H
8. Neutrofil 3,8  L
9. Limfosit 36,2  H
10. Monosit 8,7  H
11. Ureum 259,7  HH
12. Kreatinin 21,89 HH
13. Urin  agak keruh
14. Protein urin  POS (3+)
15. Tes Benzidine  POS (2+)
16. Mirkoskopis urin  POS (1+) bakteri
E. ANALISIS SINTESIS

1.Hipertensi :1
2. Gagal ginjal kronik : 2,11,12

F. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

Assessment: Hipertensi Derajat 1

IpDx: Kategori JNC-8 TD sistolik 140-159 atau diastolic 90-99

IpRx: ACE inhibitor: Captopril awal 12,5 mg 3x1

ARB + CCB: Losartan 50mg 1x1, Valsartan 80mg/hari, Candesartan


4mg 1x1, Amlodipine 2,5-10mg, Nifedipine 30-60 mg

Diuretik: furosemide 40mg 2x1

IpMx: Monitoring TTV, Lab, EKG, monitoring efek samping obat

IpEx:  Memberitahu pasien dan keluarga bahwa pasien mengalami


hipertensi

 Memberi edukasi pada keluarga terkait terapi non farmakologi


terhadap hipertensi seperti pengaturan pola makan, perubahan
gaya hidup

 Menjelaskan penggunaan obat obat anti hipertensi yang


digunakan kepada pasien
Assessment: Gagal Ginjal Kronik

IpDx: Pemeriksaan darah (kadar ureum-kreatinin), Laju Filtrasi Glomerolus


(LFG), Pemeriksaan Urin (proteinuria/albuminuria), Pemeriksaan
elektrolit darah

IpRx: Pengaturan tekanan darah pada pasien hipertensi

Pengaturan pola makanan pada pasien sesuai dengan kondisi ginjal

Pemberian buffer pencegahan asidosis metabolik pada pasien GGK

Pemberian asam folat

Dialisis

IpMx: Monitoring TTV, Lab (Ureum, Kreatinin, Proteinuria, Albuminuria),


EKG, monitoring efek samping obat, monitoring elektrolit darah

IpEx:  Memberitahu pasien dan keluarga bahwa pasien mengalami


gagal ginjal kronik

 Memberi edukasi perihal terapi pada pasien ada terapi non


farmakologis, farmakologis, cuci darah (dialysis)

G. CATATAN KEMAJUAN
Masalah : Mual

Follow Up hari 1 pasien di RS (19/12/2020) di Kenanga 2

S Pasien mengatakan mual

KU : CM, Lemas Kepala: konjungtiva pucat (-/-), sklera


O TD : 160/90 mmHg ikterik (-/-)
Nadi : 98x/menit
Suhu : 36,8°C Thorax: SDV (+/+), perkusi sonor
Respirasi : 20x/menit kanan=kiri, rh -/-, wh-/-
SpO2 : 98% Abdomen : distensi -
Ureum : 259,7 Ekstremitas atas: akral dingin (-/-),
Creatinin : 21,89 Ekstremitas bawah: akral dingin (-/-),
CCT (Creatinine Clereance
Test) : 3,8

A Perfusi Jaringan Ginjal inefektif

- Inf. Asering NaCl 20


tpm
- Injeksi Ranitidine 2x1
- Injeksi ondansetron 3x1
- Nucral syrup 3x1
- Amlodipine 5 mg I-0-0
P - Monitor KU, TTV , efek
samping obat
- Monitor mual dan
muntah
- Fasilitasi hemodialysis

Masalah : Mual

Follow Up hari 2 pasien di RS (20/12/2020) di Kenanga 2

S Pasien mengatakan mual

KU : CM Kepala: konjungtiva pucat (+/+),


TD : 199/86 mmHg sklera ikterik (-/-)
Nadi : 98x/menit Thorax: SDV (+/+), perkusi sonor
O Suhu : 36,8°C kanan=kiri, rh -/-, wh-/-
Respirasi : 20x/menit Abdomen : distensi -
SpO2 : 92% Ekstremitas atas: akral dingin (-/-),
udem (-/-)
CCT (Creatinine Clereance Ekstremitas bawah: akral dingin (-/-),
Test) : 3,5 udem (+/+)

A Perfusi Jaringan Ginjal inefektif

- Inf. Asering NaCl 20


tpm
- Injeksi Ranitidine 2x1
- Injeksi ondansetron 3x1
- CaCo3 3x1
- Amlodipine 5 mg I-0-0
- Asam folat 3x1
P - Transfusi PRC 1 kolf
- Cek Hb post 6 jam dan
reaksi transfusi
- Monitor KU, TTV , efek
samping obat
- Monitor mual dan
muntah

Masalah : Mual dan Lemas

Follow Up hari 3 pasien di RS (21/12/2020) di Kenanga 2

S Pasien mengatakan mual dan lemas

KU : CM, lemas Kepala: konjungtiva pucat (+/+),


TD : 148/90 mmHg sklera ikterik (-/-)
Nadi : 93x/menit Thorax: SDV (+/+), perkusi sonor
Suhu : 36,5°C kanan=kiri, rh -/-, wh-/-

O Respirasi : 20x/menit Abdomen : distensi -


SpO2 : 94% Ekstremitas atas: akral dingin (-/-),
CCT (Creatinine Clereance udem (-/-)
Test) : 3,5 Ekstremitas bawah: akral dingin (-/-),
IMT : 24 (overweight) udem (+/+)
A Perfusi Jaringan Ginjal inefektif

- Inf. Asering NaCl 20


tpm
- Injeksi Ranitidine 2x1
- Injeksi ondansetron 3x1
- CaCo3 3x1
- Amlodipine 5 mg I-0-0
- Candesartan 16 mg 0-0-I
- Asam folat 3x1
P
- Transfusi PRC 1 kolf
- Cek Hb post 6 jam dan
reaksi transfusi
- Monitor KU, TTV
- Monitor mual dan
muntah
- Diet rendah protein
PEMBAHASAN

1. HIPERTENSI

 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140
mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). Hipertensi
didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90
mmHg.

Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi


berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan
menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan
umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik,
perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak
jenuh.

Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan


jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang
berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung
yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the
silent killer yang merupakan salah satu faktor resiko paling berpengaruh penyebab
penyakit jantung (cardiovascular).

 Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik,


hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic
hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan
tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik
berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi
(denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan
tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya
lebih besar.

Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan


tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan
pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh
darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan
terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya.
Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam
keadaan relaksasi di antara dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan
peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik.

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui


penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus.
Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas
susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na,
peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko,
seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.

2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus.


Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing,
feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan,
dan lain-lain.

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on


Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC
VII), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok
normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II.
 Patofisiologi

Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah


secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk
mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek
kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera.
Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur
jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.

1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah

Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan


penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses
multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk
deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai
substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak.
Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen
pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai
oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu.

Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam


pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah
vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi
endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.

2) Sistem renin-angiotensin

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin


II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.

a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus.


Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur


volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang
pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

3) Sistem saraf simpatis

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.35

 Faktor-faktor Risiko Hipertensi

Faktor resiko terjadinya hipertensi antara lain:

1) Usia

Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada laki-


laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita meningkat
pada usia lebih dari 55 tahun.

2) Ras/etnik

Hipertensi bisa mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa sering muncul


pada etnik Afrika Amerika dewasa daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik.
3) Jenis Kelamin

Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada


wanita.

4) Kebiasaan Gaya Hidup tidak Sehat

Gaya hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan hipertensi, antara lain
minum minuman beralkohol, kurang berolahraga, dan merokok.

a. Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi,


sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap
oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga
ke otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan
memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih
tinggi.37

Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan tekanan darah


karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Kandungan bahan kimia
dalam tembakau juga dapat merusak dinding pembuluh darah.

Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen


dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung
dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan
jaringan tubuh lainnya.

Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen


dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung
dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan
jaringan tubuh lainnya.
b. Kurangnya aktifitas fisik

Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang


yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut
jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih
keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah,
makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga
meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah.
Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan
yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat.

Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki


efek antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada
penderita hipertensi. Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi,
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan

menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas


pada hipertensi.

 Diagnosis Hipertensi

Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat menggunakan


sphygmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali pengukuran
dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan posisi telapak
tangan menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya setinggi jantung.
Pengukuran dilakukan dalam keadaan tenang. Pasien diharapkan tidak
mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat mempengaruhi tekanan darah
misalnya kopi, soda, makanan tinggi kolesterol, alkohol dan sebagainya.

Pasien yang terdiagnosa hipertensi dapat dilakukan tindakan lebih lanjut


yakni :

1) Menentukan sejauh mana penyakit hipertansi yang diderita


Tujuan pertama program diagnosis adalah menentukan dengan tepat sejauh
mana penyakit ini telah berkembang, apakah hipertensinya ganas atau tidak, apakah
arteri dan organ-organ internal terpengaruh, dan lain- lain.

2) Mengisolasi penyebabnya

Tujuan kedua dari program diagnosis adalah mengisolasi penyebab


spesifiknya.

3) Pencarian faktor risiko tambahan

Aspek lain yang penting dalam pemeriksaan, yaitu pencarian faktor-faktor


risiko tambahan yang tidak boleh diabaikan.

4) Pemeriksaan dasar

Setelah terdiagnosis hipertensi maka akan dilakukan pemeriksaan dasar,


seperti kardiologis, radiologis, tes laboratorium, EKG (electrocardiography) dan
rontgen.

5) Tes khusus

Tes yang dilakukan antara lain adalah :

a. X- ray khusus (angiografi) yang mencakup penyuntikan suatu zat warna


yang digunakan untuk memvisualisasi jaringan arteri aorta, renal dan adrenal.

b. Memeriksa saraf sensoris dan perifer dengan suatu alat


electroencefalografi (EEG), alat ini menyerupai electrocardiography (ECG atau
EKG).

 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya
sehingga menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang berbagai
target organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal.
Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup penderita menjadi
rendah dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian pada penderita
akibat komplikasi hipertensi yang dimilikinya.

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung


maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab
kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan
tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya
autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation, dan
lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas
terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya
kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth
factor-β (TGF-β)

Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik


secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum
ditemui pada pasien hipertensi adalah:

1) Jantung

- hipertrofi ventrikel kiri

- angina atau infark miokardium

- gagal jantung

2) Otak

- stroke atau transient ishemic attack

3) Penyakit ginjal kronis

4) Penyakit arteri perifer

5) Retinopati
 Komplikasi Hipertensi Pada Ginjal

Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat


tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan
glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional ginjal,
sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian
ginjal. Pengurangan massa ginjal akan mengakibatkan nefron yang masih hidup
akan melakukan kompensasi yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokin dan growth factors. Proses maladaptasi ini berlangsung singkat sehingga
terjadi peningkatan LFG mendadak yang akhirnya mengalami penurunan.
Hiperfiltrasi yang terjadi juga akibat peningkatan aktivitas aksis rennin-
angiotensin-aldosteron intrarenal. Kerusakan progresif nefron akan terjadi dan
berlangsung lama (kronik). Kerusakan membran glomerulus juga akan
menyebabkan protein keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema
sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut
terutama terjadi pada hipertensi kronik.

2. GAGAL GINJAL KRONIK

 Definisi
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara
metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang
berakibat pada peningkatan ureum
 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis GGK tidak spesifik dari biasanya ditemukan pada
tahap akhir penyakit. Pada stadium awal, GGK biasanya asimtomatik . Tanda
dan gejala GGK melibatkan berbagai system organ, diantaranya :
a. Gangguan keseimbangan cairan: oedema perifer, efusi pleura,
hipertensi, asites
b. Gangguan elektrolit dan asam basa: tanda dan gejala hyperkalemia,
asidosis metabolic (nafas Kussmaul), hiperfosfatemia
c. Gangguan gastrointestinal dan nutrisi: metallic taste, mual, muntah,
gastritis, ulkus peptikum, malnutrisi
d. Kelainan kulit: kulit terlihat pucat, kering, pruritus, ekimosis
e. Gangguan metabolik endokrin: dislipidemia, gangguan metabolik
glukosa, gangguan hormon seks
f. Gangguan hematologi: anemia (dapat mikrositik hipokrom maupun
normositik normokrom), gangguan hemostatis.

 Patofisiologi
Patofisiologi GGK (Gagal Ginjal Kronik) pada awalnya tergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah
sama. Pada diabetes melitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah sehingga
terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan tekanan glomerular
sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular. Semua itu akan
menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada
glomerulosklerosis. Tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadi GGK.
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal
sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi.
Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam
tubuh. Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu
keseimbangan glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium
yang akan menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan
ekstrasel. Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus
menuju kapiler peritubular sehingga dapat terjadi hipertensi .Hipertensi akan
menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak pembuluh darah ginjal.
Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan filtrasi dan
meningkatkan keparahan dari hipertensi.
 Batasan dan Klasifikasi

Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan


penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Adapun
kriteria ginjal kronik sebagai berikut :
a. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,
berupa kelainan structural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:

1) Kelainan patofisiologi

2) Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah


atau urin atau kelainan dalm tes pencitraan (imaging tests)

b. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2


selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG
sama atau dari 60 ml/menit/1,73 m2 , tidak termasuk kriteria penyakit ginjal
kronik

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas
dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas
dasar derajt penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :

Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan derajat penyakit :

Derajat LFG Deskripsi

(ml/mnt/1,73m2 )

G1 ≥90 Kerusakan ginjal


dengan LFG normal/
meningkat

G2 60-89 Kerusakan ginjal


dengan LFG ringan

G3a 45-59 Penurunan LFG sedang


G3b 30-44 Penurunan LFG
sedang-berat

G4 15-29 Penurunan LFG berat

G5 <15 Gagal Ginjal Kronik


(end stage renal
disease)

 Terapi

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :


a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
c. Memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal
d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
f. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal

Perencanaan tatalaksana (action plan) Penyakit Ginjal kronik sesuai dengan


derajatnya , sesuai table berikut :

Derajat LFG Rencana Tatalaksana

(ml/mnt/1,73m2 )

G1 ≥90 Terapi penyakit dasar,


kondisi komorbid,
evaluasi perburukan
(progression) fungsi
ginjal, memperkecil
resiko kardiovaskular

G2 60-89 Menghambat
perburukan
(progression) fungsi
ginjal
G3a 45-59 Evaluasi dan terapi
komplikasi

G3b 30-44 Persiapan untuk terapi


pengganti ginjal

G4 15-29 Terapi pengganti ginjal

G5 <15 Terapi pengganti ginjal

 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik


Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi :
Derajat Penjelasan LFG Komplikasi
(ml/mnt/1,73m2 )
G1 Kerusakan ≥90
ginjal dengan
LFG normal
G2 Kerusakan 60-89 -.Tekanan darah mulai naik
ginjal dengan
penurunan LFG
ringan
G3a Penurunan LFG 45-59 -. Hiperfosfatemia
sedang -. Hipocalcemia
-. Anemia
-. Hiperparatiroid
-. Hipertensi
-. Hiperhomosisteinemia

G3b Penurunan LFG 30-44 -. Malnutrisi


sedang-berat -. Asidosis metabolic
-. Cenderung hyperkalemia
-. Dislipidemia

G4 Penurunan LFG 15-29 -. Gagal jantung


berat -. Uremia

G5 Gagal Ginjal <15 -Gagal jantung


Kronik (end -Uremia
stage renal
disease)
 Komplikasi Hiperkalemia
Kalium merupakan kation yang jumlahnya paling banyak berada di
dalam sel. Mempertahankan distribusi kalium yang tepat ketika melintasi
membran sel merupakan hal yang sangat penting untuk fungsi sel normal. Rasio
normal antara konsentrasi ekstraseluler dan intraseluler penting untuk
pemeliharaan resting membrane potential dan fungsi neuromuskular. Transfer
kalium antara ekstraseluler dan intraseluler dipengaruhi oleh berbagai faktor
endogen dan eksogen. Keadaan asidosis dan alkalosis mempengaruhi kalium
karena dapat mengkompensasi gerakan proton (ion Hidrogen). Dalam asidosis
ion H+ berpindah ke sel, dan untuk menjaga keseimbangan listrik, kalium
berpindah ke luar sel. Pada alkalosis terjadi sebaliknya. Kadar kalium yang
kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia dan kadar kalium lebih dari
5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia. Salah satu penyebab hiperkalemi
adalah berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal yang terjadi pada
hiperaldosteronisme, gagal ginjal, pemakaian siklosporin atau akibat koreksi
ion kalium berlebihan dan pada kasuskasus yang mendapat terapi
angiotensinconverting enzyme inhibitor dan potassium sparing diuretic. Ginjal
yang sehat memiliki kapasitas yang besar untuk mempertahankan homeostasis
kalium dalam menghadapi kalium yang berlebih. Penanganan kalium di ginjal
secara pasif, direabsorpsi pada akhir dari tubulus kontortus proksimal. Kalium
kemudian ditambahkan pada cairan tubulus di descending limbs dari lengkung
henle. Tempat utama reabsorpsi kalium aktif adalah thick ascending dari
lengkung henle. Pada akhir tubulus kontortus distal, hanya 10% sampai 15%
dari kalium yang telah disaring masih tetap dalam lumen tubulus. Kalium
terutama diekskresikan oleh sel-sel utama dari cortical collecting duct dan outer
medullary collecting duct. Reabsorpsi kalium terjadi melalui sel-sel yang
terinterkalasi pada medullary collecting duct. Selama berkurangnya kalium
tubuh total, reabsorpsi kalium ditingkatkan. Reabsorpsi kalium awalnya
memasuki interstisium meduler, tapi kemudian disekresi ke dalam pars rekta
dari descending limb pada lengkung henle. Peran fisiologis medullary
potassium recycling dapat meminimalkan “backleak” keluar dari collecting
tubule lumen atau untuk meningkatkan sekresi kalium ginjal selama keadaan
kelebihan kalium.
Hiperkalemia sering terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal kronik,
hal ini diakibatkan karena efek dari disfungsi homeostasis kalium pada ginjal
yang terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal kronik. Bila K + serum
mencapai kadar > 5,5 mEq/L itu sudah merupakan hiperkalemia, dan jika sudah
mencapai > 6,0 mEq/L dapat terjadi aritmia yang serius atau terhentinya denyut
jantung. Karena alasan ini, jantung penderita harus dipantau terus untuk
mendeteksi efek hiperkalemia terhadap konduksi jantung. Hiperkalemia terjadi
karena pergeseran kalium ke ekstraseluler, hal ini disebabkan karena penurunan
ekskresi ginjal. Peningkatan asupan makanan yang mengandung kalium juga
berperan penting dalam peningkatan kadar K+ dalam serum yang dapat memicu
terjadinya hiperkalemia. Hiperkalemia akan berpengaruh pada fungsi dari
myosit yaitu meningkatkan eksitabilitas myosit melalui pergeseran membrane
istirahat. Peningkatan kalium pada ekstraseluler akan memperpendek waktu
repolarisasi sehingga memunculkan manifestasi pada elektrokardiografi awal
pada hyperkaliemia yaitu depresi segmen ST-T, gelombang T memuncak, dan
pemendekkan interval QT.
ALUR PIKIR

Faktor Genetik Faktor Lingkungan

Defek homeostasis Na Ginjal Vasokontriksi fungsional Defek struktur dan


pertumbuhan oto polos
vaskular

Ekskresi Na inadekuat

Retensi air dan garam

Peningkatan Volume Plasma Peningkatan reaktivitas Peningkatan Ketebalan


vaskular Vaskular

Peningkatan Curah Jantung Peningkatan resistensi perifer

HIPERTENSI

Faktor resiko gagal ginjal kronis yaitu : usia, ras,


jenis kelamin, riwayat penyakit DM, hipertensi

Nefropati

Berkurangnya jumlah Kompensasi hiperfiltrasi


nefron dan hipertrofi

Hipertensi sistemik
DAFTAR PUSTAKA

1. Abbot C K, Glanton W.C, Trespalacios C.F, Oliver D, Ortiz M, Agoda L, Cruess D,


Kimmel P. Body Mass Index, Dialysis Mortality, and Survival: Analysis the United
States Renal Data System Dialysis Morbidity and Mortality Wave II Study. Kidney
International. 2004. 65, 579-605.
2. Budiyanto, Cakro.2009. Hubungan Hipertensi dan Diabetes Mellitus terhadap Gagal
Ginjal Kronik. Kedokteran Islam 2009. B
3. ustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta
4. Cahyaningsih, D Niken. 2011. Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal. Mitra
Yogyakarta: Cendekia Press.
5. Colvy, Jack. 2010. Tips Cerdas Mengenali dan Mencegah Gagal Ginjal. Yogyakarta:
DAFA Publishing.
6. Dahlan,M. Sopiyudin. 2005. Besar Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan. Jakarta: Arkanas.
7. De Goeij, Moniek CM j, Nora V, Nynke H, Dinanda J de Jager, Elisabeth B,Yvo WJ
Sijpkens, Friedo W Dekker and Diana C Grootendorst. 2011. Association of blood
pressure with decline in renal function and time until the start of renal replacement
therapy in pre-dialysis patients: a cohort study. BMC Nephrology 2011, 1 2:38.
8. Depkes. 2006. Gangguan Kardiovaskuler pada Penderita Gagal Ginjal. Departemen
Kesehatan RI. Diakses: 24 Oktober 2011.
http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/ginjal250406.htm
9. Dikow R,Zeiner M, Ritz E. 2005. Pthophysiology of Cardiovascular and Chronic Renal
Failure. Cardiol Clin 23 (2005) 311-317.
10. Echder T, Schriner RW. 2009. Cardiovascular Abnormalities in AutosomalDominant
Polysystic Kidney Disease. Nat Rev Nephrol April 2009;5(4):221-228.
11. Enon M, Mbreen A, Arnak MJS. 2005. Kardiovaskular faktor risiko pada penyakit
gagal ginjal kronik. International Kidney (2005) 68, 1413-1418.
12. Fransisca, Kristina. 2011. 24 Penyebab Ginjal Rusak. Jakarta: Penerbit Cerdas Sehat.
13. Cutler JA, Sorlie PD, Wolz M, Thom T, Fields LE, et al. Trends in Hypertension
Prevalence, Awareness, Treatment, and Control Rates in United States Adults Between
1988–1994 and 1999–2004. Hypertension; 2008. 52: 818–27.
14. Lindholm LH, Ibsen H, Dahlof B, Devereux RB, Beevers G, et al. Cardiovascular
morbidity and mortality in patients with diabetes in the Losartan Intervention For
Endpoint reduction in hypertension study (LIFE): a randomized trial against atenolol;
2002; Lancet 359: 1004–10.
15. Sudoyo, Aru W., et. al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid 1. Interna
Publishing. Jakarta; 2009.
16. Soedirjo. Hipertensi dan Klinis. Farmacia. Jakarta; 2008.
17. Weber MA, Julius S, Kjeldsen SE, Brunner HR, Ekman S, et al. Blood pressure
dependent and independent effects of antihypertensive treatment on clinical events in
the VALUE Trial; 2004; Lancet 363: 2049–51.
18. Leny Gunawan. Hipertensi : Tekanan darah tinggi. Yogyakarta: Percetakan Kanisus;
2001.
19. Yogiantoro, Mohammad. Hipertensi Essensial. In: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
K MS, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departeman Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. P. 1079
20. Nurlaely Fitriana. Hipertensi pada Lansia [internet]. c2010 [cited 2012 Nov 18].
Available from: http://nurlaelyn07.alumni.ipb.ac.id/author/
21. National Heart Lung and Blood Institute. What Is High Blood Pressure? [internet].
c2009 [cited 2013 Jan 11]. Available from :
(http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Hbp/HBP_WhatIs.html)
22. Lam Murni BR Sagala. Perawatan Penderita Hipertensi di Rumah oleh Keluarga Suku
Batak dan Suku Jawa di Kelurahan Lau Cimba Kabanjahe [internet]. c2011 [cited 2012
Des 29]. p: 10-3. Available from: http://repository.usu.ac.id/
23. Mayo Clinic Staff. High Blood Pressure (Hypertension) [internet]. c2012 Jan [cited
2012 Des 29]. Available from: http://www.mayoclinic.com/health/high-blood-
pressure/risk-factors/
24. Efendi Sianturi. Strategi Pencegahan Hipertensi Esensial Melalui Pendekatan Faktor
Risiko di RSU dr. Pirngadi Kota Medan [internet]. c2004 [cited 2012 Des 29]. p: 10-
64, 91. Available from: http://repository.usu.ac.id/
25. Efendi Sianturi. Strategi Pencegahan Hipertensi Esensial Melalui Pendekatan Faktor
Risiko di RSU dr. Pirngadi Kota Medan [internet]. c2004 [cited 2012 Des 29]. p: 10-
64, 91. Available from: http://repository.usu.ac.id/
26. Aris Sugiarto. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat (Studi Kasus
di Kabupaten Karanganyar) [internet]. c2007 [cited 2013 Jan 3]. p: 29-50, 90-126.
Available from: http://eprints.undip.ac.id/
27. Tohaga. E. Hipertensi, Gejala dan Komplikasi [internet].c2008 [cited 2013 Jan 20].
Available from: http://edwintohaga.wordpress.com/2008/04/03/hipertensi-gejala-dan
komplikasi/
28. Wolf, P., Cara Mendeteksi dan Mencegah Tekanan Darah Tinggi sejak Dini. Jakarta:
Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer. 2005.
29. Prasetyorini HT, Prawesti, Dian. Stress Pada Penyakit Terhadap Kejadian Komplikasi
Hipertensi Pada Pasien Hipertensi. Jurnal STIKES. 2012;5(1).
30. Osorio SV, Linas SL. Disorders of Potassium Metabolism. [cited 13 Februari 2016].
Available from: http://www.kidneyatlas.org/book1/ad k1_03.pdf

Anda mungkin juga menyukai