Anda di halaman 1dari 38

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2023


UNIVERSITAS HALU OLEO

DEMAM DENGUE

OLEH :
Ascarina Rahyuni, S.Ked
K1B1 22

PEMBIMBING :

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Ascarina Rahyuni, S.Ked

Stambuk : K1B1 22

Judul Laporan Kasus : Demam Dengue

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada

Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, Februari 2023

Mengetahui,

Pembimbing

dr
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : An. AMM

Tanggal Lahir : 26 Juni 2016

Umur : 4 Tahun 6 Bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

BB masuk : 2100 gram

PB masuk : 110 cm

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Bugis

Alamat : Jl. Ahmad Yani, Lorong Ilmiah

No. RM : 5615XX

Tanggal masuk : 25 Januari 2023

Cara masuk : Datang sendiri diantar orang tua

B. Anamnesis

Alloanamnesis pada ibu pasien

Keluhan Utama : Demam

Anamnesis Terpimpin

Demam yang dialami terus menerus sejak 5 hari sebelum masuk

rumah sakit. Keluhan disertai mual (+), muntah (-), nyeri kepala (-), batuk (-),

flu (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), sesak (-), nyeri persendian (+), BAB (-)

sejak 2 hari, BAK kesan normal.


Riwayat penyakit dahulu dengan keluhan yang sama (-), riwayat

penyakit asma (+), kejang demam (-). Riwayat penyakit keluarga atau orang

yang tinggal serumah dengan keluhan yang sama (-). Riwayat pengobatan

mendapat terapi Paracetamol dan antibiotic dari dokter pada demam hari ke 4.

Riwayat lahir normal di Rumah sakit. Riwayat imunisasi dasar lengkap.

Riwayat tumbuh kembang normal sesuai usia.

C. Pemeriksaan Fisis

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital

Nadi : 125 kali/menit

Pernapasan : 30 kali/menit

Suhu : 37.4 ◦C

SpO2 : 98 %

Berat badan : 21 kg

Tinggi badan : 110 cm

Status Gizi : cukup

Kulit : Peteki (-), Pucat (-), Ikterik (-)

Kepala : Normocephal

Wajah : Simetris kanan kiri

Ubun ubun besar : Sudah tertutup

Mata : Pupil isokor, konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),

mata cekung (-/-)


Hidung : Rinorhea (-), epitaksis (-), napas cuping hidung (-)

Bibir : Pucat (+), kering (-), sianosis (-)

Lidah : Kotor (-), tremor (-), hiperemis (-)

Sel Mulut : Stomatitis (-)

Tenggorok : Tonsil T1-T1, Hiperemis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Paru-paru

 Inspeksi : Simetris kanan kiri, retraksi subcostalis (-)

 Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-), massa (-)

 Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

 Auskultasi : Bunyi pernapasan bronkovesikuler (+/+), ronkhi (-/-),

wheezing (-/-), crackles (-/-)

Jantung

 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

 Palpasi : Ictus cordis teraba

 Perkusi :

Batas jantung kiri : Linea midclavicularis sinistra ICS IV

Batas jantung kanan : Linea parasternalis dextra ICS IV

 Auskultasi : Reguler, bunyi jantung I/II, murmur (-)

 Souffle : (-)

 Thrill : (-)

Abdomen

 Inspeksi : Datar, ikut gerak napas


 Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

 Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), asites (-), pembesaran organ (-),

turgor kulit baik

 Perkusi : Timpani (+)

Kelenjar limfe : Pembesaran (-)

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, tonus otot baik

Reflex Patologis : Babinski (-)

KPR : (+/+)

APR : (+/+)

Columna Vertebralis : Dalam batas normal

LILA : 18 cm

Lingkar Kepala : 48 cm

Berat Badan : 21 kg

Tinggi Badan : 110 cm

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Darah Rutin (25/1/2023)

Parameter Hasil Nilai Rujukan

WBC 2.9 x 103/uL 4.0 – 10.0

RBC 4.61 x 106/uL 4–6

HGB 13.6 g/dl 11.1 – 14.1

HCT 40.1 % 30-40


MCV 87 fL 80.0 – 97.0

MCH 29.60 pg 26.5 – 33.5

MCHC 34.0 g/dl 31.5 – 35.0

PLT 93 x 103/uL 150 – 400

2. Pemeriksaan Swab Antigen Nasopharyngeal (25/1/2023)

Parameter Hasil Nilai Rujukan

Swab Ag
Negatif Negatif
Nasopharyngeal

3. Kimia Darah (25/1/2023)

Parameter Hasil Nilai Rujukan

GDS 88 mg/dL 60-140

E. Resume

Demam yang dialami terus menerus sejak 5 hari sebelum masuk

rumah sakit. Keluhan disertai mual (+), nyeri persendian (+), BAK kesan

normal. Riwayat penyakit dahulu dengan keluhan yang sama (-), riwayat

penyakit asma (+). Riwayat penyakit keluarga atau orang yang tinggal

serumah dengan keluhan yang sama (-). Riwayat pengobatan mendapat terapi
Paracetamol dan antibiotic dari dokter pada demam hari ke 4. Riwayat lahir

normal di Rumah sakit. Riwayat imunisasi dasar lengkap. Riwayat tumbuh

kembang normal sesuai usia.

Pemeriksaan fisik, tanda vital nadi 1255 kali/menit, pernapasan 30

kali/menit, suhu 37.4 ◦C, SpO2 98 %. Pemeriksaan penunjang, darah rutin

WBC 2.9 x 103/uL, HCT 40.1%, PLT 93 x 10 3/uL. Pemeriksaan swab antigen

negative.

F. Diagnosis Kerja

Demam Dengue

G. Rencana Terapi

1. Terapi Medikamentosa

- IVFD RL 28 tpm

- Paracetamol 250 mg / 8 jam / iv

2. Terapi Non Medikamentosa

- Tirah baring

- Edukasi
H. Follow Up

Tanggal Keluhan Instruksi Dokter

25/ 1 / 2023 S: Demam yang dialami terus Terapi dilanjutkan :


menerus sejak 5 hari
sebelum masuk rumah - IVFD RL 28 tpm
sakit. Keluhan disertai
mual (+), nyeri persendian - Inj. Paracetamol
(+), BAK kesan normal.
250 mg / 8 jam / iv
O: TTV :
N:125 kali/menit - Tirah baring
P: 30 kali/menit
S: 37.4 ◦C - Edukasi
SpO2: 98 %
BB: 21 kg
Kepala : Normocephal, simetris
kanan kiri
Mata : Pupil isokor, konjungtiva
anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),
cekung (-/-)
Bibir : Pucat (+), kering (-),
sianosis (-)
Hidung : Penapasan cuping
hidung (-)
Lidah : Kotor (-), tremor (-),
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Suara napas
bronkovesikuler, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : Peristaltik (+) kesan
normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT
< 2 detik
A: Demam Dengue

26 / 1 / 2023 S: Demam (+), mual (-), Terapi dilanjutkan :


nyeri sendi (+), lemas (+)
- IVFD RL 28 tpm
O: TTV :
N:122 kali/menit - Inj. Paracetamol
P: 28 kali/menit
S: 37.8 ◦C 250 mg / 8 jam / iv
SpO2: 99 %
BB: 21 kg - Tirah baring

Kepala : Normocephal, simetris - Edukasi


kanan kiri
Mata : Pupil isokor, konjungtiva
anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),
cekung (-/-)
Bibir : Pucat (+), kering (-),
sianosis (-)
Hidung : Penapasan cuping
hidung (-)
Lidah : Kotor (-), tremor (-),
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Suara napas
bronkovesikuler, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : Peristaltik (+) kesan
normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT
< 2 detik
A: Demam Dengue

27 / 1 / 2023 S: Demam (-), mual (-), nyeri Terapi dilanjutkan :


persendian (-), lemas (+).
- IVFD RL 28 tpm
O: TTV :
N:120 kali/menit - Inj. Paracetamol
P: 26 kali/menit
S: 37.0 ◦C 250 mg / 8 jam / iv
SpO2: 99 %
BB: 21 kg - Tirah baring
Kepala : Normocephal, simetris - Edukasi
kanan kiri
Mata : Pupil isokor, konjungtiva
anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),
cekung (-/-)
Bibir : Pucat (-), kering (-),
sianosis (-)
Hidung : Penapasan cuping
hidung (-)
Lidah : Kotor (-), tremor (-),
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Suara napas
bronkovesikuler, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : Peristaltik (+) kesan
normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT
< 2 detik
A: Demam Dengue

28 / 1 / 2023 S: Demam (-), mual (-), nyeri Pasien boleh pulang


persendian (-), lemas (+).
O: TTV :
N:118 kali/menit
P: 24 kali/menit
S: 36.6 ◦C
SpO2: 99 %
BB: 21 kg
Kepala : Normocephal, simetris
kanan kiri
Mata : Pupil isokor, konjungtiva
anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),
cekung (-/-)
Bibir : Pucat (-), kering (-),
sianosis (-)
Hidung : Penapasan cuping
hidung (-)
Lidah : Kotor (-), tremor (-),
hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Suara napas
bronkovesikuler, ronkhi (-),
wheezing (-)
Abdomen : Peristaltik (+) kesan
normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT
< 2 detik
A: Demam Dengue
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan 
Infeksi virus dengue masih salah satu masalah kesehatan di daerah

tropis dan subtropis termasuk di Indonesia, oleh karena berpotensi

menimbulkan kejadian yang luar biasa dan dapat menyebabkan kematian.

Manifestasi klinis pada infeksi virus dengue bervariasi dengan spektrum yang

luas, mulai dari demam yang tidak khas atau sindrom infeksi virus yang tidak

spesifik (undifferentiated febrile illness atau viral syndrome), demam dengue

(DD/dengue fever) dengan atau tanpa perdarahan, demam berdarah dengue

atau DBD/ dengue hemorrhagic fever, sampai keadaan yang paling berat yang

dapat menyebabkan kematian yaitu sindrom syok dengue (SSD/dengue shock

syndrome) (Budi, dkk 2013).  

Dengue ditularkan antara manusia oleh nyamuk Aedes aegypti dan

Aedes albopictus, yang ditemukan di seluruh dunia. Serangga yang

menularkan penyakit ini disebut sebagai vektor penyakit. Demam dengue

(Dengue fever) paling sering menimbulkan gejala demam akut yang

didefiniskan adanya demam dan atau dua atau lebih dari gejala berikut: nyeri

mata, sakit kepala, ruam, mialgia, arthalgia, leukopenia, atau manifestasi

hemoragik (seperti tes tourniquet positif, petechiae, purpura, epistaksis, darah

pada urin atau tinja atau vagina, muntah darah). Yang tidak memenuhi gejala
DF atau demam berdarah sebgai berikut: mual, anoreksia, nyeri perut, dan

muntah terus-menerus (Rahayu dan Nurdian, 2018). 

Penyakit ini merupakan masalah kesehatan global karena endemik di

sekitar 100 negara, selama beberapa dekade terakhir, tingkat kejadian dan

distribusi geografis demam dengue telah meningkat dengan cepat (hampir 30

kali lipat). Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan

hingga 100 juta kasus demam dengue setiap tahun (Nedjadi, 2015). 

 
B. Definisi  
Demam Dengue merupakan penularan antara manusia oleh nyamuk

Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditemukan di seluruh dunia. Demam

dengue (Dengue fever) paling sering menimbulkan gejala demam akut yang

didefiniskan adanya demam dan atau dua atau lebih dari gejala berikut: nyeri

mata, sakit kepala, ruam, mialgia, arthalgia, leukopenia, atau manifestasi

hemoragik (seperti tes tourniquet positif, petechiae, purpura, epistaksis, darah

pada urin atau tinja atau vagina, muntah darah). Yang tidak memenuhi gejala

DF atau demam berdarah sebagai berikut: mual, anoreksia, nyeri perut, dan

muntah terus-menerus (Rahayu dan Nurdian, 2018). 

 
C. Etiologi dan Transmisi 
Demam dengue disebabkan oleh infeksi virus dengue (DENV). Virus

dengue merupakan RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan

dibungkus oleh lapisan kapsul lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok

arbovirus B, famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Flavivirus merupakan virus

yang berbentuk sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif sense
yang terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil

eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 oC. Virus dengue mempunyai

4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4 ( Syafika  dan Suardarmana,

2018). 

DENV adalah virus yang ditularkan melalui vektor yang

ditransmisikan ke manusia terutama oleh gigitan dari dua spesies nyamuk, Ae.

aegypti atau Ae. albopictus. Nyamuk menularkan virus dengan memakan

darah orang yang terinfeksi. Pada awalnya, virus menginfeksi dan bereplikasi

di epitel tengah usus nyamuk dan kemudian menyebar ke organ lain sampai

mencapai kelenjar ludah setelah 10-14 hari di mana ia dapat diinokulasi ke

orang lain selama memakan darah berikutnya (Nedjadi, 2015).. 

 
D. Epidemiologi  
Demam Dengue secara epidemiologi di dunia berubah secara cepat.

Selama tiga dekade terakhir secara global, Demam Dengue terus mengalami

peningkatan baik frekuensi maupun insiden penyakit. Estimasi terbaru WHO

menunjukkan sekitar 390 juta infeksi Dengue pertahunnya dan 96 juta

diantaranya merupakan manifestasi klinis infeksi Dengue. Jumlah kasus

Demam Dengue juga terus mengalami peningkatan dari 2,2 juta kasus pada

tahun 2010 menjadi 3,2 juta kasus pada tahun 2015. Sekitar 500.000 orang

yang menderita Demam Dengue dirawat inap setiap tahunnya. Proporsi

terbesar (90%) adalah anak–anak berusia kurang dari lima tahun dan kurang

lebih 2,5% dari mereka meninggal dunia (Marwanty dan Wahyono, 2018). 
Sementara data dari World Health Organization (WHO) tahun 2015

menyatakan 3,9 milyar penduduk dunia dinegara tropis dan subtropis. Lebih

dari 136.000 kasus Demam Dengue di Thailand dilaporkan pada bulan

Agustus 2016 merupkan jumlah kasus tertinggi selama lebih dari 20 tahun.

Demam Dengue merupakan masalah besar di Asia Tenggara, karena selama

periode 40 tahun terjadi kematian 67.295 dari total kematian di seluruh dunia

sebanyak 68.977. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kematian rata-rata

1682/tahun karena Demam Dengue (Sandra dkk, 2019). 

 
E. Patogenesis 
Patogenesis yang dapat menerangkan mengapa orang yang telah

terinfeksi virus dengue dapat memperlihatkan manifestasi berat, sementara itu

sebagian besar tidak, sampai saat ini belum dapat diterangkan sepenuhnya.

Secara umum ada tiga faktor yang berperan, yaitu faktor pejamu, virus, serta

respons imun pejamu (imunopatogenesis). Faktor pejamu yang sering

dikemukakan yaitu usia (pada umumnya anak lebih berat daripada dewasa),

status gizi lebih, dan faktor genetik. Dari faktor virus yang sering dilaporkan

yaitu jumlah virus pada saat viremia, virulensi, serta jenis serotipenya dan

genotipe tertentu. Faktor respons imun yang paling sering dikemukakan

adalah pada infeksi sekunder oleh serotipe yang berbeda dengan serotipe

sebelumnya lebih berat dibandingkan dengan infeksi primer (Budi, dkk

2013). 

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD)

disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang


berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah

hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi

renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma  yang diduga

karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.

Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan

ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul

gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan

segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga

makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di

makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik

yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan

sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali

yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi

komplemen (Syafika dan Suardarmana, 2018). 

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot,

malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi

agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi

trombositopenia ini bersifat ringan (Syafika dan Suardarmana, 2018). 

Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang biak

dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang


berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik humoral

maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan anti

komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada

infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder

kadar antibodi yang telah ada jadi meningkat (Candra, 2010). 

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah

sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan

ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan

kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus

dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi

IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder

antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi

primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari

sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan

adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat (Candra, 2010). 

 
Gambar 1. Respon primer dan sekunder infeksi virus dengue (Candra, 2010). 
 
 
F. Manifestasi klinis 
Demam dengue dapat terjadi infeksi primer dan sekunder, dan paling

sering ditemui pada orang dewasa dan anak-anak. Timbulnya gejala ditandai

dengan demam bifasik (mendadak) yang tinggi yang berlangsung selama 3

hari hingga 1 minggu. Sakit kepala berat (terutama retrobulbar), lesu, mialgia

dan nyeri sendi, pengecapan seperti logam, kehilangan nafsu makan, diare,

muntah, dan sakit perut adalah manifestasi lain yang dilaporkan. Demam

dengue juga dikenal sebagai demam patah tulang karena terkait mialgia dan

nyeri pada persendian. Dari pasien dengan demam dengue, 50-82%

melaporkan dengan ruam kulit yang khas. Ruam awal adalah hasil dari dilatasi

kapiler, dan muncul sebagai eritema pada wajah yang bersifat sementara,

biasanya terjadi sebelum atau selama 1-2 hari pertama demam. Ruam kedua

terlihat pada 3 hari hingga 1 minggu setelah demam, dan muncul sebagai

erupsi makulopapular atau morbiliformis tanpa gejala. Kadang-kadang, lesi


individual dapat bergabung dan muncul sebagai area eritematosa konfluen

yang luas dengan bintik-bintik perdarahan yang tepat dan seperti pulau

bundar, memberikan tampilan khas “pulau-pulau putih di lautan merah. Ruam

kulit biasanya tanpa gejala, dan pruritis dilaporkan hanya pada 16-27% kasus.

episode perdarahan jarang terlihat pada demam dengue, meskipun perdarahan

epistaksis dan gingiva, menstruasi substansial, petekie / purpura, dan

perdarahan saluran gastrointestinal (GIT) dapat terjadi (Hasan dkk, 2018). 

Demam dengue adalah demam yang dapat sembuh sendiri, biasanya

berlangsung selama 5-7 hari. Kadang-kadang melemah selama tahap penyakit

akut. Gambaran klinis demam dengue bervariasi sesuai dengan usia pasien.

Bayi dan anak kecil mungkin menderita penyakit demam yang dibedakan

dengan ruam makulopapular. Anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa

mungkin memiliki sindrom demam ringan atau penyakit dengan demam tinggi

(biasanya bifasik), sakit kepala hebat, nyeri retroorbital, mialgia, artralgia,

mual, muntah, dan petekie. Leukopenia dan trombositopenia biasanya diamati

pada semua umur. Dalam beberapa kasus, demam dengue dapat menyertai

komplikasi perdarahan seperti perdarahan gingiva, epistaksis, perdarahan

gastrointestinal, hematuria, dan menoragia (dalam kasus wanita) (Khetarpal

dan Khanna, 2016) 

 
G. Diagnosis  
1. Anamnesis 

a. Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7

hari 
b. Disertai lesu, tidak mau makan,  dan muntah 

c. Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri

perut 

d. Diare kadang-kadang dapat ditemukan 

e. Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan

mimisan (Pudjiadi, 2009). 

2. Pemeriksaan fisis 

a. Gejala prodromal yang tidak khas seperti, nyeri kepala, nyeri tulang

belakang dan perasaan lelah. 

b. Tanda khas dari demam dengue adalah peningkatan suhu mendadak,

kadang-kadang disertai menggigil, nyeri kepala, dan flushed face

(muka kemerahan). 

c. Dalam 24 jam terasa nyeri pada belakang mata terutama pada

pergerakan mata atau bila bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri otot

serta sendi. 

d. Gejala lain yang dapat dijumpai adalah anoreksia, konstipasi, nyeri

peut/kolik, nyeri tenggorokan dan depresi (biasanya terdapat pada

pasien demam) gejala tersebut biasanya menetap untuk beberapa hari. 

e. Demam, suhu pada umumnya antara 39-40oC, bersifat bifasik,

menetap antara 5-7 hari. 

f. Pada awal fase demam terdapat ruam yang tampak dimuka, leher dan

dada. 
g. Pada akhir fase demam (hari ketiga atau keempat) ruam berbentuk

makulopapular atau bentuk  skarlatina. 

h. Pada fase penyembuhan suhu turun dan timbul petekie yang

menyeluruh pada kaki dan tangan dan diantara petekie dapat dijumpai

area kulit normal berupa bercak keputihan, kadang-kadang dirasa

gatal. 

i. Perdarahan kulit pada demam dengue terbanyak adalah uji tourniquet

positif dengan atau tanpa petekie (Depkes, 2004). 

j. Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan

permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma,

hipovolemia dan syok. 

k. Pada fase kritis sekitar hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan penyakit.

Pada saat ini suhu turun, yang dapat merupakan tanda awal

penyembuhan pada infeksi ringan namun pada DBD berat merupakan

tanda awal syok (Pudjiadi, 2009).     

3. Pemeriksaan penunjang 

a. Pemeriksaan laboratorium 

Secara laboratoris pada fase akut (awal demam) akan dijumpai jumlah

leukosit normal, kemudian menjadi leukopenia selama fase demam.

Jumlah trombosit pada umumnya normal, demikian pula semua faktor

pembekuan, tetapi pada saat epidemic, dapat dijumpai

trombositopenia, serum biokimia pada umumnya normal, namun

enzim hati dapat meningkat (Depkes, 2004). 


Metode diagnosis laboratorium untuk memastikan infeksi virus dengue

dapat melibatkan deteksi virus, asam nukleat virus, antigen atau

antibodi, atau kombinasi dari teknik ini. Setelah timbulnya penyakit,

virus dapat dideteksi melalui serum, plasma, sirkulasi sel darah dan

jaringan lain selama 4-5 hari. Selama tahap awal penyakit, isolasi

virus, asam nukleat atau deteksi antigen dapat digunakan untuk

mendiagnosis infeksi. Pada akhir fase infeksi akut, serologi merupakan

metode pilihan untuk diagnosis (Geneva, 2009). 

1) Isolasi virus 

Spesimen untuk isolasi virus dapat dikumpulkan pada awal

perjalanan infeksi, selama periode viraemia (biasanya sebelum

hari ke 5). Virus dapat diperoleh dari serum, plasma, dan sel

mononuklear darah perifer dan upaya dapat dilakukan dari

jaringan yang dikumpulkan pada otopsi (mis. Hati, paru-paru,

kelenjar getah bening, timus, sumsum tulang). Spesimen yang

menunggu pemeriksaan di laboratorium harus disimpan dalam

lemari es. Untuk penyimpanan hingga 24 jam, spesimen harus

disimpan pada suhu antara +4 ° C dan +8 ° C. Untuk

penyimpanan yang lebih lama, spesimen harus dibekukan pada

suhu    -70 ° C di dalam freezer atau disimpan dalam wadah

nitrogen cair (Geneva, 2009). 

2) Deteksi asam nukleat 


Spesimen yang terdiri dari RNA untuk deteksi asam nukleat harus

ditangani dan disimpan sesuai dengan prosedur yang dijelaskan

untuk isolasi virus (Geneva, 2009). 

a) RT-PCR, (reverse transcriptase-polymerase chain reaction),

memiliki sensitivitas yang lebih baik dibandingkan dengan

isolasi virus dengan waktu penyelesaian yang jauh lebih

cepat. Semua pengujian deteksi asam nukleat melibatkan tiga

langkah dasar: ekstraksi dan pemurnian asam nukleat,

amplifikasi asam nukleat, dan deteksi serta karakterisasi

produk yang diperkuat. 

b) Real-time RT-PCR, adalah sistem uji satu langkah yang

digunakan untuk mengukur RNA virus dan menggunakan

pasangan primer dan probe yang spesifik untuk setiap

serotipe demam berdarah. Keuntungan dari metode ini adalah

kemampuan untuk menentukan titer virus dalam sampel

klinis, yang dapat digunakan untuk mempelajari patogenesis

penyakit demam berdarah. 

c) Isothermal amplification methods, Uji NASBA (amplifikasi

berbasis urutan asam nukleat) adalah uji amplifikasi spesifik

RNA isotermal yang tidak memerlukan instrumentasi siklus

termal. NASBA telah disesuaikan untuk deteksi virus dengue

dengan sensitivitas sama dengan isolasi virus dalam kultur sel


dan mungkin menjadi metode yang berguna untuk

mempelajari infeksi dengue dalam studi lapangan. 

3) Deteksi antigen 

Deteksi antigen dengue dalam serum fase akut jarang terjadi

pada pasien dengan infeksi sekunder karena pasien tersebut

memiliki virus-IgG antibodi imunokompleks yang sudah ada

sebelumnya. Glikoprotein NS1 diproduksi oleh semua

flavivirus dan dikeluarkan dari sel mamalia. NS1

menghasilkan respons humoral yang sangat kuat. Banyak

penelitian telah diarahkan untuk menggunakan deteksi NS1

untuk membuat diagnosis dini infeksi virus dengue (Geneva,

2009). 

4) Tes  serologi 

a) MAC-ELISA, Untuk IgM antibody-capture enzyme-linked

immunosorbent assay (MAC-ELISA) total IgM dalam

serum pasien ditangkap oleh antibodi spesifik rantai anti-μ

(khusus untuk IgM manusia) yang dilapisi ke lempeng

mikro. Antigen spesifik dengue, dari satu hingga empat

serotipe (DEN-1, -2, -3, dan -4), terikat pada antibodi IgM

anti-dengue yang ditangkap dan dideteksi oleh antibodi

dengue monoklonal atau poliklonal secara langsung atau

tidak langsung terkonjugasi dengan enzim yang akan

mengubah substrat non-berwarna menjadi produk


berwarna. Serum, darah pada kertas saring dan air liur,

tetapi bukan urin, dapat digunakan untuk deteksi IgM jika

sampel diambil dalam jangka waktu yang tepat (lima hari

atau lebih setelah timbulnya demam). MAC-ELISA

memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik tetapi hanya

jika digunakan lima hari atau lebih setelah timbulnya

demam (Geneva, 2009). 

b) IgG ELISA, digunakan untuk mendeteksi infeksi dengue

baru terjadi atau sudah terjadi. Pengujian ini menggunakan

antigen yang sama dengan MAC-ELISA. Penggunaan E /

M spesifik IgG ELISA (GAC) memungkinkan deteksi

antibodi IgG selama 10 bulan setelah infeksi. Metode

inhibisi ELISA (EIM) untuk mendeteksi antibodi dengue

IgG juga digunakan untuk diagnosis serologis dan

pengawasan kasus demam berdarah. Sistem ini didasarkan

pada kompetisi untuk situs antigen oleh antibodi dengue

IgG dalam sampel dan IgG anti-dengue manusia

terkonjugasi. Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi

antibodi IgG dalam serum atau plasma dan menyaring

sampel darah yang disimpan dan memungkinkan

identifikasi kasus sebagai infeksi dengue primer atau

sekunder. Secara umum, IgG ELISA kurang spesifik dalam

kelompok serokompleks flavivirus. 


c) IgM/IgG ratio, dapat digunakan untuk membedakan infeksi

virus dengue primer dan sekunder. 

d) IgA, deteksi positif untuk serum anti-dengue IgA yang

diukur dengan virus anti-dengue IgA capture ELISA

(AAC-ELISA) sering terjadi satu hari setelah itu untuk

IgM. Pendekatan ini tidak sering digunakan dan

memerlukan evaluasi tambahan. 

e) Haemagglutination-inhibition test (Tes HI), didasarkan

pada kemampuan antigen dengue untuk menggumpalkan

sel darah merah (RBC) dari ganders atau trypsinized O

RBC manusia. Antibodi anti-demam berdarah dalam serum

dapat menghambat aglutinasi ini dan potensi penghambatan

ini diukur dalam tes HI. 

5. Tes hematologi 

Nilai trombosit dan hematokrit umumnya diukur selama tahap

akut infeksi dengue. Ini harus dilakukan dengan hati-hati

menggunakan protokol, reagen, dan peralatan standar (Geneva,

2009). 

Penurunan jumlah trombosit di bawah 100.000 per μL dapat

diamati pada demam berdarah tetapi itu adalah karakteristik

tetap demam berdarah dengue. Thrombocytopaenia biasanya

diamati pada periode antara hari ke 3 dan hari ke 8 setelah

timbulnya penyakit. 
Jumlah trombosit secara signifikan lebih rendah pada

kelompok DBD daripada pada kelompok DF sebelum dan

sesudah penurunan suhu tubuh. Pada pasien DBD, hematokrit

meningkat secara signifikan sebelum penurunan suhu, dan

menurun sehari setelah pemberian cairan intravena (Carlos dkk,

2005). 

b. Pemeriksaan radiologi 

1. Pemeriksaan foto dada, dilakukan atas indikasi : 

1) Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa

terdapat kelainan radiologis pada perembesan plasma 20-40% 

2) Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan 

2. Kelainan radiologi, dilatasi pembuluh darah  paru terutama daerah

hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radiopak dibandingkan kiri,

kubah diafragma kanan lebih tinggi dari pada kanan, dan efusi

pleura. 

3. USG : efusi pleura, ascites, kelainan (penebalan) dinding vesica

felea dan vesica urinaria (Pudjiadi, 2009).  

H. Penatalaksanaan 
Pasien demam dengue dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase

demam pasien dianjurkan: 

1. Tirah baring, selama masih demam 

2. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.. 


3. Untuk menurunkan suhu menjadi <39oC, dianjurkan pemberian

parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkkan (konta indikasi) oleh

karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, asidosis. 

4. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu,

disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 harii. 

5. Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase kovalesens. 

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda

penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap

komplikasi yang dapat terjadi selamaa 2 hari setelah suhu turun. Hal ini

disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan

DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu

pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal

kegagalan sirkulasi (syok) (Depkes, 2004). 


Bagan 1. Tatalaksana Tersangka DBD (rawat inap) atau Demam Dengue
(Pudjiadi, 2009) 
 
I. Diagnosis Banding 
Adapun diagnosis banding demam dengue: 

1. Yellow fever 

2. Encephalitis 

3. Chikungunya 

4. Malaria 

5. Leptospirosis 
6. Typhoid 

7. Campak 

8. Demam berdarah dengue (Geneva, 2009). 

 
J. Komplikasi 

Adapun komplikasi dari demam dengue : (Schaefer, 2020)  

1. Liver injury 

2. Cardiomyopathy 

3. Pneumonia 

4. Orchitis 

5. Oophoritis 

6. Kejang 

7. Ensefalopati 

8. Encephalitis 

 
K. Prognosis 

Demam dengue biasanya merupakan penyakit yang sembuh sendiri

dengan tingkat kematian kurang dari 1%. Saat dirawat, demam dengue

memiliki angka kematian 2-5%. Korban biasanya sembuh tanpa gejala sisa

dan mengembangkan kekebalan terhadap serotipe yang menginfeksi (Smith,

2019). 

Demam dengue yang tidak diobati dapat memiliki tingkat kematian 10%

hingga 20%. Perawatan suportif yang tepat mengurangi angka kematian

sekitar 1% (Schaefer, 2019). 


 
L. Pencegahan 

Tidak ada vaksin untuk mencegah demam dengue. Metode perlindungan

terbaik adalah menghindari gigitan nyamuk dan mengurangi populasi nyamuk.

Saat berada di area berisiko tinggi, sebaiknya dilakukan: (Steven, 2017) 

1. Menghindari daerah perumahan yang padat penduduk 

2. Gunakan obat nyamuk di dalam dan di luar ruangan 

3. Kenakan baju lengan panjang dan celana yang tertutup serta kaus kaki 

4. Gunakan AC bukannya membuka jendela 

5. Pastikan bahwa jendela dan pintu aman, dan setiap lubang diperbaiki 
ANALISA KASUS

Anamnesis Teori

Anak berusia 4 tahun 6 bulan. Jumlah kasus Demam Dengue

juga terus mengalami peningkatan

dari 2,2 juta kasus pada tahun 2010

menjadi 3,2 juta kasus pada tahun

2015. Sekitar 500.000 orang yang

menderita Demam Dengue dirawat

inap setiap tahunnya. Proporsi

terbesar (90%) adalah anak–anak

berusia kurang dari lima tahun dan

kurang lebih 2,5% dari mereka

meninggal dunia.

Demam yang dialami a. Demam merupakan tanda utama,


terjadi mendadak tinggi, selama
terus menerus sejak 5 hari
2-7 hari
sebelum masuk rumah sakit.
b. Disertai lesu, tidak mau makan, 
Keluhan disertai mual (+), nyeri dan muntah
c. Pada anak besar dapat mengeluh
persendian (+), BAK kesan
nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri
normal. Riwayat penyakit dahulu
perut
dengan keluhan yang sama (-), d. Diare kadang-kadang dapat
ditemukan
riwayat penyakit asma (+).
e. Perdarahan paling sering
Riwayat penyakit keluarga atau
dijumpai adalah perdarahan kulit
orang yang tinggal serumah dan mimisan

dengan keluhan yang sama (-).

Riwayat pengobatan mendapat

terapi Paracetamol dan antibiotic

dari dokter pada demam hari ke

4. Riwayat lahir normal di

Rumah sakit. Riwayat imunisasi

dasar lengkap. Riwayat tumbuh

kembang normal sesuai usia.

Pemeriksaan Fisik Teori

TTV : a. Gejala prodromal yang tidak khas


seperti, nyeri kepala, nyeri tulang
N:125 kali/menit
belakang dan perasaan lelah.
P: 30 kali/menit
b. Tanda khas dari demam dengue
S: 37.4 ◦C adalah peningkatan suhu
mendadak, kadang-kadang
SpO2: 98 %
disertai menggigil, nyeri kepala,
BB: 21 kg
dan flushed face (muka
kemerahan).

Bibir : Pucat (+), c. Dalam 24 jam terasa nyeri pada


belakang mata terutama pada
kering (-), sianosis (-)
pergerakan mata atau bila bola
mata ditekan, fotofobia, dan nyeri
otot serta sendi.
d. Gejala lain yang dapat dijumpai
adalah anoreksia, konstipasi,
nyeri peut/kolik, nyeri
tenggorokan dan depresi
(biasanya terdapat pada pasien
demam) gejala tersebut biasanya
menetap untuk beberapa hari

Pemeriksaan Penunjang Teori

Penurunan jumlah trombosit di

Pemeriksaan penunjang, darah bawah 100.000 per μL dapat diamati

rutin WBC 2.9 x 103/uL, HCT pada demam berdarah tetapi itu

40.1%, PLT 93 x 103/uL. adalah karakteristik tetap demam

Pemeriksaan swab antigen berdarah dengue.

negative. Thrombocytopaenia biasanya

diamati pada periode antara hari ke

3 dan hari ke 8 setelah timbulnya

penyakit.

Jumlah trombosit secara

signifikan lebih rendah pada

kelompok DBD daripada pada

kelompok DF sebelum dan sesudah

penurunan suhu tubuh. Pada pasien

DBD, hematokrit meningkat secara

signifikan sebelum penurunan suhu,

dan menurun sehari setelah

pemberian cairan intravena (Carlos


dkk, 2005).

Terapi Teori

- IVFD RL 28 tpm Pasien demam dengue dapat

- Inj. Paracetamol 250 mg / 8 jam berobat jalan, tidak perlu dirawat.

/ iv Pada fase demam pasien

dianjurkan:

1. Tirah baring, selama masih


demam
2. Obat antipiretik atau kompres
hangat diberikan apabila
diperlukan..
3. Untuk menurunkan suhu
menjadi <39oC, dianjurkan
pemberian parasetamol.
Asetosal/salisilat tidak
dianjurkkan (konta indikasi) oleh
karena dapat menyebabkan
gastritis, perdarahan, asidosis.
4. Dianjurkan pemberian cairan
dan elektrolit per oral, jus buah,
sirop, susu, disamping air putih,
dianjurkan paling sedikit
diberikan selama 2 hari.
5. Monitor suhu, jumlah trombosit
dan hematokrit sampai fase
kovalesens.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tatalaksana demam berdarah dengue


di Indonesia. 2004 
Carlos C, dkk. Comparison of clinical features and hematologic abnormalities
between dengue fever and dengue hemorrhagic fever among children in the
Philippines. The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene.
2005 
Candra A. Demam berdarah dengue: Epidemiologi, patogenesis, dan faktor risiko
penularan. Fakultas Kedokteran UNDIP. 2010. Vol.2/No.2 
Geneva. Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control:
New edition. Bookshelf. NCBI. 2009. Cited (7/5/2020). Available from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK143156/ 
Handayani A, Anggoro J, Sabrina Y. Leukopenia Sebagai Prediktor Perburukan
Trombositopenia pada Penderita Demam Dengue di Rumah Sakit Umum
Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Periode Januari-Desember 2016.
Jurnal Kedokteran UNRAM. 2017 6 (4) 
Hasan S, Jamdar S F, Beaiji S M. Dengue virus: A global human threat: Review
of literature. Journal of international society of preventive & community
dentistry. 2018 
Jill S. Dengue fever. Healthline. 2021. Cited (09/2/2023). Available from 
https://www.healthline.com/health/dengue-fever
Khetarpal N, Khanna I. Dengue fever: Causes, complications, and vaccine
strategies. Journal of immunology research. 2016 
Nedjadi T, dkk. Tackling dengue fever: Current status and challenges. Virology
Journal. 2015. Available from
https://virologyj.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12985-015-0444-8 
Pudjiadi A H, Hegar B, Handryastuti S, Idris N S, Gandaputra E, Harmoniati E D.
Buku Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia. 2009
Rahayu M, Nurdian Y. Demam dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Jember
Jawa Tengah. 2018. Cited (5/5/2020). Available from
https://www.researchgate.net/publication/328576549_Demam_Dengue
Setiabudi D, Setiabudiawan B, Parwati I, Garna H. Perbedaan kadar platelet
activating factor plasma antara penderita demam berdarah dengue dan
demam dengue. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2013 
Syafika N, Suardarmana K. Demam berdarah dengue. Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2018 
Schaefer T J, Panda P, Wolford R. Dengue fever. Bookshelf. NCBI. 2022.
Available from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430732/  
Smith D S. Dengue. Journal Medscape. 2022. Cited (09/2/2023). Available from
https://emedicine.medscape.com/article/215840-overview  
 

Anda mungkin juga menyukai