Anda di halaman 1dari 27

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Rahmah Dwiyani

NIM : K1B1 21 088

Judul : Bronkitis + suspek demam tifoid

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka kepaniteraan


klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo.

Kendari, Desember 2022

Pembimbing

dr. Waode Sitti Asfiah Udu M.Sc, Sp.A


BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Nur Ainun


Tanggal Lahir : 30 Oktober 2014
Umur : 8 tahun 1 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
BB : 18 Kg
Agama : Islam
Alamat : Jl. Bangau
Tanggal Masuk : 19 Desember 2022 (11:55 WITA)
No. RM : 0103XX

B. ANAMNESIS

Alloanamnesis dan Autoanamnesis dengan ibu kandung pasien


Keluhan Utama : Batuk Berdahak
Anamnesis Terpimpin :
Seorang anak perempuan usia 8 tahun 2 bulan datang ke UGD
dengan keluhan batuk berdahak. keluhan batuk berdahak yang
dirasakan kurang lebih 1 minggu yang lalu. batuknya hilang timbul dan
dahaknya berwarna putih dan tidak disertai darah. Keluhan lain: Demam
(+) kurang lebih 1 minggu yang lalu dan bersifat hilang timbul,
meningkat pada sore hari, sesak (+) pada saat batuk, nafsu makan
menurun (+) pilek (+) epistaksis (+) 30 menit SMRS, nyeri perut (+) pada
area epigastrium dan umbilikus, mual (-) muntah (-) dan BAK tidak ada
keluhan, belum BAB dari 1 minggu yang lalu.
Riwayat Keluhan Yang Sama Sebelumnya : (+) pasien pernah dirawat
di Puskesmas sebelumnya dengan keluhan yang sama 3 hari yang lalu
SMRS.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga: (-)
Riwayat Pengobatan Sebelumnya : (+) pasien mendapatkan puyer
batuk di puskesmas
Riwayat Kehamilan Ibu :
1. Riwayat Antenatal : Riwayat konsumsi alcohol atau obat-
obatan saat hamil disangkal. Riwayat USG selama kehamilan
(+) tidak ada kelainan. Riwayat penyakit yang diderita saat
hamil (-)
2. Riwayat Intranatal : Riwayat persalinan normal, lahir
spontan, kurang bulan (<38 minggu) di tolong oleh bidan
dirumah. Bayi lahir langsung menangis, BBL 2.500 gram dan
PBL 47 cm
Riwayat Imunisasi : Lengkap Sesuai Usia
Riwayat Nutrisi : Riwayat ASI hingga Usia hamper 2 tahun
Riwayat Alergi : (-)
Riwayat Lingkungan: Riwayat merokok dalam keluarga yang tinggal
serumah (+) dari ayahnya yang perokok aktif, Riwayat kontak dengan
keluhan batuk (+) yakni teman sebangku pasien disekolah, Riwayat Jajan
sembarang (+) disekolah

C. PEMERIKSAAN FISIK

KU : Sakit Sedang/ Gizi Kurang /Compos Mentis


Pucat : (-) Sianosis : (-) Tonus : Baik
Ikterus : (-) Turgor : Baik Edema : (-)
Antropometri : BB: 18 Kg | PB: 114 cm
Status Gizi : BMI: 13,85 Kg/m2
BMI Ideal pada anak usia 8 tahun pada percentile 50 adalah
16 Kg/m2
Tanda Vital : TD : 110/80 mmHg
Nadi : 108 X/Menit
Pernapasan : 31 X/Menit
Suhu : 36, 70C
SpO2 : 97%
Kepala : Simetris kanan dan Kiri
Rambut : Berwarna Hitam, tidak mudah dicabut
Ubun-Ubun : Menutup, datar
Telinga : Otorhea (-/-) deformitas (-/-) secret (-/-)
Mata : Mata Cekung (-/-) Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera
ikterik (-/-)
Hidung : Cuping Hidung (-/-) Rinorhea (-/-) Epistaksis (-/-)
Bibir : Kering (-), pucat (-), stomatitis (-)
Lidah : Lidah kotor (-), lidah tremor (-), tepi hiperemis(-)
Mulut : Sianosis(-), pucat(-), kering
Gigi : Caries (-)
Tenggorok : Hiperemis (-), Tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
Bentuk dada : Normochest
Paru :
PP : Simetris kiri dan kanan, retraksi (-/-) subcostal
PR : Massa (-) | Krepitasi (-)
PK : Sonor Kedua Lapangan Paru
PD : Vesikuler +/+│Rhonki +/+ │ Wheezing -/-
Jantung :
PP : Ictus cordis tidak tampak
PD : Ictus cordis tidak teraba
PK : Pekak (+)
Batas kiri : ICS IV Linea midclavicularis (S)
Batas kanan : ICS IV Linea parasternalis (D)
PD : BJ I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
Irama : BJI/II Murni regular
Souffle : -
Thrill :-
Abdomen :
PP : Datar, ikut gerak napas
PD : Peristaltik Usus (+) kesan meningkat
PR : Massa (-) organomegali (-), nyeri tekan regio epigastric
dan umbilikus (+), Turgor kesan Kembali cepat
PK : Timpani (+)
Alat Kelamin : Tidak ditemukan adanya kelainan
Ekstremitas : Edema (-) akral hangat (+) pucat (-) CRT <2 detik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Antigen SARS-CoV-2 ( 19/12/2022) : Non-Reaktif


2. Darah Rutin (19/12/2022)
- WBC : 23,20 [103/Ul]
- RBC : 4,75 [106/Ul
- HGB : 12,2 [g/dL]
- HCT : 36,4 [%]
- MCV : 76,6 [fL]
- MCH : 25,7 [pg]
- MCHC: 33,5 [g/dl]
- PLT : 457 [10]3/uL]
- LYM : 58,9 [%]
- LYM# : 13.70 [103/Ul]
- NEUT : 33,7 [%]
- NEUT#: 7.80 [103/Ul]
3. Foto Thorax
- Posisi asimetris, kondisi film baik, inspirasi cukup
- Corakan vaskuler kedua paru dalam batas normal
- Tidak tampak pemadatan hilus
- Cor : bentuk dan ukuran dalam batas normal
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang tulang intak
- Jaringan lunak sekitar kesan baik
Kesan : Foto Thorax dalam batas normal

E. DIAGNOSA KERJA

Bronkitis + suspek demam tifoid

F. DIAGNOSA BANDING

- Pneumonia
- pertusis
- Infeksi Cacing Usus

G. ANJURAN PEMERIKSAAN

- Darah Rutin
- Tes Widal
- Feses Rutin
- Cek sputum dahak
H. RESUME

Anak perempuan usia 8 tahun 2 bulan datang ke UGD dengan


keluhan batuk berdahak. keluhan batuk berdahak yang dirasakan kurang
lebih 1 minggu yang lalu. batuknya hilang timbul dan dahaknya berwarna
putih dan tidak disertai darah. Keluhan lain: Demam (+) kurang lebih 1
minggu yang lalu dan bersifat hilang timbul, meningkat pada sore hari,
sesak (+) pada saat batuk, nafsu makan menurun (+) pilek (+) epistaksis (+)
30 menit SMRS, nyeri perut (+) pada area epigastrium dan umbilikus,
belum BAB dari 1 minggu yang lalu.
Riwayat pengobatan (+) puyer batuk, sebelumnya pasien
mendapatkan pengobatan dipuskesmas 3 hari SMRS, Riwayat terpapar asap
rokok (+) dari ayahnya yang perokok aktif, Riwayat kontak dengan keluhan
batuk (+) yakni teman sebangku pasien disekolah, Riwayat Jajan
sembarang (+) disekolah, Riwayat persalinan : normal, lahir spontan,
kurang bulan (< 38 minggu) dirumah dan dibantu oleh bidan BBL 2,5 kg.
Riwayat imunisasi: lengkap sesuai usia. Riwayat asi hingga usia hampir 2
tahun.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU Sakit Sedang/ Gizi /Compos


Mentis
TD : 110/80 mmHg, Nadi : 108 X/Menit, Pernapasan : 31 X/Menit, SB :
36,7oC, pada Pemeriksaan Paru didapatkan bunyi napas tambahan : Ronkhi
(+/+), pada Pemeriksaan Abdomen ditemukan peristaltik usus kesan
meningkat (+), nyeri tekan regio epigastrium dan umbilicus (+)

Pada Pemeriksaan Darah rutin terdapat peningkatan nilai WBC : 23,20


[103/Ul], PLT 457, LYM : 58,9 [%], L Y M # : 13.70 [103/Ul],
NEUT# : 7.80 [103/Ul]

I. PENATALAKSANAAN

R/ : Terapi Medikamentosa
IVFD RL 14 tpm
Cefotaxime 500mg/8Jam/IV
Inj. Ranitidine ½ amp/8jam/IV
Ekstra Nebulizer Ventolin 1 amp + NaCl 0,9% 3 cc/24 jam
Puyer Batuk 3x1: Ambroxol+Cetrizin+Methylprednisolon
J. FOLLOW UP

Hari Keluhan Instruksi DPJP


Tanggal
20/12/2022 S: batuk berdahak (+) IVFD RL 14 tpm
demam naik turun cefotaxime 500mg /8jam /IV
terakhir pukul (20:00 inj ranitidine 1/2 amp/8 jam/iv
WITA), nyeri perut ekstra nebulizer ventolin 1 amp + Nacl
daerah epigastrium dan 0,9% 3 cc/24 jam
umbilikus (+) belum puyer batuk 3x1 =
BAB SMRS ambroxol+cetrizin+Methylprednisolon
O: KU: sakit sedang,
compos mentis
TD : 100/60 mmHg
N : 72x/Menit
SB : 36,7oC
P : 27x/Menit
SpO2 : 98%
Paru : simetris kanan
Kiri, vesikuler (+/+),
Ronkhi (+/+)
Abdomen : datar ikut
gerak napas, peristaltik
usus kesan meningkat,
NTE (+)
A : pneumonia
21/12/2022 S: batuk berdahak (+) IVFD RL 14 tpm
demam (-), nyeri perut cefotaxime 500mg /8jam /IV
(+) hilang timbul daerah inj ranitidine 1/2 amp/8 jam/iv
epigastrium dan ekstra nebulizer ventolin 1 amp + Nacl
umbilikus, sudah BAB 0,9% 3 cc/24 jam
1 kali, konsistensi keras, puyer batuk 3x1 =
berwarna kekuningan, ambroxol+cetrizin+Methylprednisolon
mengedan (+), nafsu
makan membaik.
O: KU: sakit sedang,
compos mentis
TD : 110/60 mmHg
N : 69x/Menit
SB : 36,0oC
P : 27x/Menit
SpO : 99%
2

Paru : simetris kanan


Kiri, vesikuler (+/+),
Ronkhi (+/+)
Abdomen : datar ikut
gerak napas, peristaltik
usus kesan meningkat,
NTE (+)
A : Bronkitis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Bronkitis

infeksi respiratorik bawah akut terbagi atas croup (epiglotitis dan


laringo-trakeo bronkitis), bronkitis, bronkiolitis, dan pneumonia. Sebagian
besar infeksi respiratorik atas biasanya terbatas, tapi sekitar lima persen
diantaranya melibatkan laring dan respiratorik bawah berikutnya, sehingga
berpotensi menjadi serius. Kasus infeksi respiratorik bawah akut (sebagian
besar terbanyak oleh pneumonia) menyebabkan kematian sekitar 4 juta
anak pertahun, kira-kira 1/3 dari seluruh kematian anak di negara
berkembang.
Di negara sedang berkembang, 20-25% kematian anak balita
disebabkan oleh infeksi saluran napas akut. Jenis infeksi saluran
pernapasan akut yang merupakan penyebab kematian terbesar adalah
pneumonia dan pneumonia merupakan salah satu komplikasi dari
bronkitis.
Bronkitis biasanya menginfeksi pada anak-anak yang disekitar
tempat tinggalnya terdapat polutan, seperti orang orang merokok diluar
atau didalam ruangan, kendaraan bermotor yang menyebabkan polusi
udara, dan pembakaran yang menyebabkan asap biasanya saat masak
menggunakan kayu bakar. Pasien bronkitis banyak ditemukan dengan
keluhan seperti batuk, mengi, penumpukan sputum dan sesak nafas.
Bronkitis pada anak mungkin tidak dijumpai sebagai
wujud klinis tersendiri dan merupakan akibat dari beberapa
keadaan pada saluran respiratori atas dan bawah yang lain.
Manifestasi klinis biasanya terjadi secara akut mengikuti suatu
infeksi respiratori atas karena virus, atau secara kronis yang
mendasari,berhubungan dengan keadaan lain seperti asma dan fibrosis
kistik..
Bronkitis akut adalah proses inflamasi akut yang mengenai
saluran pernapasan bawah, bronkus utama dan menengah dan biasanya
disertai trakea, Penyakit ini dapat timbul karena infeksi menurun dari
saluran nafas atas atau infeksi primer pada percabangan trakeobronkial.
Bronkitis akut bermanifestasi sebagai batuk, serta biasanya akan
membaik tanpa terapi dalam 2 minggu. Bronkitis akut umumnya
disebabkan oleh virus, Virus yang paling umum yang menyebabkan
bronkitis dijelaskan, khususnya respiratory syncytial virus sedangkan
Bronkitis akut karena bakteri biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma
pneumoniae, Bordetella pertussis, atau Corynebacterium diphtheriae.
B. Klasifikasi Bronkitis pada Anak
1. Akut : durasi rata-rata dari bronkitis akut adalah sekitar 1 minggu
dengan kisaran dari ½ minggu sampai 2 minggu. Setelah itu batuk
mungkin menetetap selama beberapa hari atau beberapa minggu.
2. Rumit : jika gejala dan tanda-tanda bronchitis bertahan selama 4-6
minggu, kita menyebutnya bronchitis rumit
3. Kronis : tanda dan gejala dari bronchitis bertahan selama lebih dari 3
bulan disebut bronchitis kronis.
4. Berulang : jika anak-anak terkena bronchitis akut berulang selama
beberapat bulan, disebut bronchitis berulang. Terutama pada anak-
anak dimasa sekolah cukup sering terkena, karena risiko infeksi
sangat tinggi disana.
C. Bronkitis Berdasarkan Etiologinya
1. Bronkitis Akut Virus
Sebagian besar bronkitis disebabkan oleh virus, antara
lain yaitu Rhinovirus, RSV, virus Influenza, virus
Parainfluenza, Adenovirus, virus Rubeola, dan Paramyxovirus.
Akan tetapi, zat iritan seperti asam lambung, atau polusi
lingkungan, dilaporkan dapat menyebabkan bronkitis akut.
Bronkitis juga dapat ditemukan setelah pajanan yang berat,
seperti saat aspirasi setelah muntah, atau pajanan dalam jumlah
besar terhadap zat kimia. Akan tetapi, umumnya pajanan ini lebih
menyebabkan terjadinya bronkitis kronis daripada bronkitis akut.
Karena bronkitis akut biasanya merupakan kondisi yang tidak
berat dan dapat membaik sendiri, maka proses patologis yang
terjadi masih belum diketahui secara jelas karena kurangnya
ketersediaan jaringan untuk pemeriksaan. Yang diketahui adalah
adanya peningkatan aktivitas kelenjar mukus dan terjadinya
deskuamasi sel-sel epitel bersilia. Adanya infiltrasi leukosit PMN
ke dalam dinding serta lumen saluran respiratori menyebabkan
sekresi tampak purulen. Akan tetapi, karena migrasi leukosit ini
merupakan reaksi nonspesifik terhadap kerusakan jalan napas,
maka sputum yang purulen tidak hanya menunjukkan adanya
superinfeksi bakteri
2. Bronkitis Akut Bakteri
Jumlah bronkitis akut bakterial jauh lebih sedikit daripada
bronkitis akut viral. Invasi bakteri ke bronkus dapat merupakan
infeksi sekunder setelah terjadi kerusakan permukaan mukosa
oleh infeksi virus sebelumnya. Sebagai contoh, percobaan
pada tikus, infeksi virus Influenza menyebabkan deskuamasi
luas epitel bersilia di trakea, sehingga bakteri seperti
Pseudomonas aeroginosa yang seharusnya dapat tersapu, dapat
beradhesi di permukaan epitel.
Hingga saat ini, bakteri penyebab bronkitis akut
yang telah diketahui adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus pneumoniae, dan Haemophilus influenzae.
Mycoplasma pneumoniae juga dapat menyebabkan bronkitis akut,
dengan karakteristik klinis yang tidak khas, dan biasa terjadi
pada anak berusia di atas 5 tahun atau remaja.

D. Manifestasi Klinis
1. Bronkitis Akut Virus
Bronkitis akut biasanya mengikuti gejala-gejala infeksi
saluran respiratori seperti rinitis dan faringitis. Batuk biasanya
muncul 3-4 hari setelah rinitis. Batuk pada mulanya keras dan
kering, kemudian seringkali berkembang menjadi batuk lepas yang
ringan dan produktif. Karena anak-anak biasanya tidak membuang
lendir tetapi menelannya, maka dapat terjadi gejala muntah pada
saat batuk keras dan memuncak. Pada anak yang lebih tua,
keluhan utama dapat berupa produksi sputum dengan batuk, serta
nyeri dada pada keadaan yang lebih berat.
Pemeriksaan auskultasi dada biasanya tidak khas pada
stadium awal. Seiring perkembangan dan progresivitas batuk,
dapat terdengar berbagai macam ronki, suara napas yang berat
dan kasar, wheezing, ataupun suatu kombinasi. Hasil
pemeriksaan radiologis biasanya normal atau didapatkan
peningkatan corakan bronkial. Pada umumnya, gejala akan
menghilang dalam 10-14 hari. Bila tanda-tanda klinis menetap
hingga 2-3 minggu, perlu dicurigai adanya proses kronis. Selain
itu, dapat juga terjadi infeksi bakteri sekunder.
Sebagian besar terapi bronkitis akut viral bersifat
suportif. Pada kenyataannya, kebanyakan rinitis dapat sembuh
tanpa pengobatan sama sekali. Istirahat yang cukup, kelembaban
udara yang cukup, masukan cairan yang adekuat, serta
pemberian asetaminofen pada keadaan demam bila perlu, sudah
mencukupi untuk beberapa kasus. Antibiotik sebaiknya hanya
digunakan bila dicurigai adanya infeksi bakteri atau telah
dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang lainnya. Pemberian
antibiotik berdasarkan terapi empiris biasa1nya disesuaikan
dengan usia, jenis organisme yang biasa menginfeksi, clan
sensitivitas di komunitas tersebut. Antibiotik juga telah
dibuktikan tidak mencegah terjadinya infeksi bakteri sekunder,
sehingga tidak ada tempatnya diberikan pada bronkitis akut viral.
Obat-obat penekan batuk sebaiknya tidak diberikan, karena
batuk diperlukan untuk mengeluarkan sputum. Fisioterapi dada
tidak perlu dilakukan pada anak sehat yang sedang dalam fase
bronkitis akut. Bila ditemukan wheezing pada pemeriksaan
fisis, dapat diberikan bronkodilator P2-agonis, tetapi
diperlukan evaluasi yang seksama terhadap respons bronkus
untuk mencegah pemberian bronkodilator yang berlebihan.
2. Bronkitis Akut Bakteri
Pada anak-anak yang tidak diimunisasi, infeksi Bordetella
pertussis dan Corynebacterium diphtheriae dihubungkan dengan
kejadian trakeobronkitis. Selama stadium kataral pertusis,
gejala-gejala infeksi respiratori atas lebih dominan, berupa rinitis,
konjungtivitis, demam sedang, dan batuk. Pada stadium
paroksismal, frekuensi dan keparahan batuk meningkat. Gejala
khas berupa batuk kuat berturut-turut dalam satu ekspirasi,
yang diikuti dengan usaha keras dan mendadak untuk
inspirasi, sehingga menyebabkan timbulnya whoop. Batuk
ini biasanya menghasilkan mukus yang kental dan lengket.
Muntah pasca batuk (posttusive emesis) dapat juga terjadi pada
stadium paroksismal.
Hasil pemeriksaan laboratorium patologi menunjukkan
adanya infiltrasi mukosa oleh limfosit dan leukosit PMN.
Diagnosis dapat dipastikan dengan pemeriksaan kultur dari
sekresi mukus. Pengobatan pertusis sebagian besar bersifat
suportif. Pemberian eritromisin dapat mengusir kuman pertusis
dari nasofaring dalam waktu 3-4 hari, sehingga mengurangi
penyebaran penyakit. Pemberian selama 14 hari setelah awitan
penyakit selanjutnya dapat menghentikan penyakit.
Pada Chlamydia sp pada bayi dapat menyebabkan
trakeobronkitis akut dan pneumonitis, dan terapi pilihan yang
diberikan adalah eritromisin. Pada anak berusia di atas 9 tahun
dapat diberikan tetrasiklin. Untuk terapi efektif dapat diberikan
eritromisin atau tetrasiklin untuk anak-anak di atas usia 9 tahun.
E. Patofisiologi
Terjadinya bronkitis itu bisa diakibatkan oleh paparan infeksi
maupun non infeksi. Apabila terjadi iritasi maka timbullah inflamasi yang
mengakibatkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronkospasme.
Hal ini dapat menyebabkan aliran udara menjadi tersumbat, oleh sebab itu
mucocilliary defence pada paru mengalami peningkatan serta kerusakan,
dan cenderung lebih mudah terjangkit infeksi, pada saat timbulnya infeksi
maka kelenjar mukus akan terjadi hepertropi serta hyperplasia sehingga
meningkatnya produksi secret dan dinding bronkial akan menjadi tebal
sehingga aliran udara akan terganggu. Sekret yang mengental dan berlebih
akan mengganggu dan alian udara menjadi terhambat baik itu aliran udara
kecil maupun aliran udara yang besar.
Pembengkakan bronkus serta sekret yang kental akan
mengakibatkan rusaknya jalan pada pernafasan dan terganggunya
pertukaran gas pada alveolus terutama pada saat ekspirasi. Saluran
pernafasan akan terpeangkap di distal paru dan akan mengalami kolaps.
Rusaknya hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan ventilasi alveolar,
asidosis, dan hipoksia.Apabila penderita oksigennya kurang maka akan
terjadinya resiko ventilasi yang tidak normal, maka penurunan PaO2 akan
terjadi dan apabila sampai ventlasi rusak maka akan mengalami
peningkatan PaCO2, hal itu dilihat dari sianosisnya. Apabila menyakit
mulai memarah maka produksi sekret akan berwarna kehitaman
disebabkan oleh infeksi pulmona
sebagai respons terhadap infeksi ini, sel epitel saluran napas dan
monosit serta makrofag melepaskan sitokin yang menstimulasi dan
mengaktifkan sel imun. Infeksi virus akan merangsang pelepasan faktor
kemotaktik, monosit chemotactic protein-1 (MCP-1), makrofag inflamasi
protein-1alpha (MIP-1alpha), dan sitokin pro-inflamasi seperti tumor
necrosis factor-alpha (TNF-alpha), interleukin-1beta, (IL-1beta), IL-6, IL-
18, dan sitokin antivirus seperti interferon-alpha (IFN-alpha) dan IFN-
beta.
Neutrofil adalah salah satu sel pertama yang di kerahkan ke epitel
trakeobronkial, dan peningkatan jumlah neutrofil berkorelasi dengan
perkembangan hiperresponsif saluran napas. Limfosit T diaktifkan oleh
RANTES (Regulated upon Activation, Normal T Cell Expressed and
Presumably Secreted) dan sitokin lain yang dilepaskan oleh monosit.
Eosinofil diaktifkan dan dapat bertahan selama berminggu-minggu setelah
infeksi awal.
peningkatan jumlah neutrofil yang nekrosis di jalan napas dapat
menyebabkan penglepasan elastase dan reactive oxygen species (ROS)
yang menyebabkan hipersekresi mucus, Respons epitel jalan napas
terhadap pajanan gas atau asap rokok berupa peningkatan jumlah kemokin
seperti IL-8, macrophage inflamatory protein-1 α (MIP1-α) dan monocyte
chemoattractant protein-1 (MCP-1). Peningkatan jumlah Limfosit T yang
didominasi oleh CD8+ tidak hanya ditemukan pada jaringan paru tetapi
juga pada kelenjar limfe paratrakeal. Sel sitotoksik CD8+ menyebabkan
destruksi parenkim paru dengan melepaskan perforin
dan granzymes. CD8+ pada pusat jalan napas merupakan sumber IL-4 dan
IL-3 yang menyebabkan hipersekresi mukus pada penderita bronchitis.

F. Differensial Diagnosa Bronkitis pada Anak


1. Croup
croup umum adalah radang tenggorokan subglottic dengan edema
inflamasi pada mukosa dalam infeksi virus dari sistem pernapasan.
Prevalensi utama adalah pada usia antara 6 bulan dan 6 tahun.
Biasanya di malam atau pada malam hari di musim dingin, bayi dan
anak-anak yang terkena mendapatkan serangan akut dengan batuk
menggonggong, suara serak, stridor inspirasi dan dyspnoea.
2. Aspirasi
Aspirasi jus lambung atau benda asing menyebabkan batuk. benda
asing umum adalah potongan-potongan kecil apel atau wortel,
setengah atau seluruh kacang dan segala macam bagian-bagian kecil
terbuat dari plastik atau logam, cukup sering dari mainan, anak telah
bermain dengan. Kami membedakan antara akut dan aspirasi benda
asing kronis. Dalam kasus aspirasi akut anak memiliki serangan batuk
tiba-tiba dan dyspnoea.
3. Tuberkulosis
Dalam kasus batuk kronis adalah penting untuk mengambil
kemungkinan TB paru sebagai diagnosis diferensial memperhitungkan,
terutama pada anak-anak yang berasal dari negara-kejadian yang
tinggi, atau jika mereka telah memiliki atau masih memiliki kontak
dekat dengan orang-orang yang datang dari daerah tersebut.
4. Cystic fibrosis (CF)
Jika bayi memiliki bronkitis obstruktif berulang dengan batuk kronis
dan masalah untuk membubarkan lendir, satu diagnosis diferensial,
yang harus diperhitungkan, adalah CF. Meskipun adalah penyakit
langka, masih salah satu penyakit keturunan yang paling umum.
Modus warisan autosomal resesif dan disebabkan oleh mutasi pada
CFTR (cystic fibrosis conductance regulator)
5. Gastroesophageal reflux
Dalam kasus batuk berulang atau kronis, tentu saja pada orang pertama
berpikir tentang penyakit pada sistem pernapasan. Namun,
gastroesophageal reflux juga dapat menyebabkan gejala seperti.
Terutama di bulan-bulan pertama kehidupan, chyme dan jus lambung
bisa mengalir kembali ke kerongkongan dan menyebabkan peradangan
mukosa sana. Gejala klinis mungkin mulas, regurgitasi, muntah,
masalah makan dan akhirnya distrofia. Gejala lebih lanjut mungkin
batuk, suara serak, obstruksi bronkial, episode dengan apnea dan
sianosis, serta pneumonia akibat aspirasi. Dalam rangka untuk
menghindari gastroesophageal reflux pada bayi, nutrisi yang dapat
menebal dan bagian makan dapat dikurangi dengan meningkatkan
frekuensi makan. Selain itu, tubuh bagian atas harus sedikit lebih
tinggi. obat potensial seperti antasida atau pompa proton blocker.

G. Tatalaksana
konsep Terapi untuk bronkitis pada anak-anak - pro dan kontra,
dalam kebanyakan kasus bronchitis disebakan oleh infeksi virus dan terapi
yang diberikan merupakan terapi supportive
1. Simpatomimetik
Untuk pengobatan akut obstruksi bronkial beta 2 - agonis yang
digunakan, yang memiliki efek selektif pada sistem pernafasan, untuk
meminimalkan beta 1 - reseptor - dimediasi efek buruk pada jantung.
Pengikatan obat untuk reseptor mengaktifkan adenilat adenylyl dimana
ATP dikonversi menjadi cAMP. Yang mengarah ke relaksasi otot-otot
halus melalui pengurangan konsentrasi ion kalsium dalam sel, dan itu
mengarah ke penghambatan pelepasan mediator dari sel mast.
Umumnya, short-acting beta 2 agonis, seperti salbutamol, yang
digunakan. Dalam kebanyakan kasus salbutamol diterapkan dalam
bentuk inhalasi, dosis umum adalah sekitar ½ tetes per kg berat badan
dalam waktu sekitar 2 ml NaCl 0,9%, diberikan dengan nebulizer
ultrasonik. Atau, terutama perjalanan, 1-2 puff semprot melalui spacer
dapat digunakan.
Frekuensi inhalasi tergantung pada beratnya obstruksi bronkus. 3 -
6 kali dalam 24 jam adalah frekuensi rata-rata selama bronkitis
obstruktif akut, tetapi dapat ditingkatkan, jika perlu. Pemberian oral
salbutamol adalah mungkin, tetapi karena khasiat yang lebih rendah
dan peningkatan efek samping karena asupan yang lebih tinggi ke
dalam darah ini tidak dianjurkan sebagai pilihan pertama. efek
samping umum adalah kegelisahan, jantung berdebar-debar dan
kegoyahan. Gejala-gejala ini disebabkan oleh aktivitas simpatis
meningkat dan dapat dikurangi dengan pengurangan dosis tunggal atau
frekuensi administrasi. Pada remaja perempuan hamil, salbutamol
dapat menginduksi tokolisis melalui beta 2 - reseptor.
2. Antikolinergik
Antikolinergik menghambat asetilkolin karena persaingan pada
reseptor asetilkolin muskarinik dan memusuhi efek
bronchoconstrictive nya. Mereka diaplikasikan melalui inhalasi.
Dibandingkan dengan simpatomimetik, efeknya lebih lemah dan
terjadi dengan penundaan. bromide ipratropium paling sering
digunakan, biasanya selain beta 2 - agonis, jika efek simpatomimetik
tidak cukup. Kemungkinan efek samping termasuk mulut kering, rasa
pahit, takikardia dan hipertensi arteri.
3. Methylxanthine
Mekanisme yang tepat tindakan dari methylxanthines, seperti
teofilin, tidak sepenuhnya diketahui. Beberapa jalur
mokecularbiological yang berbeda tampaknya terlibat:
methylxanthines menghambat phosphodiesterase, meningkatkan
cAMP intraseluler dan memusuhi efek pada reseptor adenosin. Karena
mekanisme ini, methylxanthines memiliki efek bronchodilatatory dan
anti-inflamasi dan mereka merangsang pusat pernapasan di batang
otak. Mereka jarang digunakan, terutama sebagai obat cadangan untuk
asma berat - serangan. Theophylline kemudian biasanya diberikan
sebagai infus kontinyu. Efek samping bisa serius: takikardia,
ekstrasistol, hipertensi arteri, kegelisahan, insomnia, gangguan
pencernaan atau meningkat diuresis
4. Glukokortikoid
Glukokortikoid menginduksi sekresi lipocortin, glikoprotein yang
menghambat fosfolipase A2 dan dengan demikian mengurangi
pelepasan asam arakidonat. Karena mekanisme ini, siklooksigenase
jalur menghasilkan kurang prostaglandin dan lipoxygenase jalur
leukotrien kurang. Beberapa sitokin, terutama interleukin-1,
interleukin-2 dan tumor necrosis factor alpha, diproduksi dalam jumlah
berkurang juga. Dalam darah perifer jumlah monosit menurun dan juga
bakterisidadan efek kemotaktik, serta migrasi mereka berkurang.
Semua perubahan ini memiliki non-spesifik efek anti-inflamasi.
Tergantung pada paruh, glukokortikoid dibagi menjadi short-acting
(misalnya kortison dan kortisol), menengah-acting (misalnya
prednisone, prednisolon dan metil prednisolon) dan long-acting
(misalnya deksametason) zat.
Glukokortikoid secaraa sistematis selama periode waktu yang
singkat mungkin diperlukan dalam kasus obstruksi bronkial akut berat.
Pada bayi dan anak-anak aplikasi dapat dilakukan dalam bentuk
supositoria, yang bisa dilakukan di rumah oleh orang tua. Jika seorang
anak dengan obstruksi bronkial akut berat dibawa ke ruang gawat
darurat, aplikasi intravena merupakan bagian dari terapi standar.
Pengobatan jangka panjang dengan glucocoticoid harus dilakukan
secara topikal, yaitu melaluiinhalasi. kortikosteroid yang biasa
digunakan untuk terapi inhalasi yang budesonide, beklometason dan
fluticasone. Dosis di sini di kisaran mikrogram; berarti bahwa, mereka
adalah dengan faktor 100 - 1000 lebih rendah dari dosis sistemik yang
diberikan. Dengan demikian efek samping dikurangi seminimal
mungkin. Orang tua yang takut efek samping yang mungkin dari
corticoids dari pengobatan jangka panjang harus memiliki konsultasi
informatif. Jika mereka memiliki pengetahuan yang relevan, maka
kekhawatiran mereka harus ditenangkan. Jika ada efek samping lokal,
misalnya pengembangan sariawan ini dapat timbul setelah terhirup jika
mulut tidak dibilas dengan air.
5. Leukotriene antagonis
Leukotrien, produk dari metabolisme asam arakidonat, disintesis di
tiang sel, makrofag, eosinofil dan basofil. Merekamemiliki efek
bronchoconstrictive sangat kuat (1000 kali lipat lebih kuat dari
histamin), menginduksi edema lendir bronkus melalui peningkatan
permeabilitas kapiler dan meningkatkan produksi lendir. Selain itu,
leukotrien memiliki pengaruh chemotactic pada sel inflamasi, terutama
eosinofil, yang peka serabut saraf yang terjadi pada saluran
pernapasan, mengakibatkan hiperreaktivitas bronkus. Antagonis
leukotrien yang paling umum adalah montelukast. Karena strukturnya
mirip dengan D4 leukotrien, ia bertindak sebagai pesaing selektif pada
reseptor tanpa efek yang disebutkan di atas. Montelukast digunakan
sebagai terapi anti-inflamasi jangka panjang, sering dalam kombinasi
dengan kortikosteroid topikal. Montelukast diberikan secara oral di
malam hari. Efek samping yang mungkin terjadi termasuk sakit kepala
dan sakit perut
6. Mucolytic
obat sekretolitik masing Mucolytic adalah ekspektoran. Berbeda
dengan obat secretomotoric, yang meningkatkan aktivitas epitel
bersilia, ekspektoran harus menyebabkan pencairan lendir bronkial
untuk membuatnya lebih mudah untuk batuk itu. Di antara mukolitik
adalah asetilsistein, bromheksin dan ambroxol. Acetylcysteine
membelah ikatan disulfida dari mucopolysaccharides. Selain itu,
memiliki efek anti-inflamasi karena menangkap radikal bebas dengan
kelompok SH reaktif. Bromheksin mengaktifkan enzim, yang
membelah molekul dari lendir dan merangsang sel-sel kelenjar untuk
meningkatkan produksi lendir, mengurangi viskositas. Ambroxol
adalah metabolit dari bromheksin. Selain efek dari bromheksin,
merangsang sintesis surfacant.
7. Antitusif
Antitusif mengurangi batuk dengan bertindak pada batang otak.
Opiat, seperti kodein, dihydrocodeine, hydrocodone atau noskapin,
adalah obat yang paling umum terhadap iritasi antitusif. Ada zat yang
lebih baru, seperti pentoxiverin, yang memiliki keuntungan dari kurang
efek sedatif atau potensi kecanduan. Pentoxiverin adalah agonis pada
reseptor sigma dan juga bertindak antagonis pada reseptor muscarinic
M1. potensi efek samping adalah mual, muntah dan diare. Hal ini
kontraindikasi pada anak-anak muda dari 2 tahun karena efek depresan
pada respirasi tidak dapat dikecualikan, dan pada wanita hamil karena
tidak ada data keamanan yang memadai. Namun, dalam antitusif masa
kecil, ini harus diresepkan hanya dalam kasus yang jarang terjadi
dengan batuk non-produktif. Jika tidak, jika batuk produktif dihambat,
lendir tetap di saluran napas, meningkatkan risiko infeksi bakteri
sekunder dengan bronkopneumonia.
8. Antibiotic
Dalam kasus pengobatan infeksi bakteri dengan antibiotik
dianjurkan. Pemilihan antibiotik yang sesuai tergantung pada usia
anak, karena dalam kelompok usia yang berbeda ada spektrum yang
berbeda dari bakteri. Setelah menerima antibiogram tersebut, terapi
antibiotik dapat ditentukan sesuai dengan sensitivitas dan resistensi
bakteri. Antara infeksi diperoleh masyarakat dan nosokomial,
spektrum bakteri berbeda juga. Kadang-kadang tidak mungkin untuk
membedakan antara virus dan infeksi bakteri, karena perjalanan klinis
dan parameter darah bisa sangat mirip. Dalam situasi ini mungkin
bahwa seorang anak akan diobati dengan antibiotik, meskipun hanya
infeksi virus dengan demam tinggi.
9. Suplementasi oksigen
Dalam kasus obstruksi bronkial berat dengan kejang otot-otot
bronkus, dengan edema mukosa bronkus dan produksi sekresi kental,
ventilasi di saluran udara dan difusi dalam alveoli dapat terganggu. Hal
ini dapat menyebabkan parsial (hipoksia, normocapnia) maupun global
(Hipoksia, hiperkapnia) insufisiensi pernapasan. Jika itu saturasi
oksigen transcutanously diukur dalam darah terlalu rendah,
suplementasi oksigen yang diperlukan. Biasanya oksigen disuplai
melalui Prongs hidung. Jika anak-anak kecil tidak mentolerir Prongs
hidung, masker dapat ditempatkan di depan wajah, terutama saat tidur.
Dalam pengobatan bayi prematur dengan sindrom gangguan
pernapasan, kita memiliki prosedur yang berbeda, karena ada efek
toksik oksigen pada organ yang belum dewasa harus diperhitungkan.
Komplikasi yang disebabkan oleh oksigen dapat BPD, yang retinopati
prematuritas dan neurodegeneration apoptosis-dimediasi. Pemantauan
bayi prematur harus berisi analisis capnometric sebelah pengukuran
saturasi oksigen
10. Tetes hidung
0,9% NaCl - tetes hidung digunakan untuk melembabkan dan
membersihkan mukosa hidung. hidung dekongestan tetes (tergantung
pada usia 0,25%, 0,5% atau 1% silometazolin) harus diberikan, jika
tuba eustachius bengkak dalam menanggapi infeksi saluran napas atas,
dalam rangka menjamin ventilasi telinga tengah. tetes hidung ini tidak
boleh diberikan selama lebih dari 7 hari, kalau tidak mereka bisa
menyebabkan kerusakan permanen dari mukosa. Sebuah hidung
tersumbat bukan alasan yang baik untuk aplikasi tetes hidung
dekongestan. Tergantung pada usia anak, semprotan hidung dapat
digunakan sebagai pengganti obat tetes hidung.
H. Prognosis dan Komplikasi
Perjalanan dan prognosis penyakit ini bergantung pada
tatalaksana yang tepat atau mengatasi setiap penyakit yang
mendasari. Komplikasi yang terjadi berasal dari penyakit
yang mendasarinya. Bila infeksi tidak teratasi dapat berlanjut menjadi
pneumonia Selain itu dapat terjasi Komplikasi lain yang mungkin adalah
transisi dari bronkitis ke bronkopneumonia Bronkitis kronis dan
Bronkiektasis

Infeksi Salmonella typhi


Kuman salmonella typhi yang masuk kesaluran gastro intestinal
akan ditelan oleh sel-sel fagosoit ketika masuk melewati mukosa dan oleh
makrofag yang ada di dalam lamina propina. Sebagian dari salmonella
typhi ada yang masuk ke usus halus mengadakan invanigasi ke jaringan
limfoid usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid mesentrikaUsus yang
terserang tifus umumnya ileum distal,tetapi kadang begian lain usus halus
dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada mulanya, plakat peyer penuh
dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti infitrat atau
hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi
nekrosis dan tukak.
Tukak ini lebih besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan
ukuran plak peyer yang ada disana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi
kadang lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi
pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya
ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringan parut di fibrosis.
Masuknya kuman kedalam intestinal terjadi pada minggu pertama
dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu tubuh akan
naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam
yang terjadi pada masa ini disebut demam intermitet (suhu yang tinggi,
naik-turun, dan turunnya dapat mancapai normal) Demam berlangsung 3
minggu. Minggu pertama: demam ritmen, biasanya menurun pagi hari,
meningkat pada sore dan malam hari, di samping peningkatan suhu
tubuh ,juga akan terjadi obstipasi sebagi akibat motilitas penurunan suhu
tubuh, namun hal ini tidak selalu terjadi dan dapt pula terjadi sebaliknya.
Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk kesirkulasi
sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dengan
tanda tanda infeksi.

Infeksi Cacing Usus


Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted
helminthiasis) merupakan masalah dunia terutama di negara yang sedang
berkembang. Diperkirakan 1 milyar penduduk dunia menderita infeksi
parasit cacing. Prevalensi pada anak usia sekolah dasar di Indonesia antara
60%-80%. Paling sering disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura dan cacing tambang. Infeksi cacing selain berpengaruh terhadap
pemasukan, pencernaan, penyerapan, serta metabolisme makanan, yang
dapat berakibat hilangnya protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan darah
dalam jumlah yang besar, juga menimbulkan gangguan respon imun,
menurunnya plasma insulin like growth factor (IGF)-1, meningkatkan
kadar serum tumor necrosis factor a (TNF), dan menurunkan konsentrasi
hemoglobin rerata. Di samping itu dapat menimbulkan berbagai gejala
penyakit seperti anemia, diare, sindrom disentri, menurunkan selera makan
dan defisiensi besi, sehingga anak yang menderita infeksi cacing usus
merupakan kelompok risiko tinggi untuk mengalami malnutrisi. Keadaan
ini secara tidak langsung dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan.
1. Pengaruh infeksi Ascaris lumbricoides
Pada manusia infeksi terjadi dengan masuknya telur cacing yang
infektif bersama makanan atau minuman yang tercemar tanah yang
mengandung tinja penderita ascariasis. Di dalam usus halus bagian atas
dinding telur akan pecah kemudian larva keluar, menembus dinding
usus halus dan memasuki vena porta hati. Dengan aliran darah vena,
larva beredar menuju jantung, paru – paru, lalu menembus dinding
kapiler masuk ke dalam alveoli. Masa migrasi larva ini berlangsung
sekitar 15 hari lamanya. Sesudah itu larva cacing merambat ke bronki,
trakea dan laring, untuk selanjutnya masuk ke faring, usofagus, lalu
turun ke lambung dan akhirnya sampai ke usus halus. Selanjutnya
larva berganti kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Migrasi larva
cacing dalam darah yang mencapai organ paru tersebut disebut “lung
migration”. Dua bulan sejak masuknya telur infektif melalui mulut,
cacing betina mulai. Akibat beradanya cacing dewasa di dalam usus
dan beredarnya larva cacing di dalam darah, akan terjadi perubahan
patologis pada jaringan dan organ penderita. Larva cacing yang berada
di paru – paru dapat menimbulkan pneumonia pada penderita dengan
gejala klinis berupa demam, batuk, sesak dan dahak yang berdarah.
Selain itu penderita juga mengalami urtikaria disertai terjadinya
eosinofili sampai 20 persen pada gambaran darah tepi. Terdinya
pneumonia yang disertai dengan gejala alergi ini disebut sebagai
Syndrom Loeffler atau Ascaris pneumonia
Adanya Ascaris lumbricoides dalam usus halus dapat
menyebabkan kelainan mukosa usus, berupa proses peradangan pada
dinding usus, pelebaran dan memendeknya villi, bertambah
panjangnya kripta, menurunnya rasio villus kripta dan infiltrasi sel
bulat ke lamina propria, yang berakibat pada gangguan absorpsi
makanan. Akibat lainnya adalah cacing ini menyebabkan
hipeperistaltik sehingga menimbulkan diare, juga dapat mengakibatkan
rasa tidak enak diperut, kolik akut pada daerah epigastrium konstipasi
dan gangguan selera makan. Keadaan ini terjadi pada saat proses
peradangan pada dinding usus. Cacing dewasa juga dapat
menimbulkan perforasi ulkus yang ada di usus
2. Pengaruh infeksi cacing tambang
Gejala klinis yang terjadi tergantung pada derajat infeksi, makin
berat infeksi manifestasi klinis yang terjadi semakin mencolok, berupa,
anoreksia, mual, muntah, diare,kelelahan, sakit kepala, sesak napas,
palpitasi, dispepsia, nyeri disekitar duodenum, jejenum dan ileum. Juga
bisa ditemukan ditemukan protein plasma yang rendah
(hypoalbuminemia), kelainan absorpsi nitrogen dan vitamin B12, tetapi
yang tetap paling menonjol adalah berkurangnya zat besi.
Besi dalam tubuh manusia diperlukan untuk pembelahan sel,
berperan dalam proses respirasi sel, yaitu sebagai kofaktor bagi enzim
yang terlibat dalam reaksi oksidasi reduksi. Di dalam tiap sel, besi
bekerjasama dengan rantai protein pengangkut elektron, yang berperan
dalam langkah akhir metabolisme energi. Besi juga berperan dalam
sistem kekebalan tubuh, kekurangan besi akan menyebabkan sel darah
putih tidak dapat bekerja secara efektif dan berkurangnya
pembentukan limfosit T. Diduga penurunan pembentukan sel limfosit
ini terjadi karena berkurangnya sintesis DNA akibat gangguan pada
enzim reduktase ribonukleotida. Enzim ini membutuhkan zat besi
untuk dapat berfungsi.
Sehingga akibat infeksi kronik Cacing tambang akan dapat
menyebabkan gangguan pembentukan sel dankekebalan tubuh,
gangguan penyembuhan luka. Keadaan ini secara tidak langsung akan
mempengaruhi pertumbuhan anak.
BAB III

ANALISIS KASUS

KASUS ANALSIS
anak perempuan usia 8 tahun 5 bulan Bronkitis biasanya menginfeksi
keluhan batuk berdahak. dirasakan pada anak-anak yang disekitar tempat
kurang lebih 1 minggu yang lalu. tinggalnya terdapat polutan, seperti
batuknya hilang timbul dan dahaknya
orang orang merokok diluar atau
berwarna putih dan tidak disertai
darah. Keluhan lain: Demam (+) didalam ruangan, kendaraan bermotor
kurang lebih 1 minggu yang lalu dan yang menyebabkan polusi udara, dan
bersifat hilang timbul, meningkat pada pembakaran yang menyebabkan asap
sore hari, sesak (+) pada saat batuk, biasanya saat masak menggunakan
nafsu makan menurun (+) pilek (+) kayu bakar
epistaksis (+) 30 menit SMRS, nyeri Respons epitel jalan napas
perut (+) pada area epigastrium dan
terhadap pajanan gas atau asap rokok
umbilikus, belum BAB dari 1 minggu
yang lalu. riwayat terpapar asap rokok berupa peningkatan jumlah kemokin
(+) dari ayahnya yang perokok aktif seperti IL-8, macrophage inflamatory
(+) Riwayat jajan sembarangan. protein-1 α (MIP1-α) dan monocyte
chemoattractant protein-1 (MCP-1).
Peningkatan jumlah Limfosit T yang
didominasi oleh CD8+ tidak hanya
ditemukan pada jaringan paru tetapi
juga pada kelenjar limfe paratrakeal.
Sel sitotoksik CD8+ menyebabkan
destruksi parenkim paru dengan
melepaskan perforin
dan granzymes. CD8+ pada pusat jalan
napas merupakan sumber IL-4 dan IL-
3 yang menyebabkan hipersekresi
mukus pada penderita bronchitis.
Inflamasi pada mukosa saluran napas,
mengaktifitas kelenjar saluran nafas
meningkat sehingga meningkatkan
produksi mucus

Ascaris lumbricoides dalam usus


halus dapat menyebabkan kelainan
mukosa usus, berupa proses
peradangan pada dinding usus,
pelebaran dan memendeknya villi,
bertambah panjangnya kripta,
menurunnya rasio villus kripta dan
infiltrasi sel bulat ke lamina propria,
yang berakibat pada gangguan
absorpsi makanan, dapat
mengakibatkan rasa tidak enak
diperut, kolik akut pada daerah
epigastrium konstipasi dan gangguan
selera makan. Keadaan ini terjadi pada
saat proses peradangan pada dinding
usus. Cacing dewasa juga dapat
menimbulkan perforasi ulkus yang ada
di usus

Masuknya kuman kedalam


intestinal terjadi pada minggu pertama
dengan tanda dan gejala suhu tubuh
naik turun khususnya suhu tubuh akan
naik pada malam hari dan akan
menurun menjelang pagi hari. Demam
yang terjadi pada masa ini disebut
demam intermitet (suhu yang tinggi,
naik-turun, dan turunnya dapat
mancapai normal) Demam
berlangsung 3 minggu
Pada pemeriksaan fisik
didapatkan anak sakit sedang Pemeriksaan auskultasi dada biasanya
dengan BB 18 Kg dan TB 114 cm. biasanya tidak khas pada
Kesadaran compos mentis tanda stadium awal. Seiring
vital: P: 31x/Menit, TD: 110/60 perkembangan dan progresivitas
mmHg N :108x/Menit, S : 36,7 C, batuk, dapat terdengar berbagai
Spo2: 99%. Pada pemeriksaan paru macam ronki, suara napas yang berat
didapatkan bunyi Ronkhi (+/+), pada dan kasar
pemeriksaan abdomen didapatkan
peristaltic usus kesan meningkat dan Sejumlah besar cacing
nyeri tekan regio epigastrium dan Ascaris dewasa yang terdapat di
dalam lumen usus juga dapat
umbilicus. menimbulkan berbagai akibat
mekanis, yaitu terjadinya sumbatan
atau obstruksi usus dan intususepsi.
Cacing dewasa juga dapat
menimbulkan perforasi ulkus yang
ada di usus kolik akut. Akibat lainnya
adalah cacing ini menyebabkan
hipeperistaltik

Pada pemeriksaan laboratorium sebagai respons


didapatkan peningkatan WBC, PLT, terhadap infeksi ini, sel epitel saluran
Neutrofil dan Lymposit napas dan monosit serta makrofag
melepaskan sitokin yang menstimulasi
dan mengaktifkan sel imun. Infeksi
virus akan merangsang pelepasan
faktor kemotaktik, monosit
chemotactic protein-1 (MCP-1),
makrofag inflamasi protein-1alpha
(MIP-1alpha), dan sitokin pro-
inflamasi seperti tumor necrosis
factor-alpha (TNF-alpha), interleukin-
1beta, (IL-1beta), IL-6, IL-18, dan
sitokin antivirus seperti interferon-
alpha (IFN-alpha) dan IFN-beta.
Neutrofil adalah salah satu sel pertama
yang di kerahkan ke epitel
trakeobronkial, dan peningkatan
jumlah neutrofil berkorelasi dengan
perkembangan hiperresponsif saluran
napas. Limfosit T diaktifkan oleh
RANTES (Regulated upon Activation,
Normal T Cell Expressed and
Presumably Secreted) dan sitokin lain
yang dilepaskan oleh monosit.
Eosinofil diaktifkan dan dapat
bertahan selama berminggu-minggu
setelah infeksi awal.
Terapi:
- IVFD RL 14 tpm Ringer laktat merupakan cairan
- cefotaxime 500mg /8jam /IV garam fisiologis steril yang
- inj ranitidine 1/2 amp/8 jam/iv memiliki kandungan asam dan basa
- ekstra nebulizer ventolin 1 amp + yang menyerupai cairan plasma
Nacl 0,9% 3 cc/24 jam darah. Ringer laktat mengandung
- puyer batuk 3x1 = garam NaCl (6g), KCl (0,3g), CaCl2
ambroxol+cetrizin+Methylprednisolon (0,2g), dan Na Laktat (3,1g) dalam
setiap
1 liter larutan. Cairan ini berfungsi
untuk mengembalikan osmolaritas
dan elektrolit tubuh secara cepat
melalui rehidrasi intravena.

obat sekretolitik masing Mucolytic


adalah ekspektoran. Berbeda
dengan obat secretomotoric, yang
meningkatkan aktivitas epitel
bersilia, ekspektoran harus
menyebabkan pencairan lendir
bronkial untuk membuatnya lebih
mudah untuk batuk

Untuk pengobatan akut obstruksi


bronkial beta 2 - agonis yang
digunakan, yang memiliki efek
selektif pada sistem pernafasan,
untuk meminimalkan beta 1 -
reseptor - dimediasi efek buruk
pada jantung Pengikatan obat untuk
reseptor mengaktifkan adenilat
adenylyl dimana ATP dikonversi
menjadi cAMP. Yang mengarah ke
relaksasi otot-otot halus melalui
pengurangan konsentrasi ion
kalsium dalam sel, dan itu
mengarah ke penghambatan
pelepasan mediator dari sel mast.
Umumnya, short-acting beta 2
agonis, seperti salbutamol, yang
digunakan

glukokortikoid selama periode


waktu yang singkat mungkin
diperlukan dalam kasus obstruksi
bronkial akut berat dengan cara
Glukokortikoid menginduksi
sekresi lipocortin, glikoprotein yang
menghambat fosfolipase A2 dan
dengan demikian mengurangi
pelepasan asam arakidonat

Pemilihan antibiotik yang sesuai


tergantung pada usia anak, karena
dalam kelompok usia yang berbeda
ada spektrum yang berbeda dari
bakteri. Setelah menerima
antibiogram tersebut, terapi
antibiotik dapat ditentukan sesuai
dengan sensitivitas dan resistensi
bakteri. Antara infeksi diperoleh
masyarakat dan nosokomial,
spektrum bakteri berbeda juga.
Kadang-kadang tidak mungkin
untuk membedakan antara virus dan
infeksi bakteri, karena perjalanan
klinis dan parameter darah bisa
sangat mirip. Dalam situasi ini
mungkin bahwa seorang anak akan
diobati dengan antibiotik, meskipun
hanya infeksi virus dengan demam
tinggi

Ranitidin merupakan antagonis


reseptor histamin H2 yang
menghambat produksi asam
lambung. Obat Ini biasa diresepkan
untuk penyakit duodenal aktif
seperti tukak lambung, sindrom
Zollinger-Ellision, penyakit refluks
gastro esofagus dan erosif esofagitis
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI, 2009, Pedoman Pelayanan Medis, Pujiadi, A. H. et al., eds.,


Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. WHO. (2009). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Department of Child an Adolescent Health and Development
(CAH).
3. Christian ,2012. Bronchitis pada anak. Departemen pediatric
pneumology dan imunologi. Jerman
4. Charles D.S, 2006. Pengaruh infeksi cacing usus yang ditularkan
melalui tanah pada pertumbuhan fisik anak sekolah dasar. Sari
pediatri
5. Dicky, 2012. Infeksi cacing, imunitas dan alergi. Jurnal buski. Vol 4
(1) : 47-52
6. IDAI. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Ed. 1

Anda mungkin juga menyukai