Anda di halaman 1dari 34

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran November 2021


Universitas Halu Oleo

ASMA BRONKIAL PERSISTEN SEDANG SERANGAN BERAT

Disusun Oleh:

Muhamad Zul Iman Sufian, S. Ked

K1B1 20 068

Pembimbing:

dr. Hasniah Bombang, M.Kes., Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Muhamad Zul Iman Sufian
Stambuk : K1B1 20 068
Judul Kasus : Asma Bronkial Persisten Sedang Serangan sedang
Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FakultasKedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, September 2021


Mengetahui :
Pembimbing,

dr. Hasniah Bombang ,M.Kes.,Sp.A


BAB 1
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. N

Tanggal Lahir : 22 Mey 2012

Umur : 9 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

BBL : 3.200 gram

PBL : - cm

BB masuk : 26 kg

TB masuk : 127 cm

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Tolaki

Alamat : Desa Tombosupa Kec.Moramo

No. RM : 25 52 xx

Hari, Tgl masuk : Rabu, 14 Oktober 2021

Cara masuk : Instalasi Gawat Darurat

DPJP : dr. Miniartiningsih, M.Kes.,Sp.A

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Sesak Napas

Anamnesis Terpimpin

Anak Perempuan berusia 9 tahun datang ke IGD RSUD Kota Kendari dengan

keluhan sesak napas sejak 1 hari masuk rumah sakit, sesak napas dirasakan

pasien setelah aktifitas berlebih seperti berlari, sesak dirasakan terus-menerus


dan hanya bisa bicara perkata. Sesak napas dirasakan pasien biasa > 1

kali/minggu. Saat sesak pasien tampak gelisah lebih senang duduk bertopang

lengan daripada berbaring. Ibu pasien mengatakan jika sesak napas anaknya

kambuh,tidur dan aktifitas menjadi terganggu. Pasien telah diberikan inhalasi

combivent dan ibuprofen oleh orang tuanya namun tidak membaik. Batuk

berdahak (+), namun dahaknya tidak bisa dikeluarkan, pilek (-), mual dan

muntah (-), demam (+) sejak 1 hari. nafsu makan berkurang, BAB dan BAK

dalam batas normal.

 Riwayat penyakit sebelumnya, pasien memiliki riwayat asma bronkial

 Riwayat penyakit dalam keluarga, ayah pasien juga memiliki riwayat

penyakit asma bronkial

 Riwayat Imunisasi, Mendapatkan Imunisasi dasar lengkap

 Riwayat tumbuh kembang, tumbuh kembang pasien baik sesuai dengan

usinya

C. PEMERIKSAAN FISIK

KU : Sakit Berat/Gizi Baik/CM

Pucat : (-) Sianosis : (-) Tonus : Baik

Ikterus : (-) Turgor :Baik Edema : (-)

Antropometri : BB : 26 Kg │ TB : 127 cm

Tanda Vital :

Nadi : 133 x/menit

Pernapasan : 38 x/menit

Suhu : 38,6 ºC
Sp02 : 98 %

Kepala : Normocephal

Muka : Simetris kanan dan kiri,

Rambut : Berwarna hitam, tidak mudah dicabut

Telinga :Otorhea (-)deformitas (-)

Mata : Konjungtiva anemis(-), Sklera ikterik (-)

Hidung : Rinorhea (-), Epistaksis(-)

Bibir : kering(-), pucat (-),

Lidah : Lidah kotor (-)

Mulut : Sianosis(-), pucat(-), kering(-)

Gigi : Caries (-)

Tenggorok: Hiperemis (-), Tonsil T1-T1

Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)

Bentuk dada : Simetris Kiri dan Kanan

Paru :

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, retraksi subcostal (-)

Palpasi : Massa (-) | Nyeri Tekan (-) | Krepitasi (-)

Perkusi : Sonor kedua lapangan paru

Aukultasi : Bronkovesikuler +/+│Rhonki -/- │ Wheezing +/+

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Pekak
Auskultasi : BJ I/II murni regular, bunyi tambahan (-)

Batas kiri : ICS V Linea midclavicularis (S)

Batas kanan : ICS IV Linea parasternalis (D)

Irama : BJ I/II murni regular

Souffle: -

Thrill : -

Abdomen :

Inspeksi : cembung ikut gerak napas

Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal

Perkusi : tymphani

Palpasi : distensi (-) nyeri tekan (-) regio epigastrium

Alat kelamin : Tidak ditemukan adanya kelainan

Anggota Gerak :Akral hangat (+), Tonus baik, Spastik (-), Ekstremitas

Dalam Batas Normal

Kulit : Turgor baik, ikterik (-), pucat

KPR : (+)

APR : (+)

Refleks Patologis : (-)

D. PEMRIKSAAN PENUNJANG

a) Rapid Antigen SARS COV-2 (14/10/2021) : NEGATIF

b) Radiologi : Foto Thorax

 Soft Tissue : dalam batas normal


 Cor : bentuk dan ukuran normal
 Tulang : Intak, tampak pelebaran intercosta
 Sinus : costophrenicus kanan dan kiri berselubung
 Diafragma dalam batas normal
 Pulmo : Corakan bronkovaskuler meningkat
 Kesan : Tanda Asma Bronchial
E. RESUME
Anak Perempuan berusia 9 tahun datang ke IGD RSUD Kota Kendari dengan

keluhan sesak napas sejak 1 hari masuk rumah sakit, sesak napas dirasakan

pasien setelah aktifitas berlebih seperti berlari, sesak dirasakan terus-menerus

dan hanya bisa bicara per kata. Sesak napas dirasakan pasien biasa > 1

kali/minggu. Saat sesak pasien tampak gelisah lebih senang duduk bertopang l

engan daripada berbaring. Ibu pasien mengatakan jika sesak napas anaknya

kambuh,tidur dan aktifitas menjadi terganggu. Pasien telah diberikan inhalasi

combivent dan ibuprofen oleh orang tuanya namun tidak membaik. batuk

berdahak (+), namun dahaknya tidak bisa dikeluarkan, pilek (-), mual dan

muntah (-), demam (+) sejak 1 hari. nafsu makan berkurang, BAB dan BAK

dalam batas normal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat,

pemeriksaan tanda vital didapatkan, P : 38x/menit, N : 133x/menit, S : 38,1oC,

SpO2 : 98% dan status gizi baik. Pemeriksaan kepala, mata,hidung, telinga

abdomen, jantung dan ekstremitas dalam batas normal. Pada pemeriksaan paru

ditemukan adanya wheezing.

Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan rapid antigen SARS COV-2

tanggal 14 Oktober 2021 : Negatif dan pemeriksaan radiologi foto thorax tamp

ak pelebaran intercosta, sinus costofrenicus kiri dan kanan berselubung denga


n corakan bronkovaskuler meningkat menggambarkan asma bronkial

F. DIAGNOSIS KERJA

Asma Bronkial Persisten Serangan Berat

G. DIAGNOSIS BANDING

1. Pneumonia

2. Bronkiektasis

H. PENATALAKSANAAN

1. Nebulizer combivent : Nacl 0,9 % 1:1

2. IVFD Asering 12 tpm makro

3. O2 3 LPM

4. Paracetamol Inj 260 mg/12/IV

5. Inj Cefotaxim 1gr/12/IV

6. FOLLOW UP
Tanggal

14/10/202 S : Sesak napas(+)batuk berdahak(+) • Nebulizer combivent :


1 demam(+), flu (-), mual dan Muntah Nacl 0,9 % 1:1
(-), BAB dan BAK dalam batas normal. • IVFD Asering 12 tpm
nafsu makan menurun. makro
• O2 3 LPM
O : KU : Sakit Berat, Kesadaran :
• Cek darah
Compos mentis
• Foto thoraks
N:  133 x/menit
P: 38x/menit
S: 37,6 ⁰C
Spo2: 98%
Kepala : Normo Cephal
Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-),
Edema Palpebrae (-/-)
Hidung : Rinore(-/-),
Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-)
Thoraks : I : Normochest retraksi
subcostal (-), A : Wheezing (+/+)
Abdomen : Asites (-/-) Turgor kulit
baik, Nyeri tekan Epigastrium (-)
peristaltik (+) kesan normal,
Organomegali (-)
Extremitas : Edema (-/-), Akral Hangat
A : Asma Bronkial Persisten serangan
berat
DD : Pneumonia, Bronkiektasis

15/10/202 S :Sesak napas(+)batuk berdahak (+)  IVFD Asering 12 TPM


1 demam(+), flu (-), mual dan Muntah  Injeksi cefotaxim 1 gr /12
(-), BAB dan BAK dalam batas normal. jam IV
nafsu makan menurun.  Injeksi Paracetamol 260
O : KU : Sakit berat, Compos mentis mg/ 6 jam iv jika suhu
N:  105 x/menit ≥38ºC
P: 26x/menit  Nebulizer combivent :
S: 37,7ºC
Nacl 0,9 % 2cc/12 jam
Spo2: 99%
Kepala : Normo Cephal

Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Edema


Palpebrae (-/-)
Hidung : Rinore(-/-),

Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-)

Thoraks : I : Normochest retraksi


subcostal (-), A : Wheezing (+/+)

Abdomen : Asites (-/-) Turgor kulit baik,


Nyeri tekan Epigastrium (-) peristaltik (+)
kesan normal, Organomegali (-)

Extremitas : Edema (-/-), AkralHangat

A : Asma Bronkial Persisten Serangan


berat

DD : Pneumonia, Bronkiektasis

16/10/202 S :Sesak napas(-) batuk(+) demam(-), flu  IVFD Asering 12 TPM


1 (-), mual dan Muntah (-), BAB dan  Injeksi cefotaxim 1 gr /12
BAK dalam batas normal. nafsu makan jam IV
membaik.  Injeksi Paracetamol 260
mg/ 6 jam iv jika suhu
O : KU : Sakit ringan ≥38ºC
N:  111 x/menit  Nebulizer combivent :
P: 23x/menit
Nacl 0,9 % 2cc/12 jam
S: 36,0 ºC
 Salbutamol 3x2 mg
Spo2: 97%
Kepala : Normo Cephal
Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Edema
Palpebrae (-/-)
Hidung : Rinore(-/-),
Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-)
Thoraks : I : Normochest, retraksi (-), A :
Wheezing (-)
Abdomen : Asites (-/-) Turgor kulit baik,
Nyeri tekan Epigastrium (-) peristaltik
(+) kesan normal, Organomegali (-)
Extremitas : Edema (-/-), AkralHangat

17/10/202 S :Sesak napas (-)batuk(-) demam(-), flu  Stop Nebu Ganti


1 (-), mual dan Muntah (-), BAB dan salbutamol 3x2 mg
BAK dalam batas normal. nafsu makan  Dapat tambahan Obat
membaik. pulang cefixime 2x1
kapsul
O : KU : Membaik
N:  113 x/menit
P: 22x/menit
S: 36,6 ºC
Spo2: 97%
Kepala : Normo Cephal
Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Edema
Palpebrae (-/-)
Hidung : Rinore(-/-),
Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-)
Thoraks : I : Normochest, retraksi (-), A
: Wheezing (-)
Abdomen : Astes (-/-) Turgor kulit baik,
Nyeri tekan Epigastrium (-) peristaltik
(+) kesan normal, Organomegali (-)
Extremitas : Edema (-/-), Akral Hangat
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. ASMA BRONKIAL

A. DEFENISI

Global Initiative Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai suatu

penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan inflamasi kronik saluran

respiratori. Inflamasi kronik ini ditandai dengan riwayat gejala-gejala pada

saluran respiratori seperti wheezing (mengi), sesak napas, dan batuk yang

bervariasi dalam waktu maupun intensitas, disertai dengan limitasi aliran

udara ekspiratori. International Consensus on (ICON) Pediatric Asthma

mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronik yang berhubungan

dengan obstruksi saluran respiratori dan hiperresponsif bronkus, yang secara

klinis ditandai dengan adanya wheezing, batuk, dan sesak napas yang

berulang.2,5

UKK Respirologi IDAI mendefinisikan, asma adalah penyakit saluran

respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang mengakibatkan obstruksi

dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat bervariasi.

Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada

tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung

memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada

pencetus.4
B. EPIDEMILOGI

Distribusi Frekuensi Asma Bronkial (Orang, Tempat dan Waktu)

Penyakit Asma Bronkial biasa terjadi pada semua kelompok umur

baik laki-laki maupun perempuan dan dapat muncul kapan saja. Menurut

angka kejadian Asma Bronkial diseluruh dunia (GINA/Global Initiative

For Asthma) tahun 2003, lebih dari 5,2 juta orang Inggris mendapat terapi

Asma Bronkial. Jumlah ini terdiri dari 1,1 juta anak- anak dan 4,1 juta

orang dewasa.5

Berdasarkan jenis kelamin, perbandingan Asma Bronkial pada anak laki-

laki dan perempuan sebesar 1,5:1 dan perbandingan ini cenderung menurun

pada usia yang lebih tua. Pada orang dewasa serangan Asma Bronkial dimulai

pada umur lebih dari 35 tahun. Perempuan lebih banyak dari pada pria. Di

Inggris perbandingan tersebut 25% perempuan dan 10% pria.5

C. PATOGENESIS
1. Hiperresponsivitas saluran napas

Ciri penting asma adalah tingginya respons bronkokonstriktor terhadap

berbagai macam stimulan. Hiperresponsivitas saluran napas merupakan

penyebab utama timbulnya gejala klinis seperti terjadinya mengi dan

dispnea setelah terpapar oleh alergen, iritan lingkungan, infeksi virus, udara

dingin, dan latihan fisik. Saluran pernapasan mengalami inflamasi

berhubungan dengan bronkus yang hiperresponsivitas dan terapi asma.

Beberapa penelitian menunjukkan terapi anti inflamasi mampu mereduksi

hiperresponsivitas saluran pernapasan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan


bahwa inflamasi dapat mengkontribusi terjadinya saluran pernapasan yang

hiperresponsif.2,3

2. Obstruksi Saluran Pernafasan

Terbatasnya aliran udara ekspirasi secara berulang dapat menyebabkan

berbagai macam perubahan pada saluran pernapasan, seperti

bronkokonstriksi akut, edema saluran napas, mukus kronis yang

menyumbat, dan remodelling saluran pernafasan. Obstruksi saluran napas

bersifat difus dan bervariasi derajatnya, dapat membaik spontan atau

dengan pengobatan. Penyempitan saluran napas ini menyebabkan gejala

batuk, rasa berat di dada, mengi, dan hiperesponsivitas bronkus terhadap

berbagai stimuli. Penyebabnya multifaktor, yang utama adalah kontraksi

otot polos bronkus yang diprovokasi oleh mediator yang dilepaskan sel

inflamasi. Etiologi remodelling saluran pernapasan berhubungan dengan

perubahan struktural matiks saluran pernafasan yang menyertainya dalam

jangka waktu yang lama dan inflamasi saluran pernapasan yang semakin

berat. Akibat dari perubahan tersebut menyebabkan obstruksi saluran

pernapasan semakin persisten dan mungkin tidak dapat ditangani

kembali.2,4

3. Hipersekresi mukosa

Hipersekresi mukosa dikarenakan terjadi hiperplasia kelenjar submukosa

dan sel goblet pada saluran napas penderita asma yang disebabkan oleh

aktivasi mediator inflamasi. Penyumbatan saluran napas oleh mukus

hampir selalu didapatkan pada asma yang berat. Hipersekresi mukus akan
mengurangi gerakan silia, mempengaruhi lama inflamasi, dan

menyebabkan kerusakan struktur/ fungsi epitel. 2,3,4

D. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis

yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala respiratori

asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada

tertekan, dan produksi sputum. Chronic recurrent cough (batuk kronik

berulang, BKB) dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis

asma. Gejala dengan karakteristik yang khas diperlukan untuk menegakkan

diagnosis asma. Karakteristik yang mengarah ke asma adalah:

 Gejala timbul secara episodik atau berulang.

 Timbul bila ada faktor pencetus.

- Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu

dingin, udara kering, makanan minuman dingin, penyedap rasa,

pengawet makanan, pewarna makanan.

-Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuksari.

-Infeksi respiratori akut karena virus, selesma, common

cold,rinofaringitis

-Aktivitas fisis: berlarian, berteriak ,menangis ,atau tertawa berlebihan.

 Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.

 Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu,

bahkan dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari
(nokturnal).

 Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan

pemberian obat pereda asma.2,6

2. Pemeriksaan fisik

Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien biasanya

tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak,

dapat terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung (audible wheeze) atau

yang terdengar dengan stetoskop. Selain itu, perlu dicari gejala alergi lain pada

pasien seperti dermatitis atopi atau rhinitis alergi, dan dapat pula dijumpai tanda

alergi seperti allergic shiners atau geographic tongue.4

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan ini untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran napas

akibat obstruksi, hiperreaktivitas, dan inflamasi saluran respiratori, atau adanya

atopi pada pasien. Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas

dan untuk menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan

pemeriksaan dengan peak flowmeter

 Uji cukit kulit (skin prick test), eosinofil total darah, pemeriksaan

IgEspesifik.

 Uji inflamasi saluran respiratori : FeNO (fractional exhaled nitric

oxide),eosinofil sputum.

 Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan salin

hipertonik.Jika terindikasi dan fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan


untuk mencari kemungkinan diagnosis banding, misalnya uji

tuberkulin,foto sinus paranasalis, foto toraks ,uji refluks gastroesofagus,

uji keringat, uji gerakan silia, uji defisiensi imun,CT-scan

toraks,endoskopi respiratori (rinoskopi,laringoskopi,bronkoskopi).1,2

Gambar 1. Alur Diagnosis Asma

E. TATALAKSANA

Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda atau obat serangan

digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma bila sedang timbul. Bila

serangan sudah teratasi dan gejala tidak ada lagi, maka pemakaian obat ini

dihentikan. Kelompok kedua adlah obat pengendali yang digunakan untuk

mencegah serangan asma. Pemakaian obat ini secara terus-menerus dalam

jangka waktu lama bergantung pada kekerapan gejala asma dan responnya

terhadap pengobatan.2,5

1. Tatalaksana Jangka Panjang

- Obat pengendali asma

1. Steroid Inhalasi

Steroid inhalasi umumnya diberikan dua kali dalam sehari, kecuali

ciclesonide yang diberikan sekali sehari. Ciclesonide merupakan preparat

steroid inhalasi yang baru, efek sistemik minimal dan deposisi obat di

orofaring lebih sedikit dibanding preparat steroid inhalasi yang lain.

Efikasi dan keamanannya dibanding preparat yang lain masih memerlukan

penelitian lebih lanjut.

2. Agonis β2 kerja panjang (long acting β2-agonist, LABA )

Agonis β2 kerja panjang digunakan bersama steroid inhalasi. Kombinasi

Agonis β2 kerja panjang dengan steroid terbukti memperbaiki fungsi paru

dan menurunkan angka kekambuhan asma.

3. Antileukotrien

Antileukotrien dapat menurunkan gejala asma namun secara umum tidak


lebih unggul dibanding steroid inhalasi. Jika digunakan sebagai obat

pengendali tinggal, efeknya lebih rendah dibandingkan steroid inhalasi.

Kombinasi steroid inhalasi-leukotrien dapat menurunkan angka serangan

asma dan menurunkan kebutuhan dosis steroid inhalasi.

4. Teofilin lepas lambat

Teofilin lepas lambat dapat diberikan sebagai preparat tunggal atau

diberikan sebagai kombinasi dengan steroid inhalasi pada anak usia di atas

5 tahun. Kombinasi steroid inhalasi dan teofilin lepas lambat akan

memperbaiki kendali asma dan dapat menurunkan dosis steroid inhalasi

pada anak dengan asma persisten. Preparat teofilin lepas lambat lebih

dianjurkan karena kemampuan absorbsi dan bioavaibilitas yang lebih baik.

Eliminasi teofilin lepas lambat bervariasi antar individu sehingga pada

penggunaan jangka lama kadar teofilin dalam plasma erlu dimonitor. Efek

samping teofilin lepas lambat terutama timbul pada dosis tingg, diatas

10mg/kgbb/hari, bisa berupa mual, muntah, anoreksia, sakit kepala,

palpitasi, takikardi, aritmia, nyeri perut, dan diare.

5. Anti-imunoglobulin E (Anti-IgE)

Anti-IgE (omalizumab) adalah antibodi monoklonal yang mampu

mengurangi kadar IgE bebas dalam serum. Pad aorang dewasa dan anak di

atas usia 5 tahun, omalizumab dapat diberikan pada pasien asma yang

telah mendapat steroid inhalasi dosis tinggi dan agonis β2 kerja panjang

namun masih sering mengalami eksaserbasi dan terbukti asma karena

alergi. Karena adanya risiko anafilaksis, omalizumab seharusnya dibawah


pengawasan dokter spesialis.2

2. Tatalaksana Serangan Asma

Serangan asma adalah episode peningkatan yang progresif (perburukan)

dari gejala-gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan, atau

berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Selain berdasarkan

kekerapan serangan dan derajat kendali, asma juga diklasifikasikan

berdasarkan derajat serangan, yaitu serangan ringan sedang, serangan

berat, dan ancaman gagal napas. Tatalaksana serangan asma tergatung dari

derajat serangan asma yang dialami.2,3,4

The Global Initiative for Asthma (GINA) membagi tatalaksana serangan

asma menjadi dua, yaitu tatalaksana di rumah dan di fasilitas pelayanan

kesehatan/Rumah Sakit.

1. Tatalaksana di rumah

Jika tidak ada keadaan risiko tinggi seperti pada kotak 2, berikan inhalasi

agonis β2 kerja pendek, via nebulizer atau dengan MDI + spacer.

a. Jika diberikan via nebulizer

 Berikan agonis β2 kerja pendek, lihat responnya. Bila gejala (sesak napas

dan wheezing) menghilang, cukup diberikan satu kali.

 Jika gejala belum membaik dalam 30 menit, ulangi pemberian sekali lagi.

 Jika dengan 2 kali pemberian agonis β2 kerja pendek via nebulizer belum

membaik, segera bawa ke fasyankes.

b. Jika di berikan via MDI+spacer

- Berikan agonis β2 kerja pendek serial via spacer dengan dosis: 2-4 semprot.
Berikan satu semprot obat ke dalam spacer diikuti 6-8 tarikan napas

melalui antar muka (interface) spacer berupa masker atau mouthpiece. Bila

belum ada respon, berikan semprot berikutnya dengan siklus yang sama.

- Jika membaik dengan dosis ≤4 semprot, inhalasi dihentikan.

- Jika gejala tidak membaik dengan dosis 4 semprot, segera bawa ke

fasyankes.2,4

2. Tatalaksana di fasilitas pelayanan kesehatan primer

Gambar 2. Tata laksana di fasilitas layanan primer

Tindak lanjut:

 Bila pasien memenuhi kriteria untuk dipulangkan, obat yang dibawa


pulang adalah agonis β2 kerja pendek (bila terseda sangat dianjurkan

inhalasi daripada preparat oral) dan steroid oral. Pemberian steroid oral

bisa dilanjutkan sampai 3-5 hari lalu dapat dihentikan langsung tanpa

tappering off.

 Jika pasien dengan asma persisten, berikan obat pengendali. Apabila

pasien sebelumnya sudah diberi obat pengendali, lalu evaluasi dan

sesuaikan ulang dosisnya.

 Jika obat diberikan dalam bentk inhaler, sebelum pasien dipulangkan,

pastikan teknik pemakaian inhaler sudah tepat.

 Kontrol ulang ke fasyankes 3-5 hari kemudian. 4,5

3. Tatalaksana di rumah sakit (UGD)

a. Serangan asma ringan sedang

 Tindakan awal dapat diberikan agonis β2 kerja pendek lewat

nebulisasi atau MDI dengan spacer, yang dapat di ulang hingga 2

kali dalam 1 jam, dengan pertimbangan menambahkan ipratropium

bromida pada nebulisasi ketiga.

 Pasien di observasi jika tetap baik dapat dipulangkan

 Walaupun tidak diperlukan, untuk persiapan keadaan darurat,

pasien dapat langsung dipasangkan jalur parenteral.

 Pasien dibekali dengan obat agonis β2 (hirupan atau oral) yang

diberikan setiap 4-6 jam.

 Steroid sistemik (oral) berupa prednison atau prednisolon dengan

dosis 1-2 mg/kgbb/hari selama 3-5 hari, tanpa tappering off,


maksimal pemberian 1 kali dalam 1 bulan. 2,3

b. Serangan asma berat

 pasien dengan serangan asma berat harus dirawat di ruang rawat

inap.

 Nebulisasi yang diberikan pertama kali adalah agonis β2 dengan

penambahan ipratropium bromida.

 Oksigen 2-4 liter per menit diberikan sejak awal termasuk pada

saat nebulisasi

 Pasang jalur parenteral pada pasien dan lakukan pemeriksaan

rontgen toraks.

 Steroid sebaiknya diberikan secara parenteral. 4

c. Ancaman gagal napas

Apabila pasien menunjukan gejala dan tanda ancaman gagal napas, pasien

harus langsung dirawat di ruang rawat intensif. Pemeriksaan rontgen

toraks dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi pneumotoraks

dan/atau pneuomediastinum.

Kriteria pasien yang memerlukan ICU adalah:

 Tidak ada respon sama sekali terhadap tatalaksana awal di UGD

dan/atau perburukan asma yang cepat.

 Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman henti

napas, atau hilangnya kesadaran.

 Tidak ada perbaikan dengan tatalaksana baku diruang rawat inap.

 Ancaman henti napas; hipoksemia tetap terjadi meskipun sudah


diberi oksigen (kadar PaO2<60 mmHg dan/atau PaCO2>45 mmHg,

meskipun tentu saja gagal napas dapat terjadi pada kadar PaCO2

yang lebih tinggi atau lebih rendah). Penggunaan ventilator tidak

dibahas dalam pedoman ini.3

4. Tatalaksana di ruang rawat sehari (RRS)

 Oksigen yang telah diberikan saat pasien masih di UGD tetap diberikan

 Setelah pasien menjalani dua kali nebulisasi dalam 1 jam dengan respon

parsial di UGD, di RRS diteruskan dengan nebulisasi agonis β2 dan

ipratropium bromida setiap 2 jam.

 Kemudian berikan steroid sistemik oral berupa prednison atau

prednisolon. Pemberian steroid ini dilanjutkan hingga 3-5 hari

 Jika dalam 12 jam klinis tetap baik, maka pasien dipulangkan dan

dibekali obat seperti pada pasien serangan ringan sedang yang

dipulangkan dari klinik/UGD.2

5. Tatalaksana di ruang rawat inap

 Pemberian oksigen diteruskan.

 Jika ada dehidrasi dan asidosis maka berikan cairan intravena dan

koreksi asidosisnya.

 Steroid intravena diberikan secara bolus, setiap 6-8 jam. Dosis steroid

intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari.

 Nebulisasi agonis β2 kerja pendek + ipratropium bromida dengan

oksigen dilanjutkan setiap 1-2 jam. Jika dalam 4-6 kali pemberian

mulai terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian dapat dierlebar menjadi


tiap 4-6 jam.

 Aminofilin diberikan secara intravena dengan dosis

- Aminofilin dosis awal (inisial) sebesar 6-8 mg/kgBB,

dilarutkan dalam dekstrosa atau garam fisiologis sebanyak

20 ml, dan diberikan selama 30 menit, dengan infusion

pump atau mikroburet.

- Bila respon belum optimal dilanjutkan dengan pemberian

aminofilin dosis rumatan sebanyak 0,5-1 mg/kgBB/jam.

- Jika pasien telah mendapat aminoflin (kurang dari 8 jam),

dosis diberikan separuhnya, baik dosis awal (3-4 mg/kgBB)

maupun rumatan (0,25-0,5 mg/kgBB/jam).

- Bila memungkinkan, sebaiknya kadar aminofilin diukur dan

dipertahan 10-20 mc/ml.

- Pantau gejala-gejala intoksikasi aminofilin, efek samping

yang sering adalah mual, muntah, takikardi dan agitasi.

Toksisitas yang berat dapat menyebabkan aritmia, hipotensi,

dan kejang.

 Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam

hingga mencapai 24 jam, dan steroid serta amiofilin diganti dengan

pemberian peroral.

 Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan

dibekali obat agonis β2 (hirupan atau oral) yang diberikan setiap 4-6 jam

selama 24-48 jam. Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien
kontrol ke klinik rawat jalan dalam 3-5 hari untuk reevaluasi tatalaksana.
2,6

Obat-obatan untuk serangan asma

1. Agonis β2 kerja pendek

Merupakan obat pilihan pertama bagi serangan asma ringan sedang.

Pemberiannya dapat diulang hingga 2 kali dengan interval 20 menit, pada

pemberian ketiga dipertimbangkan kombinasi dengan ipratropium

bromida. Obat ini juga diberikan sebagai premedikasi untuk serangan

asma yang dipicu latihan (exercise induced asthma). Contoh agonis β2

kerja pendek adalah salbutamol, terbutalin, dan prokaterol.

2. Ipratropium bromida

Kombinasi agonis β2 kerja pendek dan ipratropium bromida

(antikolinergik) pada serangan asma ringan-sedang menurunkan risiko

rawat inap dan memperbaiki PEF dan FEV, dibandingkan dengan β2

agomis saja. Kombinasi tersebut dapat diberikan sebagai obat pulang yang

dipakai di rumah jika pasien dapat diedukasi dengan baik dan dapat

menilai bahwa serangan yang terjadi dinilai berat. Ipratropium bromida

terbukti memberikan efek dilatasi bronkus lewat peningkatan tonus

parasimpatis dalam inervasi otonom di saluran napas.

3. Aminofilin intravena

Aminofilin intravena diberikan pada anak dengan serangan asma berat


atau dengan ancaman henti napas yang tidak berespon terhadap dosis

maksimal inhalasi β2 agomis dan steroid sistemik. Dosis yang

direkomendasikan yaitu dengan dosis inisial boluspelan 6-8 mg/kgBB

diberikan dalam 20 menit dilanjutkan dengan pemberian rumatan secara

drip 1 mg/kg/jam. Loading 1 mg/kg akanmeningkatkan kadar aminofilin

serum 2 mcg/mL. Untuk efek terapiyang maksimal, target kadar

amonifilin serum adalah 10-20 ug/mL.Oleh karena itu kadar aminofilin

serum seharusnya diukur 1-2 jamsetelah loading dose diberikan.

4. Steroid sistemik

Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat perbaikan serangan dan

mencegah kekambuhan, dan direkomendasikan untuk diberikan pada

semua jenis serangan. Jika meungkinkan, steroid oral diberikan dalam 1

jam pertama. Pemberian peroral sama efektifnya dengan pemberian secara

intravena. Steroid sistemik berupa prednison atau prednisolon diberikan

per oral dengan dsis 1-2 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum sampai 40

mg/hari, maksimal 1 kali dalam 1 bulan. Lama pemberian 3-5 hari tanpa

tappering off.

5. Adrenalin

Apabila tidak tersedia obat-obatan lain, dapat digunakan adrenalin.

Epinefrin (adrenalin) intramuskular diberikan sebagai terapi tambahan

pada asma yang berhubungan dengan anafilaksis dan angioedema dengan

dosis 10 ug/kgBB (0,01 ml/kgBB adrenalin 1:1.000), dengan dosis

maksimal 500 ug (0,5 ml).


6. Magnesium sulfat

Pada penelitian multisenter didapatkan hasil bahwa pemberian magnesum

sulfat (MgSO4) intravena 50 mg/kgBB (inisial) dalam 20 menit yang

dilanjutkan dengan 30 mg/kgBB/jam mempunyai efektifitas yang sama

dengan pemberian agonis β2. Pemberian MgSO4 ini dapat meningkatan

Fev1 dan mengurangi angka perawatandi RS.

7. Steroid inhalasi

Steroid nebulisasi dengan dosis tinggi (1600-2400 ugbudesonide) dapat

digunakan untuk serangan asma, namun perludiperhatikan untuk memberi

dalam dosis tinggi karena steroidnebulisasi dosis rendah tidak bermanfaat

untuk mengatasi seranganasma. Harap diperhatikan pula bahwa

penggunaan steroid inhalasidosis tinggi ini terbatas pada pasien-pasien

yang memilikikontraindikasi terhadap steroid sistemik.

8. Mukolitik

Mukolitik pada serangan asma ringan sedang dapat diberikan,tetapi harus

berhati-hati pada anak dengan refleks batuk yang tidak optimal. Hati-hati

pemberian mukolitik pada bayi dan anak di bawahusia 2 tahun. Pemberian

mukolitik secara inhalasi tidak memunyai efek yang signifikan dan tidak

boleh diberikan pada serangan asma berat.

9. Antibiotik

Pemberian antibiotik pada asma tidak dianjurkan karena sebagian besar


pencetusnya bukan infeksi bakteri melainkan infeksi virus. Pada keadaan

tertentu antibiotik dapat diberikan, yaitu padainfeksi respiratori yang

dicurigai karena bakteri atau dugaan adanya sinusitis yang menyertai

asma. Pada serangan yang berat perlu dipikirkan adanya suatu penyulit

antara lain pneumonia atipik. Apabilaada kecurigaan pneumonia atipik

maka diberikan antibiotik, yangdianjurkan adalah golongan makrolid.

10. Obat sedasi

Pemberian obat sedasi pada serangan asma sangan tidakdianjurkan karena

dapat menyebabkan depresi pernapasan.

11. Antihistamin

Antihistamin jangan diberikan pada serangan asma karenatidak memunyai

efek yang bermakna, bahkan dapat memperburuk keadaan.2,3

BAB III

ANALISIS KASUS
A. ANAMNESIS

Anak Perempuan berusia 9 tahun datang ke IGD RSUD Kota Kendari dengan

keluhan sesak napas sejak 1 hari masuk rumah sakit, sesak napas dirasakan

pasien setelah aktifitas berlebih seperti berlari, sesak dirasakan terus-menerus

dan hanya bisa bicara per kata. Sesak napas dirasakan pasien biasa > 1

kali/minggu. Saat sesak pasien tampak gelisah lebih senang duduk bertopang l

engan daripada berbaring. Ibu pasien mengatakan jika sesak napas anaknya

kambuh,tidur dan aktifitas menjadi terganggu. Pasien telah diberikan inhalasi

combivent dan ibuprofen oleh orang tuanya namun tidak membaik. batuk

berdahak (+), namun dahaknya tidak bisa dikeluarkan, pilek (-), mual dan

muntah (-), demam (+) sejak 1 hari. nafsu makan berkurang, BAB dan BAK

dalam batas normal.

Pada umumnya, kasus asma bronkhial dapat terjadi pada usia berapapun

tetapi paling sering berawal pada anak usia dini. Asma terjadi sebagai hasil

interaksi antara faktor genetik dan lingkungan sehingga upaya dikerahkan

untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat dimodifikasi untuk

pencegahan. Prevalensi Asma Bronkial terdiri dari 1,1 juta anak- anak.

Berdasarkan jenis kelamin, perbandingan Asma Bronkial pada anak laki-laki

dan perempuan sebesar 1,5:1 dan perbandingan ini cenderung menurun pada

usia yang lebih tua.

Pada kasus didapatkan adanya sesak sejak 1 hari yang lalu. Sesak

dirasakan pasien setelah aktifitas fisis seperti berlari dan sesak dirasakan terus

menerus. Pasien merasakan sesak karena adanya faktor pencetus berupa


aktifitas fisis. Faktor pencetus timbulnya asma bronkhial yaitu aktifitas fisis

seperti berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa berlebihan bahan iritan

seperti asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu dingin,

udara kering, makanan dan minuman dingin, penyedap rasa, pengawet

makanan, pewarna makanan dan bahan allergen seperti debu, tungau debu

rumah, rontokan hewan,dan serbuk sari. Infeksi respiratori akut karena virus,

selesma, common cold, rinofaringitis. Pada kasus ini sesak pasien muncul

ketika aktifitas fisis berlebih seperti berlari. Sesak dialami pasien juga muncul

selain karena aktifitas fisik berlebih ataupun bahan iritan. Sesak dialami biasa

>1 kali perminggu. Gejala respiratori asma yang lain berupa kombinasi dari

batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan, dan produksi sputum. Pada

kasus ini pasien juga mengeluhkan batuk berdahak, namun pasien tidak bisa

mengeluarkan dahaknya.

B. PEMERIKSAAN FISIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan fisis yang dilakukan pada kasus didapatkan adanya

wheezing yang ditemukan pada pemeriksaan thoraks paru. Pada pemeriksaan

fisik hari ke 3 dan 4 sudah tidak ditemukan lagi adanya wheezing. Dalam

keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien biasanya tidak

ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak, dapat

terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung atau yang terdengar dengan

stetoskop. Pada pemeriksaan laboratorium berupa foto thoraks yaitu didapatkan

adanya pelebaran intercosta, sinus costofrenicus kiri dan kanan berselubung

dan corakan bronkovaskuler meningkat menggambarkan asma bronkial


PENATALAKSANAAN

Tatalaksana asma bronkial terdiri atas obat pereda (reliever) dan obat

pengendali (controller). Selain itu, pengobatan asma bronkial berdasarkan

serangan yang dialami saat datang difasilitas pelayanan kesehatan. Pada kasus

pasien termaksud asma persisten serangan berat. Pasien diberikan inhalasi

combivent, Pasien juga dilanjutkan dengan pemberian salbutamol 3x2 mg.

Pasien dengan gejala dan tanda klinis yang memenuhi kriteria serangan asma

berat harus dirawat di ruang rawat inap. Nebulisasi yang diberikan pertama kali

adalah agonis β2 dengan penambahan ipratropium bromida. Oksigen 2-4 liter

per menit diberikan sejak awal termasuk pada saat nebulisasi.Pasang jalur

parenteral pada pasien dan lakukan pemeriksaan rontgen toraks. Pada kasus

pasien telah dilakukan pemeriksaan foto thoraks saat tiba di IGD dengan hasil

menggambarkan tampak pelebaran intercosta, sinus costofrenicus kiri dan kana

n berselubung dengan corakan bronkovaskuler meningkat menggambarkan as

ma bronkial.
Gambar 3. Tatalaksana Asma Serangan Berat
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Asthma [internet]. Geneva: WHO; 2013


[disitasi tanggal 17november 2017]. Tersedia
dari:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs307/en
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman nasional asma anak. Jakarta:
IDAI; 2015.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013.
Jakarta: Kemenkes RI; 2013.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar respirologi. Edisi ke-2. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2010.
5. Masoli M, Fabian D, Holt S, Beasley R. Global burden of asthma. New
Zealand: Medical Research Institute of New Zealand; 2013.
6. Waldo EM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi ke-15. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2012.

Anda mungkin juga menyukai