Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA NEONATAL

Disusun Oleh :

Rizky Rivonda
2012730090
Dokter Pembimbing
dr. Desiana D, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU KESEHATAN ANAK


RS. ISLAM CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016

BAB I
LAPORAN KASUS

I.1

I.2

Identitas Pasien
Nama

: By. M.F

Umur

: 16 hari

Tanggal Lahir

: 9 Oktober 2016

Jenis kelamin

: Laki - Laki

Alamat

: Rawasari Barat X RT01/04 Cemput Timur, Jakarta

Agama

: Islam

Status

: Belum Menikah

Pekerjaan

: Di Bawah Umur

Tanggal masuk RSUD

: 24 Oktober 2014

Bangsal

: Badar

No.RM

: 00951883

Kelompok pasien

: Umum

Anamnesis (Subyektif)

Keluhan utama

: Sesak Napas 1 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Ibu Os mengatakan bahwa Os sesak napas sejak 1 jam SMRS, Ibu os
juga mengatakan bahwa os batuk sejak 7 hari SMRS. Pada saat ini BAB dan
BAK normal . Os masih mengkonsumsi asi .

Riwayat Penyakit Dahulu


Os pernah mengalami hiperbilirubinemia 1 mgg yll dengan Bilirubin
total :14,28

Riwayat Penyakit Keluarga


Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama. Ibu OS menderita asma.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Selama kehamilan, ibu os memeriksakan kehamilannya dan melakukan ANC ke
dokter. Selama kehamilan, Ibu os tidak pernah menderita sakit.
Riwayat Persalinan
An MF ditolong oleh dokter spesialis obestetri dan ginekologi. Bayi lahir tanggal 9
Oktober 2016. Bayi lahir langsung menangis, tonus otot kuat, gerak aktif dan kemerahan.
Pada bayi kemudian dilakukan suction oleh dokter. Bayi telah diberikan perawatan bayi baru
lahir, injeksi vitamin K 0,1 ml, salep mata, O2 1 liter per menit
Riwayat Imunisasi
Menurut keterangan yang diperoleh dari ibu bayi os pasien telah dilakukan imunisasi
saat kelahiran

I.3

Pemeriksaan Fisik (Obyektif)

Keadaan umum : Tampak sakit Sedang


Kesadaran

: Compos Mentis

BB : 3400 gram PB : 48 cm.


LK : Vital sign
Nadi

: 142 x/menit

Respiration Rate

: 66 x/menit

Suhu

: 37,2 0C

Antropometri

BB sebelumnya : 3,4 kg

BB sekarang

: 3,4 kg

TB

: 48 cm

Status Gizi

BB/U : 3,4/3,6 x 100% = 94,4% ( Gizi baik)


TB/U : 48/50 x 100% = 96,6% (perawakan normal)
BB/TB : 3,4/3,6 x 100% = 94,4% (postur tubuh normal)

Kesan : Gizi baik

Status generalis

Kulit

: kemerahan (-), pucat (+), sianosis (+)


Turgor baik (+) normal, ikterus (-)

Kepala

: Mesocephal, UUB (+), CS (-), CH (-)

Mata

: pupil bulat isokor, reflex cahaya +/+, CA -/-, SI -/-

Hidung

: simetris, napas cuping (+), deformitas (-), secret (-)

Telinga

: simetris, deformitas (-)

Mulut

: Bibir kering (-), sianosis (-), labioschisis (-) palatoschisis (-)

Leher

: pembesaran limfonodi (-), leher pendek (-)

Thoraks

Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi

: ictus cordis teraba ICS V linea midclavicula sinistra, kuat

angkat (-)
Auskultasi: BJ I,II regular, bising (-)

Pulmo
Inspeksi : gerak simetris (statis dan dinamis), retraksi suprasternal (+)
subcostal (-)
Perkusi

: sonor seluruh lapang paru

Auskultasi: vesikuler +/+, rhonchi(+/+), wheezing (-)

Abdomen

Inspeksi

: datar, tali pusat menonjol

Auskultasi

: bising usus (+), normal

Perkusi

: timpani seluruh lapang abdomen

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Punggung

: spina bifida (-), meningokel (-)

I.4 Pemeriksaan penunjang

PEMERIKSAAN

HASIL

SATUAN

RUJUKAN

HEMATOLOGI HEMATOLOGI RUTIN (24 oktober 2016, 15:43)


Hemoglobin

17.9

g/dL

12,7 18,7

Leukosit

8.59

Ribu/uL

5.0 19.50

Hematokrit

50

42 62

Trombosit

565

Ribu/uL

217 491

Eritrosit

5.30

juta/uL

3.70-6.10

MCV

95

mEq/L

84-128

MCH

34

mEq/L

26-38

MCHC

36

mEq/L

26-34

Pemeriksaan Radiologi
Jenis Pemeriksaan : Ro THORAX

I.5

COR normal

Pulmo kesuraman disuraphiler dekstra

Hilus : normal

Diafragma, tulang : normal

Kesan :Pneumoia Dekstra (Apirasi?)

Resume

An. MF 16 hari 3,4 Kg, datang dengan sesak napas sejak 1 jam SMRS. Sejak 7
hari SMRS, pasien juga mengalami batuk, BAB dan BAK normal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan umum tampak sakit sedang, Suhu
37,2OC, Respirasi:66x/menit, Tipe Pernapasan: cepat Nadi:142x/ menit, Regular, kuat
angkat, nafas cuping hidung (+), vesikuler (+) wheezing (-/-), rhonki (+/+), Retraksi
dada (+/+)
Pemeriksaan laboratorium didapatkan Trombosit sedikit menignkat (565 rb)

I.6

Assesment

I.7

Diagnosa banding

Pneumoia Neonatal
Bronkopneumonia
Bronkiolitis

I.8

DIAGNOSA KERJA

1.9

Dyspnea
Batuk
Ronkhi
Retraksi dada
Trombositosis

Diagnosa Klinis

: Dyspneu ec. Pneumonia Neonatal

Diagnosa Gizi

: Gizi Baik

Diagnosa Imunisasi

: Imunisasi dasar sesuai usia

Diagnosa Tumbang

: Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

Planning

Planning Diagnostik
Pemeriksaan foto rontgen
a. Farmakologi

O2 0,2 liter/menit
Injeksi Cefotaxime 2 x 150 mg
Injeksi Gentamisin 2 x 15 mg
D10 1/5 N5
CPAP Fio2 = 21-40%

b. Non-Farmakologi

Observasi
Os dipasang OGT
Minum 8x10 cc via OGT

I.10 Follow Up
Tanggal 24 Oktober 2016
Date

24 Oktober

Os dyspneu

2016

Menangis

cukup

KU : tampak sakit

Pneumonia

sedang

Neonatal

keras (+). Gerakan

Kesadaran : CM

cukup aktif (+).

K/L : CA -/- SI -/-

BAB dan BAK

Thoraks :

(+).

P
Kanul O2 0,2 L /
menit
Infus

Dextrose

10 1/5 N5
Os

dipuasakan

Cor : S1>S2 Reg

sementara

Pulmo : SDV +/+

pasang OGT

Abdomen : supel,

Bila K/U baik

BU (+)

minum

Ekstremitas : akral

cc via OGT

hangat, CRT < 2

Bila ada retraksi

8x10

detik.

dada,

Tanda Vital :

meningkat,

HR : 142 x/menit

pasang

RR : 66 x/menit

Fio2: 21-40%

S : 37,2 C

RR
CPAP

Injeksi
Cefotaxime
2x150 mg
Injeksi
Gentamycin
1x15 mg
Th/oral
Azitromycin
1x1

25 Oktober

Sesak, napas cepat

KU : tampak sakit

Penumonia

2016

on

sedang

neonatal

CPAP

Fi02

30%

Kesadaran : CM

Inj Meropenem
2x125mg
Inhalasi

K/L : CA -/- SI -/-

Combivent

Thoraks :

3x1/3

Cor : S1>S2 Reg

Pulmo
SDV

Pulmicort
Foto

:
+/+,

rontgen

Thorax

RH(+/
+),Retraksi
dada

(+),

cuping
hidung(+)
Abdomen : supel,
BU (+)
Ekstremitas : akral
hangat, CRT < 2
detik.
SpO2 : 80-84%
KU : Tampak sakit Neonatus

D10 N5

sedang

pneumonia

IVFD

CPAP Fi02 25%

Kesadaran : CM

perawatan hari

(TM:130ml/kg

BAB

K/L : CA -/- SI -/-

ke 2

/h)

25 Oktober

Sesak

2016

menurun,

BAK(+)

napas

(+)

on
dan

pada mata terlihat


lodokan.

Meropenem

Thoraks :

Cor : S1>S2
Reg

Pulmo
SDV

:
+/+,

Ronkhi
+)

ASI 8x5-10ml

(+/

retraksi

dada (+)
Abdomen : supel,
BU (+)
Ekstremitas : akral

3x100 mg
Azitromicin 30
g p ogt

hangat, CRT < 2


detik.
SpO2 : 88%
Hasil foto rontgen :
Kesuraman
disuraphiler desktra
26 Oktober

Sesak

2016

berkurang,

napas
On

KU : tampak sakit Neonatal


sedang

pneumonia

CPAP. BAB dan

Kesadaran : CM

BAK normal

K/L : CA -/- SI -/-

ASI/PASI 8 x 15
20 ml

Cor : S1>S2
Reg

Pulmo
SDV

:
+/+,

RH(+/+),
Retraksi
dada (+)
Abdomen : supel,
BU (+)
Ekstremitas : akral
hangat, CRT < 2
detik.
Tanda Vital :
SpO2 : 92%

I.11

PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad sanam
Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonaM

TM:140mg/kg
bb/h

Thoraks :

IFVD

PEMBAHASAN
II.1

Pneumonia

II.1.1 Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Walaupun
banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi,
namun sangat sulit untuk merumuskan suatu definisi yang universal
(Setyoningrum, 2006).
Menurut Pedoman Pelayan Medis (2009), pneumonia adalah infeksi akut
parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial.

Pneumonia

didefinsikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan penyakitnya.


World Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan
penemuan klinis yang didapatkan pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi
pernapasan.
Pneumonia sebagian besar disebakan oleh mikroorganisme (virus atau
bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pada
pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah
penyebab dari Pneumonia (virus atau bakteri).

Pneumonia seringkali dipercaya

diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.
Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan
pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak
menunjukkan perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa
pneumonia bacterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik,
leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis (IDAI, 2012).

I.1.2 Epidemiologi
Pneumonia adalah penyakit yang terjadi secara umum di semua bagian
dunia. Pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada semua kelompok
usia. Pada anak-anak, kematian banyak terjadi selama periode neonates. WHO
10

memperkirakan satu dari tiga bayi mengalami kematian akibat pneumonia dan
lebih dari 2 juta anak dengan usia dibawah 5 tahun meninggal setiap tahunnya
(Medical News, 2011).
Nessen (2007), mengemukakan risiko terbesar dari kematian akibat
pneumonia di masa anak-anak ialah pada masa neonatal. Setidaknya sepertiga dari
10,8 juta kematian pada anak-anak di seluruh dunia terjadi pada 28 hari
kehidupan, dengan proporsi yang besar diakibatkan oleh pneumonia. Diperkirakan
bahwa pneumonia memberikan kontribusi antara 750 000 dan 1,2 juta kematian
neonatal per tahun, terhitung 10% kematian anak secara global. Dari semua
kematian neonatal, 96% terjadi di Negara berkembang.
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang.

Pneumonia merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita,
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan
Asia Tenggara.
Di Indonesia menurut survey kesehatan nasional (2001) 27,6% kematian
bayi dan 22,8% kematian balita disebabkan oleh penyakit sistem respiratori,
terutama pneumonia (IDAI, 2012). Menurut data yang dikutip dari Pedoman
Pelayanan Medis, insiden pneumonia pada anak <5 tahun di negara maju adalah
2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100
anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada
anak balita di negara berkembang.

I.1.3 Etiologi
Pada neonatus, agen penyebab infkesi umumnya bakteri daripada virus.
Infeksi ini sering diperoleh pada saat proses persalinan, dapat berasal dari cairan
ketuban atau jalan lahir, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi dan
ventilasi. Tanda-tanda klinis dan radiografi pneumonia pada neonatal dapat nonspesifik.

Kegagalan

untuk

mengobati

pneumonia

pada

neonatal

dapat

mengakibatkan kematian, karena itu semua neonatus menunjukkan tanda-tanda


distress pernapasan baik itu tanpa sebab non-infeksi yang jelas harus
dipertimbangkan untuk pemberian antibiotik secara rutin.
11

Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara


maju (IDAI, 2012) :
Etiologi yang sering

Etiologi yang jarang

Bakteri

Bakteri

E. colli

Bakteri anaerob

Streptococcus group B

Streptococcus group D

Liseria monocytogenes

Haemophillus influenza

Usia

Lahir - 20 hari

Streptococcus pneumonia
Virus
CMV, HSV
Bakteri

Bakteri

Chlamidya trachomatis

Bordetella pertussis

Streptococcus pneumonia

Haemophillus influenza tipe B

Virus

Moraxella catharallis

Adenovirus

Staphylococcus aureus

Virus Influenza

Ureaplasma urealyticum

Virus parainfluenza 1,2,3

Virus

Respiratory Syncytial Virus

CMV

Bakteri

Bakteri

Chlamidya pneumonia

Haemophillus influenza tipe B

Mycoplasma pneumonia

Moraxella catharalis

Streptococcus pneumonia

Neisseria meningitides

Virus

Staphylococcus aureus

Adenovirus

Virus

Virus Parainfluenza

Varisela zoster virus

3 minggu - 3 bulan

4 bulan 5 tahun

12

Rinovirus
Respiratory Syncytial virus
Bakteri

Bakteri

Chlamidya pneumonia

Haemophillus influenza tipe B

Mycoplasma pneumonia

Legionalle sp

Streptococcus pneumonia

Staphylococcus aureus

5 tahun remaja

Virus
Adenovirus
Varisela Zoster virus
Respiratory Syncytial virus
Epstein-Barr virus

I.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia,
yaitu : 1) Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia), bila
infeksinya terjadi di masyarakat, dan 2) pneumonia-RS atau pneumonia
nosokomial (hospital-acquired pneumonia), bila infeksinya didapat di RS. Selain
berbeda dalam lokasi tempat terjadinya infeksi, kedua bentuk pneumonia ini juga
berbeda dalam spectrum etiologi, gambaran klinis, penyakit dasar atau penyakit
penyerta, dan prognosisnya. Pneumonia yang didapat di RS sering merupakan
infeksi sekunder pada berbagai penyakit dasar yang sudah ada, sehingga spectrum
etiologinya berbeda dengan infeksi yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu,
gejala klinis, derajat penyakit dan komplikasi yang timbul lebih kompleks.
Pneumonia yang didapat di RS memerlukan penanganan khusus sesuai dengan
penyakit dasarnya (IDAI, 2012).

13

I.1.5 Patogenesis dan Patologi


Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer
melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian
paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi merah.

Selanjutnya deposisi fibrin semakin bertambah,

terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang
cepat.

Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu.

Selanjutnya, jumlah

makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis,


kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.

I.1.6 Manifestasi Klinis


Menurut IDAI (2012), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomic dan
imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadangkadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur
diagnostic invasive, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering dan faktor
pathogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor penting
yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu
dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.
Pneumonia pada nonatus merupakan gangguan pernapasan pada bayi baru
lahir, dengan gejala seperti

pernafasan yang bising atau sulit, Takipnea >

60x/menit, retraksi dada, batuk dan mendengus. WHO tidak membedakan antara
pneumonia neonatal dan bentuk lain dari sepsis berat, seperti bakteremia, karena
gejala-gejala yang tampak hamper sama, dan keterlibatan organ dan pengobatan
empirik rejimen yang sama. Takipnea merupakan tanda yang paling sering
didapatkan dalam 60-89% kasus, termasuk tanda lain seperti retraksi dada (3691% kasus), demam (30-56%), ketidakmampuan untuk makan (43 -49%), sianosis
(12-40%), dan batuk (30-84%) (Nessen, 2007).

14

Kriteria takipnea menurut WHO :


Umur

Laju napas normal

Takipnea (frekuensi per

(frekuensi per menit)


menit)
0-2 bulan
30-50
60
2-12 bulan
25-40
50
1.5 Tahun
20-30
40
>5 tahun
15-25
20
Dikutip dari Gittens MM. Pediatric Pneumonia. Clin Ped Emerg Med J 2002.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :
Gejala infeksi umum :
Demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu makan, keluhan
gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare
Gejala gangguan respiratori :
Batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger,
merintih dan sianosis.
Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti malas
makan, letargi, iritabilitas, sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan keseluruhan
kesan bahwa bayi tidak baik. Gejala pernapasan seperti grunting (mendengus),
tachypnea, retraksi, sianosis, apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif.
Pada bayi dengan ventilasi mekanik, kebutuhan untuk dukungan ventilasi
meningkat dapat menunjukkan infeksi. Tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
fisik, seperti tumpul pada perkusi, perubahan suara napas, dan adanya ronki,
radiografi thorax didapatkan infiltrat baru atau efusi pleura. Tanda akhir
pneumonia pada neonates tidak spesifik seperti apnea, takipnea, malas makan,
distensi abdomen, jaundice, muntah, respirasi distress, dan kolaps sirkulasi (Stoll,
2011).
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,
suara napas melemah dan ronki. Akan tetapi pada neonates dan bayi kecil, gejala
dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi
dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan (Pedoman Pelayanan
Medik, 2009).
15

I.1.6.1 Pneumonia pada Neonatus dan Bayi Kecil


Pneumonia pada neonates sering terjadi akibat transmisi vertical ibu-anak
yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi
dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan
amnion, atau serviks ibu. Infeksi dapat berasal dari kontaminasi dengan sumber
infeksi dari RS (hospital-acquired pneumonia), misalnya dari perawat, dokter atau
pasien lain; atau dari alat kedokteran, misalnya penggunaan ventilator.

Di

samping itu, infeksi dapat terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari
masyarakat (community-acquired pneumonia).
Gambaran klinis pneumonia pada neonates dan bayi kecil tidak khas,
mencakup serangan apnea, sianosis, merintih, napas cuping hidung, takipnea,
letargi, muntah, tidak mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta,
dan demam. Pada bayi BBLR sering terjadi hipotermi. Gambaran klinis tersebut
sulit dibedakan dengan sepsis atau meningitis. Sepsis pada pneumonia nenonatus
dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam pertama. Angka mortalitas
sangat tinggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%.

Angka kematian di

Indonesia dan negara berkembang lainnya diduga lebih tinggi. Oleh kerana itu,
setiap kemunkinan adanya pneumonia pada neonates dan bayi kecil berusida
dibawah 2 bulan harus segera dirawat di RS.

I.1.7 Pemeriksaan Penunjang


I.1.7.1

Darah Perifer Lengkap


Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya

ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada
pneumonia didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3
dengan predominan PMN.

Leukopenia (<5000/mm3) menunjukkan prognosis

yang buruk. Leukositosis (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya


infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakterimi dan risiko terjadinya
komplikasi lebih tinggi.
Pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan

16

dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25%
penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

I.1.7.2 Uji Serologis


Uji serologic untuk mendeteksi antigen dan antibody pada infeksi bakteri
tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis
infeksi Streptokokkus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer
antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim atau antiDnase B.
Secara umum, uji serologis tidak selau bermanfaat dalam mendiagnosis
infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti
Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa virus seperti RSV, CMV, campak,
Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B, dan Adeno, peningkatan antibody IgM
dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.

I.1.7.3 Pemeriksaan Mikrobiologis


Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan
mikrobiologik, specimen dapat berasal dari usap tenggorok, secret nasofaring,
bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan
definitive bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.
Kecuali pada masa neonates, kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur
darah jarang yang positif.

I.1.7.4 Pemeriksaan Rontgen Thoraks


Kelainan foto rontgen thoraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan
dengan gambaran klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan ada
gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Umumnya pemeriksaan yang
diperlukan untuk mennunjang diagnosis pneumonia di IGD hanyalah pemeriksaan
rontgen thoraks posisi AP. Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :
Infiltrate interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi

17

Infiltrate alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.


Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris,
atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk
sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru,
dikenal sebagai round pneumonia.
Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua
paru, berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran

foto

rontgen

thoraks

dapat

membantu

mengarahkan

kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrate interstitial


merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus.

Infiltrate

alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia, dan air


bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia
Stafilococcus sering ditemukan abses-abses kecil dan pneumatokel dengan
berbagai ukuran.

I.1.8 Diagnosis
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau
serologis merupakan dasr terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang
memadai.

Oleh karena itu, pneumonia pada anak umumnya didagnosis

berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori,


serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah
demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea,
batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki dan suara napas melemah.
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita,
maka dalam upaya penanggulannya, WHO mengembangkan pedoman diagnosis
dan tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk Pelayanan
Kesehata Primer, dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara
berkembang. Tujuannya adalah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan
gejala klinis yang dapat langsung dideteksi. Gejala klinis sederhana tersebut
meliputi napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera
dirujuk ke pelayanan kesehatan. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun
18

adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk;
tanda bahaya untuk bayi berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, mengi dan demam/badan terasa dingin.
Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut :
Bayi dan anak berusia 2 bulan 5 tahun :

Pneumonia berat
Bila ada sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotic

Pneumonia
Bila tidak ada sesak napas
Ada napas cepat dengan laju napas :

>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun

>40 x/menit untuk anak > 1-5 tahun

Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotic oral

Bukan pneumonia
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotic, hanya diberikan
pengobatan simptomati seperti penurun panas

Bayi berusia dibawah 2 bulan:


Pada bayi berusia dibawah usia 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi,
mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian.
Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :

Pneumonia
Bila ada napas cuping cepat (>60 x/menit) atau sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.
19

I.1.9 Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis,
distress pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar lain,
komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonates dan bayi
kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
Dasar penatalaksanaan pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal
dengan antibiotic yang sesuai, serta tindakan suportif.

Pengobatan suportif

meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan


keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam
dapat diberikan analgetik/antipiretik.

Penyakit penyerta harus ditanggulangi

dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.
Penggunaan antibiotic yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan.

Terapi antibiotic harus segera diberikan pada anak dengan

pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.


Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena
tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat.
berdasarkan pengalaman empiris.

Oleh karena itu, antibiotic dipilih

Umumnya pemilihan antibiotic empiris

didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia


dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis.

I.1.9.1 Pneumonia Rawat Jalan


Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotic lini pertama secara
oral, misalnya amoksislin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat
jalan, dapat diberikan antibiotic tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai
90%.

Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25mg/kgBB

sedangkan

kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP 20mg/kgBB sulfametoksazol.

I.1.9.2. Pneumonia Rawat Inap


Kriteria rawat inap menurut Pedoman Pelayanan Medis 2009 adalah :
Bayi :
-

Saturasi Oksigen 92%, sianosis


Frekuensi napas > 60x/menit
20

Distress pernapasan, apnea intermiten, atau grunting


Tidak mau minum/menetek
Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Anak :
-

Saturasi oksigen < 92%, sianosis


Frekuensi napas > 50x/menit
Distress pernapasan
Grunting
Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Pasien dengan saturasi oksigen 92% pada saat bernapas dengan udara

kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup
untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%.
-

Pada pneumonia berat atau usapan per oral kurang, diberikan cairan

intravena dan dilakukan balans cairan ketat


Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak

dengan pneumonia
Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk mejaga kenyamanan

pasien dan mengontrol batuk


Nebulisasi dengan 2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk

memperbaiki mucociliary clearance


Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya
setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen
Pilihan antibiotic lini pertama dapat menggunakan antibiotic golongan

beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsive terhadap


beta laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotic lain seperti gentamisin,
amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.
Terapi antibiotic diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia
tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotic optimal.
Pada neonates dan bayi kecil, terapi awal antibiotic intravena harus
dimulai sesegera mungkin. Oleh karena pada neonates dan bayi kecil sering
terjadi sepsis dan meningitis, antibiotic yang direkomendasikan adalah antibiotic
21

spectrum luas seperti kombinasi beta laktam/klauvulanat dengan aminoglikosid,


atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotic dapat
diganti dengan antibiotic oral selama 10 hari.

I.1.10 .Kriteria Pulang

Gejala dan tanda pneumonia telah menghilang


Asupan peroral adekuat
Pemberian antibiotic dapat diteruskan di rumah (per oral)
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.

I.1.11.Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti mengitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bacteria.
Ilten F, dkk melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik
ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal jantung) yang
cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan.

Oleh karena

miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk melakukan


deteksi dengan teknik noninavasif seperti EKG, ekokardiografi, dan pemeriksaan
enzim.
I.1.12.Perawatan Suportif dan Pencegahan
Perawatan supportif pada neonatus dengan pneumonia akan memberikan
hasil akhir yang lebih baik dan menurunkan angka kematian. Hal ini termasuk
penggunaan

oksigen,

deteksi

dan

pengobatan

hipoksemia

dan

apnea,

termoregulasi, deteksi dan pengobatan hipoglikemia, dan meningkatkan


penggunaan cairan intravena dan suplemen gizi melalui nasogastrik. Pemberian
ASI yang sering sangat dianjurkan kecuali bila ada kontraindikasi yang pasti,
seperti muntah, intoleransi gastrointestinal atau risiko tinggi aspirasi.
22

Strategi

untuk

mencegah

dan

mengobati

pneumonia

neonatal

membutuhkan intervensi di semua tingkat penyediaan layanan kesehatan seperti


masyarakat dan perawatan primer.
Langkah-langkah yang telah terbukti efektif dalam pencegahan pneumonia
neonatal meliputi: (1) manajemen aktif pada penanganan pecah ketuban (2)
Inisiasi menyusi dini dan pemberian ASI eksklusif, dan (3) Menghindari
pneumonia nosokomial pada unit perawatan intensif di mana akibat infeksi yang
umum ditemukan seperti

enterik basil Gram negatif (E. coli, Klebsiella,

Enterobacter dan Pseudomonas spp), Staphylococcus koagulase negatif dan S.


aureus multiresisten.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi, A.H., Hegar, B.,Handryastuti S., Idris, N.S., Gandaputra, E.P.,


Harmoniati, E.H, [Ed]. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Ikatan Dokter
Anak Indonesia, halaman 250-254.
2. Asih, Retno,. Landia., MS, Makmuri. 2006. Kapita Selekta Ilmu Kesehatan
Anak VI. FK UNAIR RSU Dr. Soetomo Surabaya.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti, Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
4. Said, M. 2012. Respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia, halaman 350364.
5. Khan,

Ali

Nawaz,

dkk.

2014.

Neonatal

Pneumonia

Imaging.

http://emedicine.medscape.com/article/412059-overview#a19 [Diakses pada :


28 Oktober 2014].
6. Igor, Rudan., dkk. 2008. Epidemiology and Etiology of Childhood Pneumonia.
Bulletin of the World Health Organization. Vol 86: 321. [Diakses dari :
http://www.who.int/bulletin/volumes/86/5/07-048769/en/] [Diakses pada : 28
Oktober 2014].
7. Sukadi, A., Usman, Ali,. Effendi, S.H. 2002. Perinatologi. Ilmu Kesehatan
Anak FKUP/RSHS, Bandung.
8. Nissen DM. Congenital and Neonatal Pneumonia. Pediatric Respiratory
Reviews. Australia: Elsevier. 2007. p195-203.
9. Stoll JB. Clinical Manifestations of Transplacental Intrauterine Infection.
Nelson Texbook of Pediatrics. New York: Elsevier. 2011. 19th ed. P.103.639.
10. Soetikno DR. Pneumonia neonatus. Kegawatdaruratan pada Pediatri. Radiologi

Emergency. Bandung; Rafika Aditama. 2011. P260-262

24

Anda mungkin juga menyukai