LAPORAN KASUS
I.1
I.2
Identitas Pasien
Nama
: By. Ny. NY
Umur
: 0 hari
Tanggal Lahir
: 18 Oktober 2014
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Di Bawah Umur
: 18 Oktober 2014
Bangsal
: Seruni
No.RM
: 067396
Kelompok pasien
: Umum
Anamnesis (Subyektif)
Keluhan utama
Menurut bidan berat badan lahir 3200 gram, bayi lahir pukul 14.30, cukup bulan,
menangis spontan, tonus otot kuat, gerak aktif dan kemerahan. Apgar score
menurut bidan 9-9-9.
Keluhan tambahan :
Saat datang bayi terlihat kedinginan dan kebiruan.
1
Genogram
I.3
: Lemah
Kesadaran
: Compos Mentis
BB : 3200 gram
PB : 51 cm.
LK : 32cm
Vital sign
Nadi
: 140 x/menit
Respiration Rate
: 58 x/menit
Suhu
: 37,5 0C
Status generalis
Kulit
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
palatoschisis (-)
Leher
Thoraks
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
Pulmo
Inspeksi : gerak simetris (statis dan dinamis), retraksi
suprasternal (+) subcostal (-)
Perkusi
I.4
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Punggung
Assesment
1.5
Neonatus aterm
Planning
a. Farmakologi
O2 1 liter/menit
Injeksi Gentamisin 2 x 10 mg
b. Non-Farmakologi
Observasi
I.6
Follow Up
cukup KU : tenang
19 Oktober
Menangis
2014
Mekonium
perawatan
ke 2
(+).
P
Kanul O2 1 L /
Aspirasi
menit
hari Lanjutkan
terapi
Abdomen : supel,
BU (+)
Ekstremitas : akral
hangat, CRT < 2
detik.
Tanda Vital :
HR : 160 x/menit
RR : 98 x/menit
S : 370C
Aspirasi
O2 1 L/menit
mekonium
D10 300cc/24
perawatan
ke 3
20 Oktober
Menangis
2014
cukup KU : tenang
BAK (+) 5x
BAB (+) 4x
hari
jam
Inj Gentamisin
2x10mg
Inj Cefotaxime
2 x 150mg
Foto
rontgen
Thorax
S : 370C
SpO2 : 98%
BB : 3300 gram
Neonatus
21 Oktober
Menangis
cukup KU : tenang
2014
pneumonia
perawatan hari
Kemerahan (+).
ke 4
Neonates
Thoraks :
BAB (+) 4x
aterm
Suspek
O2 1 L/menit
D10 300cc /
24jam
Inj Cefotaxime
2 x 150 mg
Inj Gentamisin
2 x 10 mg
konjungitvitis Konsultasi
Abdomen : supel,
SpM
Diit : susu 8 x
BU (+)
Ekstremitas : akral
10-15 ml
neonatal
pneumonia
Konsul SpM :
Tobroson
Blefaro
3x
ODS
konjungtivitis
(+) KU : kesan Kramer Neonatal
22 Oktober
Menangis
2014
pneumonia
Neonates
aterm
O2 1 L/menit
D10 300cc /
24jam
Inj Cefotaxime
6
BAK (+) 7x
Thoraks :
BAB (+) 4x
Ikterus
neonatorum
Blefaro
2 x 150 mg
Inj Gentamisin
2 x 10 mg
konjungtivitis Urdafak
BU (+)
3x18mg
Diit : susu 8 x
Ekstremitas : akral
hangat, CRT < 2
30 ml
Foto terapi 1 x
detik.
Tanda Vital :
2 jam
HR : 126 x/menit
RR : 84 x/menit
S : 36,80C
SpO2 : 90%
BB : 3100 gram
23 Oktober
Menangis
(+) KU : tenang
2014
Thoraks :
BAK (+) 6x
BAB (+) 3x
Neonatal
pneumonia
Neonates
aterm
Ikterus
neonatorum
O2 1 L/menit
D10 300cc /
24jam
Inj Cefotaxime
2 x 150 mg
Inj Gentamisin
2 x 10 mg
konjungtivitis Urdafak
Ekstremitas : akral
3x18mg
Diit : susu 8 x
30 ml
Tanda Vital :
HR : 136 x/menit
RR : 75 x/menit
S : 36,60C
SpO2 : 86%
BB : 3100 gram
24 Oktober
Menangis
(+) KU : tenang
2014
Neonatal
infeksi
Neonatal
O2 1 L/menit
D10 300cc /
24jam
ASI Thoraks :
7
80cc
BAK (+) 6x
BAB (+) 4x
Abdomen : supel,
pneumonia
Neonates
2 x 150 mg
Inj Gentamisin
aterm
Ikterus
BU (+)
Ekstremitas : akral
Inj Cefotaxime
2 x 10 mg
neonatorum
Urdafak
3x18mg
detik.
Tanda Vital :
30 ml
HR : 130 x/menit
RR : 42 x/menit
0
S : 36,5 C
Pasien
boleh
pulang
BB : 3200 gram
BAB II
PEMBAHASAN
II.1
Pneumonia
II.1.1 Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Walaupun
banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi,
namun sangat sulit untuk merumuskan suatu definisi
yang universal
(Setyoningrum, 2006).
Menurut Pedoman Pelayan Medis (2009), pneumonia adalah infeksi akut
parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial.
Pneumonia
Health
Organization
(WHO)
mendefinisikan
pneumonia
hanya
diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.
Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan
pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak
menunjukkan perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa
pneumonia bacterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik,
leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis (IDAI, 2012).
I.1.2 Epidemiologi
Pneumonia adalah penyakit yang terjadi secara umum di semua bagian
dunia. Pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada semua kelompok
9
usia. Pada anak-anak, kematian banyak terjadi selama periode neonates. WHO
memperkirakan satu dari tiga bayi mengalami kematian akibat pneumonia dan
lebih dari 2 juta anak dengan usia dibawah 5 tahun meninggal setiap tahunnya
(Medical News, 2011).
Nessen (2007), mengemukakan risiko terbesar dari kematian akibat
pneumonia di masa anak-anak ialah pada masa neonatal. Setidaknya sepertiga dari
10,8 juta kematian pada anak-anak di seluruh dunia terjadi pada 28 hari
kehidupan, dengan proporsi yang besar diakibatkan oleh pneumonia. Diperkirakan
bahwa pneumonia memberikan kontribusi antara 750 000 dan 1,2 juta kematian
neonatal per tahun, terhitung 10% kematian anak secara global. Dari semua
kematian neonatal, 96% terjadi di Negara berkembang.
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan
utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita,
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan
Asia Tenggara.
Di Indonesia menurut survey kesehatan nasional (2001) 27,6% kematian
bayi dan 22,8% kematian balita disebabkan oleh penyakit sistem respiratori,
terutama pneumonia (IDAI, 2012). Menurut data yang dikutip dari Pedoman
Pelayanan Medis, insiden pneumonia pada anak <5 tahun di negara maju adalah
2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100
anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada
anak balita di negara berkembang.
I.1.3 Etiologi
Pada neonatus, agen penyebab infkesi umumnya bakteri daripada virus.
Infeksi ini sering diperoleh pada saat proses persalinan, dapat berasal dari cairan
ketuban atau jalan lahir, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi dan
ventilasi. Tanda-tanda klinis dan radiografi pneumonia pada neonatal dapat nonspesifik.
Kegagalan
untuk
mengobati
pneumonia
pada
neonatal
dapat
distress pernapasan baik itu tanpa sebab non-infeksi yang jelas harus
dipertimbangkan untuk pemberian antibiotik secara rutin.
Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara
maju (IDAI, 2012) :
Usia
Lahir - 20 hari
Bakteri
Bakteri
E. colli
Bakteri anaerob
Streptococcus group B
Streptococcus group D
Liseria monocytogenes
Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonia
Virus
CMV, HSV
3 minggu - 3 bulan
4 bulan 5 tahun
Bakteri
Bakteri
Chlamidya trachomatis
Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia
Virus
Moraxella catharallis
Adenovirus
Staphylococcus aureus
Virus Influenza
Ureaplasma urealyticum
Virus
CMV
Bakteri
Bakteri
Chlamidya pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Moraxella catharalis
Streptococcus pneumonia
Neisseria meningitides
Virus
Staphylococcus aureus
Adenovirus
Virus
Virus Parainfluenza
Rinovirus
Respiratory Syncytial virus
5 tahun remaja
Bakteri
Bakteri
Chlamidya pneumonia
Mycoplasma pneumonia
Legionalle sp
Streptococcus pneumonia
Staphylococcus aureus
11
Virus
Adenovirus
Varisela Zoster virus
Respiratory Syncytial virus
Epstein-Barr virus
I.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia,
yaitu : 1) Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia), bila
infeksinya terjadi di masyarakat, dan 2) pneumonia-RS atau pneumonia
nosokomial (hospital-acquired pneumonia), bila infeksinya didapat di RS. Selain
berbeda dalam lokasi tempat terjadinya infeksi, kedua bentuk pneumonia ini juga
berbeda dalam spectrum etiologi, gambaran klinis, penyakit dasar atau penyakit
penyerta, dan prognosisnya. Pneumonia yang didapat di RS sering merupakan
infeksi sekunder pada berbagai penyakit dasar yang sudah ada, sehingga spectrum
etiologinya berbeda dengan infeksi yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu,
gejala klinis, derajat penyakit dan komplikasi yang timbul lebih kompleks.
Pneumonia yang didapat di RS memerlukan penanganan khusus sesuai dengan
penyakit dasarnya (IDAI, 2012).
terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang
cepat.
Selanjutnya, jumlah
kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.
60x/menit, retraksi dada, batuk dan mendengus. WHO tidak membedakan antara
pneumonia neonatal dan bentuk lain dari sepsis berat, seperti bakteremia, karena
gejala-gejala yang tampak hamper sama, dan keterlibatan organ dan pengobatan
empirik rejimen yang sama. Takipnea merupakan tanda yang paling sering
didapatkan dalam 60-89% kasus, termasuk tanda lain seperti retraksi dada (3691% kasus), demam (30-56%), ketidakmampuan untuk makan (43 -49%), sianosis
(12-40%), dan batuk (30-84%) (Nessen, 2007).
Kriteria takipnea menurut WHO :
Laju napas normal
menit)
0-2 bulan
30-50
60
2-12 bulan
25-40
1-5 Tahun
20-30
40
>5 tahun
15-25
20
Umur
Dikutip dari Gittens MM. P ediatric Pneumonia. Clin Ped Emerg Med J 2002.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :
13
Di
samping itu, infeksi dapat terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari
masyarakat (community-acquired pneumonia).
14
Gambaran klinis pneumonia pada neonates dan bayi kecil tidak khas,
mencakup serangan apnea, sianosis, merintih, napas cuping hidung, takipnea,
letargi, muntah, tidak mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta,
dan demam. Pada bayi BBLR sering terjadi hipotermi. Gambaran klinis tersebut
sulit dibedakan dengan sepsis atau meningitis. Sepsis pada pneumonia nenonatus
dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam pertama. Angka mortalitas
sangat tinggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20-50%.
Angka kematian di
Indonesia dan negara berkembang lainnya diduga lebih tinggi. Oleh kerana itu,
setiap kemunkinan adanya pneumonia pada neonates dan bayi kecil berusida
dibawah 2 bulan harus segera dirawat di RS.
ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada
pneumonia didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3
dengan predominan PMN.
15
foto
rontgen
thoraks
dapat
membantu
mengarahkan
Infiltrate
I.1.8 Diagnosis
Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau
serologis merupakan dasr terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri
penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang
memadai.
Pneumonia berat
Bila ada sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotic
17
Pneumonia
Bila tidak ada sesak napas
Ada napas cepat dengan laju napas :
Bukan pneumonia
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotic, hanya diberikan
pengobatan simptomati seperti penurun panas
Pneumonia
Bila ada napas cuping cepat (>60 x/menit) atau sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.
I.1.9 Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis,
distress pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar lain,
komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonates dan bayi
kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
Dasar penatalaksanaan pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal
dengan antibiotic yang sesuai, serta tindakan suportif.
Pengobatan suportif
dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.
Penggunaan antibiotic yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan.
sedangkan
Anak :
-
Distress pernapasan
Grunting
19
kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup
untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%.
-
Pada pneumonia berat atau usapan per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balans cairan ketat
20
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
I.1.11.Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis
purulenta, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti mengitis purulenta.
Empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bacteria.
Ilten F, dkk melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan
sistolik ventrikel kanan meningkat, kreatinin kinase meningkat, dan gagal
jantung) yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh
karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal, maka dianjurkan untuk
melakukan deteksi dengan teknik noninavasif seperti EKG, ekokardiografi, dan
pemeriksaan enzim.
I.1.12.Perawatan Suportif dan Pencegahan
Perawatan supportif pada neonatus dengan pneumonia akan memberikan
hasil akhir yang lebih baik dan menurunkan angka kematian. Hal ini termasuk
penggunaan
oksigen,
deteksi
dan
pengobatan
hipoksemia
dan
apnea,
untuk
mencegah
dan
mengobati
pneumonia
neonatal
II.2
IKTERUS NEONATORUM
II.2.1 Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin.
Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum
lebih 5 mg/dL.
Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala
fisiologis (terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada
neonatus kurang bulan) atau dapat merupakan hal yang patologis misalnya pada
inkompatibilitas Rhesus dan ABO, sepsis, galaktosemia, penyumbatan saluran
empedu dan sebagainya. Ikterus fisiologis ialah ikterus yang timbul pada hari
kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati
kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernicterus dan
tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah ikterus
yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai
yang disebut hiperbilirubinemia.
Bilirubin
sistem saraf pusat dan disebut bilirubin non toksik. Adanya gangguan
ikatan bilirubin dengan albumin oleh obat-obat tertentu seperti
sulfonamide atau asam lemak bebas pada rasio molar yang tinggi akan
meningkatkan toksisitas bilirubin.
2. Pengambilan bilirubin oleh sel hati
Bilirubin non polar dan larut dalam lemak (setelah berdisosiasi dari
albumin) akan melewati membrane plasma hepatosit dan berikatan
terutama dengan ligandin sitoplasma (protein Y) untuk kemudian dibawa
ke reticulum endoplasma halus.
konsentrasi ligandin.
3. Konjugasi
Bilirubin tak terkonjugasi (indirek) dikonversikan menjadi bilirubin direk
di dalam reticulum endoplasma halus oleh enzim uridin difosfat glukoronil
transferase (UDPG-T). enzim ini dapat diinduksi oleh fenobarbital dan
mengkatalisa
pembentukan
bilirubin
monoglukoronid.
Bilirubin
mono
maupun
diglukoronid
dari
bilirubin
direk,
dapat
kembali
ke
hati,
kejadian
ini
disebut
siklus
23
II.2.3 Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor.
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang mengikat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan
darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan
infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom CrigglerNajjar). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
24
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikata pada albumin kemudian diangkut ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi
dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
II.2.4 Klasifikasi
II.2.4.1
Ikterus Fisiologis
Ikterus yang timbulpada bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin yang
meningkat perlahan-lahan dan mencapai nilai puncak antara 6-8mg/dL pada hari
ke-3 sampai hari ke-4, sebagian besar pada hari ke-5. Peningkatan bilirubin
sampai 12mg/dL masih dalam kisaran fisiologis.
mempunyai nilai puncak antara 10-12 mg/dL, bahkan sampai 15 mg/dL. Pada
bayi cukup bulan maupun kurang bulan akumulasi bilirubin kurang dari 5
mg/dL/24 jam.
II.2.4.2
Ikterus Patologis
25
II.2.6 Penatalaksanaan
1. Terapi sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin
dalam darah kembali ke batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam
tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus
diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar
bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan resiko yang lebih
fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon
dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah
26
dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang
disebut flaxy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga
intensitasnya lebih efektif.
Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup
dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya
yang berlebihan dari lampu-lampu tersbut. Seperti diketahui, pertumbuhan
mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian
retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi resiko terhadap
organ reproduksi itu, seperti kemandulan. Meski relatif efektif, tetaplah
waspada terhadap dampak fototerapi. Ada kecenderungan bayi yang
menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi karena malas minum.
Sementara,
proses
pemecahan
bilirubin
justru
akan
meningkatkan
bilirubin
indirek
pada
usus
akan
meningkatkan
Pada suatu
penelitian
menunjukan
pemberian
fenobarbital pada ibu untuk beberapa hari sebelum kelahiran baik pada
kehamilan
cukup
bulan
atau
kurang
bulan
dapat
mengkontrol
28
3. Transfusi Tukar
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus
meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi
transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan
kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai
karena anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya
keterbelakangan mental, cerebrel palsy, gangguan motorik dan bicara, serta
gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah
teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain.
Tujuan transfusi tukar adalah untuk menurunkan kadar bilirubin indirek,
mengganti eritrosit yang dapat dihemolisis, membuang antibody yang
menyebabkan hemolisis, dan mengoreksi anemia. Transfusi tukar akan
dilakukan oleh dokter pada neonatus dengan kadar bilirubin indirek sama
dengan atau lebih tinggi dari 20mg% atau sebelum bilirubin mencapai kadar
20 mg%. Darah yang digunakan sebagai darah pengganti (darah donor)
ditetapkan berdasarkan penyebab hiperbilirubinemia.
Indikasi :
Kadar bilirubin indirect darah 29 mg%
Kenaikan kadar bilirubin indirect darah yang cepat,sebesar 0,3-1 mg%
per jam
Anemia berat disertai tanda payah jantung
Bayi dengan Hb tali pusat < 14 mg% dan tes Coombs positif
4. Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine,
untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki
zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan buang
air kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan
dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru dapat meningkatkan kadar
bilirubin sehingga bayi semakin kuning (breast milk jaundice).
5. Terapi Sinar Matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur
29
30
BAB III
PENUTUP
S (Subjektif)
By. Ny. NY, , 0 hari merupakan pasien rujukan bidan. Datang dengan
keluhan ketuban bercampur dengan mekonium. Pasien lahir cukup bulan dibantu
oleh bidan 30 menit SMRS. Menurut bidan berat badan lahir 3200 gram dan
panjang badan 51 cm, bayi lahir pukul 14.30, cukup bulan, menangis spontan,
tonus otot kuat, gerak aktif dan kemerahan. Apgar score menurut bidan 9-9-9.
Keluhan tambahan lainnya adalah pasien terlihat kebiruan dan kedinginan.
Selama kehamilan, Ny. NY rutin memeriksakan kehamilannya dan
melakukan ANC ke bidan setiap hari selasa. Selama kehamilan, Ny. NY tidak
pernah menderita sakit. Ny. Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang
sama. Anak pertama Ny. NY lahir normal, persalinan dibantu oleh bidan.
Kehamilan cukup bulan, dan tidak ada penyulit saat kehamilan maupun saat
proses lahir dan sesudah lahir. Tidak ada riwayat ketuban pecah dini sebelumnya.
NY melahirkan anak keduanya ditolong oleh bidan. Bayi lahir tanggal 18
Oktober 2014 pukul 14.30. Bayi lahir langsung menangis, tonus otot kuat, gerak
aktif dan kemerahan. Warna cairan ketuban berwarna hijau. Pada bayi kemudian
dilakukan suction oleh bidan. Bayi telah diberikan perawatan bayi baru lahir,
injeksi vitamin K 0,1 ml, salep mata, O2 1 liter per menit dan kangaroo mother
care.
Berdasarkan keluhan pasien, perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya
aspirasi mekonium, hal ini didasarkan pada air ketuban yang telah tercampur
dengan mekonium.
31
O (Objektif)
Keadaan umum
: Lemah
Kesadaran
: Compos Mentis
Nadi
: 140 x/menit
Respiration Rate
: 58 x/menit
Suhu
: 37 0C
Pemeriksaan kepala
Planning
a. Farmakologi
Infus D10 300 cc/24 jam Dextrose adalah monosakarida yang dijadikan
sebagai sumber energi bagi tubuh
b. Non-Farmakologi
Bed rest
Diet susu 8 x 10 cc
32
DAFTAR PUSTAKA
Ali
Nawaz,
dkk.
2014.
Neonatal
Pneumonia
Imaging.
33