Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

DENGUE HEMORAGIC FEVER

Disusun oleh:

dr. Dwi Aprila Putri

Dibimbing oleh:

dr. Susilowati, Sp.A

INTERNSIP RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI ASIH

PERIODE AGUSTUS 2022 – FEBRUARI 2023

KOTA TANGERANG

PIDI PROVINSI BANTEN


BAB I
PENDAHULUAN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AAR
Usia : 14 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : PD Maharta Blok GG no 9 PD Kacang Timur
Tanggal Masuk RS : 21 Oktober 2022
Tanggal Keluar RS : 25 Oktober 2022
No. Rekam Medik : 398761

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam naik turun
Anamnesis Terpimpin :
Pasien masuk dengan keluhan utama demam yang dialami sejak ±3 hari
sebelum masuk rumah sakit, demam cenderung tinggi, menggigil, batuk
(+), darah (-), perdarahan (-). Sakit kepala (+), lidah kotor (-). Nyeri perut
bagian bawah, nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+), nafsu makan
berkurang, lemas (+), BAK terasa perih, BAB Cair 3–4 kali. Sudah ke
klinik tapi belum ada perubahan.

Riwayat Penyakit Sebelumnya : Riwayat sakit dengan gejala yang


sama disangkal

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga: Riwayat sakit dengan gejala yang


sama disangkal

1
C. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum
Sakit sedang / gizi cukup / compos mentis ( E4M6V5 )
Berat Badan : 60 kg
Tanda vital
 Nadi : 98x/i
 Frekuensi Pernapasan : 22x/i
 Suhu : 38,6oC
Pemeriksaan kepala dan leher
 Mata : anemis ( -/- ) ikterus ( - /- )
: pupil bulat isokor diameter 2,5 cm / 2,5 cm
 Bibir : sianosis ( - )
 Leher : JVP R-2 cm
 Tonsil : dalam batas normal
 Faring : dalam batas normal
Pemeriksaan thoraks
 Inspeksi : simetris kiri dan kanan
 Palpasi : masa tumor ( - ), nyeri tekan ( - )
vocal premitus simetris kesan normal
 Perkusi : paru kiri : sonor
: paru kanan : sonor
: batas paru hepar : ICS IV dekstra
: batas paru belakang kanan : CV Th VIII dekstra
: batas paru belakang kiri : CV Th IX sinistra
 Auskultasi : Ronkhi ( -/- ), wheezing ( -/- )
Pemeriksaan jantung
 Inspeksi : apeks jantung tidak tampak
 Palpasi : apeks jantung tidak teraba
 Perkusi :Batas jantung :
- batas kanan atas : ICS II linea parastrenalis dextra
- batas kiri atas : ICS II linea parastrenalis sinistra
- batas kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dextra
- batas kiri bawah : ICS IV linea midclavicula

2
 Auskultasi : bunyi jantung S I/II regular, murmur ( - )
Pemeriksaan abdomen
 Inspeksi : datar, ikut gerak nafas
 Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
 Palpasi : nyeri tekan (+) regio epigastric dan suprapubis, defance
musculer (-), tidak teraba massa tumor. Hepar dan lien
tidak teraba.
 Perkusi : timpani (-), ascites (-)
Pemeriksaan ekstremitas
 Akral Dingin : +/+ +/+
 Edema : -/- -/-

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah Rutin Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 14.8 gr/dl 12.8-16.8
Leukosit 5.600/µL 5.0-10.0
Hematokrit 42.9% 40-48
Trombosit 133.000/µL 154-442

URINE LENGKAP
Hasil satuan Nilai rujukan
Warna urine Kuning kuning
Kejernihan Urine Agak keruh
Berat Jenis Urine 1.025 1.005-1.030
PH Urine 6.0 4.6 – 8.0
Leukosit urine 1+ Negatif
Protein urine 1+ mg/dl Negatif
Keton urine 2+ mg/dl Negatif
Urobilinogen urine 0.2 mg/dl <0.2 Normal
Leukosit 6-8 /lpb 0-3
Mikroskopis urine

3
E. DIAGNOSA KERJA
Dengue Hemoragic Fever

F. DIAGNOSA BANDING
 Malaria
 Thypoid Fever
 ISK

G. PENATALAKSANAAN
 Bed Rest dan banyak minum
 IVFD RL 30 tpm
 Drip Paracetamol 3x600mg
 Inj. Ranitidin 50 mg/12j/iv
 Inj. Ondancetron 4 mg/8j/iv
 Cek Darah Rutin tiap 12 jam
 Cek urin rutin
 Observasi tanda vital, perdarahan, diuresis, cairan/ balance cairan

H. PROGNOSIS
Qua Ad Functionam : Dubia ad bonam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Qua Ad Vitam : Dubia ad bonam

4
I. FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT PENATALAKSANAAN
21/10/2022 S : Demam (+) h-4, kepala pusing P:
(+), batuk (-), nyeri ulu hati (+), - IVFD RL 30 tpm
nyeri perut bawah (+), mual - Ceftriaxone 1x2gr
(+),muntah (+), nafsu makan - drip Paracetamol 3x600mg
berkurang, BAK nyeri, BAB cair - Ranitidin 2 x 50g/iv
O : SS/CM - Ondancentron 3x4g/iv
 N : 100x/menit - Ketorolac 1 amp ekstra bila
 P : 22x/menit nyeri

 S : 37,5oC - newdiatab 1 tab bila diare

 An (-/-), Ik (-/-) Plan:


Laboratorium:
 BP : Vesikuler
-darah rutin/24 jam
BT : Rh -/- , wh-/-
-cek urine lengkap setelah
 BJ : I/II murni regular, BT
antibiotic hari ke 3
(-)
 Abd : peristaltik (+) kesan
normal, Nyeri tekan (+),
Nyeri perut bawah. Hepar
dan lien tidak teraba.
 Eks : Akral hangat, edema
tungkai (-)
Lab :
 Hemoglobin 14.8 g/dL
 Leukosit 5,60 x106/uL
 Hematokrit 42,9 %
 Trombosit 133 x103/uL ↓
 Warna urine Kuning
 Kejernihan Urine Agak
keruh
 Berat Jenis Urine 1.025

5
 PH Urine 6.0
 Leukosit urine 1+ ↑
 Protein urine 1+ mg/dl ↑
 Keton urine 2+ mg/dl ↑
 Urobilinogen urine 0.2
mg/dl
 Leukosit Mikroskopis urine
6-8/lpb ↑
 Ro Thorax: Normal
A : DHF + ISK
22/10/2022 S : Demam (+) h-5,menggigil (+), P:
kepala pusing (+), batuk (+), nyeri - IVFD RL 30 tpm
ulu hati (-), mual (-), muntah (-), - Ceftriaxone 1x2gr
nafsu makan berkurang, BAK - drip Paracetamol 3x600mg
nyeri (-), BAB (-). - Ranitidin 2 x 50g/iv
O : SS/CM - Ondancentron 3x4g/iv
 N : 100 x/menit - cetirizine 1x1 tab
 P : 20x/menit - nebu extra

 S : 41,0 ⁰C
 An (-/-), Ik (-/-) Laboratorium:
- cek darah rutin
 BP : Vesikuler
BT : Rh -/-, wh-/-
 BJ : I/II murni regular, BT
(-)
 Abd : Peristaltik (+) kesan
normal, Nyeri tekan (-).
 Eks : Akral hangat, edema
tungkai (-)
Lab :
 Hemoglobin 13,7 g/dL
 Leukosit 3,43 x106/uL↓
 Hematokrit 39,8 %↓

6
 Trombosit 87 x103/uL ↓
A : DHF + ISK
23/10/2022 S: P:
Demam (+) h-6,kepala pusing (-), - IVFD RL 30 tpm
batuk (+),nyeri ulu hati (-), mual - Ceftriaxone 1x2gr
(-), muntah (-), nafsu makan mulai - drip Paracetamol 3x600mg
membaik, BAK lancar dan tidak - Methilprednisolon 2x1/2
nyeri, BAB (-). vial
O : SS/CM - Ranitidin 2 x 50g/iv
 N : 100 x/menit - Ondancentron 3x4g/iv
 P : 24 x/menit - cetirizine 1x1 tab

 S : 37,8 ⁰C - capsul batuk 3x1

 An (-/-), Ik (-/-) - nebu extra 1x

 BP : Vesikuler
BT : Rh -/- wh-/-
Laboratorium:
 BJ : I/II murni regular,BT (-)
- cek darah rutin
 Abd : Peristaltik (+) kesan
- cek urine lengkap
normal, Nyeri tekan (-)
 Eks : Akral hangat, edema
tungkai (-).
Lab :
 Hemoglobin 13,0 g/dL
 Leukosit 3,33 x106/uL↓
 Hematokrit 39,5 %↓
 Trombosit 56 x103/uL ↓
 Warna urine Kuning
 Kejernihan Urine Jernih
 Berat Jenis Urine 1.005
 PH Urine 6.5
 Leukosit urine negatif
 Protein urine negatif
 Keton urine 1+ mg/dl ↑

7
 Blood urine 1+ mg/dl ↑
 Urobilinogen urine negatif
 Eritrosit Mikroskopis urine
4-6/lpb ↑
 Leukosit Mikroskopis urine
1-2/lpb

A : DHF + ISK
24/10/2022 S: P:
Demam (-) h-7, menggigil (-), - IVFD RL 30 tpm
kepala pusing (-), batuk sudah - ceftriaxone stop
berkurang, nyeri ulu hati (-), mual - Methilprednisolon 1x1/2
(-), muntah (-), nafsu makan vial
membaik, BAK lancar dan tidak - paracetamol k/p
nyeri, BAB (-). - capsul batuk 3x1
O : SS/CM
 N : 98 x/menit Laboratorium:
 P : 20 x/menit - cek darah rutin

 S : 36,2 ⁰C
 An (-/-), Ik (-/-)
 BP : Vesikuler
BT : Rh -/- wh-/-
 BJ : I/II murni regular, BT
(-)
 Abd : Peristaltik (+) kesan
normal, Nyeri tekan (-)
 Eks : Akral hangat, edema
tungkai (-).
Lab :
 Hemoglobin 14.4 g/dL
 Leukosit 2.94 x106/uL↓
 Hematokrit 44.2 %

8
 Trombosit 30 x103/uL ↓

A : DHF + ISK (perbaikan)


25/10/2022 S: P:
Demam (-), menggigil (-), kepala - aff infus
pusing (-), batuk sesekali, nyeri - vit. B kompleks 1x1
ulu hati (-), mual (-), muntah (-), - puyer batuk 3x1
nafsu makan berkurang, BAK
lancar, BAB biasa. Laboratorium:
O : SS/CM - cek darah rutin
 N : 89 x/menit
 P : 20 x/menit Boleh pulang

 S : 36 ⁰C
 An (-/-), Ik (-/-)
 BP : Vesikuler
BT : Rh -/- wh-/-
 BJ : I/II murni regular, BT
(-)
 Abd : Peristaltik (+) kesan
normal, Nyeri tekan (-)
 Eks : Akral hangat, edema
tungkai (-).
Lab :
 Hemoglobin 13,8 g/dL
 Leukosit 6,86 x106/uL
 Hematokrit 41,0 %
 Trombosit 70 x103/uL ↑
A : DHF + ISK (perbaikan)

9
BAB II
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dengue Fever/DF dan Dengue haemorrhagic fever/DHF adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue atau yang sering dikenal dengan
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD). Sampai saat ini,
infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia
dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DHF oleh World Health
Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan
rumah sakit dan kematian akibat DHF, khususnya pada anak.1
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006
(dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan
kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01%
(2007).4-5 Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan
penyebaran kasus DHF, antara lain:
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi,
2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali,
3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan
4. Peningkatan sarana transportasi.2
Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama
kontrol vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi
yang optimal pada penderita DHF, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan
kematian akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik
untuk DHF, prinsip utama dalam terapi DHF adalah terapi suportif, yakni
pemberian cairan pengganti. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,
gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien.3

B. Definisi

10
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan
renjatan yang dapat menyebabkan kematian.1
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan
oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.2

C. Epidemiologi
Epidemi penyakit yang berhubungan dengan demam dengue pertama kali
dilaporkan dalam literatur atau pustaka kedokteran terjadi pada tahun 1779 di
Batavia (sekarang disebut Jakarta). Dan pada tahun 1780 di Philadelphia. Sejak
saat itu epidemik telah dilaporkan di Calcutta (1824, 1853, 1871, 1905), India
Barat (1827), Hongkong (1901), Yunani (1927-1928), Australia (1925-1926,
1942), Amerika Serikat (1922) dan Jepang (1942-1945).5,6
Dengue sering terdapat di daerah tropis terutama di Asia Tenggara, Afrika
dan bagian selatan Amerika. Epidemik DHF yang terbesar terjadi di Kuba pada
tahun 1981 dengan 24.000 kasus DHF dan 10.000 kasus DSS. Pada tahun 1986
dan 1987 angka kejadian Dengue dilaporkan di Brasil. Pada tahun 1988 epidemik
dengue dilaporkan terjadi di Meksiko dan pada tahun 1990 kira-kira seperempat
dari 300.000 penduduk yang tinggal di Iquitos Peru menderita Demam Dengue.6
Data yang terkumpul dari tahun 1968-1993 menunjukkan DHF dilaporkan
terbanyak terjadi pada tahun 1973 sebanyak 10.189 pasien dengan usia pada
umumnya di bawah 15 tahun. Penelitian di Pusat Pendidikan Jakarta, Semarang,
Yogya dan Surabaya menunjukkan bahwa DHF dan DSS juga ditemukan pada
usia dewasa, dan terdapat kecenderungan peningkatan jumlah pasiennya.5
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di samping
pula Aedes albapictus. Vektor ini bersarang di bejana-bejana yang berisi air jernih
dan tawar seperti bak mandi, drum penampung air, kaleng bekas dan lain-lainnya3,5,6

D. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang di kenal
sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotype. (3)

11
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.(1)
Adapun 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-4, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. DEN-3 yang terbanyak
ditemukan di Indonesia dan merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan
banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat.(4,6) Terdapat reaksi silang
antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese
encephalitis dan West Nile virus. Pada Artropoda menunjukkan virus dengue
dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites.1
Cara penularannya infeksi virus dengue ini ada tiga factor yang memegang
peranan, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk aedes tersebut
dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang
biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation priod) sebelum dapat
menularkan kembali kepada manusia saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh
nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian transmission),
namun peranannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk
dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation priod) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat
terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang viremia, yaitu 2 hari sebelum
demam sampai 5 hari setelah demam timbul.3

E. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah hingga saat ini masih
diperdebatkan. Dua teori yang banyak dianut pada DHF dan DSS adalah Hipotesis
immune enhancement dan hipotesis infeksi sekunder (teori secondary hetelogous
dengue infection).1,3
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
Imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.1
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DHF adalah:

12
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Sel target virus ini adalah sel
monosit terutama dan sel makrofag sebagai tempat replikasi.
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4,
IL-5,IL-6,dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibody.
Aktifasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan terbentuknya C3a
dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 yang akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.(1,3)
Hipotesis ”the secondary heterologous infection” yang di rumuskan oleh
Suvatte,1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang
berlainan pada seorang pasien, respon antibody anamnestik yang akan terjadi
dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi dengan
menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue.(3)

Gambar 1. Teori heterologous dengue infection

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak


langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DHF berat. Antibodi

13
herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk
kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi
sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan
syok.9,10

F. Manifestasi Klinis.
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau
dapat berupa demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami demam
dengan suhu tubuh 39-40oC, bersifat bifasik (menyerupai Pelana kuda), fase
demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis pada hari ke-3 selama 2-3
hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko
untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.(1,3)
Fase Febris: - Demam mendadak tinggi 2-7 hari
- Muka kemerahan, eritema kulit
- Sakit kepala
- Beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorokan,injeksi faring dan
konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.
- Dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan
mukosa, walau jarang terjadi dapat pula terjadi perdarahan
pervaginam dan gastrointestinal.
Fase Kritis: - Terjadi pada hari 3-7 sakit.
- Ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan
permeabilitas kepiler dan timbul kebocoran plasma yang biasanya
berlangsun 24-48 jam.
- Kebocoran plasma sering didahului lekopeni progresif disertai
penurunan hitung trombosit.
- Dapat terjadi syok.
Fase Pemulihan: - Terjadi setelah fase kritis.
- Terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
- KU membaik, nafsu makan pulih, hemodinamik stabil, diuresis
membaik.

14
Menurut manifestasi kliniknya DHF sangat bervariasi, WHO (1997) membagi
menjadi 4 derajat : 7,8,9
Derajat I : Demam disertai uji tourniquet positif.
Derajat II : Demam + uji tourniquet positif disertai manifestasi perdarahan
(seperti : Epistaksis, perdarahan gusi )
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menyempit (<20 mmhg), hipotensi, sianosis,
disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound syok), nadi tidak teraba, dan tekanan
darah tidak terukur.

G. Diagnosis
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan Kriteria diagnosis menurut WHO
tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. 7
Kriteria klinis :
 Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, atau riwayat demam akut,
berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik (plana kuda).
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji torniquet positif.
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa ( epitaksis atatu perdarahan gusi )
- Hematemesis atau melena.
 Pembesaran hati
 Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi,kaki dan tangan dingin,kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.
Kriteria Laboratoris :
 Trombositopenia ( jumlah trombosit <100.000/ul ).
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut :
 Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin.
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

15
Gambar 2. Spektrum DHF
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis
relative disertai gambaran limfosit plasma biru.5
Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu :
 Uji serologi: deteksi antibodi IgG dan IgM, uji HI
 Isolasi virus
 Deteksi RNA/DNA dengan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR).
 Deteksi antigen (pemeriksaan NS-I) Lebih Spesifisitas 100% dan
sensitivitas 92.3%
Pemeriksaan Dengue NSl Antigen adalah pemeriksaan baru terhadap
antigen non struktural-I dengue (NSl) yang dapat mendeteksi infeksi virus dengue
dengan lebih awal bahkan pada hari pertama onset demam. 5
- Pemeriksaan NS-I perlu dilakukan pada pasien yang megalami gejala
Demam/klinis lain < 3 hari, dikarenakan Early detection sangatlah
penting untuk menentukan pengobatan (terapisupportif) yang tepat
(cegah Resistensi antibiotik), serta pemantauanpasien dengan segera.
- Tanpa meninggalkan pemeriksaan Dengue serologi karena pemeriksaaan
NS1 bersifat komplementer (saling menunjang), terkhususapabila
didapatkan hasil Ns1 (-) dan gejala infeksi tetap muncul.

16
- Penggunaan Dengue IgG / IgM juga diperlukan bagi dokter penganut
paham "infeksi sekunder dapat menyebabkan infeksi yang lebih berat
dan memerlukan penanganan yang berbeda dengan infeksi primer"
- Dengan adanya Spesifisitas 100% dan sensitivitas 92.3%. Dengan
demikian pomakaian pemeriksaan ini akan dapat meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis infeksi dengue.(5)
2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thorak didapati efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan
sebelah kanan).(1)

I. Diagnosis Banding
Perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam
tipoid, influenza, idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP), chikungunya dan
leptospirosis. 1
1. Belum / tanpa renjatan :
a. Campak
b. Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari kelompok
pnyakit exanthem, hepatitis, chikungunya)
2. Dengan renjatan
a. Demam tipoid
b. Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain
3. Dengan perdarahan
a. Leukemia
b. ITP
c. Anemia Aplastik
4. Dengan kejang
a. Ensefalitis
b. Meningitis

J. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran

17
plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan.
Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan
terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular.3
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan
DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini
terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut: 3,8,11
1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Protokol 1. Penanganan Tersangka DHF tanpa syok.


Seorang yang tersangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan
haemoglobin, hematokrit, dan trombosit, bila :
 Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000,
pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke
poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya ( dilakukan pemeriksaan Hb,
Ht, lekosit dan trombosit tiap 24 jam ) atau bila keadaan penderita
memburuk segera kembali ke instalansi gawat darurat.
 Hb, Ht normal dengan trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat.
 Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan
dirawat.

18
Gambar 3. Penanganan tersangka DHF tanpa syok

Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DHF di ruang rawat.


Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa
syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti
rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
1500 + (20 x( BB-20) ml
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, HT tiap 24 jam :
 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah
pemberian cairan tetap, tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap
12 jam.
 Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000, maka Pemberian
cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DHF dengan peningkatan
Ht>20%.

19
Gambar 4. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat

Protokol 3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan Ht>20%.

Gambar 5. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DHF.


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DHF dewasa adalah :
perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali, perdarahan saluran cerna
(henatemesis dan melena atau hematokesia), perdarahan saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.1,3

20
Perdarahan Spontan dan Masif : - Epistaksis tidak terkendali
- Hematemesis melena
- Perdarahan otak
- Hematuria

TRANSFUSI

Hb TROMBOS
< 10 gr%

TRANSFUSIIT PRC
Protokol 5. Tatalaksana sindrom syok dengue.
Bila kita berhadapan dengan sindroma syok dengue pada dewasa (SSD)
maka hal pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi
dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera
dilakukan. Angka kematian pada sindrom syok dengue sepilih kali lipat
dibandingkan dengan penderita DHF tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi
karena keterlambatan penderita DHF mendapatkan pertolongan/pengobatan,
penatalaksanaan tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-
tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat. 1,3

21
Gambar 6. Tatalaksana sindroma syok dengue

Kriteria memulangkan pasien, apabila memenuhi semua keadaan dibawah ini : 1


1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

22
3. Tidak dijumpai distress pernafasan (efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cendrung naik > 50.000/nl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik

K. Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan maupun tanpa syok
2. Kelainan ginjal berupa gagal ginjal akut akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan 3

L. Prognosis

Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS
mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang,
dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya
lebih ringan dari pada anak-anak.2

23
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien masuk dengan keluhan utama demam yang dialami sejak ± 3 hari
sebelum masuk rumah sakit, demam cenderung tinggi, menggigil, batuk (+),
darah (-), perdarahan (-). Sakit kepala (+), lidah kotor (-). Nyeri perut bagian
bawah(+), nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+), nafsu makan berkurang, lemas
(+), BAK terasa perih, BAB Cair 3–4 kali. Sudah ke klinik tapi belum ada
perubahan.
Dari anamsesis diketahui bahwa pasien mengalami demam ± 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Hal ini sesuai dengan teori pada demam berdarah dengue
(DHF) dimana pada fase febris terjadi demam mendadak selama 2-7 hari, sakit
kepala, serta ditemukan petekie sebagai tanda adanya perdarahan.
Kurva demam pada demam berdarah dengue berhubungan dengan saat
pelepasan sitokin karena reaksi imun terhadap serangan virus dengue. Sitokin
yang menyebabkan demam seperti IL-1 dan IL-6, TNF-α, IFN-γ. Virus dengue
merupakan pirogen eksogen. Pada saat virus sudah menginfeksi dan berada di
dalam darah, ada 2 respon imun yang bekerja. Yaitu respon imun nonspesifik
yang bekerja di awal dan cepat serta respon imun spesifik yang bekerja lebih
lambat. Makrofag akan segera bereaksi dengan memfagositosis virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (antigen presenting cell).
Makrofag juga akan mensekresi sitokin yang merangsang inflamasi, sitokin utama
yang disekresi oleh makrofag adalah IL-1 yang merupakan pirogen endogen.
Pirogen adalah bahan yang menginduksi demam yang dipicu baik faktor eksogen
atau endogen seperti IL-1. Selain itu ada juga proses respon imun nonspesifik
yang diperankan oleh sel NK. Sel NK membunuh sel yang terinfeksi, sebelum
respon imun spesifik bekerja. Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktivasi sel T-helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih
banyak virus. Dimulailah mekanisme respon imun spesifik. Sel T yang diaktivasi
adalah CD4+. CD4+ ini akan mengaktivasi Th-2 untuk membentuk antibody lagi
sehingga meningkatkan opsonisasi dan aktivasi komplemen. CD4+ juga
mengaktivasi Th-1 yang akan mengaktivasi CD8+ melalui presentasi oleh
molekul MHC-1. CD8+ ini bersifat sitotoksik dan menghancurkan peptida virus.
Th-1 akan melepaskan IFN-γ, IL-2, dan limfokin. Sedangkan Th-2 melepaskan

24
IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Selanjutnya IFN-γ akan merangsat monosit
melepaskan TNF-α, IL-1, PAF, IL-6, dan histamin. Limfokin juga merangsang
makrofag melepas IL-1, IL-2 juga merupakan stimulan pelepasan IL-1, TNF-α,
dan IFN-γ. Pada Jalur komplemen, kompleks imun akan menyebabkan aktivasi
jalur komplemen sehingga dilepaskan C3a dan C5a (anafilatoksin) yang
meningkatkan jumlah histamin. Hasil akhir respon imun tersebut adalah
peningkatan IL-1,TNF-α, IFN-γ, IL-2, dan histamin.
IL-1,TNF-α, IFN-γ dikenal sebagai pirogen endogen sehingga timbul
demam. IL-1 bekerja pada termoregulator sedangkan TNF-α dan IFN-γ bekerja
tidak secara langsung karena merekalah yang merangsang pelepasan IL-1. Daerah
spesifik IL-1 adalah pre-optik dan hipotalamus anterior dimana terdapat corpus
callosum lamina terminalis. Corpus callosum lamina terminalis terletak di dinding
rostral ventriculus III dan merupakan sekelompok saraf termosensitif (cold and
hot sensitive neurons). IL-1 masuk ke dalam corpus callosum lamina terminalis
melalui kapiler dan merangsang sel memproduksi serta melepaskan PGE2, selain
itu, IL-1 juga dapat memfasilitasi perubahan asam arakhidonat menjadi PGE2.
Selanjutnya PGE2 yang terbentuk akan berdifusi ke dalam hipotalamus atau
bereaksi dengan cold sensitive neurons. Hasil akhir mekanisme tersebut adalah
peningkatan thermostatic set point yang menyebabkan aktivasi sistem saraf
simpatis untuk menahan panas (vasokonstriksi) dan memproduksi panas dengan
menggigil.
Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala
lain seperti timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan
sintesis albumin serta transferin. Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari
kerjasama IL-1 danTNF-α. Keduanya akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel
adiposa. Peningkatan leptin dalam sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke
hipotalamus ventromedial yang berakibat pada penurunan intake makanan.
IFN-γ sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten,
menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi
antibody. Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek toksik
seperti demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala, muntah, dan
somnolan.
Dalam keadaan normal, manusia mensekresi mukus di dalam saluran
pernafasan yang berfungsi sebagai pembersih berbagai macam kotoran seperti

25
debu yang tidak tersaring melalui silia hidung. Apabila terdapat debu yang
berlebihan, maka mukus yang disekeresikan akan semakin bertambah. Infeksi
atau iritasi pada saluran nafas juga menyebabkan hipersekresi mukus pada saluran
napas, kemudian, apabila terjadi hipersekresi mukus, terjadi hipertrofi kelenjar
submukosa pada trakea dan bronkus dan akhirnya mukus tertimbun di dalam
saluran napas. Ditandai juga dengan peningkatan sekresi sel goblet disaluran
napas kecil, bronkus dan bronkiolus. Kondisi ini kemudian merangsang membran
mukosa untuk selanjutnya mengaktifkan rangsang batuk dengan tujuan untuk
mengeluarkan benda asing yang telah mengiritasi saluran napas.
Dari pemeriksaan darah rutin yang dilakukan didapatkan penurunan kadar
trombosit (trombositopenia), yaitu 133.000. Trombositopenia pada infeksi dengue
terjadi melalui mekanisme: 1) supresi sumsum tulang, 2) destruksi dan
pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal
infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit.
Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoesis
termasuk megakariopoesis. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukan kenaikan, hal ini menunjukan terjadinya
stimulasi trombopoesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan
trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses koagulopati
dan sekuestrasi perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang
merupakan petanda degranulasi trombosit.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yang paling utama adalah terapi
suportif. Pemberian IVFD RL : 30 tpm untuk pengobatan dan pencegahan
hipovolemia. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang
paling penting. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen
cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi.
Diberikan ranitidin untuk mengurangi produksi asam lambung, ondancentron
untuk mencegah serta mengobati mual dan muntah, ceftriaxone untuk membunuh
dan menghambat pertumbuhan bakteri penyebab infeksi di dalam tubuh,
paracetamol untuk meredakan demam, ketorolac untuk mengurangi rasa nyeri
hebat yang dialami pasien, New diatab untuk mengatasi diare, Vitamin B

26
kompleks tab 1 x 1 sebagai multivitamin, pencegahan anemia, dan penambah
tenaga untuk masa penyembuhan.
Adapun prognosis pada pasien ini yaitu dubia ad bonam. Prognosis
penyakit ini baik dengan terapi suportif yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku ajar


Ilmu penyakit dalam, Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam
FK-UI, jakarta, 2006, ed.4, (III) 1709-1713
2. Sumarno S, Soedarmo P,Garna H,Rezeki S,Satari H. Buku Ajar Infeksi
dan Pediatri tropis, IDAI, jakarta 2008,ed.2, 155-179
3. Rejeki S, Adinegoro S (DHF) Demam Berdarah Dengue, Tatalaksana
Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta.2004
4. Mansjoer A,Triyanti K, Savitri R,Wardhani W,Setiowulan W, Kapita
selekta FKUI, Jakarta,(I),428-433
5. Berliandelima, Info terbaru Pemeriksaan Laboratorium terhadap Dengue,
availableat:http://www.mailarchive.com/dokter_umum@yahoogroups.co
m/msg06092.html
6. Caribbean Epidemiologi Center (CAREC) Dengue dalam:
http://www.carec.org/publications/DENGUIDE_lab.htm
7. WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http://
www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/12-23.pdf
8. Hagop Isnar,MD, Dengue dalam : http://www.emedicine.com
9. WHO, Clinical Diagnosis of Dengue dalam: http://
www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/1-11.pdf
10. WHO, Dengue and Dengue Haemorragic Fever dalam:
http://w3.whosect.org/en/section10/section332/section1631.htm
11. BHJ, Dengue, Dengue Haemorragic Fever, Dengue Shock Syndrome
dalam: http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/review_380.html

27

Anda mungkin juga menyukai