I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Tanggal lahir : 2 Januari 1964
Umur : 56 tahun
Alamat : Jl. Kedungwungu RT3/RW3 , Tegowanu
No. Rekam Medis : 199698
Tanggal MRS : 12 Januari 2020
Tanggal Pemeriksaan : 13 januari 2020
II. ANAMNESA
a. Keluhan Utama
- Muntah darah
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS PKU Muhammadiyah dengan keluhan
muntah bewarna merah kehitaman yang bercampur dengan makanan sebanyak
lebih dari 5x dalam 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai
dengan mual dan buang air besar berwarna kehitaman seperti petis dengan
konsistensi lunak, bab hitam dirasakan sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Dalam 1 hari pasien bab hitam sebanyak 2x. Pasien juga
merasakan sering nyeri pada ulu hati seperti ditusuk jarum dan tidak
berkurang setelah makan dan meminum obat promag yang dibeli di warung.
Pasien mengatakan sering meminum obat-obatan antinyeri yang diberi di
apotik untuk mengurangi nyeri dan pegal pegal sejak 2 tahun yang lalu.
Pasien hampir setiap hari meminum obat nyeri yang dibel di apotek, dalam
sehari pasien dapat meminum obat 2-3x untuk mengurangi nyeri punggung
dan pegal pegal. Pasien mengatakan tidak pernah sakit kuning, tidak ada
kencing bewarna seperti teh dan tidak pernah mengkonsumsi minuman
beralkohol. Keluhan seperti ini muncul tiba-tiba.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit diabetes disangkal
- Riwayat penyakit kuning disangkal
- Riwayat stroke disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi (-)
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit ginjal disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Keluarga pasien tidak pernah sakit seperti ini
- Riwayat penyakit diabetes disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal
e. Riwayat Kebiasaan
- Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan antinyeri dan pegel
pegel
- Tidak minum-minuman beralkohol.
- Tidak merokok.
b. USG Abdomen
Kesan : hepatomegali ringan
Tak tampak kelainan lain pada sonografi organ intraabdomen tersebut
diatas
V. RESUME
Seorang laki-laki berusia 56 tahun datang dengan keluhan muntah darah, BAB
hitam, nyeri ulu hati dan lemas. Pasien riwayat meminum obat nyeri dalam sehari
2-3x sebelum terjadi hematemesis dan melena, menyangkal adanya riwayat mata
kuning, kulit kuning dan BAK seperti teh. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
konjungtiva anemis (+/+), Bising usus meningkat, terdapat nyeri tekan pada
epigastrium, shifting dullness (-) dan pucat pada kedua telapak tangan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 4,3 gr/dl, Eritrosit 1.400.000,
Trombosit 96.000, Hematokrit 13.1 , Ureum 61.2 , natrium 133.
VI.DIAGNOSIS KLINIS
- PSCBA non variseal
- Anemia Hipokromik Mikrositer
- Hiponatremia
VII. PERENCANAAN
Terapi
IVFD RL 20 tpm
Inj. Omeprazole 2x40mg
Inj. Ondansentron 3x4mg
Sucralfat syrup 3 x 2 cth sebelum makan
Transfusi PRC 2 kolf dengan premedikasi Inj. Furosemid 1 amp
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad malam
IX. FOLLOW UP
13 Januari 2020 14 Januari 2020 15 Januari 2020
S BAB hitam jam 12.00 BAB hitam 1x BAB hitam -
Nyeri perut, muntah Muntah darah -
darah -
O Ku : lemah Ku : sedang Ku : cukup
Kesadaran: CM Kesadaran: CM Kesadaran: CM
TD:130/80, TD:110/80, HR:88x/menit, TD:110/70,
HR:90x/menit, RR: RR: 20x/menit, T: 36.3 HR:84x/menit, RR:
20x/menit, T: 36.5 Mata: konjungtiva anemis 19x/menit, T: 36.6
Mata: konjungtiva +/+ Mata: konjungtiva
anemis +/+ Thorax : dbn anemis +/+
Thorax : dbn Abdomen : dbn Thorax : dbn
Abdomen : nyeri tekan Eksremitas : akral hangat Abdomen : dbn
epigastrium Eksremitas : akral
Eksremitas : akral hangat
hangat Hb: 8,1
A PSCBA non varisseal PSCBA non varisseal PSCBA non varisseal
Anemia gravis Anemia perbaikan Anemia perbaikan
P - Inj. Ondansentron Drip omeprazole 1:2:2 - Omeprazole drip stop
3x4mg amp dalam 500cc NaCl ganti Inj. OMZ
- Tranfusi 2 PRC 0,9% 2x40mg
- Puasa hinggan jam - Diet BRH
20.00
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar (bekuan/gumpalan
atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung menjadi
kecoklatan seperti butiran kopi. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam
seperti aspal dengan bau busuk dan perdarahannya sejumlah 50-100 ml atau lebih.
Hematemesis dan atau Melena ini menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) yang merupakan kehilangan darah dalam lumen saluran cerna mulai dari esofagus
sampai dengan duodenum di daerah ligamentum Treitz (Longo et al, 2012).
2.2 Epidemiologi
Kasus-kasus yang terjadi di Indonesia sekitar 70% penyebab SCBA adalah ruptur
varises esofagus. Namun, dengan perbaikan manajemen penyakit hepar kronik dan
peningkatan populasi lanjut usia, proporsi perdarahan ulkus peptikum diperkirakan
bertambah. Kejadian perdarahan SCBA menunjukkan adanya variasi geografis yang besar
mulai dari 48-160 kasus per 100.000 penduduk, dengan kejadian tertinggi pada laki-laki
dan lanjut usia (Simandibrata et al, 2012).
Berdasarkan studi retrospektif yang dilakukan pada 4.154 pasien yang menjalani
endoskopi selama tahun 2001-2005 di Pusat Endoskopi Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta, sebanyak 807 (20,15%) orang mengalami perdarahan SCBA.
Studi ini juga menunjukkan penyebab tersering dari perdarahan SCBA adalah pecahnya
varises esofagus (280 kasus, 33,4%) diikuti dengan perdarahan ulkus peptikum (225 kasus,
26,9%), dan gastritis erosif (219 kasis, 26,2%) (Simandibrata et al, 2012).
Menurut Djojoningrat (2011) faktor risiko perdarahan SCBA yaitu,
1. Usia
Perdarah SCBA sering terjadi pada orang dewasa dan risiko meningkat pada usia > 60
tahun.
2. Jenis kelamin
Kasus perdarahan SCBA lebih sering dialami oleh laki-laki. Penelitian di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa sekitar 51,4% yang mengalami perdarahan SCBA
berjenis kelamin laki-laki.
3. Penggunaan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)
Jenis-jenis OAINS yang sering dikonsumsi adalah ibuprofen, diklofenak,
meloxicam, naproxen, indomethacin, ketoprofen, piroxicam dan ketorolac.
4. Penggunaan obat-obat antiplatelet
Penggunaan aspirin dosis rendah (75 mg per hari) dapat menyebabkan faktor
perdarahan naik menjadi dua kali lipat. Aspirin dapat menyebabkan ulkus lambung,
ulkus duodenum, komplikasi perdarahan dan perforasi pada lambung. Obat antiplatelet
seperti clopidogrel berisiko tinggi apabila dikonsumsi oleh pasien dengan komplikasi
saluran cerna.
5. Merokok
Dari hasil penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko terjadinya ulkus
duodenum, ulkus gaster maupun keduanya. Merokok menghambat proses penyembuha
ulkus, memicu kekambuhan dan meningkatkan risiko komplikasi.
6. Alkohol
Mengonsumsi alcohol konsentrasi tinggi dapat merusak pertahanan mukosa lambung
terhadap ion hidrogen dan menyebabkan lesi akut mukosa gaster yang ditandai dengan
perdarahan pada mukosa.
7. Riwayat Gastritis
Riwayat gastritis memiliki dampak besar terhadap terjadinya ulkus. Pada kelompok ini
diprediksi risiko terjadi bukan karena sekresi asam tetapi oleh adanya gangguan dalam
mekanisme pertahan mukosa dan proses penyembuhan.
8. Diabetes Melitus (DM)
Beberapa penelitian menyatakan bahwa DM merupakan penyakit komorbid yang
sering ditemui dan menjadi faktor risiko untuk terjadinya perdarahan. Namun, belum
ada penelitian yang menjelaskan mekanisme pasti yang terjadi pada perdarahan SCBA
yang disebabkan oleh DM.
2.3 Etiologi
Ulkus peptikum merupakan penyebab paling umum dari perdarahan saluran cerna
bagian atas yaitu sekitar 50%. Penyebab lainnya yaitu gastropati (OAINS, alkohol, stres,
dll), robekan mallory-weis, esofagitis, varises esofagus, neoplasma, dll.
a. Ulkus Peptikum
Perdarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit. Walaupun
ulkus disetiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun tempat perdarahan
tersering adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena ditempat ini dapat
terjadi erosi arteri pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis. Tiga faktor
utama dalam patogenesis ulkus adalah H. pylori, OAINS, dan pH asam (Bunnet, et
al. 2015).
b. Varises Esofagus
Esophagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul
akibat sirosis dan hipertensi portal. Vena esophagus daerah leher mengalirkan darah
ke vena azigos dan hemiazigos, dan dibawah diagfragma vena esophagus masuk
kedalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta dan vena sistemik
memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi portal. Aliran kolateral
melalui vena esofagus menyebabkan terbentuk varises esophagus (vena varikosa
esophagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang
bersifat fatal (Tripathi, et al. 2015).
c. Gastritis Erosif
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau local. Banyak sekali etiologi
yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis, antara lain endotoksin bakteri, kafein,
alcohol, aspirin, OAINS, dan stress lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis
akut (Bunnet, et al. 2015).
d. Esofagitis
Esofagitis merupakan peradangan pada lapisan esofagus atau kerongkongan
yang berisiko menimbulkan kerusakan jaringan-jaringan esofagus. Esofagitis yang
dapat menyebabkan perdarahan ialah esofagitis refluks kronis. Esofagitis refluks
kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling sering ditemukan secara klinis.
Gangguan ini disebabkan oleh sfingter esophagus bagian bawah yang bekerja
dengan kurang baik dan refluks asam lambung atau getah alkali usus ke dalam
esophagus yang berlangsung dalam waktu yang lama. Sekuele yang terjadi akibat
refluks adalah peradangan, perdarahan, dan pembentukan jaringan parut dan striktur
(Bunnet, et al. 2015).
e. Sindroma mallory-weis
Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti yaitu muntah-muntah
berat yang berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa
laserasi mukosa lambung mirip celah yang biasanya berada di sisi lambung pada
gastroesofageal junction (Bunnet, et al. 2015).
2.4 Patofisiologi
Lumen gaster memiliki pH yang asam. Kondisi ini berkontribusi dalam proses
pencernaan tetapi juga berpotensi merusak mukosa gaster. Beberapa mekanisme telah
terlibat untuk melindungi mukosa gaster. Musin yang disekresi sel-sel foveola gastrica
membentuk suatu lapisan tipis yang mencegah partikel makanan besar menempel secara
langsung pada lapisan epitel. Lapisan mukosa juga mendasari pembentukan lapisan musin
stabil pada permukaan epitel yang melindungi mukosa dari paparan langsung asam
lambung, selain itu memiliki pH netral sebagai hasil sekresi ion bikarbonat sel-sel epitel
permukaan. Suplai vaskular ke mukosa gaster selain mengantarkan oksigen, bikarbonat,
dan nutrisi juga berfungsi untuk melunturkan asam yang berdifusi ke lamina propia.
Gastritis akut atau kronik dapat terjadi dengan adanya dekstruksi mekanisme-mekanisme
protektif tersebut (Turner, J. R. 2010).
Agen korosif (asam dan pepsin) yang dikeluarkan oleh lambung berperan utama
dalam tukak lambung, tukak duodenum dan gastritis erosif akut. Setiap penyakit ini
memiliki patogenesis tersendiri tetapi tumpang tindih dengan tema umum sekresi berlebih
asam atau penurunan pertahanan mukosa. H. pylori dapat menyebabkan penyakit asam-
peptik melalui beragam mekanisme termasuk mengubah transduksi sinyal dan menurunkan
pertahanan mukosa. H. pylori merupakan patogen yang sangat umum dan angka infeksinya
lebih tinggi di negara miskin dengan sanitasi yang kurang baik. Rute penyebaran dari orang
ke orang kemungkinan besar adalah melalui fecal-oral.
Ulkus peptikum (tukak lambung) dibedakan dari gastritis erosif oleh kedalaman
lesi, dengan ulkus peptikum yang sudah menembus mukosa. Ulkus yang dikelilingi oleh
mukosa yang meradang mengisyaratkan bahwa sebelumnya telah terjadi gastritis terlebih
dahulu (Turner, J. R. 2010).
Prostaglandin diketahui dapat meningkatkan aliran darah mukosa serta sekresi
bikarbonat dan mukus serta merangsang perbaikan dan pembaharuan sel mukosa. Karena
itu, defisiensi prostaglandin akibat pemberian obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) atau
gangguan lain dapat mempermudah timbulnya gastritis erosif dan ulkus peptikum (Bunnet,
N. W 2015).
Pada orang yang sudah lanjut usia pembentukan musin berkurang sehingga rentan
terkena gastritis dan perdarahan saluran cerna. OAINS dan obat antiplatelet dapat
mempengaruhi proteksi sel (sitoproteksi) yang umumnya dibentuk oleh prostaglandin atau
mengurangi sekresi bikarbonat yang menyebabkan meningkatnya perlukaan mukosa gaster.
Infeksi Helicobacter pylori yang predominan di antrum akan meningkatkan sekresi asam
lambung dengan konsekuensi terjadinya tukak duodenum. Inflamasi pada antrum akan
menstimulasi sekresi gastrin yang merangsang sel parietal untuk meningkatkan sekresi
lambung (Turner, J. R. 2010).
Perlukaan sel secara langsung juga dapat disebabkan konsumsi alkohol yang
berlebih. Alkohol merangsang sekresi asam sehingga menyebabkan perlukaan mukosa
saluran cerna. Penggunaan zat-zat penghambat mitosis pada terapi radiasi dan kemoterapi
menyebabkan kerusakan mukosa menyeluruh karena hilangnya kemampuan regenerasi sel.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit
komorbid pada perdarahan SCBA dan menjadi faktor risiko perdarahan SCBA. Pada pasien
DM terjadi perubahan mikrovaskuler salah satunya adalah penurunan prostasiklin yang
berfungsi mempertahankan mukosa lambung sehingga mudah terjadi perdarahan. Gastritis
kronik dapat berlanjut menjadi ulkus peptikum. Merokok merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya ulkus peptikum. Merokok memicu kekambuhan, menghambat proses
penyembuhan dan respon terapi sehingga memperparah komplikasi ulkus kearah perforasi
(Turner, J.R. 2010).
2.5 Diagnosis
Menurt Adi P. (2014) langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran cerna adalah
menentukan beratnya perdarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamik.
Pemeriksaannya meliputi:
a. Tekanan darah dan nadi
b. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
c. Ada tidaknya vasokontriksi perifer (akral dingin)
d. Kelayakan nafas
e. Tingkat kesadaran
f. Produksi urin (0,5-1 cc/kgBB per jam)
Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskular akan
mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil dengan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP < 70 mmHg) dengan frekuensi nadi >
100 menit
b. Tekanan diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20
mmHg
c. Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15 / menit
d. Akral dingin
e. Kesadaran menurun
f. Anuria atau oliguri (produksi urin < 30 ml/jam)
Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi hemodinamik
tidak stabil ialah bila ditemukan:
a. Hematemesis
b. Hematokezia
c. Darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik
d. Hipotensi persisten
e. Dalam 24 jam menghabiskan transfusi darah melebihi 800-1000
ml
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
Endoskopi
B.
C.
Gambar 2.6.1. A. Esofagitis Erosif. B. Gastritis Erosif. C. Ulkus Peptikum
(Sumber: Turner, J. R. 2010)
Tujuan pemeriksaan endoskopi selain untuk menemukan penyebab serta asal perdarahan ,
juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat klasifikasi perdarahan ulkus
peptikum atas dasar temuan endoskopi yang bermanfaat untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
Aktivitas perdarahan Kriteria endoskopis
Forest I a - perdarahan aktif Perdarahan arteri menyembur
Forest I b – perdarahan aktif Perdarahan merembes
Forest II - perdarahan berhenti dan Gumpalan darah pada dasar ulkus atau
masih terdapat sisa-sisa perdarahan terlihat pembuluh darah
Forest III – perdarahan berhenti tanpa
Lesi tanpa ada sisa perdarahan
sisa perdarahan
Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Nasogastric Tube (NGT).
Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif, aspirat berwarna merah
marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan arteri seperti halnya
warna feses maka warna aspirat pun dapat memprediksi mortalitas pasien. Walaupun
demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak duodeni ditemukan adanya
aspirat yang jernih pada NGT (Kim, J. et al. 2012)
2.6 Penatalaksanaan
A. STABILISASI HEMODINAMIK
Resusitasi yang dilakukan adalah pemberian cairan intravena dan
suplementasi oksigen, koreksi koagulopati berat dan transfusi darah pada saat
dibutuhkan. Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid
dan pasang monitor CVP (central venous pressure). Tujuannya untuk memulihkan
tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil. Penderita dengan perdarahan
500 – 1000 cc perlu diberi infus Dextrose 5%, Ringer laktat atau Nacl 0,9% (Adi, P.
2014)
Pemberian transfusi darah menurut Adi, P. (2014) pada perdarahan saluran cerna
dipertimbangkan pada keadaan berikut ini:
a. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil
b. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter
atau lebih.
c. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan Hb < 10 & atau hematokrit <
30%.
d. Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yang menurun.
B. TERAPI NON-ENDOSKOPIS
Pemasangan NGT (Nasogastric Tube)
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan adalah
kumbang lambung melalui pipa nasogastrik. Kumbah lambung ini sangat
diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan dipakai untuk membuat
perkiraan kasar jumlah perdarahan.
Pemasangan pipa nasogastrik ini dilakukan pada perdarahan yang diduga masih
berlangsung disertai dengan gangguan hemodinamik. NGT bertujuan untuk
mencegah distensi lambung, aspirasi, dekompresi dan menilai perdarahan (Alwi, I.
2017)
Pada semua kasus perdarahan saluran cerna disarankan untuk pemasangan pipa
nasogastrik, kecuali pada perdarahan kronik dengan hemodinamik stabil atau yang
sudah jelas perdarahan SCBB. Sekiranya sejak awal tidak ditemukan darah pada
cairan aspirasi, dianjurkan pipa nasogastrik tetap terpasang sampai 12 atau 24 jam.
Bila dalam kurun waktu tersebut hanya ditemukan cairan empedu dapat dianggap
bukan perdarahan SCBA (Alwi, I. 2017).
Vasopressin
Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek vasokostriksi
pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan vena porta
menurun. Dapat digunakan pada pasien perdarahan akut varises esofagus.
Terdapat dua bentuk sediaan yaitu, pitresin (vasopressin murni) dan preparat
pituitary gland (vasopressin dan oxcytocin). Pemberian vasopressin dengan
mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%,
diberikan 0.5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6
jam, atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0.1-0.5 U/menit.
Vasopressin dapat memberikan efek samping berupa insufisiensi koroner
mendadak, maka disarankan bersamaan preparat nitrat, misalnya nitrogliserin
IV dengan dosis awal 40 mcg/menit kemduaian secara titrasi dinaikkan
sampai maksimal 400 mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan
sistolik diatas 90 mmHg. Hal ini dilakukan untuk mencegah insufisiensi aorta
mendadak (Alwi, I. 2017).
C. TERAPI ENDOSKOPIS
Tujuan terapi endoskopik adalah untuk menghentikan perdarahan aktif dan
mencegah perdarahan ulang. Beberapa teknik, termasuk injeksi, ablasi dan
mekanik telah dikembangkan. Pemilihan tindakan dapat disesuaikan dengan
penampakan fokus perdarahan dan risiko terkait untuk kejadian perdarahan
persisten dan rekuren. Terapi ini ditujukan untuk perdarahan tukak yang masih
aktif atau tukak dengan pembuluh darah yang tampak (Adi, P. 2014)
Terapi endoskopis yang relatif mudah dan tanpa banyak peralatan
pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan menggunakan
adrenalin 1:10000 sebanyak 0.5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml
atau alkohol absolut (98%) tidak melebihi 1 ml. Keberhasilan terapi endoskopis
mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan, perdarahan ulang frekuensinya
sekitar 15-20% (Simandibrata, 2012)
Pilihan pertama untuk mengatasi varises esofagus adalah ligasi varises.
Terapi pilihan adalah hemostasis endoskopi. Ligasi varises mengurangi efek
samping dari pemakaian sklerosan, serta lebih menurunkan frekuensi terjadinya
ulserasi dan striktur. Bila ligasi sulit dilakukan, skeloterapi dapat digunakan
sebagai terapi alternatif.
Pasien dengan ulkus dengan dasar bersih diberikan diet lunak dan
dipulangkan setelah endoskopi dengan syarat hemodinamik stabil, Hb cukup stabil
dan tidak ada masalah kesehatan lain (Kim, J. 2012; Adi, P. 2014)
D. TERAPI RADIOLOGI
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung
dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal
dan pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostasis yang bisa dilakukan
dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada
kontraindikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat
dipertimbangkan TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt) untuk
mengalihkan aliran darah di vena porta apabila pengikatan varises tidak bisa
mengatasi perdarahan (Kim, J. 2012)
E. TERAPI PEMBEDAHAN
Pembedahan dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan radiologi
dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim
multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan
waktu yang tepat kapan tindakan bedah sebaiknya dilakukan (Adi, P. 2014)
2.1. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi pada perdarahan saluran cerna adalah
timbulnya anemia, pneumoni aspirasi, koma hepatikum, syok hipovolemik yang
dapat diikuti dengan gagal ginjal akut. Bila berlangsung terus-menerus, hal
tersebut dapat menyebabkan kegagalan multi organ dan kematian (Adi, P. 2014)
2.2. PROGNOSIS
Skala prognostik dapat ditentukan berdasarkan gejala klinis, hasil
laboratorium dan hasil endoskopi untuk membedakan pasien dengan risiko rendah
dengan pasien yang memiliki risiko perdarahan berulang. Banyak faktor yang
mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah
selama perawatan, dan lain-lain. Faktor risiko terjadinya perdarahan berulang pada
perdarahan saluran cerna bagian atas non-variceal: (Wilkins, T. 2012)
ENDOSKOPIS KLINIS
Perdarahan aktif Usia > 65 tahun
Ukuran ulkus > 2 cm Status kesehatan yang buruk
Lokasi ulkus terdapat di Memiliki penyakit peyerta
dinding duodenum posterior Konsentrasi Hb awal yang rendah
atau kurvatura bagian posterior Membutuhkan transfusi
Terdapat darah segar pada pemeriksaan
dubur, pada muntahan atau aspirasi
nasogastrik
Syok / Sepsis
Peningkatan konsentrasi urea, kreatinin
atau serum aminotransferasi
BAB III
PEMBAHASAN
Pada tanggal 12 Jan 2020 pasien Tn.S (56th) datang ke IGD PKU
Muhammadiyah Gubug dengan keluhan muntah berwarna merah kehitaman dan BAB
lembek warna kehitaman sejak 1 hari SMRS. Dari ringkasan uraian keluhan yang
menjadi analisis pada kasus ini perlu kita ketahui terlebih dahulu apakah perdarahan
yang terjadi merupakan perdarahan saluran cerna atas atau bawah. Pada perdarahan
saluran cerna atas didapatkan manifestasi klinik umumnya hematemesis dan atau
melena serta aspirasi nasogastrik didapat adanya darah, sedangkan pada perdarahan
saluran cerna bawah didapatkan manifestasi klinik umumnya hematokezia dan pada
aspirasi nasogastrik didapatkan jernih. Pada kasus ini didapatkan adanya hematemesis
dan melena (Wenas, 2009).
Secara terminologi atau definisi pendarahan saluran cerna bagian atas atau
SCBA adalah pendarahan saluran makanan dari Ligamentum treitz bagian proksimal.
Kemungkinan pasien datang dengan 1).anemia defisiensi besi akibat pendarahan
tersembunyi yang berlangsung lama, 2). Hematemesis dengan atau tanpa melena
disertai dengan atau tanpa anemia dan gangguan hemodinamik (Sudoyo AW, 2009).
a. Ulkus peptikum
b. Sindrome Mallory-weiss
c. Varises esophagus
d. Erosi gastritis
e. Penggunaan obat trombolitik dan antikoagulan
f. Keganasan.
g. Idiopatik.
Melena diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan bau yang khas.
Melena timbul bilamana hemoglobin dikonversi menjadi hematin atau hemokrom
lainnya oleh bakteri setelah 14 jam. Umumnya melena menunjukkan perdarahan di
saluran cerna bagian atas atau usus halus, namun demikian melena dapat juga berasal
dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan perlambatan mobilitas. Tidak semua
kotoran hitam ini melena karena bismuth, sarcol. Lycorice, obat-obat yang
mengandung besi (obat tambah darah) dapat menyebabkan faeces menjadi hitam.
Oleh karena itu dibutuhkan test guaiac untuk menentukan adanya hemoglobin
(Sudoyo AW, 2009).
Pendarahan saluran cerna bagian atas sendiri dibagi menjadi dua bagian yakni
perdarahan oleh karena Varises esophagus atau Non Esofagus. Pada kasus ini penting
untuk dibedakan antara perdarahan yang disebabkan oleh varises esofagus dan non-
varises dikarenakan perbedaan tatalaksana dan prognosis.
DAFTAR PUSTAKA
Albeldawi, M., Qadeer, M. A., et al. 2010. Managing acute upper GI bleeding,
preventing bleeding: current policies and future perspectives. Cleveland:
Cleveland Clinical Journal Medicine; 77: 131-142
Djuwantoro Dwi; Zubir Nazrul dan Julius. 2009. Diagnosis dan Pengobatan Tukak
Peptikum; Gambaran Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas. Padang. Dalam : Cermin
Kedokteran No. 79,
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Tripathi, D., et al. 2015. UK guidelines on the management of the variceal
haemorrhage in cirrhotic patients. UK: BMJ Publishing Group; 1-25
Turner, J. R., 2010. The Gastrointestinal Tract dalam Robbins and Cotran
Pathologis Basis of Disease. 8th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders Inc; 763-
770
Wilkins, T., Khan, N., et al. 2012. Diagnosis and Management of Upper
Gastrointestinal Bleeding. Georgia: Georgia Health Sciences University; 85-5:
469-476
th
Wenas NT. 2009. Pathophysiology and Prevention of NSAID Gastropathy. The 4
international endoscopy workshop & international symposium on digestive disease.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI. p. 83-4.