Pembimbing Internship :
dr. Heru Primulo
Narasumber :
dr. Efrilyn Sidabutar Sp. PD
PROGRAM INTERNSHIP
KOTA PEMATANGSIANTAR
KATA PENGANTAR
(………………………..)
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan akut Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu
penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebahagian
besar pasien datang dalam keadaan stabil dan sebagian lainnya datang dalam
keadaan gawat darurat yang tindakan yang cepat dan tepat. 1 PSMBA adalah
perdarahan saluran makanan proksimal dari ligamentum treitz. Untuk keperluan
klinik dibedakan perdarahan varises esofagus dan non-varises, karena antara
keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya.2 Pasien
dengan perdarahan SCBA merupakan pasien yang secara fisiologis tidak stabil,
artinya sedikit saja terjadi perubahan pada salah satu organnya maka akan
membawa dampak perubahan yang menyeluruh (sistemik) dan memungkinkan
terjadi gagal organ multiple.3
Di negara barat insidensi perdarahan akut PSMBA mencapai 100 per
100.000 penduduk per tahun, dimana perdarahan karena ulcus gaster menempati
urutan yang terbanyak dan populasi laki-laki lebih banyak dari wanita. Insidensi
ini meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Di Indonesia perdarahan karena
ruptur varises gastroesofagus merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%,
gastritis erosif hemoragika sekitar 25-30%, ulcus gaster sekitar 10-15% dan
karena sebab lainnya <5%. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu
sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60%
sedangkan kematian pada non varises sekitar 9-12%. Sebagian besar penderita
PSMBA meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena
penyakit lain yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke,
penyakit jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.4
Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama dengan
perdarahan pada umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis
dan terapi. Tujuan utamanya mempertahankan stabilitas hemodinamik,
menghentikan perdarahan dan mencegah perdarahan ulang. Konsensus nasional
PGI-PEGI-PPHI menetapkan bahwa pemeriksaan awal dan resusitasi pada kasus
perdarahan wajib dan harus bisa dikerjakan pada setiap lini pelayanan kesehatan
masyarakat sebelum dirujuk ke pusat layanan yang lebih tinggi.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas (PSMBA) merupakan perdarahan
pada saluran cerna yang terletak proksimal pada ligamentum treiz. PSMBA
merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat
rumah sakit. Sebahagian besar pasien datang dalam keadaan stabil dan sebahagian
lainnya datang dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan yang
cepat dan tepat.1,2
Kejadian perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi diluar rumah
sakit saja namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani
perawatan di rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas
yang cukup tinggi. Selain itu perdarahan akut PSMBA sering menyertai penyakit
penyakit lainnya seperti trauma kapitis, stroke, luka bakar yang luas, sepsis
,renjatan dan gangguan hemostasis.3
2.2 Epidemiologi
Upper gastrointestinal tract bleeding (UGI bleeding) atau lebih dikenal
Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas (PSMBA) memiliki prevalensi sekitar 75
% hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. angka kematian
dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum
ada perubahan selam 50 tahun terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini
kemungkinan besar berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang
menderita perdarahan saluran cerna serta dengan meningkatnya kondisi comorbid.
Di negara barat insidensi perdarahan akut PSMBA mencapai 100 per 100.000
penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita. Insidensi ini meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia.5 Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi
tidak diketahui. Dari catatan medik pasien-pasien yang dirawat di bagian penyakit
dalam RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 1996-1998, pasien yang dirawat
karena perdarahan PSMBA sebesar 2,5% - 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat
di bagian penyakit dalam.6
2
3
2.3 Etiologi
Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yaitu 7:
1. Duodenal ulcer
2. Gastric atau duodenal erosions
3. Varices
4. Gastric ulcer
5. Mallory – Weiss tear
6. Erosive esophagitis
7. Angioma
8. Arteriovenous malformation
9. Gastrointestinal stromal tumors
2.4 Patofisiologi
Secara teoritis lengkap terjadinya penyakit atau kelainan saluran cerna
bagian atas disebabkan oleh adanya gangguan keseimbangan dari faktor agresif
dan faktor defensive. Faktor agresif dibagi menjadi 2 yaitu faktor endogen dan
faktor eksogen. Pada lambung normal, terdapat dua mekanisme yang bekerja dan
mempengaruhi kondisi lambung yaitu faktor pertahanan lambung (factor
defensive) dan faktor perusak lambung (factor agresif). Faktor agresif antara lain
4
asam lambung, pepsin, refluks asam empedu, nikotin, obat NSAID dan obat
kortikosteroid, infeksi Helicobacter pylori dan faktor radikal bebas khususnya
pada pasien lanjut usia. Sedangkan faktor defensif yang dimaksud adalah aliran
darah mukosa yang baik, sel epitel permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin,
musin atau mukus yang cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang normal,
impermeabilitas mukosa terhadap ion H+ dan regulasi pH intra sel.9,10
PSMBA secara penyebab dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan varises dan
perdarahan non varises. Varises esofagustermasuk PSMBA yang disebabkan oleh
perdarahan varises terbanyak di Indonesia, disebabkan oleh penyakit sirosis hati.
Sirosis hati di Indonesia masih banyak disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B
dan hepatitis C. Varises esofagus adalah vena collateral yang berkembang
sebagai hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi segmental portal. Saat ini,
faktor-faktor terpenting yang bertanggung jawab atas terjadinya perdarahan
varises adalah: tekanan portal, ukuran varises, dinding varises dan tegangannya,
dan tingkat keparahan penyakit hati.7,11
Pada gagal hepar seperti sirosis hepatis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk
saluran kolateral dalam submukosa esophagus dan rektum serta pada dinding
abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar.
Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi
mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah dan timbul varises. Varises bisa
pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat
mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung
dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.12
Penyebab perdarahan non varises yang banyak di Indonesia yaitu gastritis
erosif, ulcus gaster. Gastritis erosif dan ulcus gaster ini berhubungan dengan
pemakaian obat anti inflamasi non steroid (OAINS), infeksi Helicobacter pylori
dan stres. Penggunaan obat ini dapat mengganggu proses peresapan mukosa,
proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera. Sebanyak 30%
orang dewasa yang menggunakan NSAID mempunyai GI yang kurang baik.13
5
2.6 Diagnosis
Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana
dalam melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis
yang sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang
diutamakan adalah penanganan A - B – C ( Airway – Breathing – Circulation )
terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah
resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.14,15
Anamnesis
Pada anamnesis yang perlu ditekankan adalah sejak kapan terjadinya
perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar, riawayat perdarahan
sebelumnya, ada tidaknya perdarahan dibagian lain, mencari kemungkinan adanya
riwayat penyakit hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat penggunaan NSAID,
obat rematik, alkohol, jamu-jamuan, obat untuk penyakit jantung, obat stroke.
Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit paru dan adanya
perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-muntah sebelum terjadinya
hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma Mallory Weiss.
Riwayat Hipertensi dan Diabetes mellitus serta riwayat transfusi sebelumnya juga
perlu ditanyakan.5
Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus dilakukan adalah penilaian
ABC, pasien- pasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami aspirasi
atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada pasien usia tua
dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Khusus untuk penilaian
hemodinamik perlu dilakukan pemantauan perdarahan. 5
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu mencari stigmat penyakit hati
kronis (ikterus, spidernevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai)
masa abdomen,nyeri abdomen,rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit
jantung, penyakit rematik dan lain lain. Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan
adalah colok dubur, warna feses ini mempunyai nilai prognostik. Dalam prosedur
diagnosis lainnya, penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT). Aspirat
berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif, aspirat berwarna merah
marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan arteri. Seperti
halnya warna feses maka warna aspiratpun dapat memprediksi mortalitas pasien.
Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak duodeni
ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT.7
Pemeriksaan penunjang
keuntungan yang nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan
pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan hemetemesis,
melena atau hematemesis – melena dapat ditentukan lokasi perdarahan dan
penyebab perdarahannya. Lokasi dan sumber perdarahan:5
Esofagus : Varises, erosi, ulkus, tumor.
Gaster : Erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia, dilafeuy, varises,
gastropati kongestif
Duodenum :Ulkus, erosi, tumor, diverticulitis
Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur
varises dan perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan non
variceal bleeding). Identifikasi varises biasanya memakai cara red whale
marking, yaitu dengan menentukan besarnya varises (F1-F2-F3), jumlah kolom
(sesuai jam), lokasi di esophagus (Lm, Li, Lg) dan warna (biru, cherry red,
hematocystic). Untuk ulkus memakai kriteria Forrest.11
Forrest A :Tukak dengan perdarahan aktif dari arteri
Fo rrest B :Tukak dengan perdarahan aktif berupa oozing
Forrest Ia :Tukak dengan visible vessel
Forrest Ib :Tukak dengan ada klot diatasnya yang sulit dilepas
Forrest Ic :Tukak dengan klot diatasnya yang dapat dilepas
Forrest II :Tukak dengan dasar putih tanpa klot.
A. B.
Gambar 2.3. A.Gambaran endoskopi pada pasien gastric ulcer akibat
penggunaan NSAID dan test H.Pylori negative. B. Gambaran endoskopi pada
10
pasien duodenal ulcer dengan test H.Pylori positif tetapi tidak ada riwayat
penggunaan NSAID.13
2.7 Tatalaksana
Pengelolaan pasien dengan perdarahan akut PSMBA meliputi tindakan
umum dan tindakan khusus.14,15
2.5.1 Tindakan umum
a. Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC.
b. Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai,
pasien dapat segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan
endoskopi.
c. Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:
11
Ulcus gaster,
o Terapi medikamentosa:
Pompa proton inhibitor. Diawali oleh bolus omeprazole 80 mg/iv
kemudian dilanjutkan perinfus 8 mg/KGBB/jam selama 72 jam. Pada
perdarahan non varises pemberian antasida, sukralfat, dan antagonis
reseptor H2 dapat mencegah perdarahan ulang.14
Pemberiaan vasopressin dapat menghentikan perdarahan SMBA lewat
efek vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, dilakukan dengan
mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%,
diberikan 0,5-1 mg/menit/IV selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3
sampai 6 jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0,1-
0,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek samping serius
berupa insufisiensi koroner mendadak, oleh karena itu pemberiannya
disarankan bersamaan preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena
dengan dosis awal 40 mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan
sampai maksimal 400mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan
sistolik di atas 90 mmHg.15
o Terapi endoskopi: Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan, gluetanol), termal
(koagulasi, heatprobe laser), mekanik (hemoklip, stapler).15
2.8 Prognosis
Identifikasi letak perdarahan adalah langkah awal yang paling penting
dalam pengobatan. Setelah letak perdarahan terlokalisir, pilihan pengobatan
dibuat secara langsung dan kuratif. Meskipun metode diagnostik untuk
menentukan letak perdarahan yang tepat telah sangat meningkat dalam 3 dekade
terakhir, 10-20% dari pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah tidak
dapat dibuktikan sumber perdarahannya. Oleh karena itu, masalah yang kompleks
ini membutuhkan evaluasi yang sistematis dan teratur untuk mengurangi
persentase kasus perdarahan saluran cerna yang tidak terdiagnosis dan tidak
terobati.1 Dalam penatalaksanaan PSMBA banyak faktor yang berperan terhadap
hasil pengobatan. Ada beberapa prediktor buruk dari PSMBA antara lain, umur
diatas 60 tahun, adanya penyakit komorbid lain yang bersamaan, adanya hipotensi
atau syok, adanya koagulopati, onset perdarahan yang cepat, kebutuhan transfusi
lebih dari 6 unit, perdarahan rekurens dari lesi yang sama. Setelah diobati dan
14
berhenti, PSMBA dapat berulang lagi atau rekurens. 5 Secara endoskopik ada
beberapa gambaran endoskopik yang dapat memprediksi akan terjadinya
perdarahan ulang antara lain ulcus gaster dengan bekuan darah yang menutupi
lesi, adanya visible vessel tak berdarah, perdarahan segar yang masih
berlangsung.5
Nama : Tn. A
Umur : 44 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Kristen
Suku : Batak
No. CM : 358956
3.2 ANAMNESIS
3.2.1 Keluhan Utama
BAB berwarna hitam sejak ± 4 hari SMRS. Pasien juga mengeluh Nyeri ulu
hati disertai mual & muntah (+) berwarna kecoklatan, demam (-) batuk (-).
3.2.2 Riwayat penyakit sekarang :
Pasien rujukan RS Vita Insani datang dengan keluhan buang air besar
berwarna hitam sejak ± 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Buang air besar
berwarna hitam seperti kopi dengan kosistensi lunak, lengket dan berbau
amis. Muntah berwarna coklat dikeluhkan oleh pasien. Mual dikeluhkan
sejak ± 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri ulu hati dan perut kiri
dikeluhkan oleh pasien. Penurunan nafsu makan dirasakan sejak ±1 bulan
terakhir. Pasien juga mengeluhkan nyeri lutut sebelah kanan sudah sejak ± 2
tahun dan pasien sering mengkonsumsi obat pereda nyeri di apotek untuk
mengurangi nyeri lututnya.
15
16
Demam tidak dikeluhkan oleh pasien, tidak ada keluhan sulit untuk
menelan, tidak ada rasa panas seperti rasa terbakar di dada, BAK (+) dan
BAB (+).
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat nyeri lutut sebelah kanan sudah sejak ± 2 tahun dan
pasien sering mengkonsumsi obat pereda nyeri di apotek untuk nyeri
lututnya. Riwayat diabetes mellitus, hipertensi disangkal. Riwayat stroke
disangkal, riwayat perdarahannya sebelumnya disangkal.
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga Pasien tidak pernah sakit seperti ini, Riwaayat hipertensi dan DM
dalam kelurga juga disangkal.
3.2.5 Riwayat Pemakaian Obat
Pasien ada mengkonsumsi obat untuk nyeri lutut dari apotek tapi tidak ingat
nama obatnya. pemakaian obat-obatan antikoagulan pada kasus stroke atau
penyakit jantung coroner disangkal oleh pasien.
3.2.6 Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien sehari-hari bekerja sebagai seorang wiraswasta. Kebiasaan minum
alkohol disangkal. Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi obat anti nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri pada lutut.
Perkusi :
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
Auskultasi :
Suara Pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh(-)
d. Jantung
18
b. Abdomen
Inspeksi : Distensi (-) collateral vein (-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), Hepar/lien/renal tidak
teraba, (-), asites (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik dalam batas normal
a. Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Ekstremitas
Superior Inferior
Ekstremitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Eritem Palmaris - - - -
Clubbing finger - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan + + + +
Tonus otot + + + +
Atrofi otot - - - -
d. Rectal Toucher
Tidak dilakukan pemeriksaan
3.7 PLANNING
1. Cek darah rutin post transfusi 2 bag PRC dan rencana gastroscopy.
BAB IV
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
1. D, Ali. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas. Bandung: Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RS Dr Hasan Sadikin. Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran.2015
2. K. Marcellus Simadibrata. Perdarahan SCBA. Ilmu Penyakit Dalam UI
Edisi V. Jakarta.: Interna Publishing. 2014;447-452.
3. Adi, P. Pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam (edisi IV Jilid I) (291-294). Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI; 2006.
4. Robinson M, Syam FA, Abdulah M. Mortality risk factors in acute upper
gastrointestinal 26. Rockall TA, Logan RFA, Northfield TC. Risk
assessment after acute upper gastrointestinal haemorrhage.Gut.1996;38:316-
21.
5. Askandar Tjokroprawito, Poernomo budi, Chairul Efendi, Djoko Santoso,
Gatot Sugianto. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam: Gastroenterologi-
hepatologi. Jilid 1 Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. 2015; Hal
207-225.
6. Djumhana A;Hadi S;Abdurachman SA;Wijojo J;Saketi R: Upper GI
bleeding in Hasan.
7. Marcelus Simadibrata K, Ari Fahrial Syam, Murdani Abdullah, Achmad
Fauzi, Kaka Renaldi. Persatuan Gastroenterologi Indonesia: Konsensus
Nasional Penatalaksanaan Pendarahan Saluran Cerna Atas Non Varises di
Indonesia. 2012;18-20
8. Anand, B.S., Katz, J. Peptic Ulcer Disease, Medscape Reference, Professor.
Department of Internal Medicine, Division of Gastroenterology, Baylor
College of Medicine. 2011.
9. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC. 2011.
10. Price S. Wilson L. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed
6. Vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012
11. Norton J. Greenberger, Robert Burakoff, Richard S Blumberg. Current
Diagnosis & Treatment "Gastroenterology, Hepatology, & Endoscopy".
Lange. Mc Graw Hill. 2009 Page 330-335 Chapter 30.
12. Tarigan, Pangarapen; Akil, HAM. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Edisi V, jilid: I,
Gastritis erosiva. Jakarta. 2010
22
23