Anda di halaman 1dari 44

Laporan Kasus RA-2

PSMBA ec Gastritis Erosiva

DISUSUN OLEH :

NAGEENTHREN RAGUNATHAN 110100439


SITI NURUL BAHIRAH 110100485
NUR SUHAILA 110100523
KHAIRUN NISAK 110100471
ii

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2015
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada tanggal : Selasa, 16 Februari 2016


Nilai :

COW Pembimbing 1 Pimpinan Sidang

(dr. Ahmad Muhar) (dr. Riri Andri Muzasti, M. Ked, Sp.PD)

COW Pembimbing 2

(dr. Herlina Sitorus)


iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus ini dengan judul “PSMBA ec Gastritis Erosiva”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, yakni dr. Riri Andri Muzasti, M. Ked, Sp.PD, dan PPDS
Pembimbing dr. Ahmad Muhar, dan dr. Herlina Sitorus yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga
laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 10 Februari 2016

Penulis
iv

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................. i
Lembar Pengesahan..................................................................................... ii
Kata Pengantar............................................................................................ iii
Daftar Isi....................................................................................................... iv
Bab 1 Tinjauan Pustaka.............................................................................. 1
1.1.Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2. Definisi............................................................................................... 2
1.3. Epidemiologi...................................................................................... 2
1.4. Etiologi............................................................................................... 3
1.5. Patofisiologi....................................................................................... 4
1.6. Manifesasi Klinis............................................................................... 6
1.7. Diagnosa............................................................................................ 7
1.8. Diagnosa Banding.............................................................................. 9
1.9. Penatalaksanaan.................................................................................. 10
1.10. Kriteria Merujuk............................................................................... 14
1.11 Edukasi dan Pencegahan.................................................................... 15
1.12.Prognosis........................................................................................... 15
Bab 2 Status Orang Sakit........................................................................... 16
Bab 3 Follow Up Pasien.............................................................................. 32
Bab 4 Diskusi Kasus................................................................................... 40
Bab 5 Kesimpulan....................................................................................... 41
Daftar Pustaka............................................................................................. 42
1

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Latar Belakang


Pendarahan saluran cerna memiliki manifestasi yang bervariasi mulai dari
pendarahan massif yang mengancam jiwa hingga pendarahan samar yang tidak
dirasakan. Pada pendarahan saluran cerna perlu menentukan beratnya pendarahan
dan lokasi pendarahan.1
Perdarahan saluran makan bagian atas adalah perdarahan saluran makanan
proksimal dari ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan
varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan
antara pengelolaan dan prognosisnya. Kemungkinan pasien datang dengan anemia
defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama,
hematemesis dan atau melena disertai dengan atau tanpa gangguan hemodinamik.2
Perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75%-
80% dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidennya telah menurun,
tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3%
hingga 5%. Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar
berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan sauran
cerna serta dengan meningkatnya kondisi komorbid.1
Pendarahan saluran cerna bagian bawah adalah pendarahan yang berasal
dari sebelah distal dari ligamentum Treitz. Pasien dengan PSMBB datang dengan
keluhan keluar darah segar saat buang air besar. Hampir 80% keadaan akut akan
berhenti dengan sendirinya dan tidak berpengaruh pada tekanan darah sepeti pada
hemoroid, polip kolon, kanker kolon,atau colitis.3
Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada pasien perdarahan saluran
cerna, terhitung sekitar 40% dari seluruh kasus. Penyebab lainnya seperti erosi
gastric (15%-25%), perdarahan varises (5%-25%), dan Mallory-Weiss Tear (5%-
15%). Penggunaan aspirin ataupun NSAIDS memiliki prevalensi sekitar 45%
hingga 60% dari keseluruhan perdarahan akut.1
2

1.2. Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran
cerna yang terjadi di sebalah proksimal dari ligamentum Treitz, mulai dari
esophagus, gaster, duodenum sampai pada bagian atas dari jejunum sedangkan
Pendarahan saluran cerna bagian bawah adalah pendarahan yang berasal dari
sebelah distal dari ligamentum Treitz.2

1.3. Epidemiologi
Insiden perdarahan saluran cerna bagian atas sekitar 100 kasus per 100.000
populasi per tahunnya.Perdarahan pada saluran cerna bagian atas terjadi sekitar 4
kali lebih sering dibandingkan perdarahan saluran cerna bawah dan penyebab
terbesar terhadap angka morbiditas dan mortalitas. Keseluruhan mortalitas
perdarahan saluran cerna bagian atas sekitar 6-10%.4
Data menunjukkan, sekitar 100.000 pasien dilarikan ke rumah sakit untuk
mendapatkan pertolongan terhadap perdarahan saluran cerna bagian atas. Di
Perancis, laporan menyimpulkan bahwa mortalitas perdarahan saluran cerna
bagian atas menurun dari 11% menjadi 7%, namun, dari laporan yang sama
dariYunani tidak menemukan penurunan angka mortalitas. Pada penelitian di
Spanyol, perdarahan saluran cerna bagian atas 6 kali lebih sering daripada
perdarahan saluran cerna bagian bawah.Insiden perdarahan saluran cerna bagian
atas 2 kali lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita, pada semua usia;
namun angka kematian sama pada kedua jenis kelamin.4
Tukak peptik merupakan penyebab tersering pada perdarahan saluran
cerna bagian atas, yaitu lebih dari 50% kasus; mallory-weiss 5-10%; proporsi
perdarahan dari varises bervariasi dari 5-30% tergantung populasi. Di Indonesia
kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Berbeda dengan di negara
barat dimana perdarahan karena tukak peptic menempati urutan terbanyak, maka
di Indonesia perdarahan karena rupture varises gastroesofagei merupakan
penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosive hemoragika sekitar 25-
30%, tukak peptic sekitar 10-15% dank arena sebab lain < 5%. Mortalitas secara
keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur
varises bisa mencapai 60%. Sebagian besar penderita perdarahan PSMBA
3

meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karea penyakit lain
yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung,
penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.5

1.4. Etiologi
Penyebab perdarahan SCBA yang sering dilaporkan adalah pecahnya
varises esophagus, gastritis erosif, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma
Mallory-Weiss, dan keganasan.2

Tabel 1.1. Sumber Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Bagaian Atas5


Penyebab Sering Penyebab Jarang
Tukak Peptik Gangguan perdarahan
Mallory-Weiss Portal hypertensive gastropathy
Varises Esofagus Aorto-enteric fistula
Gastritis Angiodisplasia
Obat-obatan (NSAIDs, aspirin, steroid, Haemobilia
trombolitik, antikoagulan) Lesi Dieulafoy
Esofagitis Meckel’s diverticulum
Duodenitis Peutz-Jeghers’ syndrome
Malignansi Osler-Weber-Rendu syndrome

Penyebab tersering dari pendarahan saluran makan bagian bawah adalah


diverikel kolon, angiodisplasia dan colitis iskemik. Pendarahan saluran cerna
bagian bawah yang bersifat kronik biasanya disebabkan oleh pendarahan
hemoroid dan neoplasia kolon. Penyebab lain dari pendarahan saluran cerana
bagian bawah adalah divertikel meckel, intusepsi, varises di ileukolon dan di
anorektal pada hipertensi porta. Penyebab yang jarang seperti fistula autoenterik,
ulkus rektal dan ulkus di caecum.3

1.5. Patofisiologi
1.5.1. Varises Esofagus
4

Esofagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul


akibat sirosis dan hipertensi portal. Vena esophagus bagian leher mengalirkan
darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan di bawah diafragma vena esophagus
masuk kedalam vena gastrika sinistra. Hubungan vena porta dan vena sistemik
memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi porta. Aliran kolateral
melalui vena esophagus menyebabkan terbentuknya varises esophagus (vena
verikosa esophagus) yaitu jika tekanan gradien tekanan vena hepatika (HVPG)
>10mmHg. Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang
bersifat fatal (HVPG >12 mmHg).6
Pasien dengan perdarahan varises memiliki prognosa yang lebih buruk
dibandingkan dengan sumber perdarahan lain pada perdarahan saluran cerna
bagian atas. Terapi endoskopi untuk perdarahan akut dan eradikasi varises
esophagus secara signifikan mengurangi perdarahan dan mortaliti. Ligasi
merupakan terapi pilihan untuk varises esophagus karena kejadian perdarahan
berulang yang sedikit, angka mortaliti yang rendah dan komplikasi lokal minimal
dibanding skleroterapi.6
1.5.2. Tukak Peptik
Perdarahan merupakan penyulit tukak peptic yang paling sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit. Walaupun
ulkus disetiap tempat mengalami perdarahan, namun tempat tersering adalah
dinding posterior bulbus duodenum, karena ditempat ini dapat terjadi erosi arteri
pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis.
Pada kasus ulser yang dikaitkan dengan perdarahan saluran cerna bagian
atas, terowongan ulser menembus kedalam hingga mukosa gastroduodenal, proses
ini mengakibatkan kelemahan bahkan nekrosis pada dinding arterial,
mengakibatkan perkembangan pseudoaneurysm. Rupturnya dinding pembuluh
darah menimbulkan perdarahan.4
Tukak peptik sangat kuat dikaitkan dengan infeksi H.pylori. Organism ini
menyebabkam kerusakan pada barrier mukosa dan secara langsung yang berefek
inflamasi pada mukosa lambung dan duodenum Eradikasi H.pylori pada penderita
tukak peptik menurunkan rekurensi perdarahan sampai <5%. Sepertiga penderita
5

dengan tukak peptik akan mengalami perdarahan kembali dalam waktu 1-2 tahun
ke depan.4,7
1.5.3. Gastritis
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau lokal. Pada gastritis terdapat
lesi mukosa sehingga tidak menimbulkan berdarahan yang massif. Perkembangan
penyakit yang paling sering akibat penggunaan NSAID, alcohol, dan stress.
Setengah dari pasien dengan riwayat penggunaan NSAID kronis memiliki erosi
(15-30% memiliki ulser), lebih dari 20% peminum alcohol aktif dengan gejala
perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki erosi dan perdarahan subepitelial.
Luka mukosa gastrik terkait stres terjadi hanya pada pasien sakit ekstrim seperti
yang mengalami trauma serius, operasi besar, terbakar lebih dari 1/3 permukaan
tubuh, penyakit intrakranial berat, dan penyakit berat lainnya.6
1.5.4. Mallory-Weiss
Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah
berat yang berlangsuung beberapa jam atau hari khususnya pada pasien alkoholik,
dapat ditemukan satu atau beberapa laserasi mukosa lambung mirip celah, terletak
memanjang , biasanya pada gaster (gastroesophageal junction), perdarahan
berhenti spontan pada 80-90% kasus.Terapi endoskopi diindikasikan untuk
perdarahan aktif robekan Mallory-Weiss. Terapi angiografi dengan embolisasi dan
terapi operasi jarang dilakukan.6
1.5.5. Gastropati OAINS
Mekanisme OAINS menginduksi traktus gastrointestinal tidak sepenuhnya
dipahami. OAINS merusak mukosa lambung melalui dua mekanisme, yaitu:
topikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena OAINS
bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudahkan trapping ion hidrogen
masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik OAINS lebih penting
yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun secara
bermakna. Prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang sangat penting
bagi mukosa lambung yang dilakukan dengan cara menjaga aliran mukosa,
meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat serta meningkatkan epitel
6

defensif. Prostaglandin memperkuat mukosa lambung, duodenum dengan


meningkatkan pospolipid mukosa, sehingga meningkatkan hidrofobisitas mukosa
dengan demikian mencegah difusi balik ion hidrogen. Selain itu, prostaglandin
juga menyebabkan hiperplasia mukosa lambung, duodenum ( terutama di anatar
antrum lambung), dengan memeperpanjang daur hidup sel-sel yang sehat tanpa
meningkatkan aktivitas proliferasi.5
Elemen kompleks yang melindungi mukosa gastroduodenal merupakan
prostaglandin endogen yang disintesis di mukosa gasteointestinal bagian atas.
Siklooksigenase merupakan tahap katalikator dalam produksi prostaglandin dari
asam arakhidonat.endotel caskular secara terus menerus menghasilkan vasodilator
prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan (COX-1) akan timbul
vasokontriksi sehingga aliran darah akan turun dan menyebabkan nekrosis epiel.8
Sebagian besar obat OAINS bekerja sebagai inhibitor non selektif enzim
siklooksigenase, dimana obat ini menghambat isoenzim COX1 dan COX2.
Penghambatan COX oleh OAINS ini lebih lanjut dikaitan dengan perubahan
produksi mediator inflamasi. Sebagai konsekuensi penghambatan COX-2 terjadi
sintesa leukotrien. Leukotrien ini akan memberikan kontribusi terhadap cedera
mukosa lambung dengan mendorong iskemik jaringan dan peradangan.8

1.6. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis perdarahan saluran cerna bagian atas bisa beragam
tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah
perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak.2
Kemungkinan pasien datang dengan anemia defisiensi besi akibat
perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama hematemesis dan atau melena
disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik.1

Ada 3 gejala khas perdarahan saluran cerna :8


1. Hematemesis
7

Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran makanan


bagian atas, yang berwarna coklat merah atau “ coffee ground”.
2. Hematochezia
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran
makanan bagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran
makanan bagian atas yang sudah berat.
3. Melena
Feses yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam
lambung, biasanya mengindikasikan perdarahan saluran makanan bagian atas,atau
perdarahan daripada usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber
lainnya. Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, dyspnea.

1.7. Diagnosis
Diagnosis dapat dilakukan lewat anamnesis, pemeriksaan fisik, hingga
pemeriksaan penunjang yang mendukung kelainanan pada pasien. Pada dasarnya
perdarahan saluran cerna bagian atas (PSMBA) bukanlah diagnosa definitif
melainkan sebuah manifestasi klinis dari berbagai penyakit di saluran cerna
bagian atas yang mungkin bisa menyebabkan perdarahan di saluran cerna. Saluran
cerna bagian atas adalah saluran cerna yang letaknya berada di bagian atas
ligamentum treitz. Tugas utama dalam menegakkan diagnosis PSMBA adalah
mencari penyebab atau etiologi utama yang menyebabkan perdarahan.9
Diagnosis dapat dimulai dari anamnesis terhadap gejala yang muncul, baik
itu muntahan dan juga feses yang keluar. Dapat ditanyakan atau dilihat langsung
warna dari muntahan, warna dari feses yang keluar. Bedakan jenis muntahan
dengan jelas apakah berwarna merah segar, merah bercampur dengan cairan atau
berwarna hijau. Hal yang sama juga dilakuakn terhadap feses, apakah feses
berwrna meraha segar, merah pucat, hitam atau menetes-netes. Kedua hal ini
sangat membantu untuk mengarahkan diagnosa dan letak perdarahan yang terjadi.
Selain itu pemasangan NGT juga dapat dilakukan untuk melihat perdarahan yang
tidak jelas dan bisa juga menentukan lokasi perdarahan yang mungkin terjadi. 10
Penelusuran penyakit sebelumnya juga perlu ditanyakan untuk menghubungkan
8

kemungkinan kondisi penyakit sekarang disebabkan oleh penyakit terdahulu.


Penggunaan obat-obatan dan juga umur pasien harus ditanyakan untuk
menegakkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.9
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk melihat profil darah, urin dan
juga feses. Dari pemeriksaan darah rutin, kadar Hb perlu diperhatikan untuk
melihat perlu atau tidaknya tindakan transfusi, nilai yang lain tetap
dipertimbangkan untuk melihat kemungkinan ada infeksi dan juga hal lain. Pada
pemeriksaan feses rutin untuk melihat perdarahan lewat profil sel darah merah, sel
darah putih yang terdapat dalam feses.9
Sarana diagnostik lain yang dapat digunakan pada kasus perdarahan
saluran makanan ialah endskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium,
radionuklid, dan angiografi. Pemilihan sarana bergantung klinisi dan tingkat
kepentingan. Pada semua pasien dengan asal perdarahan yang tidak jelas,
pemeriksaan dengan endoskopi sangat baik sebagai pilihan dan sebagian besar
kasus perdarahan bisa ditegakkan.Selain itu endoskopi dapat juga dijadikan terapi.
Endoskopi juga menunjukkan aktivitas perdarahan yang terjadi seperti pada tukak
peptik yang sudah diklasifikasikan oleh Forest. Berikut kalsifkasi Aktivitas
perdarahan berdasarkan Forest.2

Tabel 1.2. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Tukak Peptik menurut Forest


Grade Aktivitas Perdarahan Kriteria Endoskopis
9

Forest Ia Perdarahan Akut Perdarahan arteri


menyembur
Forest Ib Perdarahan aktif Perdarahan merembes
Forest II Perdarahan berhentidan masih Gumpalan darah pada dasar
terdapat sisa-sisa perdarahan tukak atau terlihat
pembuluh darah
Forest III Perdarahan berhenti tanpa sisa Lesi tanpa tanda sisa
perdarahan perdarahan
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V 2009 hal 449

1.8. Diagnosa Banding


Perdarahan saluran cerna atas dapat disebabkan oleh banyak etiologi,
berikut adalah penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas.
1. Perdarahan dari hidung dan pharynx
2. Hemoptysis yang tertelan
3. Esophagogastric (Mallory-Weiss)
4. Esophageal rupture (Boerhaave's syndrome)
5. Inflamasi dan erosi (esophagitis, gastritis, duodenitis)
6. Peptic ulcer dari esophagus, stomach, duodenum, or surgical anastomosis
7. Dieulafoy's lesion (ruptured mucosal artery)
8. Varices of esophagus, stomach, or duodenum
9. Neoplasma (carcinoma, lymphoma, leiomyoma, leiomyosarcoma, polyps)
10. Vascular-enteric fistula
Karena banyaknya etiologi yang mungkin, maka perlu mengenali kelainan di atas
dengan jelas.9

1.9. Penatalaksanaan
Terapi yang dapat diberikan dapat berupa non-endoskopis, endoskopi,
radiologi dan pembedahan.
1.
Non-endoskopis
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan
adalah kumbah lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur
10

ini diharapakan mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses


hemostatik, namun demikian manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak
terbukti. Kumbah lambung ini sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan
endoskopi dan dapat dipakai untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan.2
Terapi farmakologi yang dapat digunakan dapat berupa vitamin K pada
pasien dengan penyakit hati kronis yang mengalami PSMBA. Vasopresin dapat
menghentikan perdarahan lewat efek vasokonstriksi pembuluh darah splankik,
menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta menurun. Pemberian
vasopresin dengan mengencerkan sediaan vasopresin 50 unit dalam 100 ml
dekstrose 5% diberikan 0,5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang
3-6 jam. Efek samping yang mungkin muncul adalah insufisiensi koroner
mendadak , oleh karena itu pemberianya dapat disertai dengan preparat nitrat.2
Somastatin dan analognya (ocreotide) diketahui dapat menurunkan aliran
darah splankik, khasiatnya lebih selektif dibanding vasopressin. Dosis pemberian
somastatin, diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam
selama 12-24 jam atau samapai perdarahan berhenti.2
Obat-obatan golongan anti sekresi asam yang dilaporkan bermanfaat pada
PSMBA oleh karena tukak peptic adalah Golongan proton pump inhibitor seperti
Omeprazole 40 mg/12 jam. Selain itu antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor
H2 masih boleh diberikan untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa yang
menyebakan perdarahan.
11

Gambar 1.1. Protokol terapi pada PSMBA 2


Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V 2009 hal 450
12

Gambar 1.2. Protokol terapi PSMBA.2


Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V 2009 hal 450
13

Gambar 1.3. Protokol terapi PSMBA2


Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V 2009 hal 450
2.
Endoskopis2
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau
tukak dengan pembulh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi : 1. Contact
Thermal (monopolar atau bipolar elekrokoagulasi, heater probe), 2. Non-Contact
14

thermal (laser), 3. Non-thermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol,


alkohol, atau pemakaian klip).
Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena
varises esofagus. Ligasi varises merupakan pilihan utama untuk mengatasi varises
esofagus. Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat pemakaian
sklerosan, lebih sedikit frekuensi terjadinya ulserasi dan striktur. Skelroterapi
endoskopik sebagai alternatif bila ligasi endoskopik sulit dilakukan karena
perdarahan masif, terus berlangsung, atau teknik tidak memungkinkan.
3.
Terapi Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung
dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal
dan pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostatis yang bisa dilakukan
dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada
kontraindikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat
dipertimbangkan TIPS ( Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt)
4.
Pembedahan
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan
radiologi dinilai gagal.

1.10. Rujukan
Kompetensi dokter umum dalam masalah PSMBA adalah pengkajian awal
dan juga resusitasi awal dalam mengontrol tanda-tanda vital tetap stabil.
Selanjutnya dokter umum dapat merujuk pasien PSMBA untuk mendapatkan
terapi lanjutan berupa transfusi dan juga tindakan-tindakan operatif lainnya.
Selanjutnya dokter umum bertugas untuk Follow up perdarahan dan etiologi
penyebab.8Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 1 – 4 perawatan.
Adanya perdarahanulang atau komorbid sering memperpanjang masa perawatan.
Apabila tidak ada komplikasi,perdarahan telah berhenti dan hemodinamik stabil
serta risiko perdarahan ulang rendahpasien dapat dipulangkan . Pasien biasanya
pulang dalam keadaan anemis, karena ituselain obat untuk mencegah perdarahan
ulang perlu ditambahkan preparat Fe.10
15

1.11. Prognosis
Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri,
tetapi pada 20%dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi
pasien dapat mengalamiperdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakuka
assessmen yang lebih akurat untukmemprediksi perdarahan ulang dan mortalitas.10

1.12. Pencegahan10
1.12.1 Varises esofagus
Terapi medik dengan betabloker nonselektif.
Propanolol dimulai dengan dosis 20 mg per hari. Penurunan HVPG hingga
di bawah >12 mmHg akan menghilangkan resiko perdarahan dan peningkatan
angka harapan hidup. Alternatif lain untuk menilai tingkat efektifitas terapi
betabloker adalah dengan mengukur denyut nadi. Penurunan sebanyak 25% dari
baseline atau denyut nadi sebesar 55-60 kali per menit merupakan tujuan standard
terapi betabloker. Terapi endoskopi dengan skleroterapi atau ligasi.
1.12.2. Tukak peptik
Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu
Bila ada infeksi helicobacter pilory perlu dieradikasi. Terapi triplet yang banyak
digunakan saat ini :
- PPI 2x1 (Omeprazole 2x20 mg/hari) + Amoksisilin 2x1000 +
Kloritromisin 2x500 rejimen terbaik
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Kloritromisin 2x500 bila alergi penisin
- PPI 2x1+ Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x1000 : kombinasi yang
termurah
- PPI 2x1+ Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500 bila alergi terhadap
klaritromisin dan penisilin
Bila pasien memerlukan NSAID, diganti dulu dengan analgetik dan kemudian
dipilih NSAID selektif(non selektif) + PPI atau misoprostol.

BAB III
STATUS ORANG SAKIT
16

No. Reg. RS : 66.56.48


Tanggal Masuk : 31 Januari 2016
Jam : 23.50 WIB
Bed : RA 2 – II.3.1.

ANAMNESIS PRIBADI
Nama : Ibrahim Gurusinga
Umur : 69 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Pekerjaan : Petani
Suku : Padang
Agama : Islam
Alamat : Jl. Dewantara No.110

ANAMNESIS
☐Autoanamnese Alloanamnese
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Muntah Darah
Telaah :
- Hal ini dialami oleh O.S dalam 1 hari ini secara mendadak. Muntah darah
dialami os mulai jam 17.00 WIB sebanyak 3 kali. Isi muntah bercampur
dengan makanan dan minuman dengan volume muntah kira-kira 1,5 liter,
muntah berwarna hitam pekat.
- Riwayat muntah darah sebelumnya tidak dijumpai, riwayat perdarahan
spontan seperti mimisan, gusi berdarah dan lebam di kulit tidak dijumpai
dan riwayat BAB darah tidak dijumpai.
- Demam tidak dijumpai, batuk tidak dijumpai, sesak nafas tidak dijumpai,
sakit kepala dijumpai dalam 1 hari ini.
- Riwayat sakit kuning tidak dijumpai, riwayat darah tinggi dan sakit gula
disangkal O.S.
17

- Riwayat konsumsi alkohol tidak dijumpai, riwayat minum jamu-jamuan


dijumpai yaitu jamu Karo. Riwayat merokok dijumpai selama 49 tahun
dengan frekuensi 1 kotak per hari dan O.S berhenti merokok sejak muncul
keluhan ini.
- Riwayat kontak dengan dengan bahan kimia tidak dijumpai.
- Penurunan nafsu makan dijumpai dalam 1 hari ini, penurunan BB tidak
dijumpai.
- BAK (+) normal, BAK berpasir, tersendat atau nyeri saat BAK tidak
dijumpai. BAB (+) normal.

RPT : Tidak ada


RPO : Tidak ada

ANAMNESIS ORGAN

Jantung Sesak Napas : (-) Edema : (-)


Angina : (-) Palpitasi : (-)
Pectoris
Lain-lain : (-)

Saluran Batuk-batuk : (-) Asma, bronchitis : (-)


Pernapasan
Dahak : (-) Lain-lain : (-)

Saluran Nafsu Makan : Menurun Penurunan BB : (-)


Pencernaan
Keluhan : (-) Keluhan Defekasi : (-)
Menelan
Keluhan Perut : (-) Lain-lain : (-)

Saluran Sakit Buang : (-) Buang air kecil : (-)


18

Urogenital Air Kecil tersendat


Mengandung : (-) Keadaan Urin :Kuning Pekat
Batu
Haid : (-) Lain-lain : (-)

Sendi dan Sakit : (-) Keterbatasan : (-)


Tulang Pinggang Gerak
Keluhan : (-) Lain-lain : (-)
Persendian

Endokrin Haus/Polidipsi : (-) Gugup : (-)


Poliuri : (-) Perubahan Suara : (-)
Polifagi : (-) Lain-lain : (-)

Saraf Pusat Sakit Kepala : (+) Hoyong : (-)


Lain-lain : (-)

Darah dan Pucat : (+)Wajah Perdarahan : (-)


Pembuluh Petechiae : (-) Purpura : (-)
darah Lain-lain : (-)

Sirkulasi Claudicatio : (-) Lain-lain : (-)


Perifer Intermitten

ANAMNESIS FAMILI : Tidak ada riwayat keluarga yang mempunyai


penyakit yang sama

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS
Keadaan Umum Keadaaan Penyakit
Sensorium : CM Pancaran Wajah : Pucat
Tekanan Darah : 100/70 mmHg Sikap Paksa :-
Nadi : 88x/i, reg, t/v cukup Reflek Fisiologis :+
Pernapasan : 20 x/i Reflek Patologis :-
Temperatur : 37,0C (axilla)
19

Keadaan Gizi :
TB : 160 cm
BW = BB : 55 kg

RBW = 91.67 %

IMT = kg/m2

Kesan : Normoweight

KEPALA :
Mata : Konjungtiva palp. inf. pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor ki=ka, diameter ±3 mm, reflex cahaya direk (+/+),
indirek(+/+), kesan = anemis.
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah : dalam batas normal
Gigi geligi : dalam batas normal
Tonsil/faring : dalam batas normal

LEHER :
Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (-)
Posisi trakea: medial, TVJ : R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain: (-)

THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris Fusiformis
20

Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernapas


Palpasi
Nyeri tekan : Tidak ada
Fremitus suara : Stem Fremitus kanan = kiri
Iktus : tidak terlihat, iktus teraba (+) di ICS V 1cm
medial LMCS
Perkusi
Paru
Batas paru-hati R/A : R: ICS V; A: ICS VI
Peranjakan : 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICS II LMCS
Batas kiri jantung : ICS V LMCS
Batas kanan jantung : ICS V LPSD
Auskultasi
Paru
Suara Pernapasan : Vesikuler
Suara Tambahan : Tidak ada
Jantung
M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolis(-), desah diastolis(-),
HR : 88 x/i, reguler, intensitas cukup

THORAX BELAKANG
Bentuk : Simetris Fusiformis
Palpasi : Stem Fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SP : Vesikuler
ST : Tidak ada

ABDOMEN
Inspeksi
21

Bentuk : Simetris
Gerakan lambung/usus : tidak terlihat
Vena kolateral : (-)
Caput medusae : (-)
Lain – Lain : (-)

Palpasi
Dinding Abdomen : Soepel

HATI
Pembesaran : (-)
Permukaan : (-)
Pinggir : (-)
Nyeri tekan : (-)
LIMFA
Pembesaran : (-)
GINJAL
Ballotement : (-)

UTERUS/OVARIUM : (-)

TUMOR : (-)
Perkusi
Pekak hati : (+)
Pekak beralih : (-)
Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain : (-)

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri / Kanan
22

INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan

GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)


Perineum : Intak
Sphincter ani : Ketat
Lumen : Kosong
Mukosa : Licin
Sarung tangan : Feses (+), Darah (+)

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH


Kiri Kanan Kiri Kanan
Deformitas Sendi : (-) (-) Edema : (-) (-)
Lokasi : (-) (-) Arteri : (+) (+)
Femoralis
Jari Tabuh : (-) (-) Arteri Tibialis : (+) (+)
Posterior
Tremor Ujung Jari : (-) (-) Arteri Dorsalis : (+) (+)
Pedis
Telapak Tangan : (-) (-) Refleks KPR : (+) (+)
Sembab
Sianosis : (-) (-) Refleks APR : (+) (+)
Eritema : (-) (-) Refleks : (+) (+)
Fisiologis
Lain – lain Refleks : (+) (+)
Patologis
23

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


Darah Kemih Tinja
Hb : 7,20 g% Warna : kuning Warna :Coklat
Eritrosit :2,55x106/mm3 pekat Merah
Leukosit :6,82x103/mm3 Protein : - Konsistensi : Lunak
Trombosit :222x103/mm3 Reduksi : - Eritrosit :5–8
Ht : 21,20 % Bilirubin :- Leukosit :0–1
MCV : 83,10 fL Urobilinogen : + Amoeba/Kista : –
MCH : 28.20 pg Sedimen Telur Cacing
MCHC : 34.00 g%
Eritrosit : 0 – 2 Ascaris :-
Hitung jenis : Leukosit : 2 – 6 Ankylostoma : -
Eosinofil : 3,20 % Silinder :  T. trichiura :-
Basofil : 0,400 % Epitel :3–5 Kremi :-
Neutrofil : 4,59 % Bakteri : 
Limfosit : 18,80 %
Monosit : 10.30 %

RESUME DATA DASAR


Keluhan Utama : Hematemesis
Telaah :
Hal ini dialami oleh O.S sejak 1 hari ini secara mendadak.
Frekuensi 3x/hari, bercampur makanan, volume 1,5 liter per
ANAMNESIS
hari. Sefalgia (+) dalam 1 hari ini, anemis (+) disadari dalam
1 hari ini disertai malaise. Riwayat minum jamu-jamuan (+)
yaitu jamu Karo. Penurunan nafsu makan (+). Merokok (+)
selama 49 tahun sebanyak 1 kotak perhari.
Keadaan Umum : Lemah
STATUS PRESENS Keadaan Penyakit : Sedang
Keadaan Gizi : Baik
24

Vital Sign
TD : 100/70 mmHg, HR : 88 x/i, RR : 20x/i, Temp. : 37.0C
Kepala
Mata : Anemis
Leher
Dalam batas normal
Thorax
PEMERIKSAAN FISIK Dalam batas normal
Abdomen
Dalam batas normal
Ekstremitas
Dalam batas normal
Colok Dubur
Perineum intak, lumen : kosong, ampula : feses berdarah,
spinkter ani : ketat, mukosa : licin.
Darah : Hb 7.20 g%, RBC : 2.55 x 106 /mm3
Urine : Warna : kuning pekat
LABORATORIUM
Hasil urinalisis dalam batas normal
RUTIN
Tinja : Warna : coklat kemerahan
Hasil feses rutin dalam batas normal
DIAGNOSA BANDING
1.Gastritis Erosiva 1.Perdarahan

2.Ulcer Bleeding 2.Penyakit Kronis


PSMBA
3.Stress Ulcer + Anemia ec dd 3.Defisiensi Besi
ec dd
4.Variceal Bleeding

5.Mallory Weiss Syndrome

DIAGNOSA PSMBA ec Gastritis Erosiva + Anemia ec Perdarahan

SEMENTARA
PENATALAKSANAAN Aktivitas : Tirah baring
Diet : Diet M II setelah puasa 6 jam, diet sonde via NGT

Tindakan Suportif :
25

1. IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i


2. O2 1-2 L/i via nasal canule
3. Pemasangan NGT
Medikamentosa:
1. Inj Omeprazole 80 mg bolus awal  40 mg/8 jam selama
3 hari
2. Inj Asam Tranexamat 500 mg/8 jam
3. Inj Vit K 1 amp/24 jam
4. Sucralfate 3x C I
5. R/ Transfusi PRC 3 bag @ 175 cc

Rencana Penjajakan
1. Elektrolit
2. HST (PT, APTT, TT, INR)
3. D-dimer, Fibrinogen
4. Gastrokopi, CLO, UBT
5. USG Abdomen
6. Anemia Profile (SI, TIBC, ferritin, reticulosit count, morfologi darah tepi)
26

FOTO THORAX (31 Januari 2016)

Kesan : Fibrosis + kalsifikasi paru kanan dan kiri ec. squalae proses spesifik yang
sudah tenang
27

Gastroskopi tanggal 2 Februari 2016:


28

Hasil : Giant Ulcer di Antrum

Ultrasonography pada tanggal 2 Februari 2016


29

Hasil :
32

BAB IV
FOLLOW UP

Minggu, 17 Januari 2016


S O A P
Terapi Rencana
Muntah Hitam (-), Vital Sign : PSMBA ec Gastritis Erosiva + Tirah Baring Transfusi PRC 3
Diet M II TKTP sonde via NGT
BAB Hitam (+) Sens : CM Anemia ec Perdarahan + bag @ 175 cc hari
Pemasangan NGT  Pasien Menolak
TD : 120/80 mmHg Skizofrenia O2 1 – 2 L/i via nasal canule ini
HR : 78 x/I, RR : 20 x/I, T: 36,5 oC IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/i
Inj. Omeprazole 40 mg/8 jam (H-2) Cek Darah
Inj Asam Tranexamat 500 mg/ 8 jam (H-2) Lengkap Post
Pemeriksaan Fisik : Inj Vit K 1 amp/24 jam (H-2)
Sucralfate Syr 3 x C II Transfusi
Kepala
Mata : Anemis
T/H/N : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Extrimitas : dalam batas normal
Senin, 18 Januari 2016
33

S O A P
Terapi Rencana
BAB Hitam (+), Sens : CM PSMBA ec Gastritis Erosiva + Tirah Baring USG Abdomen
Diet M II TKTP sonde via NGT
Muntah Hitam (+) TD : 160/90 mmHg Anemia ec Perdarahan + Gastrokopi
Pemasangan NGT  Pasien Menolak
HR : 80 x/i Skizofrenia + Hipoalbuminemia O2 1 – 2 L/i via nasal canule Konsul Psikiatri
RR : 20 x/i (2,1) IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/i Konsul HOM
Inj. Omeprazole 40 mg/8 jam (H-3)
Temp : 36.8 oC Inj Asam Tranexamat 500 mg/ 8 jam (H-3)
Inj Vit K 1 amp/24 jam (H-3)
Sucralfate Syr 3 x C II
Pemeriksaan Fisik :
Substitusi Albumin 20%
Kepala
(3,0 – 2,1) x 60 x 0.8
Mata : Anemis
= 43.2 mEq  kebutuhan 2 fls, 1 fls perhari
T/H/N : dalam batas normal
Jawaban konsul psikiatri pasien didiagnosis
Leher : dalam batas normal
dengan skizofrenia residual dan diberi terapi
Thorax : dalam batas normal
1. Risperidone 2mg, 2 x 1
Abdomen : dalam batas normal
2. Alprazolam 0,5 mg, 1x1
Extrimitas : dalam batas normal
3. Hexymer 2 mg, 2 x 0.5

Hasil Lab Post Transfusi


Hb/RBC/WBC/Ht/PLT :
34

8.10/3.00/9.29/26.10/199
35

Selasa, 19 Januari 2016


S O A P
Terapi Rencana
BAB Hitam (+), Sens : CM PSMBA ec Gastritis Erosiva + Tirah Baring Gastrokopi 
Diet M II + Ekstra Putih Telur 6 butir
Muntah Hitam (-) TD : 140/70 mmHg Anemia ec Perdarahan + Pasien menolak
perhari Cek DR,
HR : 88 x/i Skizofrenia Residual +
O2 1 – 2 L/i via nasal canule
RR : 24 x/i Hipoalbuminemia (2,1) post IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/i Albumin post
Inj. Omeprazole 40 mg/8 jam (H-2) substitusi
Temp : 37.3 oC substitusi
Inj Asam Tranexamat 500 mg/ 8 jam
(H-2)
Pemeriksaan Fisik : Inj Vit K 1 amp/24 jam (H-2)
Sucralfate Syr 3 x C II
Kepala
Risperidone 2mg, 2 x 1
Mata : Anemis
Alprazolam 0,5 mg, 1x1
T/H/N : dalam batas normal
Hexymer 2 mg, 2 x 0.5
Leher : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Extrimitas : dalam batas normal

Rabu, 20 Januari 2016


36

S O A P
Terapi Rencana
BAB hitam (-), Sens : CM PSMBA ec Gastritis Erosiva + Tirah Baring Gastrokopi,
Diet M II + Ekstra Putih Telur 6 butir
Muntah Hitam (-) TD : 160/80 mmHg Anemia ec Perdarahan + kolonoskopi
perhari
HR : 86 x/i Skizofrenia Residual +
O2 1 – 2 L/i via nasal canule
RR : 26 x/i Hipoalbuminemia IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/i
Omeprazole 2 x 20 mg
Temp : 36.8 oC
Inj Asam Tranexamat 500 mg/ 8 jam
(H-2)
Pemeriksaan Fisik : Inj Vit K 1 amp/24 jam (H-2)
PCT 3x500 mg (k/p)
Kepala
Sucralfate Syr 3 x C II
Mata : Anemis
Risperidone 2mg, 2 x 1
T/H/N : dalam batas normal
Alprazolam 0,5 mg, 1x1
Leher : dalam batas normal
Hexymer 2 mg, 2 x 0.5
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Extrimitas : dalam batas normal

Hasil Lab Post Substitusi Albumin


Hb/RBC/WBC/Ht/PLT :
37

7.80/2.97/6.42/25.60/24.5
Albumin : 2.9

Kamis, 21 Januari 2015


S O A P
Terapi Rencana
BAB Hitam (-), Sens : CM PSMBA ec Gastritis Erosiva + Tirah Baring
38

Muntah Hitam (-) TD : 160/80 mmHg Anemia ec Perdarahan Skizofrenia Diet M II + Ekstra Putih Telur 6 butir
HR : 92 x/i Residual + Hipoalbuminemia perhari
O2 1 – 2 L/i via nasal canule
RR : 24 x/i
IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/i
Temp : 36,8 oC Omeprazole 2 x 20mg
Inj Asam Tranexamat 500 mg/ 8 jam
(H-2)
Pemeriksaan Fisik :
Inj Vit K 1 amp/24 jam (H-2)
Kepala Sucralfate Syr 3 x C II
Mata : Anemis Risperidone 2mg, 2 x 1
T/H/N : dalam batas normal Alprazolam 0,5 mg, 1x1
Leher : dalam batas normal Hexymer 2 mg, 2 x 0.5
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Extrimitas : dalam batas normal
39

BAB 4
DISKUSI

TEORI KASUS
Etiologi: Etiologi:
Dalam literatur Oxford Handbook of Dari hasil anamnesis didapati bahwa
Clinical Medicine, 2010, penyebab pasien memiliki riwayat mengkonsumsi
perdarahan saluran cerna bagian atas puyer bintang 7 selama 10 tahun. Puyer
yang paling sering ditemukan adalah: bintang 7 memiliki komposisi asetosal
- ulkus peptikum, didalamnya yang mana merupakan
- sindroma Mallory Weiss,
golongan NSAID yang sering ditemukan
- varises esofagus,
sebagai penyebab PSMBA.
- erosi gastritis,
- penggunaan NSAID,
- steroid, anti-trombolitik, anti koagulan,
- esophagitis,
- duodenitis,
- keganasan,
- idiopatik
Diagnosis: Diagnosis:
PSMBA bukanlah diagnosis defenitif Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
melainkan sebuah manifestasi klinis fisik awal, serta pemeriksaan penunjang
dari berbagai penyakit di saluran pasien didiagnosis dengan PSMBA ec
cerna bagian atas yang mungkin bisa gastritis erosifa
menyebabkan perdarahan saluran
cerna.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan
anamesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan: Penatalaksanaan:
1. Endoskopi
1. Inj Omeprazole 80 mg bolus awal 
2. Non endoskopi
 Kubah lambung 40 mg/8 jam selama 3 hari
 PPI 2. Inj Asam Tranexamat 500 mg/8 jam
40

3. Inj Vit K 1 amp/24 jam


4. Sucralfate 3x C I
Pencegahan: Pencegahan:
PPI merupakan obat pilihan dalam
PPI yang digunakan pada pasien ini
pengobatan serta pencegahan
adalah omeprazole, sebagai pengobatan
kerusakan gastroduodenal akibat
dan juga pencegahan.
NSAID.
Omeprazole lebih efektif dibanding
ranitidine dalam mencegah terjadinya
gastritis akibat NSAID, maupun
dalam penyembuhan lesi mukosanya.

BAB 5
KESIMPULAN
41

Perempuan, Ny.S.A.P, usia 50 tahun menderita PSMBA ec Gastritis Erosiva +


Anemia ec perdarahan + Haemoroid Interna dan Externa + Skizofrenia yang
ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dan
diberi penatalaksanaan:
1. Tirah Baring
2. Puasa 6 jam dilanjutkan dengan diet M II sonde via NGT
3. Pemasangan NGT
4. O2 1 – 2 L/i via nasal canule
5. IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/i
6. Omeprazole 2 x 20mg
7. Inj Asam Tranexamat 500 mg/ 8 jam
8. Inj Vit K 1 amp/24 jam
9. Sucralfate Syr 3 x C II
10. Risperidone 2mg, 2 x 1
11. Alprazolam 0,5 mg, 1x1
12. Hexymer 2 mg, 2 x 0.5
Dengan prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Funtionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. Dite P, Labrecque D, Fried M, Gangl A, Khan AG, Bjorkman D, et al.


Esophageal varices. World gastroenterology organisation practise guideline
42

2007. Available from: http://www.worldgastroenterology.org/graded-evidence-


access.html., Accessed January 6, 2012.
2. Pangestu A. Pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, ed. Ilmu penyakit
dalam. Edisi 1. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hal. 1873-80.
3. Abdullah M. Perdarahan saluran cerna bagian Bawah (Hematokezia dan
Pendarahan Samar). Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, ed. Ilmu penyakit dalam. Edisi 1. Jakarta: Interna Publishing;
2009. hal. 1881-87.
4. Vaezi MF. Upper gastrointestinal bleeding. In: Vaezi MF, Park W, Swoger J,
eds. Esophageal diseases. Oxford: An imprint of atlas medical publishing Ltd;
2006. p. 110-4.
5. Anonymous. Portal hypertension & cirrhosis 2010. Available from:
http://www.scribed.com/doch/25439382/gi-pathophysiology.,
6. Ala I, Sharara S, Don C, Rockey R. Gastroesophageal variceal hemorrhage. N
Engl J Med 2001. Available from: www.nejm.org., Accessed January 6, 2012.
7. John R, Saltzman S. Acute upper gastrointestinaleeding. In: Greenberger N,
Blumberg R, Burakoff R, eds. Current diagnosis & treatment:
gastroenterology. Hepatology & Endoscopy. 2nd ed. USA: McGraw Hill
Companies Inc; 2009. p. 324-42.
8. Wilson LMC. Esofagus. Dalam: Price SA, Wilson LMC, ed. Patofisiologi.
Edisi 4. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2002. hal. 357-450.
Accessed January 6, 2012.
9. Bendtsen F, Krag A, Moller S. Treatment of acute variceal bleeding. Digestive
and liver disease 2008. Available from: www.sciencedirect.com., Accessed
January 25, 2012.
10. Treger R, Kulkami R. Sengstaken-Blakemore Tube 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/81020-overview., Accessed January
25, 2012.

Anda mungkin juga menyukai