Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSHIP

Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas

Disusun oleh :
Nama : dr. Nadia Kemalasari
Periode : 22 Mei 2021 – 21 September 2021

Dokter Pembimbing :
dr. Banguntua Siregar, Sp.PD

Dokter Pendamping:
dr. Hj. Elly Surmaita, MKT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR H KUMPULAN PANE


KOTA TEBING TINGGI
2021
i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus : Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas


Nama Dokter Internsip : Nadia Kemalasari

Telah dipresentasikan pada hari Agustus 2021

PENDAMPING PEMBIMBING

dr. Hj. Elly Surmaita, MKT dr. Banguntua Siregar, Sp, PD


ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “Perdarahan
Saluran Makan Bagian Atas”.
Penulisan laporan kasus ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan sebesar-
besarnya kepada dr. Banguntua Siregar, Sp.PD sebagai konsulen pembimbing yang
telah bersedia membimbing dan memberikan masukan dan kritikan dalam
penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat waktu.
Penulis menyadari dalam penulisan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari semua
pihak di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan
menambah wawasan bagi semuanya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Tebing Tinggi, Agustus 2021

Penulis
iii

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan............................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Tujuan ............................................................................................... 2
1.3. Manfaat ............................................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 3


2.1. Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas ......................................... 3
2.1.1. Definisi................................................................................. 3
2.1.2. Epidemiologi ........................................................................ 3
2.1.3. Etiologi................................................................................. 4
2.1.4. Faktor Resiko ....................................................................... 5
2.1.5. Patofisiologi ......................................................................... 6
2.1.6. Manifestasi Klinis ................................................................ 7
2.1.7. Diagnosa .............................................................................. 8
2.1.8. Diagnosa Banding .............................................................. 11
2.1.9. Penatalaksanaan ................................................................. 11
2.1.10. Prognosis ............................................................................ 17

BAB 3 LAPORAN KASUS .............................................................................. 18


BAB 4 FOLLOW – UP ..................................................................................... 27
BAB 5 DISKUSI KASUS.................................................................................. 29
BAB 6 KESIMPULAN ..................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 33
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (PSMBA) adalah kehilangan darah
dalam lumen saluran cerna yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum treitz,
mulai dari esofagus, gaster, duodenum sampai pada bagian atas dari jejunum.
Sebagai salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia
yang signifikan, perdarahan dari saluran makan bagian atas kira-kira 4 kali lebih
umum daripada pendarahan dari saluran makan bagian bawah. Tingkat kematian
dari PSMBA adalah 6-10% secara keseluruhan.2
Kejadian PSMBA, 2 kali lipat lebih besar pada pria daripada pada wanita,
di semua kelompok usia; Populasi dengan PSMBA telah menjadi semakin tua,
Kematian meningkat dengan bertambahnya usia (> 60 tahun), baik pada pria dan
wanita, bersamaan dengan peningkatan komorbiditas signifikan yang
meningkatkan angka kematian.3
Satu atau lebih penyakit komorbid dijumpai pada 98,3% mortalitas pasien
PSMBA; Pada 72,3% pasien, penyakit komorbid meupakan penyebab primer
kematian dibandingkan kejadian perdarahannya. Perdarahan ulangan atau
perdarahan berlanjut dikaitkan dengan peningkatan mortalitas; Oleh karena itu,
penting membedakan pasien beresiko rendah terjadi perdarahan ulang dan
komorbiditas kecil dengan pasien beresiko tinggi untuk terjadinya perdarahan ulang
dan komorbiditas serius.3
Penyakit ulkus peptik merupakan penyebab paling umum dari PSMBA.
Dalam sebuah tinjauan literatur yang melibatkan lebih dari 10.000 pasien dengan
PSMBA, ulkus peptik bertanggung jawab atas 27-40% dari semua episode
perdarahan. Populasi pasien berisiko tinggi berisiko terkena ulkus peptikum
termasuk orang yang memiliki riwayat penyalahgunaan alkohol, gagal ginjal
kronis, atau penggunaan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID).
2

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah:
1. Dapat mengerti dan memahami tentang Perdarahan Saluran Makanan Bagian
Atas (PSMBA).
2. Dapat menerapkan teori terhadap pasien dengan Perdarahan Saluran Makanan
Bagian Atas (PSMBA).
3. Sebagai persyaratan dalam memenuhi Program Internship Dokter Indonesia di
RSUD H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi.

1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan
pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan
wawasan kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang
Perdarahan Saluran Pencernaan Bagian Atas (PSMBA).
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perdarahan Saluran Makanan Bagian Atas

2.1.1. Definisi
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (PSMBA) adalah kehilangan darah
dalam lumen saluran cerna yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum treitz,
mulai dari esofagus, gaster, duodenum sampai pada bagian atas dari jejunum.2

2.1.2. Epidemiologi
Perdarahan saluran cerna merupakan salah satu kasus kegawatan di bidang
gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan di bidang kesehatan
dunia. Selama empat dekade terakhir ini tidak terdapat
perubahan angka kejadian meskipun telah dicapai kemajuan dalam pengelolaan
atau terapi.3 Peningkatan insidensi di sebagian negara berhubungan dengan
penggunaan aspirin dan obat antiinflamasi non steroid (OAINS). Selain itu,
prevalensi perdarahan PSMBA sangat bervariasi berdasarkan umur, jenis kelamin
dan beberapa faktor lainnya. Hasil akhir berupa perdarahan ulang dan kematian
merupakan akibat dari penatalaksanaan yang kurang adekuat.4
Di Amerika Serikat angka kejadiannya berkisar antara 50-150 per 100.000
penduduk per tahun. Angka kematiannya bervariasi antara 4-14% tergantung pada
kondisi pasien dan penanganan yang tepat.5,6 Pasien dengan komplikasi atau tanpa
komplikasi di Amerika serikat rata-rata lama rawat inap adalah 4,4 dan 2,7 hari.7
Umumnya 80% dari kasus dapat berhenti dengan sendirinya. 10% kasus
4

membutuhkan prosedur intervensi untuk mengontrol perdarahan.7 Insidensi


PSMBA lebih besar dua kali lipat pada laki- laki dibandingkan perempuan, namun
rasio mortalitasnya sama pada kedua jenis kelamin. Populasi dengan PSMBA
secara progresif memiliki usia yang lebih tua, dengan peningkatan kejadian
gangguan komorbiditas yang meningkatkan mortalitasnya. Mortalitas meningkat
seiring dengan meningkatnya umur (>60 tahun) pada laki- laki maupun
perempuan.21

2.1.3. Etiologi

Terdapat perbedaan distribusi penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas


(PSMBA) di Indonesia dengan laporan pustaka Barat.8 Penyebab terbanyak di
Indonesia adalah perdarahan varises karena sirosis hati (65%), sedangkan di
negara Eropa dan Amerika adalah perdarahan non variceal karena ulkus peptikum
(60%).2 Penyebab lain yang jarang meliputi, Malory Weiss tears, duodenitis
erosive, ulkus dielafoy (salah satu tipe malformasi vaskuler), neoplasma,
aortoenteric fistula, GAVE (gastric antral vascular ectasia) dan gastropathy
prolapse.9

Kurang sering
Sering (common) Jarang
(less common)
Erosi/ gastropati gaster
Esofagitis
Ulkus esophagus
Lesi Dielafoy
Duodenitis erosive
Ulkus gaster Telangiektasis
Fistula
Ulkus duodenum Gastropati hipertensi portal
Aortoenterik
Varises esophagus GAVE (Gastric Antral
Hemobilia
Mallory Weiss tear Vascular Ectasia) =
Penyakit Pankreas
watermelon stomach
Penyakit Crhon’s
Varises gaster
Neoplasma
Tabel 2. Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas10
5

Ulkus gaster merupakan luka terbuka dengan pinggiran edema disertai


indurasi dengan dasar tukak ditutupi debris yang disebabkan oleh gangguan
keseimbangan antara faktor agresif/asam dan pepsin dengan defensif (mukus,
bikarbonat, aliran darah, prostaglandin). Berbagai penyebab ulkus gaster adalah
obat-obatan OAINS, infeksi h.pylori, stress. Pada ulkus akibat OAINS maupun usia
tua biasanya tidak memberikan keluhan, hanya diketahui ketika terjadi komplikasi
perdarahan dan perforasi.
Peptic ulcer dengan perdarahan merupakan penyebab tersering PSMBA akut.
Kondisi ini dikaitkan dengan erat dengan infeksi H. pylori. Organisme ini akan
mengakibatkan gangguan pada barier mukosa dan memiliki efek inflamatorik
langsung pada mukosa gaster dan duodenal. Pada PSMBA yang berhubungan
dengan ulserasi, bersamaan dengan ulserasi yang berada dalam di mukosa
gastroduodenal, proses ini akan mengakibatkan dinding pembuluh darah melemah
dan nekrosis, yang berujung pada pseudoaneurisma. Dinding pembuluh yang lemah
akan ruptur dan mengakibatkan perdarahan.21
Penggunaan OAINS mengakibatkan ulserasi gastroduodenal dengan cara
menginhibisi siklooksigenase, yang berujung pada penurunan sintesis
prostaglandin mukosal dan penurunan defense mukosa itu sendiri. Penggunaan
OAINS setiap hari meningkatkan kemungkinan seseorang terkena ulserasi gaster
sebanyak 40 kali lipat, dan ulserasi duodenal sebanyak 8 kali lipat. Penggunaan
OAINS berkepanjangan dihubungkan dengan 20% pembentukan ulserasi
mukosal.21

2.1.4. Faktor Risiko21


Populasi dengan usia yang relatif tua dan kondisi berprognosis buruk tetap
meningkatkan angka mortalitas walaupun sudah ada kemajuan dalam
penatalaksanaan kondisi ini. Pada PSMBA akibat ulkus peptikum, faktor risiko
yang mempengaruhi antara lain:
1. Konsumsi alkohol,
2. Gangguan ginjal kronik,
3. Penggunaan OAINS,
4. Usia yang relatif tua (>60 tahun),
5. Kelas sosioekonomi rendah.
6

Sedangkan, faktor risiko untuk perdarahan ulang pada PSMBA adalah:


1. Perdarahan arteri yang aktif atau ulserasi dengan pembuluh darah
yang tidak aktif namun tampak atau menonjol,
2. Pasien dengan infeksi H. pylori memiliki kemungkinan perdarahan
ulang yang rendah.

2.1.5. Patofisiologi

Lumen gaster memiliki pH yang asam. Kondisi ini berkontribusi dalam proses
pencernaan tetapi juga berpotensi merusak mukosa gaster. Beberapa mekanisme
telah terlibat untuk melindungi mukosa gaster. Musin yang disekresi sel-sel
foveola gastrica membentuk suatu lapisan tipis yang mencegah partikel makanan
besar menempel secara langsung pada lapisan epitel. Lapisan mukosa juga
mendasari pembentukan lapisan musin stabil pada permukaan epitel yang
melindungi mukosa dari paparan langsung asam lambung, selain itu memiliki pH
netral sebagai hasil sekresi ion bikarbonat sel-sel epitel permukaan. Suplai
vaskular ke mukosa gaster selain mengantarkan oksigen, bikarbonat, dan nutrisi
juga berfungsi untuk melunturkan asam yang berdifusi ke lamina propia. Gastritis
akut atau kronik dapat terjadi dengan adanya dekstruksi mekanisme-mekanisme
protektif tersebut, salah satunya pada kondisi stress, terjadi penurunan aliran darah
ke mukosa sehingga dapat terjadi iskemia dengan kerusakan lapisan mukosa
dengan kemungkinan berlanjut menjadi suatu ulkus peptikum. 11

Pada orang yang sudah lanjut usia, aterosklerosis merupakan salah satu
peran dalam penurunan aliran darah ke mukosa gaster. Hal ini menjadi suatu
stressor sehingga pembentukan musin berkurang sehingga rentan terkena gastritis
dan perdarahan saluran cerna (erosi hingga ulkus). OAINS dan obat antiplatelet
dapat mempengaruhi proteksi sel (sitoproteksi) yang umumnya
dibentuk oleh prostaglandin atau mengurangi sekresi bikarbonat yang
menyebabkan meningkatnya perlukaan mukosa gaster. Infeksi Helicobacter
pylori yang predominan di antrum akan meningkatkan sekresi asam lambung
dengan konsekuensi terjadinya tukak duodenum. Inflamasi pada antrum akan
7

menstimulasi sekresi gastrin yang merangsang sel parietal untuk meningkatkan


sekresi lambung. Perlukaan sel secara langsung juga dapat disebabkan konsumsi
alkohol yang berlebih. Alkohol merangsang sekresi asam dan isi minuman
berakohol selain alkohol juga merangsang sekresi asam sehingga menyebabkan
perlukaan mukosa saluran cerna. Penggunaan zat-zat penghambat mitosis pada
terapi radiasi dan kemoterapi menyebabkan kerusakan mukosa menyeluruh karena
hilangnya kemampuan regenerasi sel. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit komorbid pada perdarahan
PSMBA dan menjadi faktor risiko perdarahan PSMBA. Pada pasien DM terjadi
perubahan mikrovaskuler salah satunya adalah penurunan prostasiklin yang
berfungsi mempertahankan mukosa lambung sehingga mudah terjadi
perdarahan.11,12
Gastritis kronik dapat berlanjut menjadi ulkus peptikum. Merokok merupakan
salah satu faktor penyebab terjadinya ulkus peptikum. Merokok memicu
kekambuhan, menghambat proses penyembuhan dan respon terapi sehingga
memperparah komplikasi ulkus kearah perforasi.12

2.1.6. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinik yang sering terjadi adalah adanya hematemesis (muntah
darah segar dan atau disertai hematin/ hitam) yang kemudian dilanjutkan dengan
timbulnya melena (menandakan terjadi perdarahan sejumlah 50-100 ml atau lebih).
Hal ini terutama pada kasus dengan sumber perdarahan di
esofagus dan gaster. Sumber perdarahan di duodenum relatif lebih sering
bermanifestasi dalam bentuk melena atau tidak jarang dalam bentuk
hematochezia.8

Hal ini banyak dipengaruhi oleh jumlah darah yang keluar persatuan
waktu dan fungsi pilorus. Terkumpulnya darah dalam volume banyak dalam
waktu singkat akan menimbulkan refleks muntah sebelum komponen darah
tersebut bercampur dengan asam lambung (sehingga muntah darah segar). Hal ini
berbeda dengan perdarahan yang memberi kesempatan darah yang keluar terpapar
lengklap dengan asam lambung sehingga membentuk hematin hitam. Perdarahan
yang masif, terutama yang berasal dari duodenum, kadang tidak terpapar asam
8

lambung dan keluar peranum dalam bentuk darah segar (hematochezia) atau
merah hati (maroon stool).8

Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskular


akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda-tanda sebagai
berikut:13
1. Hipotensi (<90/60 mmHg atau Mean Arterial Presure (MAP)<70 mmHg)
dengan frekuensi nadi >100/menit
2. Tekanan diastolik ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg
3. Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15/menit.
4. Akral dingin.
5. Kesadaran menurun.
6. Anuria atau oliguria (produksi urine < 30ml/ jam)

2.1.7. Diagnosis

Diagnosis perdarahan PSMBA dibuat berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan


fisik, inspeksi dengan pemasangan nasogastric tube (NGT), pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan endoskopi, radionuclide scanning, radiografi barium
kontras.8

1. Anamnesis

Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah waktu terjadinya perdarahan,


perkiraan darah yang keluar, riwayat perdarahan sebelumnya, riwayat perdarahan
dalam keluarga, ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain, penggunaan obat-
obatan terutama anti inflamasi non steroid, penggunaan obat antiplatelet,
kebiasaan minum alkohol, kemungkinan adanya penyakit hati kronik, diabetes
mellitus, demam tifoid, gagal ginjal, hipertensi dan riwayat transfusi
sebelumnya.13

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan tekanan darah sederhana dapat memperkirakan seberapa banyak


pasien kehilangan darah. Kenaikan nadi >20 kali permenit dan tekanan sistolik
9

turun >10 mmHg menandakan telah banyak kehilangan darah. Pada pemeriksaan
fisik, akan ditemukan juga nyeri tekan pada daerah epigastrium.8

3. Inspeksi dengan NGT

Pemasangan NGT dan inspeksi aspirat dapat digunakan pada penilaian awal
kasus. Hal ini dianjurkan pada semua kasus perdarahan saluran makan kecuali pada
perdarahan kronik dengan hemodinamik stabil atau sudah jelas perdarahan SCBB.

Pada PSMBA dijumpai cairan berwarna kopi atau cairan darah segar sebagai tanda
bahwa perdarahan masih aktif. Bila sejak awal tidak dijumpai darah pada cairan
aspirasi, dianjurkan NGT tetap terpasang 12-24 jam untuk evaluasi. Aspirat warna
merah terang berarti pasien memerlukan pemeriksaan endoskopi segera baik untuk
evaluasi maupun perawatan intensif. Jika cairan aspirat berwarna seperti kopi, maka
diperlukan rawat inap dan pemeriksaan endoskopi dalam 24 jam pertama.14,15
Meskipun demikian aspirat normal tidak dapat menyingkirkan perdarahan PSMBA.
Studi melaporkan 15% kasus perdarahan PSMBA pemeriksaan NGT normal tetapi
terdapat lesi dengan risiko tinggi perdarahan (terlihat/ tidak terlihat pembuluh darah
dengan perdarahan) pada endoskopi.16

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium penunjang awal ditujukan untuk menilai kadar


hemoglobin, fungsi hemostasis, fungsi hati dan kimia dasar yang berhubungan
dengan status haemodinamik. Pemeriksaan kadar haemoglobin dan hematokrit
dilakukan secara serial (setiap 6-8 jam) agar dapat dilakukan antisipasi transfusi
secara lebih tepat serta untuk memantau lajunya proses perdarahan.8

Perbandingan BUN dan kreatinin serum dapat dipakai untuk memperkirakan asal
perdarahan, nilai puncak biasanya dicapai dalam 24-48 jam sejak terjadinya
perdarahan, normal perbandingan 20, di atas 35 kemungkinan berasal dari PSMBA,
di bawah 35 kemungkinan PSMBB.
10

5. Endoskopi Diagnostik

Endoskopi merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk diagnosis, dengan


akurasi diagnosis > 90%.17 Waktu yang paling tepat untuk pemeriksaan endoskopi
tergantung pada derajat berat dan dugaan sumber perdarahan. Dalam 24 jam
pertama pemeriksaan endoskopi merupakan standar perawatan yang
direkomendasikan. Pasien dengan perdarahan yang terus berlangsung, gagal
dihentikan dengan terapi suportif membutuhkan pemeriksaan endoskopi dini
(urgent endoscopy) untuk diagnosis dan terapi melalui teknik endoskopi.18,19
Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal
perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat
klasifikasi perdarahan ulkus peptikum atas dasar penemuan endoskopi yang
bermanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya.13

Aktivitas perdarahan Kriteria endoskopi

Forest Ia Perdarahan aktif - Perdarahan arteri menyembur

Forest Ib Perdarahan aktif - Perdarahan merembes

Forest II Perdarahan berhenti - Gumpalan darah pada dasar


dan masih tukak
terdapat sisa perdarahan atau terlihat pembuluh darah

Forest III Perdarahan berhenti - Lesi tanpa tanda sisa


tanpa sisa perdarahan perdarahan

Tabel 3. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Ulkus Peptikum Menurut Forest20

6. Radionuclide Scanning

Labeling sel darah merah pasien dengan menggunakan zat radioaktif yang
kemudian dimasukkan lagi dalam sistem sirkulasi pasien dapat menentukan lokasi
sumber perdarahan walaupun laju perdarahan relative sedikit (0,1 mililiter/menit),
tapi kurang spesifik untuk menentukan tempat perdarahan dibandingkan teknik
arteriografi.8
11

7. Arteriografi Selektif

Arteriografi selektif melalui aksis seliak, arteri mesenterika superior, arteri


mesenterika inferior dan cabangnya dapat digunakan untuk diagnosis, sekaligus
dapat untuk terapeutik. Pemeriksaan ini membutuhkan laju perdarahan minimal
0,5-1,0 mililiter permenit.8

8. Radiografi Barium Kontras21

Teknik pemeriksaan ini kurang direkomendasikan. Selain sulit untuk


menentukan sumber perdarahan, juga adanya zat kontras akan mempersulit
pemeriksaan endoskopi maupun arteriografi.8

2.1.8. Diagnosis Banding

• Aneurisma Aorta Abdominal


o Gastritis akut
o Barret Esophagus
o Kanker Esofagus
• Varises Esofageal
o Esofagitis
o Kanker Gaster
o Gastric Outlet Obstruction
• Ulser Gastrik
o Gastrinoma
o Peptic Ulcer Disease

2.1.9. Tatalaksana

Tujuan utama pengelolaan perdarahan PSMBA adalah penentuan status


hemodinamik dan resusitasi untuk menstabilisasi pasien agar evaluasi lebih lanjut
dan pengobatan dapat dilaksanakan. 12
12

a. Stabilisasi hemodinamik

Pada kondisi hemodinamik tidak stabil atau dalam keadaan renjatan, maka
proses resusitasi cairan (cairan kristaloid atau koloid) harus segera dimulai tanpa
menunggu data pendukung lainnya. Pilihan akses, jenis cairan resusitasi, kebutuhan
transfuse darah, tergantung derajat perdarahan dan kondisi klinis pasien. Cairan
kristaloid dengan akses perifer dapat diberikan pada perdarahan ringan sampai
sedang tanpa gangguan hemodinamik.8

Umumnya tidak diperlukan cairan kolod (misalnya dekstran) kecuali pada


kondisi hypoalbuminemia berat. Target resusitasi adalah hemodinamik
stabil, produksi urin cukup (>30 cc/jam), tekanan vena sentral 5-10 cm H2O,
kadar Hb tercapai (8-10 gr%).8 Tahapan yang dapat dilakukan antara lain:21

• Bebaskan jalan nafas.


• Pasangkan IV line bilateral, 16-gauge, pada lengan atas.
• Ganti setiap mililiter kehilangan darah dengan 3ml cairan kristaloid.
• Pemasangan kateter Foley untuk evaluasi output urin sebagai pedoman perfusi
ginjal.
• Terapi hemostatik endoskopi untuk ulserasi berdarah dan varises.
• Pembedahan untuk viskus yang perforasi.
• Pada pasien dengan peptic ulcer yang berat, gunakan PPI intravena dosis besar.

Transfusi darah diberikan pada perdarahan saluran cerna dengan pertimbangan:

1. Perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil

2. Perdarahan baru atau masih berlangsung diperkiran jumlahnya sekitar 1 liter


atau lebih.

3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan Hb < 10 gr% atau


hematokrit<30%

4. Terdapat tanda oksigenasi jaringan menurun


13

b. Stratifikasi Risiko dan Penatalaksanaan Preendoskopi

Untuk memprediksi risiko perdarahan ulang dan kematian dapat digunakan sistem
skoring Rockall. Semakin tinggi skor, semakin tinggi resiko terjadinya perdarahan
ulang dan kematian.20 Sistem skoring lain yang hanya menggunakan variable dari
klinik dan laboratorium tanpa pemeriksaan endoskopi, yaitu blatchord scoring
system.16 Skor klinis Rockall dan Blatchford berguna sebagai alat prognostik pada
pasien dengan kasus perdarahan akut gastrointestinal bagian atas.

0 1 2 3
Usia (tahun) <60 60-79 >80 -
SBP < 100
HR > 100 bpm
Syok Tidak ada mmhg -
(takikardi)
(hipotensi)
Gagal ginjal
Penyakit Hepar
Komorbid Tidak ada Tidak ada Gagal jantung
Metastasis
Kanker
Robekan Mallory
Weiss Keganasan
Diagnosis Diagnosis lain -
Tidak ada lesi PSMBA
Tidak ada SRH
Darah PSMBA,
bekuan
Tidak ada/titik
SRH mayor - melekat, visible -
hitam
vessel or
spurting vessel
Tabel 4. Skor Rockall, Skor ≤ 2 menandakan risiko rendah, pasien dapat segera
dipulangkan20
14

Variable Skor
Kadar Urea Darah(mmol/L)
2
≥ 6,5 – 7,9
3
8-9,9
4
10-24.9
6
≥25
Hemoglobin Laki-laki (g/dl)
1
≥12-13
3
10-11,9
6
<10
Haemoglobin Perempuan
(g/dl) 1
≥10-12 6
<10
Tekanan Darah
Sistolik(mmHg) 1
100-109 2
90-99 3
<90
Tanda-tanda lain
1
Denyut ≥100/ menit
1
Melena
2
Sinkop
2
Penyakit Hepar*)
2
Gagal jantung**)
Tabel 5. Skor Blatchford20 *)Riwayat atau klinis/temuan laboratorium yang
menandakan penyakit hepar; **)Riwayat atau klinis/ temuan ekokardiografi yang
menandakan gagal jantung. Skor 0 dikategorikan risiko rendah, pasien dapat
dipulangkan.

Skor Blatchford dianggap 0 apabila memenuhi seluruh kriteria berikut:

1. Level hemoglobin >12,9 g/dL (laki- laki) atau >11,9 g/dL (perempuan)
2. Tekanan darah sistolik >109 mmHg
3. Pulsasi <100 /menit
15

4. BUN level <6,5 mg/dL


5. Tidak ada melena atau sinkop
6. Tidak ada gangguan hati maupun gagal jantung yang pernah atau
sedang terjadi

c. Terapi Obat

PPI (Proton Pump inhibitor) merupakan pilihan utama dalam pengobatan


perdarahan PSMBA non variseal. Beberapa studi melaporkan efektifitas PPI dalam
menghentikan perdarahan karena ulkus peptikum dan mencegah perdarahan
berulang. PPI memiliki dua mekanisme kerja yaitu menghambat H+/K+ATPase
dan enzim karbonik anhidrase mukosa lambung manusia. Hambatan pada
H+/K+ATPase menyebabkan sekresi asam lambung dihambat dan pH lambung
meningkat.Hambatan pada pada enzim karbonik anhidrase terjadi perbaikan
vaskuler, peningkatan mikrosirkulasi lambung, dan meningkatkan aliran darah
mukosa lambung. PPI yang tersedia di Indonesia antara lain omeprazol,
lansoprazole, pantoprazole, rabeprazole, dan esomeprazole. PPI intravena mampu
mensupresi asam lebih kuat dan lama tanpa mempunyai efek samping toleransi.
Studi Randomized Controlled Trial (RCT) menunjukkan PPI efektif jika diberikan
dengan dosis tinggi intravena selama 72 jam setelah terapi endoskopi pada
perdarahan pada ulkus dengan stigmata endoskopi risiko tinggi misalnya, lesi
tampak pembuluh darah dengan atau tanpa perdarahan akut.17

Dosis rekomendasi omeprazol untuk stigmata resiko tinggi pada pemeriksaan


endoskopi adalah 80 mg/iv (bolus) diikuti dengan 8 mg/kgbb/jam infuse
(persediaan esomeprazole dan pantoprazole) selama 72 jam dilanjutkan dengan
terapi oral. Pada pasien dengan stigmata endoskopi risiko
rendah PPI oral dosis tinggi direkomendasikan. PPI oral diberikan selama 6-8
minggu setelah pemberian intravena, atau bisa lebih lama diberikan jika ada
infeksi Helicobacter pylori atau penggunaan regular aspirin, OAINS dan obat
antiplatelet.17

Pemberian antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan


untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan. Namun antagonis
16

reseptor H2 dalam mencegah perdarahan ulang PSMBA karena ulkus peptic kurang
bermanfaat. Penggunaan antifibrinolitik sebagai penghambat aktivasi plasminogen
ke plasmin, mencegah pecahnya fibrin dan menjaga stabilitas gumpalan, digunakan
untuk mencegah pendarahan yang berlebihan. Asam traneksamat adalah
antifibrinolitik yang sering digunakan untuk risiko perdarahan meningkat.

d. Terapi endoskopi

Ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau pembuluh darah yang
tampak. Hemostasisendoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena
varises esophagus. Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi
perdarahan varises esophagus.

e. Indikasi Operasi21

Intervensi surgikal primer harus dipertimbangkan pada pasien dengan viskus yang
terperforasi (misalnya pada ulser duodenal yang terperforasi, ulser gastrik yang
terperforasi, atau sindroma Boerhaave). Pada pasien yang tidak dapat dioperasi,
pengobatan konservatif dengan nasogastric suction dan antibiotik spektrum luas
dapat dipertimbangkan. Endoscopic clipping juga dapat digunakan pada pasien-
pasien tersebut.

Pembedahan emergensi pada PSMBA biasanya dilakukan untuk menjahit


pembuluh darah yang rusak pada perut atau dodenum (yang biasanya diidentifikasi
secara endoskopi sebelum operasi), vagotomi dengan piloroplasti, atau gastrektomi
parsial. Beberapa hal yang dipertimbangkan sebagai indikasi operasi adalah:

• Perdarahan yang berat dan mengancam nyawa yang tidak responsif terhadap
tindakan resusitatif.
• Kegagalan terapi medikal dan hemostasos endoskopik dengan perdarahan
berulang dan persisten.
• Adanya alasan lain untuk operasi (seperti perforasi, obstruksi, atau malignansi).
• Perdarahan yang berkepanjangan, dengan kehilangan ≥50% volume darah
pasien.
• Pasien dirawat di rumah sakit kedua kalinya untuk perdarahan peptic ulcer.
17

2.1.10. Prognosis21

Usia lebih dari 60 tahun merupakan sebuah marker independen untuk outcome
yang buruk dalam PSMBA, dengan angka mortalitas sekitar 12 – 25% pada pasien
golongan ini.
American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE) mengelompokkan
pasien dengan PSMBA berdasarkan usia dan kategori usia korelasi terhadap angka
mortalitas. ASGE mendapatkan angka mortalitas sebesar 3.3% pada kelompok usia
21-31 tahun, 10.1% pada pasien berusia 41-50 tahun, dan 14,4% pada pasien
dengan kelompok usia 71-80 tahun.
Beberapa faktor risiko ini dihubungkan dengan peningkatan mortalitas,
perdarahan berulang, dan kebutuhan untuk dilakukannya hemostasis endoskopik
ataupembedahan:

• Usia lebih dari 60 tahun


• Komorbiditas yang berat
• Perdarahan aktif (hematemesis yang jelas, adanya darah merah pada
pemasangan NGT, perdarahan segar per rektal)
• Hipotensi
• Transfusi sel darah merah ≥6 unit
• Koagulopati yang berat

Pada pasien dengan syok hemoragik angka mortalitas meningkat hingga 30%.
18

BAB III

LAPORAN KASUS

ANAMNESA PRIBADI
Nama : Rusmini
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jl. Wiraswasta, Lk II Brohol, Bajenis

ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Buang air besar hitam dan muntah hitam
Telaah : Hal ini dialami oleh os 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. BAB hitam dengan frekuensi +4 kali dengan konsistensi padat. Muntah
hitam dialami dengan frekuensi 2 kali dalam 1 hari terakhir. Mual dijumpai.
Riwayat perdarahan spontan (mimisan, gusi berdarah) tidak dijumpai. Os juga
merasa lemas dan pucat sejak 2 hari yang lalu. Os menyangkal riwayat konsumsi
alkohol dan minum jamu-jamuan. Penurunan nafsu makan dijumpai namun
penurunan berat badan tidak dijumpai. Demam dan sesak nafas tidak dijumpai.
BAK (+) dalam batas normal dengan volume ±1500ml/hari. Riwayat BAK
berdarah, berpasir tidak dijumpai. Riwayat penyakit lain tidak dijumpai. Riwayat
keluarga dengan keluhan yang sama tidak dijumpai.
19

ANAMNESA ORGAN
Jantung Sesak nafas :(-) Edema : ( - )
Angina pectoris :(-) Palpitasi : ( - )
Lain-lain : ( - )

Saluran Pernafasan Batuk-batuk :(-) Asma, bronchitis: ( - )


Dahak :(-) Lain-lain :(-)

Saluran Pencernaan Nafsu makan :( ) Penurunan BB : ( - )


Keluhan mengunyah : ( - ) Keluhan defekasi: (- )
Keluhan perut :(-) Lain-lain : ( - )

Saluran Urogenital Sakit buang air kecil : ( - ) BAK tersendat: ( - )


Mengandung batu :(-) Keadaan urin : ( - )
Lain-lain :(-)

Sendi dan Tulang Sakit pinggang :(-) Keterbatasan gerak:(-)


Keluhan persendian :(-) Lain-lain :(-)

Endokrin Haus/Polidipsi :(-) Gugup : ( - )


Poliuri :(-) Perubahan suara: ( - )
Polifagi :(-) Lain-lain : ( - )

Saraf Pusat Sakit kepala :(-) Hoyong : ( - )


Lain-lain : ( - )
20

Darah dan Pucat : ( + ) Perdarahan : ( + )


Pembuluh Darah Petechie : ( - )
Purpura : ( - )
Lain-lain : ( - )

Sirkulasi Perifer Claudicatio intermitten : ( - ) Lain-lain : ( - )

ANAMNESA FAMILI
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama.

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS
Keadaan Umum Keadaan Penyakit
Sensorium : Compos Mentis Pancaran wajah : lemah
Tekanan darah : 100/70 mmHg Sikap paksa :(-)
Nadi : 100x/menit, reguler, Refleks fisiologis : ++ / ++
t/v cukup Refleks patologis :-/-
Pernafasan : 20x/menit
Temperatur : 36,5oC
Anemia ( + ), Ikterus ( - ), Dispnoe ( - ), Sianosis ( - ), Edema ( - ), Purpura (-)
Turgor Kulit : Baik

Keadaan Gizi : Berat Badan : 45 kg


Tinggi Badan :155 cm

BB BB
BW = x 100% BMI =
TB − 100 (TB)2
45 45
BW = x 100% BMI =
155 − 100 (1.55)2
BW = 81,8% BMI = 18,7 kg/m2
Kesan : Normoweight
21

KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), ikterus (-/-), pupil isokor,
ukuran Ø 3mm/3mm, refleks cahaya direk (+/+)/indirek (+/+),
kesan:( - )
Lain-lain : ( - )
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Lidah : Dalam batas normal
Gigi geligi : Dalam batas normal
Tonsil/Faring : Dalam batas normal

LEHER
Struma tidak membesar, tingkat :(-)
Pembesaran kelenjar limfe :(-)
Posisi trakea : Medial, TVJ : R-2 cmH2O
Kaku kuduk : ( - ), lain-lain : ( - )

THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : Ketinggalan pernafasan ( - )
Lain-lain :(-)
Palpasi
Nyeri tekan : ( -)
Fremitus suara : Stem fremitus kanan = kiri
Iktus : Teraba
Perkusi
Paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Batas Paru Hati R/A : ICS V / ICS VI
Peranjakan : ± 1 cm
22

Jantung
Batas atas jantung : ICS II LMCS
Batas kiri jantung : 1 cm medial LMCS ICS IV
Batas kanan jantung : LPSD ICS IV

Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : Vesikuler pada kedua lapangan paru
Suara tambahan : -/-
Jantung
M1>M2,P2>P1,T1>T2, A2>A1, desah sistolis ( - ), tingkatan: ( - )
Desahan diastolis ( - ), lain-lain : ( - )
HR: 80x/menit, reguler, intensitas: cukup

THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : (-/-)

ABDOMEN
• Inspeksi
Bentuk : Simetris
Gerakan lambung/usus : Tidak terlihat
Vena kolateral :(-)
Caput medusa :(-)
• Palpasi
Dinding abdomen : soepel pada seluruh permukaan abdomen, H/L/R
tidak teraba, (+)nyeri tekan epigastrium
Hati
Pembesaran :(-)
23

Permukaan :(-)
Pinggir :(-)
Nyeri tekan :(-)
Limpa
Pembesaran : ( - ), schuffner : ( - ), Heacket : ( - )
Ginjal
Ballotement : ( - ), Kiri / kanan, lain-lain : ( - )
Uterus / Ovarium : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tumor : (-)

• Perkusi : Timpani
Pekak hati :(-)
Pekak beralih :(-)

• Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain :(-)

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra : ( - )

INGUINAL : Tidak dilakukan pemeriksaan

GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)


Perineum : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Sphincter Ani : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Lumen : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Mukosa : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Sarung tangan : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
24

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH


Kiri Kanan
Deformitas sendi : ( - ) Edema : - -
Lokasi : ( - ) Arteri femorais : + +
Jari tabuh : ( - ) A. tibialis post : + +
Tremor ujung jari : ( - ) A. dorsalis pedis : + +
Tel. tangan sembab: ( - ) Refleks KPR : + +
Sianosis : ( - ) Refleks APR : + +
Eritema Palmaris : ( -) Refleks fisiologis : + +
Lain-lain : ( - ) Refleks patologis : - -
Lain-lain : - -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN (12 Agustus 2021)


Darah Rapid Kimia
Rutin Antigen Klinik
Hb : 6,4 g/dL
Negatif Bilirubin total: 0,53
Leukosit : 28,07
mg/dL
x103/mm3
Bilirubin direk: 0,13
3
Trombosit : 322 x 10 mg/dL
Ht : 22,2 % SGOT: 46 U/l
SGPT: 30 U/l
Ureum: 72 mg/dL
Creatinine: 1,2 mg/dL
KGDS: 656
25

RESUME
Keluhan utama : Melena dan hematemesis
Telaah: Hal ini dialami +/- 3 hari smrs. Frekuensi
BAB hitam +4 kali dengan konsistensi
ANAMNESA
padat. Mual (+), Hematemesis (+) dengan
frekuensi 2 kali dalam 1 hari ini, Lemas (+)
dan pucat (+). Nyeri ulu hati (+). RPT:
Tidak ada. RPO: Tidak ada.
Keadaan Umum : Sedang
Keadaan Penyakit : Sedang
STATUS PRESENS
Keadaan Gizi :
Normal
IMT : 18,7 (Normoweight)
TANDA VITAL
Sens : Compos Mentis
TD : 100/70 mmHg
HR : 100x/i reg t/v cukup
RR : 20 x/i
Suhu : 36,5°C
STATUS LOKALISATA
PEMERIKSAAN FISIK Mata : Anemis (+/+)
T/H/M : Dalam batas normal
Leher : TVJ R-2 cm H2O
Thoraks : Suara pernafasan = vesikuler
Suara tambahan ( - )
Abdomen : soepel, peristaltik ( + ) Normal,
timpani. Nyeri ulu hati (+), H/L/R tidak teraba.
Ekstremitas : dalam batas normal
Darah : kesan anemia (Hb: 6,4 g/dL)

LABORATORIUM
RUTIN
26

1. PSMBA ec gastritis erosiva + anemia ec.


perdarahan dd penyakit kronik + DM Tipe II
2. PSMBA ec ulcer bleeding + anemia ec. perdarahan
DIAGNOSA dd penyakit kronik + DM Tipe II
BANDING 3. PSMBA ec stress ulcer + anemia ec. perdarahan dd
penyakit kronik + DM Tipe II
4. PSMBA ec Variceal bleeding + anemia ec.
perdarahan dd penyakit kronik + DM Tipe II
DIAGNOSA 1. PSMBA ec gastritis erosiva + anemia ec.
SEMENTARA perdarahan dd penyakit kronik + DM Tipe II
Aktivitas : Tirah Baring
Diet : Diet DM
Tindakan Suportif : IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
makro

PENATALAKSANAAN Medikamentosa :
• Inj Ceftriaxone 1gr/24 jam
• Inj Ondancentron 4mg/12 jam
• Inj Omeprazole 40 mg/12 jam
• Inj Asam tranexamat 500 mg/ 8 jam
• Sucralfat syr 3x CI
• Inj. Novorapid 8-8-8
RENCANA PENJAJAKAN
1. Transfusi Darah
27

BAB IV

FOLLOW UP
Tanggal S O A P
15-8-021 BAB hitam (+), Tanda vital: PSMBA ec Tirah Baring
muntah hitam Sensorium: CM gastritis erosiva
(+), badan lemas TD: 110/70 mmHg, Hr: 80x/I, dd ulcer IVFD Ringer
(+), wajah pucat RR: 20x/I, T: 36,5 ºC bleedingdd Laktat 20gtt/I
(+)
Kepala: Anemis (+/+), ikterik stress ulcerdd makro
(-/-) variceal
Leher: TVJ R-2 H2O bleeding Inj Ceftriaxone
Thoraks: SP: Vesikuler (+/+), 1gr/24 jam
ST: (-/-) Anemia ec.
Abdomen: Soepel, timpani, perdarahan dd Inj Ondancentron
peristaltik (+) normal, nyeri penyakit kronik 4mg/12 jamInj.
tekan epigastrium (+)
Ekstremitas: Edema (-/-) DM Tipe II Asam Tranexamat
500mg/8 jam

Inj. Omepraazole
80mg/12 jam

Sucralfat syr
3XC1

Inj. Novorapid 8-
8-8

R/ Transfusi WB
1 bag + PRC 2
bag

R/ Cek darah rutin


post transfusi
28

Tanggal S O A P
16-8-021 BAB hitam (+), Tanda vital: PSMBA ec R/ PBJ
badan lemas (+), Sensorium: CM gastritis erosiva 16/08/2021
TD: 120/86 mmHg, Hr: 80x/I, dd ulcer
RR: 20x/I, T: 36,5 ºC bleedingdd Omeprazole tab
Kepala: Anemis (+/+), ikterik stress ulcerdd 2x1
(-/-) variceal
Leher: TVJ R-2 H2O bleeding Sukralfat syr 3xc1
Thoraks: SP: Vesikuler (+/+),
ST: (-/-) Anemia ec. Asam folat tab
Abdomen: Soepel, timpani, perdarahan dd 2x1
peristaltik (+) normal, nyeri penyakit kronik
tekan epigastrium (+) Domperidone tab
Ekstremitas: Edema (-/-) DM Tipe II 3x1

Hasil laboratorium
(15/08/2021):
Hb/HT/Leu/Plt: 8.0 / 27.5 /
12.000 / 210.000
29

BAB V
DISKUSI KASUS

TEORI PASIEN
Definisi Pasien R, perempuan, usia 54 tahun, datang

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) dengan keluhan BAB hitam dan muntah hitam.

adalah kehilangan darah dalam lumen saluran Hal ini dialami oleh os 3 hari SMRS. BAB

cerna yang terjadi di sebelah proksimal hitam dengan frekuensi 4 kali dengan

ligamentum treitz, mulai dari esofagus, gaster, konsistensi padat sedangkan muntah hitam

duodenum sampaipada bagian atas dari jejunum. dialami 2 kali dalam 1 hari ini. Hal ini tidak
pernah terjadi sebelumnya. Riwayat konsumsi

Epidemiologi alkohol disangkal. Riwayat penyakit ginjal,

Insidensi PSMBA lebih besar dua kali lipat pada hati, dan gula(-)

laki- laki dibandingkanperempuan, namun rasio


mortalitasnya sama pada kedua jenis kelamin.
Populasi dengan PSMBA secara progresif
memiliki usia yang lebih tua, mortalitas meningkat
seiring dengan meningkatnya umur (>60 tahun)
pada laki- laki maupun perempuan.
Faktor resiko
• Penggunaan NSAID
• Konsumsi alcohol
• Gangguan ginjal kronik
• Usia tua
• Sosio ekonomi rendah
• Penyakit hati kronik
• Diabetes Mellitus

Manifestasi Klinis Pada pasien dijumpai BAB berwarna hitam

Manifestasi klinik yang sering terjadi adalah adanya dengan konsistensi padat dan juga ditemukan
hematemesis yang kemudian dilanjutkan dengan hematemesis. Pada konjungtiva pasien terlihat
timbulnya melena. anemis.

Anamnesa
Hal ini dialami oleh os 3 hari sebelum masuk
Dalam anamnesa yang perlu ditekankan adalah
rumah sakit. BAB hitam dengan frekuensi +4
waktu terjadinya perdarahan, perkiraan darah yang
kali dengan konsistensi padat. Muntah hitam
keluar, riwayat perdarahan sebelumnya, riwayat
dialami dengan frekuensi 2 kali dalam 1 hari
perdarahan dalam keluarga, ada tidaknya perdarahan
terakhir. Mual dijumpai. Riwayat perdarahan
30

di bagian tubuh lain, penggunaan obat-obatan spontan (mimisan, gusi berdarah) tidak
terutama NSAID, penggunaan obat antiplatelet, dijumpai. Os juga merasa lemas dan pucat
kebiasaan minum alkohol, penyakit kronis, dan sejak 2 hari yang lalu. Os menyangkal riwayat
riwayat transfusi sebelumnya. konsumsi alkohol dan minum jamu-jamuan.
Penurunan nafsu makan dijumpai namun
penurunan berat badan tidak dijumpai. Demam
dan sesak nafas tidak dijumpai. BAK (+)
dalam batas normal dengan volume
±1500ml/hari. Riwayat BAK berdarah,
berpasir tidak dijumpai. Riwayat penyakit lain
tidak dijumpai. Riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama tidak dijumpai.

Pemeriksaan Fisik TANDA VITAL


Pemeriksaan tekanan darah sederhana dapat Sens : Compos Mentis
memperkirakan seberapa banyak pasien kehilangan
TD : 100/70 mmHg
darah. Kenaikan nadi >20 kali permenit dan tekanan
HR : 100x/I reg t/v cukupRR
sistolik turun >10mmHg menandakan telah banyak
: 20 x/i
kehilangan darah.
Suhu : 36,5°C
STATUS LOKALISATA
Mata : Anemis (+/+)
T/H/M : Dalam batas normal
Leher : TVJ R-2cm H2O
Thoraks : SP: Vesikuler (+/+)
ST: (-/-)
Abdomen: soepel, peristaltik (+) Normal,
timpani. Nyeri ulu hati (+), H/L/R tidak teraba.
Ekstremitas : dalam batas normal

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Darah Rutin Hemoglobin : 6,4


gr/dl
Pemeriksaan laboratorium penunjang awal
Leukosit : 28,07 x 103/mm3
ditujukan untuk menilai kadar hemoglobin, fungsi
KGD sewaktu : 656 mg/dl
hemostasis, fungsi hati dan kimia dasar yang
Kreatinin :1,2 mg/dl
berhubungan dengan status haemodinamik.
Perbandingan BUN dan kreatinin serum dapat
dipakai untuk memperkirakan asal perdarahan dari
PSMBA atau PSMBB.
31

Endoskopi Diagnostik
Endoskopi merupakan pemeriksaan pilihan utama
untuk diagnosis, dengan akurasi diagnosis > 90%.
Dalam 24 jam pertama pemeriksaan endoskopi
merupakan standar perawatan yang
direkomendasikan.

Penatalaksanaan Pada pasien ini diberi tatalaksana berupa:

PPI (Proton Pump inhibitor) merupakan pilihan • Tirah Baring


utama dalam pengobatan perdarahan SCBA non • IVFD Ringer Laktat 20gtt/I makro
variseal. PPI intravena mampu mensupresi asam • Inj Ceftriaxone 1gr/24 jam
lebih kuat dan lama tanpa mempunyai efek samping • Inj Ondancentron 4mg/12 jam
toleransi. Dosis rekomendasi omeprazol untuk • Inj. Asam Tranexamat 500mg/8 jam
stigmata resiko tinggi pada pemeriksaan endoskopi • Inj. Omepraazole 80mg/12 jam
adalah 80 mg/iv (bolus) diikuti dengan 8 • Sucralfat syr 3XC1
mg/kgbb/jam infus (persediaan esomeprazole dan • Inj. Novorapid 8-8-8
pantoprazole) selama 72 jam dilanjutkan dengan
terapi oral. Pemberian antasida, sukralfat, dan
antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan untuk
tujuan penyembuhan lesi mukosa penyebab
perdarahan. Penggunaan antifibrinolitik sebagai
penghambat aktivasi plasminogen ke plasmin,
mencegah pecahnya fibrin dan menjaga stabilitas
gumpalan, digunakan untuk mencegah perdarahan
yang berlebihan. Asam traneksamat adalah salah satu
antifibrinolitik yang sering digunakan untuk risiko
perdarahan meningkat.
32

BAB VI

KESIMPULAN

Pasien perempuan berusia 54 tahun a.n. Rusmini didiagnosa dengan


PSMBA e.c. Ulcer Bleeding + Anemia ec perdarahan dd penyakit kronik + DM
Tipe II berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium.
Dirawat inap di RSUD DR. H Kumpulan Pane Tebing Tinggi dan telah
ditatalaksana dengan tirah baring, Diet MI, IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i makro,
Inj Ceftriaxone 1gr/24 jam, Inj Ondancentron 4mg/12 jam, Inj omeprazole
40mg/12 jam, Inj asam traneksamat 500 mg/8 jam IV, Sucralfat syr 3xCI, Inj
Novorapid 8-8-8, dan rencana transfusi darah.
33

DAFTAR PUSTAKA

1. Tate, Seeley.2004.Anatomy and Physiology: Digestive System. Mc Graw


Hill Companies
2. Djojodiningrat, Hardjodisastro D. Hematemesis melena. Dalam:
Simandibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A,
editor. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian IPD FKUI; 1999:20-4.
3. Robinson M, Syam FA, Abdulah M. Mortality risk factors in acute upper
gastrointestinal bleeding. Indones J Gastroenterol Hepatol Dig Endosc.
2012; 13:1-37.
4. Maduseno S. Rekomendasi terbaru perdarahan ulkus peptic, “konsensus
internasional”. Dalam: Purnomo HD, Hirlan, editor. Semarang
Gastroenterohepatology update 2011 “Current issues in
gastroenterohepatology: from theory to clinical Practice; 2011 Apr 8-10”.
Semarang (Indonesia): Badan Penerbit Universitas Diponegoro;2011:33-
51.
5. Lanas A, Garcia-Rodri’guez LA, Polo-Toma’s M, Ponce M,.Alonso-
Abreu I, perez-Aisa MA, et al. Time trends and impact of upper and lower
gastrointestinal bleeding and perforation in clinical practice. Am J
Gastroenterol. 2009;104:1633-41.
6. Dalton D, Grant-Casey J, Hearnshaw S, Lowe D, Travis S, Rockall T, et
al. the UK comparative audit of gastrointestinal bleeding and the use of
blood. Oxford, UK: National Blood Service;2007 [cited 2012 Feb 20].
Available from:
http;//hospital.blood.co.uk/library/pdf/UGI_Bleed_Audit_Report_transfusi
o n_Extract.pdf
7. Adam V, Barkun A. Estimates of costs of hospital stay for variceal and
nonvariceal upper gastrointestinal bleeding in the United States. Value
Health. 2008;11:1-4.
8. Djojoningrat D. Perdarahan saluran cerna bagian atas (hematemesis
melena). Dalam: Rani AA, K MS, Syam AF, editor. Buku ajar
gastroenterology. Edisi ke-1. Jakarta: Pusat penerbit Ilmu Penyakit Dalam
FK UI; 2011: 33-44.
9. Mazen A, Mohammed A, John J. Managing acute upper GI bleeding,
preventing recurrences. Clev Clin J Med. 2010;105:84-93.
10. Green BT, Rockey DC. Acute gastrointestinal bleeding. Semin
Gastrointest Dis. 2003;14(2):44-65.
11. Turner JR. The gastrointestinal tract. In: Kumar V, Abbas A.K, Fausto N,
Aster J.C. Robbins and cotran pathologis basis of disease. 8th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders Inc; 2010; 763-70.
12. Soll AH, Graham YD. Peptic ulcer disease. In: Yamada T, ed. Textbook of
gastroenterology. 5th ed. 2009; 936-46.
34

13. Adi P. Pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam
FK UI; 2010: 447-53.
14. Silverstein FE, GD, Tedesco FJ, Buenger NK, Persing J. The national
ASGE survey on upper gastrointestinal bleeding . II. Clinical prognostic
factors. Gastrointest endosc. 1981; 27:80-93.
15. Corley DA SA, Wolf M, Cook EF, Lee TH. Early indicators of prognosis
in upper gastrointestinal hemorrhage. Am J Gastroenterol.1998; 93:336-
40.
16. Aljebreen AM FC, Barkun AN. Nasogastric aspirate predicts high-risk
endoscopic lesions in patients with acute upper-GI bleeding. Gastrointest
Endosc. 2004; 59: 17.
17. Purnomo HD. Pengelolaan perdarahan akut saluran cerna bagian atas.
Dalam: Suharti C, Sugiri, Gasem MH, editor. Pertemuan ilmiah tahunan
XIV PAPDI; 2010 24-26 sept. Semarang (Indonesia): Badan Penerbit
Universitas Diponegoro; 2010:45-55.
18. Chak A CG, Llyod LE, Kolz CS, Barnhart BA, Wong RC. Effectiveness
of endoscopy in patients admitted to the intensive care unit with upper GI
hemorrhage. Gastrointest endosc. 2001; 53:6-13.
19. Grace HE. Approach to the patient with gross gastrointestinal bleeding. In:
Yamada T, ed. Atlas of Gastroenterology. 4th ed; 2009; 1-9.
20. Gralnek I.M, Barkun A.N, Bardou M. Management of acute bleeding from
a peptic ulcer. N Engl J Med. 2008; 359:928-37.
21. Cerulli, M. (2017). Upper Gastrointestinal Bleeding: Practice Essentials,
Background, Etiology. [online] Emedicine.medscape.com. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/187857-overview [Accessed 27 Jul.
2017].
22. Cheung FK, Lau JY. Management of massive peptic ulcer bleeding.
Gastroenterol Clin North Am. 2009 Jun. 38(2):231-43. [Medline].
23. Pangestu A. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi keenam. Jakarta: Interna
Publishing.2014:187

Anda mungkin juga menyukai