Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWTAN PADA KLIEN DENGAN PANSITOPENIA DI


RUANG IGD RUMAH AKIT BALADHIKA HUSADA (DKT) JEMBER

oleh :

Anggun Dyah Pramita

NIM 172310101067

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Aplikasi Klinis Keperwatan Medikal Bedah dengan Judul

“ASUHAN KEPERAWTAN PADA KLIEN DENGAN PANSITOPENIA DI


RUANG IGD RUMAH AKIT BALADHIKA HUSADA (DKT) JEMBER”

yang disusun oleh :

Anggun Dyah Pramita NIM 172310101067

Telah disetujui dan dikumpulkan pada :

Hari/Tanggal :

Makalah ini dikerjakan dan disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil
jiplakan atau reproduksi ulang makalah yang telah ada.

Penulis

Anggun Dyah Pramita

NIM 172310101067

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Murtaqib, S. Kp., M. Kep. Ahmad Eko Wibowo, S. Kep.,Ns


NIP. 197408132001121002 NIP: 198909262014031001
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Pansitopenia”.

Dalam penulisan makalah ini, kami telah mendapat banyak bantuan dari
banyak pihak. Kami menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dosen pembimbing dan PJMK Keperawatan Medikal Fakultas


Keperawatan Universitas Jember tahun ajaran 2019.
2. Teman-teman yang telah membantu dalam pengerjaan makalah ini.
3. Dan beberapa pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
meningkatkan kualitas dan sistematika dari penulisan makalah ini.

Jember, 08 Januari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................. i

Halaman Pengesahan ....................................................................................... ii

Kata Pengantar ................................................................................................ iii

Daftar Isi .......................................................................................................... iv

BAB 1. KONSEP PENYAKIT ..................................................................... 1

A. Definisi........................................................................................ 1
B. Epidemiologi .............................................................................. 1
C. Etiologi ....................................................................................... 2
D. Patofisiologi ............................................................................... 4
E. Manifestasi Klinik ...................................................................... 4
F. Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 5
G. Penatalaksanaan Medis ............................................................... 7
H. Pathway ....................................................................................... 10

BAB 2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ......................... 11

A. Assessment / Pengkajian ............................................................ 11


B. Diagnosa Keperawatan .............................................................. 15
C. Intervensi Keperawatan ............................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47


BAB I. KONSEP PENYAKIT

A. Definisi Pansitopenia
Pansitopenia adalah keadaan diamana jumlah eritrosit, leukosit, dan
trombosit dalam tubuh mengalami perununan. Pansitopenia ini meruakan suatu
kelainan di dalam darah tepi, biasanya didikuti dengan penurunan kadar hemoglobin
akibat eritrosit menurun. Pansitopenia buaknlah suatu penyakit melainkan gejala.
Ada dua keompok yang menyebabkan kondisi ini yaitu produksi sel darah di sumsum
tulang yang menurun , atau akibat penghacuran sel di darah tepi meningkat walaupun
produksi sel di sumsum tulang baik. Terdapat dua contoh penyakit yang
menggambarkan pansitopenia ialah anemia aplastic dan leukemia (American Cancer
Society, 2005)

B. Epidemiologi Pansitopenia

Secara epidemiologis ditemukan lebih dari 70% anak-anak menderita anemia


aplastik derajat berat pada saat diagnosis. Penyakit ini lebih jarang dijumpai di negara
Barat dibandingkan di Asia.Meskipundari beberapa data menunjukkan laki-laki
sedikit Iebih sering terkena anemiaaplastik. Insidens yang mungkin terjadi di
beberapa tempatkarena risiko okupasional, variasi geografis dan
pengaruhlingkungan, seperti pemakaian obat-obat yang tidak pada tempatnya,
pemakaian pestisida sertavirus hepatitis yang lebih tinggi. Anemia aplastik terjadi
pada semua umur, dengan awitan klinis pertamaterjadi pada usia 1,5 sampai 22 tahun,
dengan rerata 6-8 tahun. Dalamkurun satu tahun (Mei 2002-Mei2003) terdapat 9
kasus anemia aplastik, 4 anak perempuan dan 5 anak laki-laki.Dari tahun 1980
sampai tahun 2003 tercatat 235 kasus anemia aplastik meningkat berdasarkan umur
penderita . laki laki lebih sering terkena anemia aplastik dibandingkan dengan wanita.
Kebanyakan kasus anemia aplastikadalah kasus berat. Angka bertahan hidup dari 3
bulan, 2 tahun dan 15 tahunadalah 73%,57%, dan 51%(Cassata, C.2018).
C. Etiologi Pansitopenia
Pada sebagaian besar kasus, etilogi dari pansitopenia belum diketahui.
Mesklipun demikian ada bebrapa factor yang diketahui dapat menyebabkan atau
sertidaknya menjadi fakor predisposisi Pansitopenia pada populasi tertentu. Berikut
merupakan beberapa factor yang dapat menyababkan terjadinya gejala Pansitopenia:
 Bahan kimia
Berdasarakan pengamatan para pekerja pabrik pada abad ke-20an,
keracuanan pada sumsum tulang berasal dari bahan kimia Benzene yang
diguanakan sebagai bahan pelarut, sebagai obat, pewarna pakaian, selain itu
Benzene merupakan bahan yang mudah meledak. Di samping dapat menyebakan
keracuanan sumsum ulang Benzene juga menyebabkan abnormalitas hematologi
yang meliputi anemia hemolitik, hyperplasia sumsum, metaplasia myeloid, dan
aku mielogenous leukemia. Benzene dapat meracuni tubuh dengan cara dihirup
dan dengan cepat diserap oleh tubuh, namun Benzene dapat juga meresap melalui
membrane mukosa dan kulit dengan intensitas kecil. Selain Benzene terdapat
penggunaan insektisida dengan kejadian anemia aplastic seperti Chlorinated
hydrocarbons, arganophospat, chlorophenothane, lidane, dan chlordane. TNT
(bahan peledak) yang digunakan pada perang dunia pertama dan kedua juga
terbukti sebagai salah sat penyebab anemia aplastic fatal.
 Obat
Beberapa obat mempunyai asosiasi dengan gejala pansitopenia, baik itu
mempunyai pengaruh kecil hingga berat. Hubungan yang jelas antara
penggunaan obat tetentu dengan masalah kegagalan sumsum tulang masih
dijumpai dalam kasus yang jarang. Banyak agen yang dapat mempegaruhi fungsi
sumsum tulang apbila mengguankan obat dalamdosis tinggi serta tingkat
keracunan tidak mempengaruhi organ lain. Beberapa organ yang dikaitkan
sebagai penyebab terjadinya gejala pansitopenia yaitu obat dose dependent
(sitostastika, preparat emas), dan obat dose independent (kloamferikol,
ferilbutason, antikonvulsan, sulfonamid)

3
 Radiasi
Penyinaran yang bersifat kronis untuk radiasi dosis rendah dan local dikaitkan
dengan meningkatkan kejadian anemia apalstik dan leukemia. Pasien yang diberi
horium dioxide melalui kontras intavena akan menderita sejumlah komplikasi
seperti tumor hati, leukemia, dan anemia aplastic. Penyinaran dengan radiasi
dosis besar berasosiasi dengan perkembangan aplasia sumsum tulang dan
sindrom pencernaan. Makromolekul besar, khusunya DNA dapat rusak oleh
energy sinar dengan jumlah besar secara langsung yang dapat memutuskan
ikatan kovalen atau secara tidak langsung melalui interaksi dengan serangan
tingkat tinggi dan molekul kecil reaktif yang dihasilkan dari ionisasi atau radikal
bebas yang terjadi pada larutan. Sel pada susmsum tulang kemungkinan sangat
dipengaruhi oleh banyak energy tingkat tinggi sinar dapat menembus rongga
perut yang kemudian dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang.
 Virus
Beberapa virus juga dapat menginfeksi sumsum tulang manusia dan
menyebabkan kerusakan seperti virus parvovirus, herpesvirus, flavirus,
retrovirus dikaitkan dengan potensi sebagai menyebab anemia aplastic yang
menimbulkan gejala pansitopenia.
 Genetik (Inheited)
Beberapa factor keturunan dapat menyebabkan gejala pansitopenia
konstitusional fanconi, defisiensi pancreas pada anak, dan gangguan herediter
pemasukan asam folat dalam sel.
D. Klasifikasi Pansitopenia

E. Patofisiologi Pansitopenia
Penyakit Pansitopenia sebagian besar tidak diketahui penyebabnya atau
bersifat idiopatik. Hal ini dikarenakan adanya proses penyakit yang berlangsung
secara perlahan-lahan. Setelah dilakukan penelitiaan penyebab Pansitopenia
antara lain kelainan sel induk (stem cell), kelainan immunologi (humoral
maupun cell mediated), dan kelainan faktor lingkungan (Airlangga University
Press, 2015).

4
Kegagalan sumsum tulang termasuk defek primer ataupun kerusakan
pada stem cell atau pada microenvironment dari sumsum tulang. Pada evaluasi
morfologis sumsung tulang menunjukkan kekosongan elemen hematopoietic
dan dipenuhi oleh sel-sel lemak besar. Pada flow sitometri menunjukkan adanya
penurunan populasi sel CD34 yang mengandung stem cell dan bakal sel
progenitor hematopoietik. Pansitopenia terjadi karena adanya defek pada
berbagai macam tingkat seperti defek intrinsik dari sel hematopoietic, external
injury pada sel hematopoietic dan defek pada stroma yang berperan pada
poliferasi dan fungsi dari sel hematopoietic. Pada kultur koloni in vitro
menunjukkan hilangnya fungsi dari progenitor hematopoietic yang besar
sehingga tidak merespon bahkan dengan jumlah hematopoietic growth factor
yang tinggi (Airlangga University Press, 2015).
Imunitas diatur secara genetik dan dipengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungan (nutrisi, penuaan, dan paparan). Penekanan dari hematopoiesis dapat
diperantarai oleh sel limfosit T sitotoksik (CD8) dan HLA-DR+ yang dapat
terdeteksi pada darah dan sumsum tulang penderita Pansitopenia. Sel-sel ini
memproduksi sitokin inhibitorik seperti IFN-gamma, tumor necrosis factor
(TNF), dan interleukin-2 yang dapat menenkan pertumbuhan sel progenitor.
Sitokin-sitokin ini menekan hematopoiesis dengan mempengaruhi siklus mitotic
dan pemusnahan sel melalui induksi Fas-mediated apoptosis (Airlangga
University Press, 2015).

F. Manifestasi Klinis Pansitopenia


Dimulai dengan penurunan jumlah sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit Lebih rendah dari jumlah normal menyebabkan anemia aplastik.
Tanda gejala pansitopenia adalah sebagai berikut : (National Institute Of
Health, 2011).
1) Jumlah sel darah merah yang lebih rendah dari normal dapat menyebabkan
kelelahankelemahan sesak napaskulit pucat, pusing, sakit kepala tangan
dan kaki yang dingin dan nyeri dada
2) Jumlah WBC atau sel dara putih yang rendah menyebabkan demam,
infeksi yang sering atau parah, dan gejala seperti flu yang menetap

5
3) Sedangkan nilai trombosit yang rendah perdarahan mudah atau memar,
petekie (pinpoint bintik-bintik merah pada kulit), mimisan, gusi berdarah,
darah dalam tinja, dan periode menstruasi yang berat.

Tanda gejala yang lain dapat berupa mual dan ruam pada kulit, jika
tanda dan gejala tersebut tidak ditangani akan muncul gejala lain seperti
termasuk dalam urin, pembengkakan atau rasa sakit di perut, bengkak di kaki,
dan penyakit kuning (kekuningan warna kulit atau putih mata). (National
Institute Of Health, 2011)

6
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah lengkap kita dapat mengetahui jumlah
masing- masing sel darah baik eritrosit, leukosit maupun trombosit.
Apakah mengalami penurunan atau pansitopenia. Pasien dengan anemia
aplastik mempunyai bermacam-macam derajat pansitopenia. Tetapi
biasanya pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu
ditemukan. Anemia dihubungkan dengan indeks retikulosit yang rendah,
biasanya kurang dari 1% dan kemungkinan nol walaupun eritropoetinnya
tinggi. Jumlah retikulosit absolut kurang dari 40.000/ µL (40 x 109/L)
jumlah monosit dan netrofil rendah. Jumlah netrofil absolut kurang dari
(0,5 x 109/L) serta jumlah trombosit yang kurang dari 30.000/ µL (30 x
109/L) mengindikasikan derajat anemia yang berat dan jumlah netrofil
dibawah 200/ µL (0,2 x 109/L) menunjukkan derajat penyakit yang sangat
berat.
2. Pemeriksan sumsum tulang
Pada pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pemeriksaan biopsi dan
aspirasi. bagian yang akan dilakukan biopsi dan aspirasi dari sumsum
tulang adalah tulang pelvis, sekitar 2 inchi disebelah tulang belakang.
pasien akan diberikan lokal anastesi untuk menghilangkan nyerinya.
Kemudian akan dilakukan sayatan kecil pada kulit, sekitar 1/8 inchi untuk
memudahkan masuknya jarum. Untuk aspirasi digunakan jarung yang
ukuran besar untuk mengambil sedikit cairan sumsum tulang (sekitar 1
teaspoon). Untuk biopsi, akan diambil potongan kecil berbentuk bulat
dengan diameter kurang lebih 1/16 inchi dan panjangnya 1/3 inchi dengan
menggunakan jarum. Kedua sampel ini diambil di tempat yang sama, di
belakang dari tulang pelvis dan pada prosedur yang sama. Tujuan dari
pemeriksaan ini untuk menyingkirkan factor lain yang menyebabkan
pansitopenia seperti leukemia atau myelodisplastic syndrome (MDS).
pemeriksaan sumsum tulang akan menunjukkan secara tepat jenis dan
jumlah sel dari sumsum tulang yang sudah ditandai, level dari sel-sel

7
muda pada sumsum tulang (sel darah putih yang imatur dan kerusakan
kromosom (DNA pada sel-sel dari sumsum tulang yang biasa disebut
kelainan sitogenik. pada anaplastik didapat, tidak ditemukan adanya
kelainan kromosom. pada sumsum tulang yang normal, 40-60% dari
ruang sumsum secara khas diisi dengan sel-sel hematopoetik (tergantung
umur dari pasien). pada pasien anemia aplastik secara khas akan terlihat
hanya ada beberapa sel hematopoetik dan lebih banyak diisi oleh sel-sel
stroma dan lemak. pada leukemia atau keganasan lainnya juga
menyebabkan penurunan jumlah sel-sel hematopoetik namun dapat
dibedakan dengan anemia aplastik. pada leukemia atau keganasan lainnya
terdapat sel-sel leukemia atau sel-sel kanker. Suatu spesimen biopsi
dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel pada individu
berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 23 pada indi"idu
yang berumur lebih dari 60 tahun. International Aplastic Study Group
mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum tulang
kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel
hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.

3. Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluoresence In


Situ Hybridizatio)
Kedua pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan spesifik.
Pada pemeriksaan flow cytometry, sel-sel darah akan diambil dari
sumsum tulang, tujuannya untuk mengetahui jumlah dan jenis sel-
sel yang terdapat di sumsum tulang. pada pemeriksaan FISH,
secara langsung akan disinari oleh cahaya pada bagian yang spesfik
dari kromosom atau gen. Tujuannya untuk mengetahui apakah
terdapat kelainan genetic atau tidak.

4. Tes fungsi hati dan virus


Tes fungsi hati harus dilakukan untuk mendeteksi hepatitis pada
pemeriksaan serologi anemia aplastik post hepatitis kebanyakan sering
negatif untuk semua jenis virus hepatitis yang telah diketahui. Onset dari
anemia aplikasi terjadi 2-7 bulan seelah episode akut hepatitis dan

8
kebanyakan sering pada anak laki- laki. Darah harus di tes antibodi
hepatitis A, antibodi hepatitis C, antigen permukaan hepatitis B, dan virus
Epstein-Barr (EBV) dan tes serologi virus lainnya harus dinilai jika
mempertimbangkan dilakukannya BMT (Bone Marrow Transplantasi).

5. Level vitamin B-12 dan Folat


Level vitamin B-12 diukur untuk menyingkirkan anemia megaloblasik
yang mana ketika dalam kondisi berat dapat menyebabkan pansitopenia
6. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khususnya berguna untuk
sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak
diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal
a. Pemeriksaan J-ray rutin dari tulang radius untuk menganalisa
kromosom darah tepi untuk menyingkirkan diagnosis dari anemia
fanconi
b. USG abdominal. Untuk mencari pembesaran dari limpa dan atau
pembesaran kelenjar limpa yang meningkatkan kemungkinan
adanya penyakit keganasan hematologi sebagai penyebab dari
pansitopenia. Pada pasien yang muda, letak dari ginjal yang salah
atau abnormal merupakan penampakan dari anemia Fanconi.
c. Nuclear Magnetic Resonance Imaging. Pemeriksaan ini
rnerupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan
karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum
tulang berlemak dan sumsum tulang berselular.
d. Radionuclide Bone Marrow Imaging
Kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh
setelah disuntik dengan koloid radoaktif technetium sulfur yang
akan terikat pada makrofag sumsum tulang atau iodium chloride
yang akan terikat pada transferin. Dengan bantuan scan sumsum
tulang dapt ditentukan daerah hemopoesis aktif untuk memperoleh
sel-sel guna pemeriksaan sitogenik atau kultur sel-sel induk

9
H. Penatalaksanaan Pansitopenia
1. Terapi Farmakologi
a. Androgen
Pemberian hormon androgen ini dapat meningkatkan produksi
erythropoetin dan merangsang proliferasi eritroid dan granulosit.
Androgen bermanfaat pada pasien dengan penyakit Pansitopenia
ringan, tidak pada anemia dengan tingkat berat. Androgen dapat
menjadi pilihan jika tidak ada respon dari terapi imunosupresan
(Airlangga University Press, 2015).

b. Imunosupresan
Terapi ini adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan
jangka panjang yaitu memberikan kekebalan imun untuk penderita
(Abdulsalam,2005) :
1) Metilprednisolon
Dosis metilprednisolon adalah 5mg/kg/ berat badan secara
intravena selama 8 hari kemudian dilakukan tappering dengan
dosis 1mg/kg berat badan /hari selama 9-1 p hari.
2) Antilimfosit globulin (ALG)
Pemberian ALG secara cepat akan mengurangi limfosit
dalam sirkulasi sehingga berkurang 10%, dan ketika limfosit
total kembali normal berarti limfosit T aktif jumlahnya
berkurang. Antilimfosit globulin dapat diberikan dengan dosis
p0 mg/kg berat badan /hari selama 12 jam dilanjutkan dengan
infus yang dikombinasikan dengan metilprednisolon 1mg/kg
berat badan /hari intravena selama p hari.
3) Antitymocyt Globulin (ATG)
Antitymocyt Globulin menghambat mediasi respons imun
dengan mengubah fungsi sel T atau menghilangkan sel reaktif
antigen. Dosis yang diberikan 100- 200mg/kg berat badan
intravena.

10
4) Siklosporin A (Cs A)
Merupakan cyclic polypeptide yang menghambat imunitas
humoral, sebagai inhibitor spesifik terhadap sel limfosit T,
mencegah pembentukan interleukin-2 dan interferon-y.Dosis
awal dapat diberikan 8 mg/kg berat badan /hari peroral selama 1
p hari dilanjutkan dengan dosis 15 mg/kg berat badan /hari.
5) Siklofosfamid (CPA)
Dari penelitian, penggunaan recombinant human
granulocyte-macrophage stimulating factor (GM-CSF) dengan
dosis 8-32 ug/kg/hari intravena yang dikombinasikan dengan
siklosponin A dan ALG dapat meningkatkan jumlah sel-sel
darah di perifer maupun di sumsum tulang. Keadaan ini bersifat
sementara atau menetap yang ditandai dengan respon klinis
terhadap infeksi.

c. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang


Beberapa tindakan di bawah ini diharapkan dapat merangsang
pertumbuhan sumsum tulang (Bakta,2006) :
1) Anabolik Steroid: oksimetolon atau atanozol. Efek terapi
diharapkan muncul dalam 6-12 minggu.
2) Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah : prednison p0-
100 mg/hr, jika dalam p minggu tidak ada perbaikan maka
pemakaiannya harus dihentikan karena efek sampingnya cukup
serius.
3) GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan
jumlah netrofil.

2. Terapi Non Farmakologi


a. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif
yang memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat
mahal, memerlukan peralatan yang canggih (Abdulsalam,2005).

11
b. Terapi Suportif
Terapi ini adalah untuk mengatasi akibat pansitopenia
((Bakta,2006)).
1) Untuk mengatasi infeksi antara lain :
a. Higiene mulut
b. Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik
yang tepat dan adekuat. Sebelum ada hasil tes
sensitivitas, antibiotik yang biasa diberikan adalah
ampisilin, gentamisin, atau sefalosporin generasi ketiga.
c. Tranfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis
berat kuman gram negatif, dengan neutropenia berat
yang tidak memberikan respon pada antibiotika adekuat.
2) Untuk mengatasi anemia
Tranfusi PRC (packet red cell) jika Hb < 7 g/dl atau
ada tanda payah jantung atau anemia yang sangat
simtomatik. Koreksi sampai Hb 9-10 g/dl, tidak perlu sampai
Hb normal, karena akan menekan eritropoiesis internal.
3) Untuk mengatasi perdarahan
Tranfusi konsentrat trombosit jika terdapat
perdarahan mayor atau trombosit < 20.000/mm3 . Pemberian
trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas trombosit
karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortikosteroid
dapat mengurangi perdarahan kulit.

12
I. Pathway

Infeksi Kelainan
FaktorGenetik Obat/ bahankimia Radiasi
immunologi

Masuk Sitomegalovirus
Hypoplasia
sumsum tulang melebihi dosis
Menekan produksi sel-
Apalsia sel sumsum tulang
Zat anti terhadap
sumsum tulang
Gangguansel-sel sel hemopeotik
stoma sumsum tulang

Pansitopenia

Anemia Leukopeni Trombositopeni


a a
Perdarahan pada Granulisitopeni Gangguan dalam
Sirkuliasi
mukosa mulut pembekuan darah
oksigen menurun
dan faring
Resiko
Keletihan infeksi Resiko
Anoreksia Perdarahan

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari keb. Tubuh

13
BAB 2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian (Asessment)

1. Pengkajian

Merupakan tahap paling awal yang dilakukan dalam tindakan proses asuhan
keperawatan. Pengkajian meliputi proses yang sistematis yaitu meliputi
pengumpulan, verifikasi serta komunikasi data dari sumber primer yaitu klien, dan
data sekunder yaitu keluarga dari pasien. Perolehan data dari sumber klien dan
keluarga sendiri bersifat data subyektif adapun proses pengkajian meliputi:
a. Identitas klien

Identitas klien terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, tanggal lahir,
suku/bangsa, status perkawinan, pendidikan, alamat, nomor register, tanggal
datang ke rumah sakit, dan tanggal pengkajian. Pada klien dengan pansitopenia
ditemukan sekitar 0,23 dari 100.000 penduduk.
b. Riwayat Kesehatan yang terdiri dari :

1. Diagnosa medic

Sebuah diagnosa yang diangkat atau ditegakkan oleh dokter yang


menangani kasus penyakit tersebut dengan penjelasan dari singkatan-
singkatan atau biasa disebut dengan istilah medis.
2. Keluhan Utama

` Merupakan perasaan atau keadaan yang paling pertama di keluhkan oleh


klien akibat perasaan yang tidak nyaman dan paling mengganggu aktivitas.
Keluhan yang timbul pada klien dengan pansitopenia yaitu klien sering
mengeluh badannya terasa lemah dan letih.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan kronologis peristiwa terkait penyakit klien yang sekarang


dialami sejak klien mengalami keluhan pertama kalinya sampai klien
memutuskan ke rumah sakit. Kronologis kejadian yang harus diceritakan
meliputi waktu kejadian, cara/proses, tempat, suasana, manifestasi klinis,
riwayat pengobatan, persepsi tentang penyebab dan penyakit. Jika terdapat
keluhan nyeri maka disertai pengkajian nyeri PQRST. Biasanya
14
tanda yang awal muncul pada klien dengan pansitopenia yaitu klien
mengalami lemah, letih, malaise, kehilangan produktivitas, penurunan
semangat kerja.
4. Riwayat Kesehatan terdahulu

Sebuah keadaan dimana berhubungan dengan masalah kesehatan klien


terdahulu sebelum muncul masalah kesehatan terbaru. Pada anema aplastik
biasanya adanya perdarahan, malnutrisi, obat-obatan, infeksi, luka bakar, dan
gangguan sistem imun.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kesehatan keluarga merupakan faktor bawaan yang ada


hubungannya dengan riwayat penyakit keluarga. Pada pansitopenia seperti
anak dengan pansitopenia diduga dalam keluarganya, khususnya pada ibu
pernah atau sedang menderita penyakit yang sama.Akibat dari penyakit yang
di derita ibu ini, maka tubuh anak dapat menjadi rentan terhadap penyakit
pansitopenia. Selain ituterdapat kemungkinan adanya kelainan kongenital
yang memicu terjadinya penyakit pansitopenia.

2. Pola Kesehatan Fungsional (12 Pola Gordon)

a. Pola Persepsi Sehat

Pola persepsi sehat berarti pemahaman orang tua/pasien terkait kesehatan dan
masalah kesehatan yang meliput pengalaman, fungsi kognitif dan nilai-nilai yang
dianut. Diharapkan setelah sembuh klien/ keluarga dapat mengubah presepsi
kesehatan yang mungkin saja masih kurang tepat sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidupnya.
b. Manajemen Kesehatan

Pengelolaan manajemen kesehatan harus dikaji sebelum maupun sesudah klien


ditangani. Setelah dilakukan pengkajian manajemen kesehatan, perawat dapat
melakukan pendampingan berupa pemberian informasi yang dapat membantu
klien melakukan hal yang tepat ketika gejala- gejala abnormal yang berkaitan
dengan pansitopenia muncul.

15
c. Pola Nutrisi Metabolik

Lakukan pengukuran status nutrisi pada klien. Tujuan dari pengkajian ini adalah
untuk mengukur tingkat keberhasilan prosedur. Pola nutrisi pada anak dengan
pansitopenia ditandai dengan mual, muntah, dan mengalami perubahan selera,
gangguan menelan, penurunan BB, membrane mukosa kering,turgor kulit buruk,
dan inflamasi bibir..
d. Pola Eliminasi

Pola eliminasi pada klien pansitopenia pada umumnya terdapat distensi abdomen
yang ditandai dengan penurunan haluaran urin, diare dan kontipasi.
e. Pola AktivitasFisik

Aktivitas fisik pada klien pansitopenia biasanya mengalami keletihan,


kelemahan, malaise umum, toleransi terhadap latihan rendah, kebutuhan untuk
tidur dan istirahat lebih banyak, yang ditandai dengan takikardi, takipnea,
dipsnea saat beristirahat, apatis, lesu, kelemahan otot, ataksia, berjalan lambat.
f. PolaTidur-Istirahat

Pada klien dengan pansitopenia umumnya kadang mengalami masalah tidur


karena kadang anak gelisah, rewel.
g. PolaPersepsi-Kognitif

Fokus pengkajian aspek ini adalah mengenai pengetahuan orang tua terhadap
penyakit yang diderita klien.
h. Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri

Masalah yang sering muncul pada pasien adalah bagaimana persepsi orang tua
dan/atau anak terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
i. Pola Hubungan

Pada umumnya anemi aplastik tidak sampai mengganggu pola hubungan


sesorang. Biasanya peran orang tua sangat dibutuhkan dalam perawat dan
mengobati anak dengan pansitopenia.

16
j. Pola AktivitasSeksual

Klien dengan pansitopenia umumnya tidak mengalami gangguan dalam pola


ativitas seksual.

k. Pola Stress danKoping

Klien dengan pansitopenia umumnya akan mengalami gangguan dalam pola


stress dan koping. Keluarga perlu memberikan dukungan lebih dan semangat
sembuh bagi anak dengan anemia aplatik.
l. Pola Keyakinan

Perlu dikaji adanya nilai-nilai keyakinan yang bertentangan dengan nilai- nilai
keperawatan modern dalam pemberian intervensi keperawatan. Jika ditentukan
keyakinan yang dapat memperburuk klien, perawat harus memberikan
penjelasan dengan konflik minimal dan menanamkan bina hubungan saling
percaya sehingga pasien dan keluarga mampu mencapai tujuan yang sama.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum

Keadaan Umum klien dengan pansitopenia biasanya terlihat lemas dan kelelahan
b. TTV

a. Suhu :>37,5 °C

b. RR : >24 x/mnt

c. Nadi : >100 x/mnt

d. TD : >120/100 mHg

c. Kepala

Pada klien dengan pansitopenia biasaya tidak mengalami masalah, pada kulit
kepala nampak tidak kotor dan tidak berbau, rambut nampak hitam, penyebaran
rambut merata dan bersih.
d. Mata

Pada klien dengan pansitopenia yang sudah berat pada pengkajian konjungtiva
anemis, mukosa pucat.
17
e. Telinga

Pada klien dengan pansitopenia tidak ada masalah dengan telinga sehingga
keadaan telinga simetris, pendengaran baik, bentuk dan ukuran telinga normal,
telinga dalam keadaan bersih, tidak ditemukan pembengkakan. Ketika di palpasi
tidak ada nyeri tekan.
f. Hidung

Pada klien dengan pansitopenia ketika dilakukan inspeksitidak ada lesi


g. Mulut

Pada klien dengan pansitopenia terdapat membrane mukosa kering, turgor kulit
buruk, inflamasi bibir.
h. Leher

Pada klien dengan pansitopenia tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

i. Thorax

Pada klien dengan pansitopenia umumnya pada auskultasi bunyi nafas dipsnea,
bunyi jantung takikardia kompensasi
j. Abdomen

Pada klien dengan pansitopenia umumnya terdapat hepatomegali, ada nyeri tekan,
perkusi bunyi redup, distensi abdomen.
k. Ekstremitas

Pergerakan bebas tidak ada kelainan

l. Kulit
kulit pucat, serta petekie

m. Genitalia
Pada klien dengan pansitopenia umumnya tidak ada lesi

18
B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon pasien, keluarga,


atau komunitas terhadap kesehatan dan proses kehidupan aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan merupakan dasar atas pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil yang mana perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat.
Berikut adalah diagnosa keperawatan klien Pansitopenia menurut NANDA (2018):
1. Keletihan
2. Hipertermia
3. Ketidakefektifan pola nafas
4. Gangguan integritas kulit
5. Defisiensi pengetahuan
6. Resiko infeksi
7. Resikoperdarahan

19
C. Intervensi Keperawatan

NO
DIAGNOSIS TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL

1 Keletihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Menajemen energi 1. Untuk mngetahui status
b.d.anemia d.d. (0180) fisiologis pasien apakah pada
.... jam keletihan berkurang dengan
tidak amapu rentang berat,sedang, atau
kriteria hasil : 1. Kaji staus fisiologis
mempertahanka ringan.
pasien yang
n aktivitas Kelelahan : Efek yang 2. Mengtahui pola makan pasien
menyebabkan
Menggangu (0008) saat mnjalani perawatan.
kelelahan sesuai
3. Untuk menetapkan pola
1. Malaise dipertahankan pada skala dengan konteks usia
makan dan nutrisi yang tepat
1 (berat) dirtingkatkan pada skala dan perkembangan.
untuk pasien agar
3(sedang) 2. Monitor intake/
mempercepat proses
2. Nafsu makan menurun asupan nutrisi untuk
penyembuhan.
dipertahankan pada skala 2 (cukup mengetahui sumber
4. Mengetahui apakah terdapat
berat) ditingkatkan pada skala energi yang
kegiatan yang
4(ringan) adekuat.
akan memperburuk keadaan
3. Perubahan pola nutrisi 3. Konsulkan dengan
pasien.
dipertahankan pada skala 2(cukup ahli gizi mengenai cara
5. Deengan menetapkan batasan
berat) ditingkatkan pada skala 4 meningkatkan
aktivitas diharapkan klien
(ringan)
dapat menimpan energi yang
4. Gangguan kinerja di sekolah
ada dan
dipertahankan pada skala 1(berat) asupan energi dari agar tidak mudah lelah.
ditingkatkan pada skala 3 (sedang) makanan
6. Menyimpan energi klien agar
5. Pesimis tentang status kesehatan 4. Monitor sumber
mempercepat proses
masa depan dipertahankan pada skala kegiatan olahraga
penyembuhan
2 (cukup berat) ditingkatkan pada dan kelelahan
7. Agar pasi tidak terfokus
skala 4 (ringan) emosiaoanal yang
paakitkanyda peenyakitnya saja
dialami pasien
yang mengakibatkan
5. Buat batasan untuk
memperlambat proses
aktivitas hiperaktiv
penyembuhan.
klien saat
8. Agar selama masa pengobatan
mengganggu yang
pasien dapat menyalurkan
alin atau dirinya
kegiatan yang ia sukai sekaligus
sendiri.
meminimalkan melemahnya
6. Tingkatkan tirah
kekuatan otot.
baring/
9. Agar jika pasien dalam keadaan
pembatatasan
genting, pasien dalam segera
kegiatan (misalnya
ditindaklanjuti oleh tenaga.
meningkatkan
jumlah waktu
isitirahat pasien)
dengan cakupannya
yaitu pada waktu
istirathat yang
dipilih.
7. Berikan kegiatan
pengalihan yang
meyenangkan untuk
meningkatkan
relaksasi
8. Anjurkan aktifitas
fisik (misal
ambulasi, ADL)

sesuai dengan
kemapuan energi
pasien
9. Ajarkan pasien untuk
menghubungi
tenaga kesehatan
jika tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang.
2 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan demam 1. Mengetahui tingkat keparahan
(3740): suhu tubuh dan tanda-tanda
b.d. proses ...x24 jam jam hipertermia berkurang
vital lainnya pada pasien.
infeksi d.d. dengan kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan
2. Karena jika kulit merah
kulit merah, tanda-tanda vital
Termogulasi (0808) menandakan adanya
takipnea, lainnya
perdarahan sistemik yang itu
2. Monitor warna kulit
1. Peningkatan kulit tubuh dipertahankan merupakan tanda bahaya jika
dan suh
pada skala 1 (sangat terganggu) tidak penting diperhatikan.
3. Beri obat atau cairan
ditingkatkan pada skala 3(cuku 3. Agar patogen yang
IV (misalnya
terganggun) mengakibatkan peningkatan
antipireutik, agen
2. Sakit kepala dipertahankan pada skala suhu tubuh klien dapat cepat di
bakteri, dan anti
atasi.
2 (banyak terganggu) ditingkatkan pada mengigil)
4. agar klien tetap tejaga
skala 4 (sedikit terganggu) 4. Tutup pasien dengan
kenyamanannya
3. Perubahan warna kulit diertahankan selimut atau pakaian
5. karena cairan yang masuk
pada skal 2 (banyak terganggu) ringan
ditingkatkan pada skala 4 (sedikit
kedlam tubuh dapat
terganggu) 5. Dorong konsumsi meminimalisir adanya
cairan peningkatan panas dalam

Tanda tanda vital (0802): 6. Tingkatkan sirkulasi tubuh.


udara 6. Agar menjaga udara tempat
pasien dirawat dalam kondisi
1. Denyut nadi radial dipertahankan pada
yang baik yang
skala 2 (deviasi yang cukup besar dari
memungkinkan pemulihan
kisaran normal) ditingkatkan pada
kondisi pasien.
skala 4 (deviasi ringan dari skala
normal)
2. Tekanan darah sistolik dipertahankan
dari skala 2 (deviasi yang cukup besar
dari kisaran normal) ditingkatkan ke
skala 4(deviasi ringan dari skala
normal)
3. Tekanan darah diastolik
dipertahankan dari skala 2 (deviasi
yang cukup besar dari kisaran normal)
ditingkatkan ke skala 4(deviasi ringan
dari skala normal)
3 Pola napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengatran posisi (0840) 1. Agar memperlancar
tidak efektif d.d menyaluran O2 ke paru dan
...x24 jam pola napas tidak efektif
pola napas 1. Posisikan klien dalam pola napas pasien.
dapatteratasi dengan kriteria hasil :
ubnormal mengurangi 2. Agar tetap terjaga kebersihan
(dispea) Status Pernapasan (0415) : mulut, hidung pasien saat terapi
dispnuea (posisi
semi fowler) oksigen diberikan.
1. Frekuensi pernapasan dipertahankan 3.
Terapi Oksigen (3320)
pada skala 2 (deviasi yang cukup berat
4. Agar membantu penignkatan
darkisran normal) ditingkatkan pada
oksigen di dalam darah.
skala 5(tidak ada deviasi dari kisaran 1. Bersihan mulut,
5. Agar perawatan pasien tetap
normal) hidung, dan sekresi
optimal di rumah.
trakea dengan tepat
Status pernapasan: Pertukaran gas 6. Mengetahui posisi arteri
2. Siapkan peralatan
(0402): brakialis yang akan dijakinan
oksigen dan
tempat pengambilan sampel
1. Tekanan parsial oksigen di darah arteri berikan melalui
darah.
(PaO2) dipertahankan pada skala 2 sistem humidifier
7. Agar kotoran yang terdapat
(deviasi yang cukup berat dari kisran 3. Berikan oksigen
normal) ditingkatkan pada skala tambahan seperti
pada permukaan kulit pasien
5(tidak ada deviasi dari kisaran normal) yang diperintahkan tidak terbawa masuk saat jarum
2. Despnea saat istirahat dipertahankan suntik dimasukkan.
4. Monitor aliran
pada skala 2 (deviasi yang cukup berat 8. Untuk melapisi laras jarum
oksigen
dari kisran normal) ditingkatkan pada suntik dan lumen.
5. Anjurkan pasien
skala 5(tidak ada deviasi dari kisaran 9. Agar terhindar kejadian emboli
dan keluarga
normal) pada peredaran darah pasien
mengenai
10. Agar pengeluaran darah dapat
penggunaan
mengalir dengan lancar.
penggunaan
11. Pengambilan spesimen darah
oksigen dirumah
tepat pada arteri.
Phlebotomi : Sampel 12. Agar tetap terjaga volume
Darah Arteri darah pada tubuh pasien
13. Agar darah tetap steril dan awet
6. Raba arteri
sampai masa pengujian pada
brakialis atau radial
laboratorium
palpasi
14. Agar spesimen darah tidak
7. Bersihkan daerah
terjadi salah pengujian atau
dengan cairan yang
tertukar dengan pasien lain.
tepat
15. Sebagai evaluasi terhadap
8. Tarik sejumlah
kecil heparin ke tindakan yang telah dilakukan.
dalam alat.
9. Keluarkan semua
gelembung udara
dari jarum suntik
10. Stabilkan arteri
dengan
meregangkan kulit
denagn kencang
11. Masukkan jarum
langsung diatas
pulsasi pada sudut
45-60 derajat
12. Dapatkan 3 hingga

5 cc spesimen darah
13. Sumbat jarum

suntik dan

tempatkan dalam es
segera

14. Label i spesimen


yang sesuai
protokol lembaga
15. Catat suhu,
persentase oksigen,
metode pemberian,
nilai peredaran
darah.
4 Gangguan Setelahdilakukanasuhankeperawatansela Pengecekan Kulit – 1. Mengetahui kondisi kulit klien
integritas kulit ma 2x24 Gangguan integritas kulit dapat 3590
2. Mengetaui apaka ada
d.d kemerahan teratasi 1. Periksa kulit dan
peningkatan suhu
Integritas Jaringan : Kulit dan selaput lendir
3. Menetahui kondisi kulit klien
Membran Mukosa - 1101 terkait dengan
4. Keluarga dapat mengetahui
KriteriaHasil : adanya kemerahan,
tandatanda kerusakan kulit
kehangatan ekstrim
1. Eritema dipertahankan pada 3
dengan tepat
, edema atau
ditingkatkan ke 4
Mengetahui perubahan membran
drainase
mukosa
2. Monitor warna dan
suhu kulit

3. Monitor kulit
adanya ruam dan
lecet
4. Ajarkan keluarga /
pemberi asuhan
mengenai
tandatanda
kerusakan kulit
dengan tepat
5. Dokumentasikan
perubahan
membran mukosa
5 Defisiensi Setelahdilakukan 5602 – Pengajaran : 1. Mengetahui tingkat
pengetahuan Asuhankeperawatanselama 2x24 Proses Penyakit pengetahuan klien
b.d kondisi Defisiensi Pengetahuan dapat teratasi 1. Kaji tingkat 2. Klien dapat mengetahui kondisi
klinis yang baru Pengetahuan : Proses Penyakit - 1803 pengetahuan pasien yang sedang dialaminya
dihadapi oleh KriteriaHasil : terkait dengan proses 3. Keluarga dapat mengetahui
kliend.d 1. Proses perjalanan penyakit biasanya penyakit yang
perkembangan penyakit klien
menanyakan dipertahankan pada 3 ditingkatkan ke spesifik 4. Klien dapat mengetahui
masalah yang 4 tindakan untuk meminimakan
2. Berikan informasi
dihadapi 2. Tanda dan gejala penyakit gejala penyakitnya
pada pasien
dipertahankan pada 3 ditingkatkan ke 5. Klien mengetahui kondisi
mengenai kondisinya
4 seperti apa yang harus
sesuai kebutuhan
Sumber sumber informasi penyakit spesifik dilaporkan ke petugas
3. Berikan informasi
yang terpercaya dipertahankan pada 3 kesehatan
kepada
ditingkatkan ke 4 6. Memberikan informasi yang
keluarga/orang
akurat untuk klien
penting bagi pasien
mengenai
perkembangan
pasien, sesuai
1. Mengetahui tingkat
kebutuhan
pengetahuan klien
4. Edukasi pasien
2. Mengetahui pola makan klien
mengenai tindakan
sebelum dan sesudah sakit
untuk
3. Mengetahui makanan apa saja
mengontrol/meminim
yang boleh dimakan
alkan gejala, sesuai
4. Membantu dalam menyiapkan
kebutuhan
menu harian
5. Edukasi pasien 5. Mengetahui makanan yang
mengenai tanda dan boleh dan tidak untuk dimakan
gejala yang harus 6. Keluarga berperan aktif dalam
dilaporkan kepada membantu penyembuhan klien
petugas kesehatan, 7. Mengetahui kebutuhan gizi
sesuai kebutuhan klien
6. Perkuat informasi
yang diberikan
dengan anggota tim
kesehatan lain,sesuai
kebutuhan
5614 – Pengajaran :
Peresepan Diet
1. Kaji tingkat tingkat
pengetahuan klien
mengenai diet yang
disarankan
2. Kaji pola makan
pasien saat ini dan
sebelumnya, termasuk
makanan yang disukai
dan pola makan saat
ini
3. Ajarkan pasien nama
nama makanan yang
sesuai dengan diet
yang disarankan
4. Ajarkan pasien untuk
membuat diary
makanan yang

dikonsumsi, jika
diperlukan
5. Instruksikan pasien
untuk menghindari
makanan yang
dipantang dan
mengonsumsi
makanan yang
diperbolehkan

6. Libatkan pasien dan


keluarga
Rujuk pasien ke ahli gizi
jika diperlukan

6 Resiko infeksi Setelahdilakukanasuhankeperawatansela 6540 – Kontrol Infeksi a. Mengetahui


b.d ma 2x24 jam Risiko Infeksi dapat mengenai tanda dan
1. Ajarkan pasien dan
leukositopenia berkurang gejala infeksi dan
keluarga mengenai
Kontrol Resiko : Proses infeksi – 1924 kapan harus
tanda dan gejala
melaporkannya
KriteriaHasil : infeksi dan kapan
kepada penyedia
harus melaporkannya
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala
perawatan kesehatan
kepada penyedia
infeksi dipertahankan pada 3 ditingkatkan
b. Mengetahui
perawatan kesehatan
ke 4
bagaimana
2. Ajarkan pasien dan
2. Mempraktikkan stratei untuk
menghindari infeksi
keluarga mengenai
mengontrol infeksi dipertahankan ke 3
c. 3. Membuat pasien
bagaimana
ditingkatkan ke 4
dapat memiliki
menghindari infeksi
waktu istirahat
3. Dorong untuk
beristirahat yang cukup

4. Tingkatkan intake d. 4. Mempercepat


nutrisi yang sesuai proses
5. Dorong intake cairan penyembuhan
yang sesuai 5. Mempercepat proses
penyembuhan

7 Resiko Setelahdilakukanasuhankeperawatansela 4010 – Pencegahan 1. Mengetahui risiko pendarahan


pendarahan d.d ma 2x24 Risiko Pendarahan dapat Pendarahan 2.Mengetahui tanda tanda
trombositopeni berkurang 1. Monitor dengan pendarahan
a Manajemen diri : terapi antikoagulan ketat risiko terjadinya 3. Meminimalisir terjadinya
pendarahan pada pasien cedera yang menyebabkan
- 3108
2. Monitor pendarahan
KriteriaHasil :
komponen koagulasi 4. Mencegah terjadinya cedera
1. Monitor tanda dan gejala pendarahan darah (termasuk 5.Membantu memperepat
dipertahankan ke 2 ditingkatkan ke 3 Protombin time (PTT), penyembuahan ketika terjadi
2. Menggunakan strategi untuk Partial Thromboplastin cedera
mencegah cedera fisik dipertahankan Time (PTT), 6.Menimimalisir pendarahan akibat
ke 3 ditingkatkan ke 4 fibrinogen, degradasi konstipasi
fibrin/ split product, 7. Keluarga dapat mengambil

dan trombosit hitung tindakan yang tepat

dengan cara yang tepat

3. Lindungi pasien

dari trauma yang dapat

menyebabkan

pendarahan

4. Hindari
mengangkat benda

berat

5. Instruksikan

pasien meningkatkan

makanan yang kaya

vitamin K

6. Cegah konstipasi

(misalnya memotivasi
asupan cairan dan

mengkonsumsi pelunak

feses jika diperlukan


Instruksikan pasien dan
keluarga untuk memoitor
tanda tanda pendarahan
dan mengambil tindakan
yang tepat jika terjadi
pendarahan (misanya
lapor kepada perawat)
DAFTAR PUSTAKA

Abdulsalam, I. M. 2005. Masalah pada Tata Laksana Anemia Aplastik Didapat


Masalah pada Tata Laksana Anemia Aplastik . Sari Pediatri.7(1): 26-33.

Airlangga University Press. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press (AUP).

American Cancer Society. 2005. Aplastic Anemia.


http://www.cancer.org/cancer/aplasticanemia/. [Diakses Pada 8 Januari
2020]

Bakta, I. M. 2003. Hematologi Klinik ringkas. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta:


EGC.

Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

M. Bulechek, G. (2016). edisi enam Nursing interventions classification ( N I C ).


singapore: elsevier Global right

M. Bulechek, G. (2016). edisi enam Nursing Outcomes classification ( N O C ).


singapore: elsevier Global right

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi


10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai