3. Pokok Bahasan
4. Subpokok Bahasan
5. Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk penyuluhan adalah 45 menit.
7. Model Pembelajaran
8. Persiapan
Penyuluh mencari referensi (buku, jurnal dan lain-lain) tentang demam typhoid,
dan upaya yang dapat dilakukan untuk meringankan demam typhoid, serta membuat
media penyuluhan (leaflet).
No Tindakan
Proses Waktu
Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
c. Memperhatikan
d. Menyetujui
kesepakatan waktu
penyuluhan
e. Menjawab
b. Menjelaskan penyebab
demam typhoid.
1) Menanyakan kepada
peserta mengenai materi
yang baru disampaikan b. Memperhatikan
2) Mendiskusikan bersama 1) Memberikan
jawaban yang diberikan pertanyaan
2) Memperhatikan
dan memberi
c. Menjelaskan pencegahan tanggapan
demam typhoid.
1) Menanyakan kepada
peserta mengenai materi
yang baru disampaikan
2) Mendiskusikan bersama
jawaban yang diberikan
c. Memperhatikan
1) Memberikan
d. Menjelaskan pertanyaan
penatalaksanaan demam 2) Memperhatikan
typhoid dan memberi
1) Menanyakan kepada tanggapan
peserta mengenai materi
yang baru disampaikan
2) Mendiskusikan bersama
jawaban yang diberikan
d. Memperhatikan
1) Memberikan
pertanyaan
2) Memperhatikan
dan memberi
tanggapan
b. Mengajukan pertanyaan
kepada peserta b. Memberi jawaban
dan saran
c. Mendiskusikan bersama
jawaban dari pertanyaan c. Memberi komentar
yang telah diberikan dan menjawab
pertanyaan bersama
d. Menutup pertemuan dan
memberi salam. d. Memperhatikan dan
membalas salam
10. Evaluasi
a. Prosedur Evaluasi
Peserta penyuluhan menjawab pertanyaan
B. Epidemiologi
WHO menyatakan penyakit demam tifoid di dunia mencapai 11-20 juta kasus
per tahun yang mengakibatkan sekitar 128.000 - 161.000 kematian setiap
tahunnya (WHO, 2018). Kasus demam tifoid di Indonesia dilaporkan dalam
surveilans tifoid dan paratifoid Nasional. Demam tifoid masih umum terjadi di
negara berkembang, hal ini mempengaruhi sekitar 21,5 juta orang setiap tahun.
Wabah demam tifoid dilaporkan di Jepang pertama kali selama 16 tahun, 3/7
pasien adalah pengunjung restoran sedangkan 4/7 pasien merupakan pekerja
restoran (Kobayashi, 2016).
Penyakit ini mencapai tingkat prevalensi 358 - 810/100.000 penduduk di
Indonesia. Kasus demam tifoid ditemukan di Jakarta sekitar 182,5 kasus setiap
hari. Diantaranya, sebanyak 64% infeksi demam tifoid terjadi pada penderita
berusia 3 - 19 tahun. Namun, rawat inap lebih sering terjadi pada orang dewasa
(32% dibanding anak 10%) dan lebih parah. Kematian akibat infeksi demam tifoid
di antara pasien rawat inap bervariasi antara 3,1 - 10,4% (sekitar 5 - 19 kematian
sehari) (Typhoid Fever: Indonesia’s Favorite Disease, 2016). Berdasarkan data
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010, demam tifoid menduduki peringkat ke-3
dengan jumlah penderita sebanyak 41.081 orang yaitu 19.706 laki-laki dan 21.375
perempuan. Sebanyak 274 penderita meninggal dunia (Kemenkes RI, 2011)
C. Penyebab Demam Typhoid
1. Bakteri
Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi. Sementara
demam paratifoid yang gejalanya mirip dengan demam tifoid namun lebih
ringan, disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C. Bakteri ini hanya
menginfeksi manusia. Penyebaran demam tifoid terjadi melalui makanan dan
air yang telah tercemar oleh tinja atau urin penderita demam tifoid dan mereka
yang diketahui sebagai carrier (pembawa) demam tifoid (Wasito dkk., 2009).
Salmonella typhi disebarkan melalui rute fekal-oral yang memiliki potensi
epidemik. Port d’entre Salmonella typhi adalah usus, apabila seseorang
menelan organisme ini sebanyak 107 bakteri, dosis dibawah 105 tidak
menimbulkan penyakit. Penularan demam tifoid dapat terjadi melalui berbagai
cara yang dikenal degan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan Faeces (tinja) (Prehamukti, 2018).
2. Jamban tidak memenuhi syarat
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan
kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan
leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit
penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. Penyebab yang dapat
mengakibatkan kasus demam tifoid terjadi di tempat tinggal penderita demam
tifoid sebelumnya yaitu letak jamban dan sumber persediaan air. Jarak minimal
yang direkomendasikan untuk jarak septic tank dengan sumber air bersih
adalah 10 m. Hal ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi bakteriologis dari
septic tank ke sumber air bersih responden. Kondisi rumah yang berhubungan
dengan kualitas air bersih perlu diperhatikan agar air bersih tidak mengalami
pencemaran (Yonathan, 2013).
3. Kontaminasi makanan
Terdapatnya kontaminan dalam makanan dapat berlangsung melalui dua
cara, yaitu kontaminasi langsung dan kontaminasi silang. Kontaminasi
langsung terjadi pada bahan makanan mentah, baik tanaman maupun hewan.
kontaminasi silang dapat terjadi selama makanan ada dalam tahap persiapan,
pengolahan, pemasakan, maupun penyajian (Alamsyah, 2013). Makanan yang
dicuci dengan air yang telah terkontaminasi, sayuran yang dipupuk dengan tinja
manusia, makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air
minum yang tidak dimasak menjadi peyebab terjadinya demam typhoid
4. Sanitasi lingkungan buruk dan penyediaan air bersih yang kurang memadai
Air yang tidak bersih banyak mengandung bakteri penyebab penyakit. Bila
digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman dengan cepat
masuk ke dalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit. Sabun dapat
membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena tanpa sabun kotoran dan
kuman masih tertinggal di tangan. Waktu yang tepat untuk cuci tangan adalah
setiap kali tangan kita kotor (setelah; memegang uang, memegang binatang,
berkebun, dll), setelah buang air besar, setelah menceboki bayi atau anak,
sebelum makan dan menyuapi anak, sebelum memegang makanan, dan sebelum
menyusui bayi (Prehamukti, 2018).
2. Usia
Prevalensi demam tifoid paling tinggi pada usia 3-19 tahun karena
pada usia tersebut orangorang cenderung memiliki aktivitas fisik yang
banyak, sehingga kurang memperhatikan pola makannya, akibatnya mereka
cenderung lebih memilih makan di luar rumah, yang sebagian besar kurang
memperhatikan higienitas. pada usia anak sekolah, mereka cenderung
kurang memperhatikan kebersihan atau hygiene perseorangannya yang
mungkin diakibatkan karena ketidaktahuannya bahwa dengan jajan makanan
sembarang dapat menyebabkan tertular penyakit demam tifoid
(Ramaningrum, 2017).
3. Status gizi dan sistem imun yang lemah
Selama ini status gizi menjadi masalah besar di negara berkembang,
termasuk Indonesia. Status gizi anak dapat dinilai dari antropometri yaitu
BB/U, TB/U, dan BB/TB. Menurut Nurvina Wahyu A, status gizi yang kurang
dapat menurunkan daya tahan tubuh anak, sehingga anak mudah terserang
penyakit, bahkan status gizi buruk dapat menyebabkan angka mortilitas
demam tifoid semakin tinggi (Ramaningrum, 2017).
D. Tanda dan gejala demam typhoid
Demam typhoid ditandai dengan panas terutama malam hari yang
disebabkan oleh kuman Salmonella Typhy. Berikut tanda dan gejala yang harus
diperhatikan:
1. Demam
Demam pada demam typhoid didahului dengan demam yang tidak
terlalu tinggi yang dimulai pada sore hari kemudian meningkat pada malam
hari dimana suhu bisa mencapai 39-40 0 atau bahkan lebih. Pola demam pada
demam typhoid sangat spesifik dimana minggu pertama demam makin
meninggi, kemudian pada minggu kedua stabil tinggi. Sakit kepala dan pusing,
sakit perut yang disertai diare atau konstipasi, lemah, nafsu makan menurun
bahkan sampai tidak ada karena perasa menjadi pahit selalu ada pada pasien
demam typhoid. Muka pucat, pandangan kosong, bibir dan mukosa merah
serta lidah berwarna keputihan disertai tepi kemerahan khas pada demam ini.
kesadaran dari somnolent bisa sampai stupor, paling sedikit delirium (Juffrie
dkk., 2018).
3. Gangguan Kesadaran
Umunya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa
penurunan kesadaran ringan, sering didapatkan kesadaran apatis dengan
kesadaran seperti berkabut (tifoid) (Depkes, 2010).
E. Pencegahan demam typhoid
Pencegahan typhoid dapat dilakukan dengan cara (Nanda dkk, 2016) :
1. Menjalankan pola hidup bersih, seperti menggunakan air bersih untuk memasak,
minum dan membersihkan tempat makan. Serta cuci tangan sebelum makan.
2. Menjaga pola makan yang benar, sebagian orang dengan typhoid disebabkan
tidak teraturnya pola makan sehingga asupan nutrisi untuk tubuh kurang dan daya
tahan tubuh melemah sehingga bakteri mudah masuk ke dalam tubuh.
3. Jangan terlalu sering mengonsumsi makanan yang berminyak, pedas, dan asam.
4. Pemberian vaksin typhoid, dapat menjadi alternatif untuk mencegah terjadinya
demam typhoid.
F. Tata Laksana
A. Farmakologis (Rahmasari, 2018) :
Penatalaksanaan keterangan
Tirah baring Dilakukan sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih sampai 14 hari
Diet lunak rendah serat Asupan serat maksimal 8 gram/hari,
menghindari susu, daging berserat
kasar, lemak, terlalu manis, asam,
berbumbu tajam
Menjaga kebersihan Tangan harus dicuci sebelum menangani
makanan, selama persiapan makan dan
setelah menggunakan toilet
G. PEMERIKSAN PENUNJANG
Pemilihan spesimen untuk kultur sebagai penunjang diagnosis typhoid pada demam
minggu pertama dan awal minggu kedua adalah darah, karena masih terjadi
bakteremia. Sedangkan pada minggu kedua dan ketiga spesimen sebaiknya diambil
dari kultur tinja dan urin.
2. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaaan serologis demam tifoid secara garis besar terbagi atas pemeriksaan
antibodi dan pemeriksaan antigen. Pemeriksaan antibodi yang dapat dilakukan
adalah test Widal, test Hemagglutinin (HA), Countercurrent immunoelectrophoresis
(CIE), dan test cepat/ rapid test (Typhidot, TUBEX). Dan untuk pemeriksaan antigen
bisa dilakukan dengan tes ELISA (UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, D. 2013. Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Kobayashi, T., Kutsuna, S., Hayakawa, K., Kato, Y., Ohmagari, N.,Uryu, H., Ohnishi,
M. 2016. Case report: An outbreak of food-borne typhoid fever due to
salmonella enterica serotype typhi in Japan reported for the first time in 16
years. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 94(2): 289–291.
Nuruzzaman, H., dan F. Syahrul. 2016. Analisis Risiko Kejadian Demam Tifoid
Berdasarkan Diri dan Kebiasaan Jajan di Rumah. Jurnal Berkala
Epidemiologi .Vol 4(1): 74-86.
UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI. 2016. Rekomendasi IDAI mengenai
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Demam Tifoid. Pengurus Pusat Ikatan
Dokter Anak Indonesia: Jakarta.
Ulfa, F., dan O.W.K. Handayani. 2018. Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pagiyanten. Semarang : HIGEIA.
Yonathan, D. Y. 2013. Hubungan antara Kualitas Sarana dan Prasarana Rumah dan
Perilaku Sehat dengan Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas
Ngaliyan Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(1): 390-398.
Nanda, S.D., Maulina. 2016. Perilaku Pencegahan Penyakit Demam Tifoid Pada
Mahasiswa Prevention Behavior In Students Tyhpoid Fever. Jurnal
Universitas Syiah Kuala. Vol 1(1): 1-5