Anda di halaman 1dari 24

PERILAKU MENYIMPANG BERHUBUNGAN DENGAN HIV-AIDS

KEPERAWATAN HIV-AIDS

oleh :
Kelompok 1 B 2017
Levi Nadya Nur Imamah NIM 172310101083
Tirsa Intania Dewi NIM 172310101087
Rachma Ayu Dewanti NIM 172310101093
Intan Nur Annisa NIM 172310101107

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan ini. Tak lupa
sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan, Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing kita dari zaman jahiliyah menuju jalan yang terang
benderang ini. Dalam kesempatan kali ini penulis menyusun makalah dengan
judul “HIV-AIDS”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Keperawatan HIV-AIDS Fakultas Keperawatan Universitas Jember serta menjadi
salah satu rujukan bacaan bagi mahasiswa. Penyusunan makalah ini tentunya tidak
lepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Ns. Dicky Endrian Kurniawan, M.Kep. selaku dosen penanggung jawab
Keperawatan HIV-AIDS
2. Ns. Ahmad Rifai, S.Kep, M.S. selaku dosen penanggung jawab mata kuliah
Keperawatan HIV-AIDS
3. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan entah dari
penulisan maupun penyampaian, oleh karena itu penulis mengharapkan segala
kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya
penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bondowoso, 29 Februari 2020


Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL .................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB 1. PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................... 3

BAB 2. TINJAUAN TEORI ....................................................................... 4

2.1 Definisi ..................................................................................... 4


2.2 Epidemiologi ............................................................................ 6
2.3 Hubungan Narkoba, Industri Seks, Komersial, Migrasi/Mobilitas
Penduduk dengan HAIV AIDS ................................................ 9
2.4 Dampak HIV AIDS .................................................................. 12
2.5 Penanggulangan ....................................................................... 15

BAB 3. PENUTUP ..................................................................................... 18

3.1 Kesimpulan .............................................................................. 18


3.2 Saran ......................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 19

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


HIV (Human Immonideficiency Virus) merupakan virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yaitu pada sel darah putih
manusia sehingga mengakibatkan penuran sistem imun yang dapat
menimbulkan adanya tanda dan gejala bahkan sampai muncul terjadinya suatu
penyakit penyerta. Pada tahap ini kondisi tersebut disebut AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrome). Permasalahan HIV AIDs dapat terjadi akibat
dampak penyalahgunaan narkoba, hubungan seksual baik biseksual ataupun
heteroseksual, industri seks komersial, serta hubungan migrasi/mobilitas
penduduk di suatu wilayah yang berdampak pada konteks Individu, keluarga,
komunitas, dan Nasional.
BNN menyebutkan bahwa Indonesia mengantongi
angka penyalahgunaan narkoba tahun 2017 sebanyak 3.376.115 orang pada
rentang usia 10-59 tahun, Kalangan pelajar di tahun 2018 mengalami
penurunan (dari 13 ibukota provinsi di Indonesia ) mencapai angka 2,29 juta
orang (Pulsidatin, 2019). Sedangkan pada Industri seks komersial di tahun
2015 didapatkan data yang mana mengalami penurunan yaitu hanya 56.000
PSK yang ada di 164 lokalisasi yang pada awalnya didapatkan sekitar 71.721
orang PSK, naik sekitar 8.000 orang (Rusyidi, 2018), Pada tahun 2018 di
Cianjur, Dinkes Cianjur mengemukakan bahwa ditemukan 94 orang
teridentifikasi menderita HIV AIDS dengan 40 persen diantaranya yaitu LSL.
LSL sebagai penyebab HIV AIDS terbanyak dari penyebab HIV AIDS
lainnya. (KEMENKES RI, 2012). Dampak kependudukan terkait migrasi
tertinggi menurut BPS tahun 2016 yaitu di wilyah Jawa Barat sedangkan
menurut Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) Kaltim bahwa kota Samarinda menjadi kota tertinggi yang paling
berkontribusi melakukan migrasi dengan prosentase 2,1% dari 3,8% laju
pertumbuhan penduduk (LPP) (Pemprov Kaltim, 2014).
HIV dan AIDS menjadi dampak turunan penyalahgunaan narkoba
melalui pemakain menggunakan suntikan secara ganti-ganti jarum suntik
sehingga sangat berpotensi penularan HIV dan AIDS. Selain narkoba terdapat

1
jaringan seksual yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV yaitu melalui
penularan hubungan seks kepada pasangannya baik itu istri, perempuan lain,
maupun wanita penjaja seks yang melakukan hubungan seksual dengannya.
HIV AIDs juga dapat terjadi lantaran tersedianya tempat penyedia jasa seks
dan praktek dalam pelayanan seksual. Ditambah lagi terdapat dampat
hubungan migrasi atau mobilitas penduduk yang mempengaruhi budaya atau
perilaku yang berisiko terjadi penularan HIV AIDS.
Oleh karena itu untuk menangani adanya permasalah terkait HIV
AIDS perlu adanya upaya penanggulangan dampak yang ditimbulkan baik
dari konteks narkoba, industri seks komersial, LSL, maupun
migrasi/mobilitas penduduk.

1.2 Rumusan Masalah

1. Menjelaskan situasi dan kondisi terkini terkait Narkoba, industri seks


komersial, LSL, migrasi/ mobilitas penduduk
2. Menjelaskan hubungan Narkoba, industri seks komersial, LSL, migrasi/
mobilitas dengan HIV AIDS
3. Menganalisis dampak HIV/AIDS pada konteks individu, keluarga,
komunitas dan nasional

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui definisi dari sebab-sebab HIV AIDs (narkoba, industri
Seks Komersial, LSL, dan Migrasi penduduk)
1.3.2 Mengetahui epidemiologi dari penyebab HIV AIDs (narkoba,
industri Seks Komersial, LSL, dan Migrasi penduduk)
1.3.3 Mengetahui hubungan narkoba, industri Seks Komersial, LSL, dan
Migrasi penduduk dengan HIV AIDS.
1.3.4 Mengetahui dampak HIV AIDs pada konteks Individu, keluarga,
komunitas, dan Nasional

2
1.4 Manfaat
1.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan sebagai bahan masukan mahasiswi fakultas
keperawatan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan HIV AIDs serta dampak yang
ditimbulkan akibat HIV AIDs.
1.3.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan informasi bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
dalam pemberian pelayanan kesehatan secara optimal.

3
BAB 2. TINJUAN TEORI

2.1 Definisi

1. Narkoba

Narkoba atau narkotika berasal dari bahasa inggris yaitu narcose atau
narcosis yang memiliki arti menidurkan atau pembiusan. Sedangkan menurut
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) narkoba merupakan obat dalam
penggunaannya untuk menghilangkan nyeri serta memberikan efek stupor
yang cukup lama dalam keadaan sadar serta mampu menyebabkan adiksi.
Menurut UU No. 22 tahun 1997, bahan yang termasuk narkotika yaitu
Tanaman Papever, Opium mentah, Opium masak, seperti Candu, Jicing,
Jicingko, Opium obat, Morfina, Tanaman koka, Daun koka, Kokaina mentah,
Ekgonina, Tnaman Ganja, Damar Ganja, Garamgaram atau turunannya dari
morfina dan kokain. Penyebab terjadinya Narkoba disebabkan oleh (Amanda,
2017):

A. Faktor Internal
a) Ekonomi
pada bidang ekonomi ini mencakup pada kalangan atas maupun
bawah yang mana jika pada kalangan atas. Jika kesulitan mencari
pekerjaan maka terdapat keinginan untk bekerja menjadi pengedar
atau pun jika sudah ketergantungan tanpa memiliki uang yang cukup
maka akan menjadi pengedar dalam memenuhi kebutuhannya akan
narkoba. Sedangkan pada kalangan atas dikarenakan faktor
kurangnya perhatiaan maka berpeluang besar akan terjerumus
menjadi pengedar narkoba.
b) Keluarga
kurang baiknya hubungan antara keluarga terutama broker heart
dapat menyebabkan seseorang mudah putus asa dan frustasi.
c) Kepribadian
kepribadaian kurang baik seseorang dapat menjerumuskan pada
penyalahgunaan narkoba. Ciri-ciri remaja yang memiliki resiko lebib
besar menggunakan yaitu : Cenderung memberontak, Memiliki

4
gangguan jiwa lain, misalnya depresi, cemas, Perilaku menyimpang
dari aturan atau norma yang ada, Kurang percaya diri, Mudah
kecewa, agresif dan destruktif, Murung, pemalu, pendiam, Merasa
bosan dan jenuh, Keinginan untuk bersenang-senang yang
berlebihan, Keinginan untuk mencoba yang sedang mode, Identitas
diri kabur, Kemampuan komunikasi yang rendah, Putus sekolah, dan
kurang menghayati iman dan kepercayaa.
B. Faktor Eksternal
a) Pergaulan, dan
b) Sosial dan masyarakat (amanda, 2017).

2. Industri Seks Komersial


Industri seks komersial adalah sebuah penjualan atau penyedia jasa
seksual oleh seseorang kepada pengguna jasa seks. Seseorang tersebut sering
disebut pelacur atau PSK yang mana mempunyai tujuan memuaskan
pengguna dengan imbalan uang. Selain itu terdapat pihak-pihak yang terlibat
di dalamnya, diantaranya mucikari yang mana sebagai yang bertanggung
jawab dalam pengadaan, fasilitas, dan pengelolaan nya. Dan selain itu
terdapat perantara sebagai calo yang merekrut, mencari, dan membujuk para
wanita untuk dijadikan PSK. (Rusyidi, 2018).

3. Lelaki Seks Lelaki


LSL adalah laki suka laki (suka dalam hal melakukan hubungan
seks), atau biasanya dalam masyarakat disebut homo. LSL adalah suatu
kelompok atau sub masyarakat yang tersembunyi, dimana kelompok laki-
laki ini aktif berhubungan seksual. Dimana saat ini kejadian LSL banyak
muncul di Indonesia.

4. Migrasi/ Mobilitas Penduduk


Mobilitas penduduk adalah keadaan suatu daerah yang menyebabkan
adanya pergerakan atau perpindahan penduduk dalam waktu tertentu dalam
batas wilayah tertentu seperti batas provinsi, kabupaten, kecamatan, dan

5
sebagainya. Adanya perpindahan penduduk tersebut dipengaruhi oleh faktor
geografi seperti kondisi cuaca maupun kondisi sosial budaya setempat yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi maupun kebutuhan sosial
lainnya (Puspitosari, 2014).
Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk yang termasuk
kedalam bentuk mobilitas permanen atau non sirkuler. Migrasi merupakan
perpindahan dari satu wilayah ke wilayah lainnya dengan maksud untuk
menetap di suatu daerah. Sedangkan migrasi sirkuler merupakan perpindahan
dari suatu tempat ke tempat lain tanpa ada maksud untuk menetap
(Kemendikbud, 2018).

2.2 Epidemiologi

1. Narkoba

Penyebaran Narokita menurut Amanda, 2017 mengatakan penyebaran


narkoba susah untuk diberantas diakarenkan konsumen mendapat narkoba dari
okunm-oknum yang tidak bertanggung jawab, misalnya Misalnya saja dari
bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik,
tempat pelacuran, dan tempattempat perkumpulan geng. Tentu saja hal ini bisa
membuat para orang tua, ormas, pemerintah khawatir akan penyebaran
narkoba yang begitu meraja rela. Selain itu dilihat dari geografi bahwasannya
indonesia terletak dianatara tiga benua serta perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan transportasi memudahkan pendistribusian narkoba secara gelap
(Amanda, 2017).

Peredaran narkoba di Indonesia kondisinya sudah mengkhawatirkan.


Hal ini berdasarkan data yang dikeluarkan oleh POLRI dimana angka kasus
peredaran narkoba di Indonesia mengalami peningkatan sebagai berikut: pada
tahun 2010 jumlah kasus narkoba berjumlah 17.384 kasus dengan jumlah
tersangka sebesar 23.900; pada tahun 2011 terjadi peningkatan kasus menjadi
sebanyak 19.045 dengan jumlah tersangka sebanyak 25.154; pada tahun 2012
jumlah kasus sebesar 18.977 dengan jumlah tersangka sebanyak 25.122; pada
tahun 2013 berjumlah 21.119 kasus dengan total 28.543 tersangka; serta pada

6
tahun 2014 terdapat sebesar 22.750 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak
30.496 (Hariyanto, 2018).

World Drugs Reports 2018 yang diterbitkan United Nations Office on


Drugs and Crime (UNODC), menyebutkan sebanyak 275 juta penduduk di
dunia atau 5,6 % dari penduduk dunia (usia 15-64 tahun) pernah mengonsumsi
narkoba. Sementara di Indonesia, BNN selaku focal point di bidang
Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba (P4GN) mengantongi angka penyalahgunaan narkoba tahun 2017
sebanyak 3.376.115 orang pada rentang usia 10-59 tahun. Sedangkan angka
penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar di tahun 2018 mengalami
penurunan (dari 13 ibukota provinsi di Indonesia ) mencapai angka 2,29 juta
orang. Salah satu kelompok masyarakat yang rawan terpapar penyalahgunaan
narkoba adalah mereka yang berada pada rentang usia 15-35 tahun atau
generasi milenial (Pulsidatin, 2019).

2. Industri Seks Komersial

Melalui kementrian sosial Indonesia direncanakan akan bebas


lokalisasi porstitusi pada tahun 2019. Sebagian kelompok masyarakat
menanggapi rencana tersebut dengan pesimis. Dikarenakan menurut mereka
itu hanya menangani masalah di permukaan nya saja karena pelacuran di
Indonesia bersifat kompleks serta konsistensi pemerintah dalam pencegahan
dan penanganan komersialisasi seks di Indonesia kurang. Misalnya sudah
terdapat aturan Negara KUHP pasal 296 dan 506 yang mana hanya
mempidana mucikarinya saja. Tidak terdapat data yang valid mengenai jumlah
PSK di Indonesia yang tepat.

Data yang terdapat di kementrian sosial Indonesia hanya mencatat


jumlah PSK yang terdaftar saja, yaitu mereka-mereka yang terdaftar di
lokalisasi yang tersebar di wilayah Indonesia. Pada data 2009 didapatkan
sekitar 71.721 orang PSK, naik sekitar 8.000 orang dari data 2008. Dan di
tahun 2015 didapatkan data yang mana mengalami penurunan yaitu hanya
56.000 PSK yang ada di 164 lokalisasi. Akan tetapi sudah menjadi hal umum

7
bahwa jumlah PSK yang dilaporkan lebih rendah dibandingkan yang
sebenarnya. Karena data tersebut tidak termasuk pada PSK yang beroperasi
secara individual atau berkelompok di luar area lokalisasi seperti di jalan,
hotel, salon, dan sebagainya. Dan dengan kemajuan teknologi terdapat
pelacuran dalam kategori cyber prostitution yang mana menawarkan jasa
secara online melalui website lalu setelah deal maka akan bertemu di tempat
yang sudah disetujui. Dan hal tersebut sulit untuk didata dan diidentifikasi
karena sifatnya yang tertutup dan selektif. (Rusyidi, 2018)

3. Lelaki Seks Lelaki

Pada tahun 2018 di Cianjur, Dinkes Cianjur mengemukakan bahwa


ditemukan 94 orang teridentifikasi menderita HIV AIDS dengan 40 persen
diantaranya yaitu LSL. LSL sebagai penyebab HIV AIDS terbanyak dari
penyebab HIV AIDS lainnya. Data kementerian kesehatan menyebutkan
bahwa dari bulan April hingga Juni 2012 muncul 3.892 kasus baru HIV dan
1.673 kasus baru AIDS di Indonesia (KEMENKES RI, 2012). Data informasi
Kementerian Kesehatan menyajikan data penderita HIV hingga 2017
mencapai 45.300 orang dan 9.280 orang penderita AIDS (Infodatin
KEMENKES RI, 2018).

4. Migrasi/ Mobilitas Penduduk


Menurut Badan Pusat Satistik (BPS) (2016) didapatkan data migrasi di
Indonesia paling tinggi menduduki wilayah Jawa Barat yaitu sebanyak
750.999 jiwa pada tahun 2015, dimana sebelumnya jumlah migrasi pada
daerah Jawa Barat tercatat 1.048.964 yang kemudian pindah ke Jakarta hingga
jumlah penduduk di DKI Jakarta menjadi tertinggi migrasi kedua sebanyak
706.353 orang.
Dampak kependudukan terkait migrasi pada saat ini telah digelar
sosialisasi dengan mengaitkan laju pertumbuhan penduduk (LPP) dari migrasi
dengan perilaku seks remaja. Seperti yang dilakukan oleh Perwakilan Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kaltim bahwa
kota Samarinda menjadi kota tertinggi yang paling berkontribusi melakukan

8
migrasi dengan prosentase 2,1% dari 3,8% LPP. Adanya peningkatan migrasi
diiringi dengan upaya pengendalian perilaku seks remaja melalui sosialisasi.
Sosialisasi dilakukan dengan tujuan meningkatkan pengetahuan remaja
terhadap seks sehingga diharapkan dapat menghindari perilaku seks bebas,
narkoba serta HIV/AIDS (Pemprov Kaltim, 2014).
Migrasi/ mobilitas penduduk di Indonesia sering ditujukan ke tempat
pariwisata dengan mengutamakan keindahan alam dan budaya, seperti Bali.
Terdapat dalam Pusat Penelitian Kependudukan bahwa keindahan Bali
menarik banyak domestik maupun mancanegara dalam melakukan mobilitas
penduduk (PPK, 2015).

2.3 Hubungan Narkoba, Industri Seks Komersial, Migrasi/ Mobilitas


Penduduk dengan HIV AIDS

1. NARKOBA
Penasun atau pengguna Narkoba Suntik termasuk pada populasi kunci
penyebaran HIV-AIDS, oleh karenanya, penanganan khusus pada kaum
Penasun agar bisa mengurangi dampak buruk penggunaan obat terlarang
dengan cara suntik ini menjadi sebuah keniscayaan. Istilah pengurangan
dampak buruk berasal dari terjemahan Harm Reduction yang berarti
pengurangan/ penurunan kerugian/kerusakan. Pengurangan dampak buruk
obat terlarang merupakan bentuk konsep program yang digunakan untuk
mencegah atau mengurangi konsekuensi negatif yang berkaitan dengan
perilaku penggunaanobat terlarang , khususnya dengan cara suntik.
Program ini bertujuan mencegah penularan HIV pada kelompok penasun
dan pasangannya. Tujuan ini lebih bersifat jangka pendek dan pragmatis
dari pada tujuan jangka panjang berupa penghentian penggunaan obat
terlarang. Penasun menjadi sasaran utama (primer) sedangkan pengguna
obat terlarang yang lain dan pasangan seks Penasun serta keluarganya
menjadi sasaran sekunder, dan masyarakat luas menjadi sasaran tersier
(Dewi dan Sumartias, 2017)

9
HIV dan AIDS menjadi dampak turunan penyalahgunaan narkoba.
Pemakaiain narkoba yang menggunakan suntikan dengan ganti-ganti
jarum suntik sangat berpotensi penularan HIV dan AIDS. Selain melalui
mekanisme pemakaian jarum suntik bergantian, pemakaian narkoba yang
mengandung efek stimulant telah mengganggu fungsi otak secara normal.
Manusia menjadi tidak terkendali lagi perilakunya sehingga berpeluang
besar untuk mempraktekkan tindakan-tindakan beresiko penularan HIV
dan AIDS misalnya melakukan hubungan seks beresiko (ganti-ganti
pasangan seksual tanpa pengaman) (Adam, 2016).

2. Lelaki SeksLelaki
Lelaki seks lelaki (LSL) adalah laki – laki yang terlibat dalam
hubungan seksual dengan laki – laki lain. Lelaki seks lelaki ini dapat
mencakup orang-orang yang mengidentifikasi sebagai gay atau biseksual,
pria transgander yang berhubungan seks dengan laki-laki dan laki-laki
yang mengidentifikasi sebagai heteroseksual. Beberapa lelaki yang
berhubungan seks dengan lelaki juga membentuk hubungan dengan atau
menikah dengan perempuan. Faktor pemicu terjadinya perilaku LSL
dipengaruhi oleh kuatnya peranan lingkungan dan sosial, dimulai dari
peranan lingkungan keluarga, pola asuh, dan lingkungan pergaulan
terutama saat pubertas dan usia remaja (Hardisman DKK, 2018).
LSL cenderung memiliki banyak pasangan seks, baik laki-laki
maupun perempuan. Jaringan seksual yang luas ini meningkatkan risiko
penularan HIV pada pasangan seksualnya. Jika ada LSL yang tertular HIV
tentu LSL tersebut berpotensi untuk menyebarkan HIV di komunitasnya.
Selain itu LSL juga dapat menularkan kepada pasangannya baik itu istri,
perempuan lain, maupun wanita penjaja seks yang melakukan hubungan
seksual dengannya. Oleh karena itu, LSL akan menjadi salah satu mata
rantai penyebaran HIV yang potensial. Komunitas LSL cenderung
melakukan kontak seksual secara bebas dan berisiko, mereka memiliki
banyak pasangan seks, baik laki-laki maupun perempuan, dan banyak di
antara mereka yang membeli dan menjual seks, melakukan hubungan anal

10
seks tanpa menggunakan kondom serta kurangnya kesadaran untuk
melakukan tes HIV (Yusnita dkk, 2019).
Penelitian yang dilakukan pada LSL di 6 kota di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa faktor risiko penularan HIV/AIDS pada LSL yaitu
tidak menggunakan pelindung ketika berhubungan anal seks dan jumlah
partner seks. Di Denmark, menunjukkan bahwa 66% LSL positif
menderita HIV melakukan anal seks yang tidak aman, sedangkan 25 %
LSL negatif HIV juga melakukan perilaku seks yang tidak aman (Cowan
dan Haff, 2008).

3. Industri Seks Komersial


Terdapat banyak resiko bagi kesehatan PSK salah satunya penyakit
menular seksual (PMS) yang mana berkaitan dengan innfeksi HIV AIDS.
Yang mana ditemukan apabila tingkat PMS yang ditemukan disuatu
tempat tinggi maka tingkat infeksi HIV AIDS yang ada juga tinggi. Yang
sering ditemukan bahwa penderita kebanyakan bekerja sebagai pekerja
seks. Banyak juga yang menyebutkan bahwa pekerja seks inilah sumber
penularan dari HIV AIDS dikarenakan para pekerja seks ini berhubungan
dengan banyak orang. Akan tetapi apabila ditelusuri lebih lanjut yang
menjadi masalah utama masih adanya HIV AIDS adalah masih
terdapatnya tempat penyedia jasa seks dan praktek dalam pelayanan
seksnya. Dan pada dasarnya para pekerja seks ini tidak menularkan HIV
pada pengguna jasanya maupun sebaliknya apabila saat prakteknya dengan
menerapkan safe sex. Dimana safe sex disini dimaksudkan apabila
berhubungan seksual dengan pengguna jasanya dengan menggunakan
kondom. Dikarenakan HIV yang mana adalah sejenis parasite yang dapat
hidup di dalam cairan. HIV dapat tumbuh dan berkembang dalam cairan
sperma, cairan vagina, dan lain sebagainya. Karena itulah HIV dan AIDS
dapat ditularkan dengan berhubungan seks yang tidak menerapkan safe sex
dengan kondom. Akan tetapi masih banyak dalam prakteknya tidak
menerapkan safe sex dikarenakan latar belakang ekonomi yang berbeda
antara pekerja seks dan pengguna jasanya. (Regar, 2016)

11
4. Hubungan Migrasi/ Mobilitas Penduduk
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional melakukan penanganan
dalam mengatasi HIV AIDS dengan membentuk suatu populasi sebagai
penentu keberhasilan progam, dimana populasi tersebut mencakup orang
yang berisiko tertular akibat perilaku seksual, bertukar alat suntik, maupun
penularan melalui pekerjaan buruh migran (Rahmawati, 2019).
Beban kerja akibat jumlah tenaga kerja yang tidak cukup, jam kerja
yang panjang, dan kekerasan dapat menyebabkan tenaga kerja mengalami
stres fisik maupun psikologis, sehingga membuat pekerja mengambil
keputusan untuk meninggalkan sektor publik dan bekerja di daerah lain
bahkan di negara lain. Daerah tujuan migrasi biasanya cenderung kepada
daerah yang memiliki latar belakang menarik, baik dari segi sosial-
ekonomi ataupun demigrafisnya. Sebagai contoh seperti yang terdapat
dalam PPK di Bali pada tahun 2015 mengenai dampak sosial migrasi
penduduk.
Bali merupakan tempat yang menarik sebagai tempat tujuan
migrasi baik dari sektor domestik maupun mancanegara. Menjadi tempat
yang ramai akan arus migrasi pasti ada kontak langsung antar penduduk
baik dari penduduk lokal ataupun penduduk migran termasuk dalam
kontak hubungan seksual, hal tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi
potensi penularan virus HIV. Oleh karena itu hubungan antara mobilitas
penduduk dan penyebaran virus HIV/AIDS sangat mungkin terjadi
dikarenakan migran sebagai penduduk baru lebih berpotensi daripada non
migran dalam wilayah tersebut (PPK, 2015).

2.4 Dampak HIV/ AIDS pada Konteks Individu, Keluarga, Komunitas dan
Nasional

1. Individu
Dampak yang akan dirasakan oleh individu tentu saja komplikasi penyakit,
salah satunya yaitu Sarkoma kaposi adalah kanker yang berkembang dari
sel-sel yang melapisi kelenjar getah bening atau pembuluh darah. Sarkoma

12
kaposi seringkali muncul sebagai tumor pada kulit atau pada permukaan
mukosa, seperti di dalam mulut (Ersaha dan Ahmad, 2018). Selain itu
dampak yang dapat ditimbulkan yaitu TBC, Penumonia, Diare, nausea-
vomiting, dysphagia dan bahkan membuat berat badan turun hingga 10%.
Damapk psikis yang timbul yaitu rasa putus asa, penyangkalan, mudah
marah, cemas, serta mudah tersinggung. Selain itu efeknya individu akan
ketergantungan (Kuniawati., dkk, 2007).

2. Keluarga

Dampak yang akan dirasakan atau diterima oleh keluarga dari


penderita HIV AIDS tergantung tingkat pendidikan dan pengetahuan
mengenai cara penyebaran HIV AIDS yang dimiliki. Apabila dilingkungan
keluarga tersebut mempunyai pengetahuan yang cukup bagus tentang
penyebaran HIV AIDS maka tidak ada dampak buruk yang akan terjadi
pada keluarga dari penderita HIV AIDS. Akan tetapi penderita HIV AIDS
seringkali berasal dari kalangan bawah yang mana tidak jarang
pengetahuan masyarakat disekitar lingkungan tempat tinggal penderita
juga sedikit mengenai HIV AIDS dan penyebarannya. Dan itu
menyebabkan penderita dan keluarganya dikucilkan dan dianggap akan
menyebarkan HIV AIDS apabila masih berhubungan dengan keluarga dari
penderita HIV AIDS tersebut. Akibat dikucilkan tersebut terkadang
membuat keluarga merasakan malu dan menganggap itu sebuah aib. Dan
apabila terus berlangsung bisa memungkinkan terjadinya gangguan pada
kejiwaannya, perasaan marah pada penderita HIV AIDS karena
menganggap itu semua karenanya (Rahakbauw, 2016).

3. Komunitas
Dampak HIV AIDS pada komunitas lebih banyak menjadi ajang
bully-an atau bahan perbicaraan di masyarakat luas. Dimana banyak
muncul spekulasi penyebab seseorang menderita HIV AIDS. Pengucilan
dalam komunitas yang terjadi pada penderit HIV AIDS kebanyakan

13
dikarenakan stigma masyarakat yang belum terbuka. Ketakutan
masyarakat akan tertular HIV AIDS dan kurangnya pengetahuan sebagai
faktor tambahan tarjadinya pengucilan. Dampak lebih jelas dirasakan
penderita HIV AIDS yaitu kesepian dan merasa putus asa, entah sakit yang
dideritanya karena kesalahannya atau ketidaksengajaan yang terjadi. Tidak
adanya dukungan dan rasa tertekan memparah sakit yang diderta serta
penyakit pembawa lainnya yang semakin menguasai tubuhnya.

4. Nasional

Menurut Direktorat Jendral P2P Kemenkes RI (2019) kasus infeksi


HIV di Indonesia sejak 2005 sampai dengan Maret 2019 dilaporkan
mencapai 338.363 orang, sedangkan jumlah kondisi AIDS sejak pertama
kali ditemukan pada tahun 1987 sampai dengan Maret 2019 tercatat
115.601 orang. Bulan januari sampai dengan Maret 2019 tranmisi HIV
dilaporkan sebanyak 11.081 orang, sedangkan kasus AIDS mencapai
1.536 orang (Rahmawati, 2019).

Kementerian Kesehatan telah memproyeksikan terdapat


peningkatan infeksi virus HIV pada anak-anak dengan temuan awal yang
dilakukan UNICEF dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN)
bahwa terdapat kesulitan bagi anak-anak yang terkena dampak dari infeksi
virus HIV. Dampak tersebut berupa permasalahan pengobatan seperti
kepatuhan minum obat, sulit mendapatkan obat, ataupun kurangnya
informasi dan pemahaman terkait obat ARV (Sugiharti dkk, 2019).

Kondisi HIV/AIDS berdampak pada kondisi ekomoni suatu


wilayah yang mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi global. Tercatat
dalam penelitian bahwa penderita HIV/AIDS sebanyak empat juta
penderita dengan penghasilan rendah dan menengah. Sedangkan penderita
HIV/AIDs perlu mendapatkan pengobatan ARV seumur hidup. Akibat
kondisi ekonomi yang tidak memadai menyebabkan penderita tidak cukup
mendapatkan obat sehingga dapat memperparah kondisinya dan
menyebabkan meningkatnya pengangguran serta mengurangi

14
kesejahteraan penderita HIV/AIDS, khususnya di negara-negara miskin
dengan penderita HIV/AIDS yang tinggi. IMF memproyeksikan bahwa
pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang akan semakin menurun,
sedangkan dana yang dibutuhkan untuk terapi pengobatan akan semakin
meningkat meskipun mendapat bantuan bilateral dari negara lain maupun
dari IMF. Sehingga pemerintah diharuskan mengurangi ruang fiskal untuk
pengeluaran dalam bidang kesehatan (Pardita & Sudibia, 2014).

2.5 Penanggulangan

1. Narkoba
A. Upayah pemerintah dalam penanggulangan penggunaan narkoba yang
disusun dalam UU No. 35 tahun 2009 terkait narkotika terbagi akan 3
aspek yaitu : (Herindrasti, 2018)
a) Aspek penanggulangan: melalui implementasi strategipengurangan
permintaan obat-obatan UNODC 1998dalam bentuk kerja sama
internasional yang berfokuspada produksi, sirkulasi, dan distribusi gelap
di manaIndonesia menerapkan hukuman mati dan hidupuntuk sindikat
narkotika (Pasal 114 Ayat 2; Sima-nungkalit 2011). Di sisi lain,
implementasi strategipengurangan pasokan melalui intervensi untuk
semuakegiatan pasokan obat oleh lembaga penegak hukum(polisi, jaksa
umum, dan peradilan) seperti menangkap,menyerbu dan menghuk um.
Penegakan hukumdilakukan bersama dengan pengawasan bandara
danpelabuhan laut.
b) 2.Aspek pencegahan: dicapai melalui kolaborasi yangdiop timalk an ant
ara berbagai lembaga, yaitupemerintah (BNN, Pemerintah Daerah,
KementerianKesehatan, Kementerian Dalam Negeri), penegak ukum
(Kepolisian Republik Indonesia, jaksa umum,lembaga peradilan,
lembaga pemasyarakatan, danorganisasi non-pemerintah) serta upaya
dari masyarakat.
c) Rehabilitasi medis dan sosial: yang dicapai melalui Pasal54, dinyatakan
bahwa pecandu narkotika dan penyalahguna narkotika harus melalui

15
rehabilitasimedis dan sosial; Pasal 55 menyatakan bahwa orangtua dan
wali harus melakukan wajib lapor sertamenunjuk rumah sakit untuk
rehabilitasi medis (Pasal56).

B. Terapi Multi Diimensiional Family Terapi (MDFT)


Sebuah terapi dengan cara pendekatan keluarga untuk remaja yang
beresiko maupun pengguna narkoba. Pendekatan ini terdiri dari
remaja, orang tua, interaksi dan sistem sosial ekstra family. Pada
terapi ini membantu remaja mempelajari cara berkomunikasi secara
efektif , memecahkan masalah interpersonal dengan efektif ,
mengatasi kemarahan dan dorongan emosi , meningkatkan kopetensi
sosial dan, mengkritisi peranan dan risiko penyalahgunaan
NARKOBA.Dalan pelaksanaan terapi ini dilakukan kegiatan
pendidikan kesehatan, proses kelompok dimana Implementasi
dilakukan dengan kelompok sebaya yang mana anak remaja sangat
suka berkelompok, pemberdayaan kader baik orang dewasa maupun
remaja dan kemitraan dalam mengatasi permasalahan
penyalahgunaan narkoba (Ritanti, 2019).

2. Industri seks komersial

Agar tidak terjadi intimidasi, dikucilkan dan dampak negative


lainnya yang mana hal tersebut dikarenakan rendahnya pengetahuan
mengenai HIV AIDS dan penyebarannya. Oleh karena itu diperlukan
pengadaan penyuluhan mengenai HIV AIDS dan penyebaranya di daerah-
daerah yang sekiranya rawan akan HIV AIDS. Daerah tempat penyedia
jasa seks juga memerlukan penyuluhan tersebut. (Rahakbauw, 2016)

3. Migrasi/Mobilitas Penduduk
Menurut Rahmawati (2019) program pencegahan yang dapat
dilakukan terkait mobilisasi masyarakat yaitu :
a. Melibatkan petugas lapangan (seperti kader kesehatan/PKK, Petugas
Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), atau posyandu) sebagai pemberi

16
informasi pencegahan HIV dan IMS kepada masyarakat dan untuk
membantu klien mendapatkan akses layanan kesehatan
b. Menjelaskan tentang cara pengurangan risiko penularan HIV dan IMS,
termasuk melalui penggunaan kondom dan alat suntik steril
c. Melibatkan komunitas, kelompok dukungan sebaya, tokoh agama dan
tokoh masyarakat dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi.
4.

17
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

HIV-AIDS berkaitan dengan perilaku-perilaku yang menyimpang sesuai


norma, perilaku-perilaku tersebut yaitu narkoba, komersial pekerja seks,
imigrasi, lelaki seks lelaki. Penularan HIV-AIDS yang paling terkenal yaitu
ditularkan pada hubungan seksual yang mana hal tersebut berhubungan dengan
komersial pekerja seks dan lelaki seks lelaki, sedangkan untuk narkoba dapat
ditularkan melalui jarum suntik yang bergantian dalam pemakaian. Pada
imigran juga berpotensi untuk menularkan HIV-AIDS jika imigran tersebut
mengidap HIV-AIDS. Dampak sesorang terkena HIV-AIDS akan
berdampakpada dirinya sendiri, keluarga, komunitas, serta nasional.

3.2 Saran

Dalam pembuatan makalah penulis mengharapkan, makalah ini dapat


membantu meningkatkaninformasi terkait narkoba, LSL, PSK, dan imigran
yang berhubungan dengan HIV-AIDS. Selain itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dalam pembuatan mekalah ini dikarenakan manusia tidak luput dan
kesalahan serta dpat menambahakan referensi yang dapat mendukung
informasi terbaru terkait HIV-AIDS dengan perilaku penyimpangan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Adam Arlin. 2016. Rehabilitas Narkoba dan AIDS; Memandukan Pendekatan


Model Medis dan Modal Sosial. Ed 1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Amanda. P. M., S. Humaedi, dan M. B, Santoso. 2017. Penyalahgunaan Narkoba


di Kalangan Remaja. Jurnal Penelitian & PPM. Vol4(2):129-389

Badan Pusat Statistik (BPS). 2016. Migrasi Risen (Recent Migration) Tahun
1980, 1985, 1990 , 1995, 2000, 2005, 2010, dan 2015.
https://www.bps.go.id/statictable/2011/01/07/1273/migrasi-risen-
recent-migration-tahun-1980-1985-1990-1995-2000-2005-2010-dan-
2015.html [Diakses pada 28 Februari 2020].

Cowan, S.A., J. Haff. 2008. HIV and risk behavior among men who have sex with
men in Denmark-the 2006 sex life survey. Vol. 13(48):1-6.

Dewi, S. A. E dan S, sumartias. 2017. Promosi Kesehatan Hiv-Aids Dan Stigma


Terhadap Pengguna Narkoba Suntik (Penasun) Di Kabupaten
Sumedang. Sosiohumaniora. Vol 19(2):129-140

Ersha, F. R dan A, Ahmad. 2018. Human Immunodeficiency Virus – Acquired


Immunodeficiency Syndrome dengan Sarkoma Kaposi. Jurnal
Kesehatan Andalas. Vol 7(3):131-134

Hardisman., Firdawati., I. N. Sulrieni. 2018. Model Determinan Perilaku "Lelaki


Seks Lelaki" di Kota Padang, Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Vol 7(3): 305-313

Hariyanto. P, Bayu. 2018. Pencegahan dan Pemberantasan Narkoba di Indonesia.


Jurnal Daulat Hukum. Vol 1(1):201-210

Herindrasti, S. V.L. 2018. Drug-Free ASEAN 2025: Tantangan Indonesia dalam


penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba. Jurnal Hubungan
Internasional. Vol 7(1): 19-30

19
Kementrian Kesehatan RI. 2012. Laporan Estimasi Nasional infeksi HIV
Indonesia. Jakarta. Indonesia: Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2012.

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Laporan Situasi Perkembangan HIV-AIDS &


PIMS di Indonesia AprilJuni 2018.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2018. Pendalaman Materi Geografi


Modul 22 Migrasi. Ristekdikti.

Kurniawati, D. N dan N. M, nurs. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien


Terinveksi HIV/AIDS. Ed 1. Jakarta: Salemba Medika

Malik, M. A dan M. Syafiq. 2019. Pengalaman Rehabilitas Penyalahgunaan


Narkoba. Character: Jurnal Penelitian Psikologi. Vol 6 (5): 1-9

Pardita, D. P. Y., dan K. Sudibia. 2014. Analisis Dampak Sosial, Ekonomi, dan
Psikologis Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar. Jurnal Buletin
Studi Ekonomi. 19(2): 193-199.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. 2014. BKKBN Kaji Dampak Migrasi di


Kaltim. https://kaltimprov.go.id/berita/bkkbn-kaji-dampak-migrasi-di-
kaltim [Diakses pada 28 Februari 2020].

Pulsidatin. 2019. Penggunaan Narkotika di Kalangan Remaja Meningkat. Badan


Narkotika Nasional Republik Indonesia. 12 Agustus 2019.

Pusat penelitian kependudukan. 2015. Penularan HIV & AIDS sebagai Dampak
Sosial dari Adanya Migrasi Penduduk.
http://kependudukan.lipi.go.id/en/population-study/publich-
health/229-penularan-hiv-aids-sebagai-dampak-sosial-dari-adanya-
migrasi-penduduk [Diakses pada 28 Februari 2020].

Puspitosari, P. 2014. Kajian Mobilitas Penduduk Sirkuler di Kecamatan Waru


Kabupaten Sidoarjo.
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/swara-
bhumi/article/download/7366/7828 [Diakses pada 28 Februari 2020].

20
Rahakbauw, Nancy. 2016. Dukungan Keluarga Terhadap Kelangsungan Hidup
ODHA (Orang Dengan HIV AIDS). Insani. 3(1): 64-82

Rahmawati, M. 2019. Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia dalam Ancaman


RKUHP. Edisi Pertama. Jakarta Selatan: Institute for Criminal Justice
Reform (ICJR).

Regar, P. M., Kairupan. J. K. 2016. Pengetahuan Pekerja Seks Komersial (PSK)


Dalam Mencegah Penyakit Kelamin Di Kota Manado. Jurnal Holistik.
11(17): 1-20

Ritanti. 2019. Efektifitas Intervensi Keperawatanmultidimesional Family Therapy


Untuk Mengatasi Penyalahgunaan Narkoba Pada Kelompok Anak
Remaja. Healty-Mu Journal. Vol 2(2): 55-60

Rusyidi, B., Nunung. N. 2018. Penanganan Pekerja Seks Komersial Di Indonesia.


Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat. 5(13): 303-313

Sugiharti., R. S. Handayani., H. Lestary., Mujiati., dan A. L. Susyanti. 2019.


Stigma dan Diskriminasi pada Anak dengan HIV AIDS (ADHA) di
Sepuluh Kabupaten/Kota di Indonesia. Jurnal Kesehatan Reproduksi.
10(2): 153-161.

Yusnita, V., Hardisman., Abdiana. 2019. Analisis Perilaku Seksual Beresiko dan
Kejadian HIV pada LSL. Jurnal Kesehatan. Vol 10(3): 190-199.

21

Anda mungkin juga menyukai