KEPERAWATAN HIV-AIDS
oleh :
Kelompok 1 B 2017
Levi Nadya Nur Imamah NIM 172310101083
Tirsa Intania Dewi NIM 172310101087
Rachma Ayu Dewanti NIM 172310101093
Intan Nur Annisa NIM 172310101107
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan ini. Tak lupa
sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan, Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing kita dari zaman jahiliyah menuju jalan yang terang
benderang ini. Dalam kesempatan kali ini penulis menyusun makalah dengan
judul “HIV-AIDS”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Keperawatan HIV-AIDS Fakultas Keperawatan Universitas Jember serta menjadi
salah satu rujukan bacaan bagi mahasiswa. Penyusunan makalah ini tentunya tidak
lepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Ns. Dicky Endrian Kurniawan, M.Kep. selaku dosen penanggung jawab
Keperawatan HIV-AIDS
2. Ns. Ahmad Rifai, S.Kep, M.S. selaku dosen penanggung jawab mata kuliah
Keperawatan HIV-AIDS
3. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Dalam menyusun makalah ini masih banyak kekurangan entah dari
penulisan maupun penyampaian, oleh karena itu penulis mengharapkan segala
kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya
penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL .................................................................................................... i
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
jaringan seksual yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV yaitu melalui
penularan hubungan seks kepada pasangannya baik itu istri, perempuan lain,
maupun wanita penjaja seks yang melakukan hubungan seksual dengannya.
HIV AIDs juga dapat terjadi lantaran tersedianya tempat penyedia jasa seks
dan praktek dalam pelayanan seksual. Ditambah lagi terdapat dampat
hubungan migrasi atau mobilitas penduduk yang mempengaruhi budaya atau
perilaku yang berisiko terjadi penularan HIV AIDS.
Oleh karena itu untuk menangani adanya permasalah terkait HIV
AIDS perlu adanya upaya penanggulangan dampak yang ditimbulkan baik
dari konteks narkoba, industri seks komersial, LSL, maupun
migrasi/mobilitas penduduk.
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui definisi dari sebab-sebab HIV AIDs (narkoba, industri
Seks Komersial, LSL, dan Migrasi penduduk)
1.3.2 Mengetahui epidemiologi dari penyebab HIV AIDs (narkoba,
industri Seks Komersial, LSL, dan Migrasi penduduk)
1.3.3 Mengetahui hubungan narkoba, industri Seks Komersial, LSL, dan
Migrasi penduduk dengan HIV AIDS.
1.3.4 Mengetahui dampak HIV AIDs pada konteks Individu, keluarga,
komunitas, dan Nasional
2
1.4 Manfaat
1.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan sebagai bahan masukan mahasiswi fakultas
keperawatan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan HIV AIDs serta dampak yang
ditimbulkan akibat HIV AIDs.
1.3.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan informasi bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
dalam pemberian pelayanan kesehatan secara optimal.
3
BAB 2. TINJUAN TEORI
2.1 Definisi
1. Narkoba
Narkoba atau narkotika berasal dari bahasa inggris yaitu narcose atau
narcosis yang memiliki arti menidurkan atau pembiusan. Sedangkan menurut
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) narkoba merupakan obat dalam
penggunaannya untuk menghilangkan nyeri serta memberikan efek stupor
yang cukup lama dalam keadaan sadar serta mampu menyebabkan adiksi.
Menurut UU No. 22 tahun 1997, bahan yang termasuk narkotika yaitu
Tanaman Papever, Opium mentah, Opium masak, seperti Candu, Jicing,
Jicingko, Opium obat, Morfina, Tanaman koka, Daun koka, Kokaina mentah,
Ekgonina, Tnaman Ganja, Damar Ganja, Garamgaram atau turunannya dari
morfina dan kokain. Penyebab terjadinya Narkoba disebabkan oleh (Amanda,
2017):
A. Faktor Internal
a) Ekonomi
pada bidang ekonomi ini mencakup pada kalangan atas maupun
bawah yang mana jika pada kalangan atas. Jika kesulitan mencari
pekerjaan maka terdapat keinginan untk bekerja menjadi pengedar
atau pun jika sudah ketergantungan tanpa memiliki uang yang cukup
maka akan menjadi pengedar dalam memenuhi kebutuhannya akan
narkoba. Sedangkan pada kalangan atas dikarenakan faktor
kurangnya perhatiaan maka berpeluang besar akan terjerumus
menjadi pengedar narkoba.
b) Keluarga
kurang baiknya hubungan antara keluarga terutama broker heart
dapat menyebabkan seseorang mudah putus asa dan frustasi.
c) Kepribadian
kepribadaian kurang baik seseorang dapat menjerumuskan pada
penyalahgunaan narkoba. Ciri-ciri remaja yang memiliki resiko lebib
besar menggunakan yaitu : Cenderung memberontak, Memiliki
4
gangguan jiwa lain, misalnya depresi, cemas, Perilaku menyimpang
dari aturan atau norma yang ada, Kurang percaya diri, Mudah
kecewa, agresif dan destruktif, Murung, pemalu, pendiam, Merasa
bosan dan jenuh, Keinginan untuk bersenang-senang yang
berlebihan, Keinginan untuk mencoba yang sedang mode, Identitas
diri kabur, Kemampuan komunikasi yang rendah, Putus sekolah, dan
kurang menghayati iman dan kepercayaa.
B. Faktor Eksternal
a) Pergaulan, dan
b) Sosial dan masyarakat (amanda, 2017).
5
sebagainya. Adanya perpindahan penduduk tersebut dipengaruhi oleh faktor
geografi seperti kondisi cuaca maupun kondisi sosial budaya setempat yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi maupun kebutuhan sosial
lainnya (Puspitosari, 2014).
Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk yang termasuk
kedalam bentuk mobilitas permanen atau non sirkuler. Migrasi merupakan
perpindahan dari satu wilayah ke wilayah lainnya dengan maksud untuk
menetap di suatu daerah. Sedangkan migrasi sirkuler merupakan perpindahan
dari suatu tempat ke tempat lain tanpa ada maksud untuk menetap
(Kemendikbud, 2018).
2.2 Epidemiologi
1. Narkoba
6
tahun 2014 terdapat sebesar 22.750 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak
30.496 (Hariyanto, 2018).
7
bahwa jumlah PSK yang dilaporkan lebih rendah dibandingkan yang
sebenarnya. Karena data tersebut tidak termasuk pada PSK yang beroperasi
secara individual atau berkelompok di luar area lokalisasi seperti di jalan,
hotel, salon, dan sebagainya. Dan dengan kemajuan teknologi terdapat
pelacuran dalam kategori cyber prostitution yang mana menawarkan jasa
secara online melalui website lalu setelah deal maka akan bertemu di tempat
yang sudah disetujui. Dan hal tersebut sulit untuk didata dan diidentifikasi
karena sifatnya yang tertutup dan selektif. (Rusyidi, 2018)
8
migrasi dengan prosentase 2,1% dari 3,8% LPP. Adanya peningkatan migrasi
diiringi dengan upaya pengendalian perilaku seks remaja melalui sosialisasi.
Sosialisasi dilakukan dengan tujuan meningkatkan pengetahuan remaja
terhadap seks sehingga diharapkan dapat menghindari perilaku seks bebas,
narkoba serta HIV/AIDS (Pemprov Kaltim, 2014).
Migrasi/ mobilitas penduduk di Indonesia sering ditujukan ke tempat
pariwisata dengan mengutamakan keindahan alam dan budaya, seperti Bali.
Terdapat dalam Pusat Penelitian Kependudukan bahwa keindahan Bali
menarik banyak domestik maupun mancanegara dalam melakukan mobilitas
penduduk (PPK, 2015).
1. NARKOBA
Penasun atau pengguna Narkoba Suntik termasuk pada populasi kunci
penyebaran HIV-AIDS, oleh karenanya, penanganan khusus pada kaum
Penasun agar bisa mengurangi dampak buruk penggunaan obat terlarang
dengan cara suntik ini menjadi sebuah keniscayaan. Istilah pengurangan
dampak buruk berasal dari terjemahan Harm Reduction yang berarti
pengurangan/ penurunan kerugian/kerusakan. Pengurangan dampak buruk
obat terlarang merupakan bentuk konsep program yang digunakan untuk
mencegah atau mengurangi konsekuensi negatif yang berkaitan dengan
perilaku penggunaanobat terlarang , khususnya dengan cara suntik.
Program ini bertujuan mencegah penularan HIV pada kelompok penasun
dan pasangannya. Tujuan ini lebih bersifat jangka pendek dan pragmatis
dari pada tujuan jangka panjang berupa penghentian penggunaan obat
terlarang. Penasun menjadi sasaran utama (primer) sedangkan pengguna
obat terlarang yang lain dan pasangan seks Penasun serta keluarganya
menjadi sasaran sekunder, dan masyarakat luas menjadi sasaran tersier
(Dewi dan Sumartias, 2017)
9
HIV dan AIDS menjadi dampak turunan penyalahgunaan narkoba.
Pemakaiain narkoba yang menggunakan suntikan dengan ganti-ganti
jarum suntik sangat berpotensi penularan HIV dan AIDS. Selain melalui
mekanisme pemakaian jarum suntik bergantian, pemakaian narkoba yang
mengandung efek stimulant telah mengganggu fungsi otak secara normal.
Manusia menjadi tidak terkendali lagi perilakunya sehingga berpeluang
besar untuk mempraktekkan tindakan-tindakan beresiko penularan HIV
dan AIDS misalnya melakukan hubungan seks beresiko (ganti-ganti
pasangan seksual tanpa pengaman) (Adam, 2016).
2. Lelaki SeksLelaki
Lelaki seks lelaki (LSL) adalah laki – laki yang terlibat dalam
hubungan seksual dengan laki – laki lain. Lelaki seks lelaki ini dapat
mencakup orang-orang yang mengidentifikasi sebagai gay atau biseksual,
pria transgander yang berhubungan seks dengan laki-laki dan laki-laki
yang mengidentifikasi sebagai heteroseksual. Beberapa lelaki yang
berhubungan seks dengan lelaki juga membentuk hubungan dengan atau
menikah dengan perempuan. Faktor pemicu terjadinya perilaku LSL
dipengaruhi oleh kuatnya peranan lingkungan dan sosial, dimulai dari
peranan lingkungan keluarga, pola asuh, dan lingkungan pergaulan
terutama saat pubertas dan usia remaja (Hardisman DKK, 2018).
LSL cenderung memiliki banyak pasangan seks, baik laki-laki
maupun perempuan. Jaringan seksual yang luas ini meningkatkan risiko
penularan HIV pada pasangan seksualnya. Jika ada LSL yang tertular HIV
tentu LSL tersebut berpotensi untuk menyebarkan HIV di komunitasnya.
Selain itu LSL juga dapat menularkan kepada pasangannya baik itu istri,
perempuan lain, maupun wanita penjaja seks yang melakukan hubungan
seksual dengannya. Oleh karena itu, LSL akan menjadi salah satu mata
rantai penyebaran HIV yang potensial. Komunitas LSL cenderung
melakukan kontak seksual secara bebas dan berisiko, mereka memiliki
banyak pasangan seks, baik laki-laki maupun perempuan, dan banyak di
antara mereka yang membeli dan menjual seks, melakukan hubungan anal
10
seks tanpa menggunakan kondom serta kurangnya kesadaran untuk
melakukan tes HIV (Yusnita dkk, 2019).
Penelitian yang dilakukan pada LSL di 6 kota di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa faktor risiko penularan HIV/AIDS pada LSL yaitu
tidak menggunakan pelindung ketika berhubungan anal seks dan jumlah
partner seks. Di Denmark, menunjukkan bahwa 66% LSL positif
menderita HIV melakukan anal seks yang tidak aman, sedangkan 25 %
LSL negatif HIV juga melakukan perilaku seks yang tidak aman (Cowan
dan Haff, 2008).
11
4. Hubungan Migrasi/ Mobilitas Penduduk
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional melakukan penanganan
dalam mengatasi HIV AIDS dengan membentuk suatu populasi sebagai
penentu keberhasilan progam, dimana populasi tersebut mencakup orang
yang berisiko tertular akibat perilaku seksual, bertukar alat suntik, maupun
penularan melalui pekerjaan buruh migran (Rahmawati, 2019).
Beban kerja akibat jumlah tenaga kerja yang tidak cukup, jam kerja
yang panjang, dan kekerasan dapat menyebabkan tenaga kerja mengalami
stres fisik maupun psikologis, sehingga membuat pekerja mengambil
keputusan untuk meninggalkan sektor publik dan bekerja di daerah lain
bahkan di negara lain. Daerah tujuan migrasi biasanya cenderung kepada
daerah yang memiliki latar belakang menarik, baik dari segi sosial-
ekonomi ataupun demigrafisnya. Sebagai contoh seperti yang terdapat
dalam PPK di Bali pada tahun 2015 mengenai dampak sosial migrasi
penduduk.
Bali merupakan tempat yang menarik sebagai tempat tujuan
migrasi baik dari sektor domestik maupun mancanegara. Menjadi tempat
yang ramai akan arus migrasi pasti ada kontak langsung antar penduduk
baik dari penduduk lokal ataupun penduduk migran termasuk dalam
kontak hubungan seksual, hal tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi
potensi penularan virus HIV. Oleh karena itu hubungan antara mobilitas
penduduk dan penyebaran virus HIV/AIDS sangat mungkin terjadi
dikarenakan migran sebagai penduduk baru lebih berpotensi daripada non
migran dalam wilayah tersebut (PPK, 2015).
2.4 Dampak HIV/ AIDS pada Konteks Individu, Keluarga, Komunitas dan
Nasional
1. Individu
Dampak yang akan dirasakan oleh individu tentu saja komplikasi penyakit,
salah satunya yaitu Sarkoma kaposi adalah kanker yang berkembang dari
sel-sel yang melapisi kelenjar getah bening atau pembuluh darah. Sarkoma
12
kaposi seringkali muncul sebagai tumor pada kulit atau pada permukaan
mukosa, seperti di dalam mulut (Ersaha dan Ahmad, 2018). Selain itu
dampak yang dapat ditimbulkan yaitu TBC, Penumonia, Diare, nausea-
vomiting, dysphagia dan bahkan membuat berat badan turun hingga 10%.
Damapk psikis yang timbul yaitu rasa putus asa, penyangkalan, mudah
marah, cemas, serta mudah tersinggung. Selain itu efeknya individu akan
ketergantungan (Kuniawati., dkk, 2007).
2. Keluarga
3. Komunitas
Dampak HIV AIDS pada komunitas lebih banyak menjadi ajang
bully-an atau bahan perbicaraan di masyarakat luas. Dimana banyak
muncul spekulasi penyebab seseorang menderita HIV AIDS. Pengucilan
dalam komunitas yang terjadi pada penderit HIV AIDS kebanyakan
13
dikarenakan stigma masyarakat yang belum terbuka. Ketakutan
masyarakat akan tertular HIV AIDS dan kurangnya pengetahuan sebagai
faktor tambahan tarjadinya pengucilan. Dampak lebih jelas dirasakan
penderita HIV AIDS yaitu kesepian dan merasa putus asa, entah sakit yang
dideritanya karena kesalahannya atau ketidaksengajaan yang terjadi. Tidak
adanya dukungan dan rasa tertekan memparah sakit yang diderta serta
penyakit pembawa lainnya yang semakin menguasai tubuhnya.
4. Nasional
14
kesejahteraan penderita HIV/AIDS, khususnya di negara-negara miskin
dengan penderita HIV/AIDS yang tinggi. IMF memproyeksikan bahwa
pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang akan semakin menurun,
sedangkan dana yang dibutuhkan untuk terapi pengobatan akan semakin
meningkat meskipun mendapat bantuan bilateral dari negara lain maupun
dari IMF. Sehingga pemerintah diharuskan mengurangi ruang fiskal untuk
pengeluaran dalam bidang kesehatan (Pardita & Sudibia, 2014).
2.5 Penanggulangan
1. Narkoba
A. Upayah pemerintah dalam penanggulangan penggunaan narkoba yang
disusun dalam UU No. 35 tahun 2009 terkait narkotika terbagi akan 3
aspek yaitu : (Herindrasti, 2018)
a) Aspek penanggulangan: melalui implementasi strategipengurangan
permintaan obat-obatan UNODC 1998dalam bentuk kerja sama
internasional yang berfokuspada produksi, sirkulasi, dan distribusi gelap
di manaIndonesia menerapkan hukuman mati dan hidupuntuk sindikat
narkotika (Pasal 114 Ayat 2; Sima-nungkalit 2011). Di sisi lain,
implementasi strategipengurangan pasokan melalui intervensi untuk
semuakegiatan pasokan obat oleh lembaga penegak hukum(polisi, jaksa
umum, dan peradilan) seperti menangkap,menyerbu dan menghuk um.
Penegakan hukumdilakukan bersama dengan pengawasan bandara
danpelabuhan laut.
b) 2.Aspek pencegahan: dicapai melalui kolaborasi yangdiop timalk an ant
ara berbagai lembaga, yaitupemerintah (BNN, Pemerintah Daerah,
KementerianKesehatan, Kementerian Dalam Negeri), penegak ukum
(Kepolisian Republik Indonesia, jaksa umum,lembaga peradilan,
lembaga pemasyarakatan, danorganisasi non-pemerintah) serta upaya
dari masyarakat.
c) Rehabilitasi medis dan sosial: yang dicapai melalui Pasal54, dinyatakan
bahwa pecandu narkotika dan penyalahguna narkotika harus melalui
15
rehabilitasimedis dan sosial; Pasal 55 menyatakan bahwa orangtua dan
wali harus melakukan wajib lapor sertamenunjuk rumah sakit untuk
rehabilitasi medis (Pasal56).
3. Migrasi/Mobilitas Penduduk
Menurut Rahmawati (2019) program pencegahan yang dapat
dilakukan terkait mobilisasi masyarakat yaitu :
a. Melibatkan petugas lapangan (seperti kader kesehatan/PKK, Petugas
Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), atau posyandu) sebagai pemberi
16
informasi pencegahan HIV dan IMS kepada masyarakat dan untuk
membantu klien mendapatkan akses layanan kesehatan
b. Menjelaskan tentang cara pengurangan risiko penularan HIV dan IMS,
termasuk melalui penggunaan kondom dan alat suntik steril
c. Melibatkan komunitas, kelompok dukungan sebaya, tokoh agama dan
tokoh masyarakat dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi.
4.
17
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2016. Migrasi Risen (Recent Migration) Tahun
1980, 1985, 1990 , 1995, 2000, 2005, 2010, dan 2015.
https://www.bps.go.id/statictable/2011/01/07/1273/migrasi-risen-
recent-migration-tahun-1980-1985-1990-1995-2000-2005-2010-dan-
2015.html [Diakses pada 28 Februari 2020].
Cowan, S.A., J. Haff. 2008. HIV and risk behavior among men who have sex with
men in Denmark-the 2006 sex life survey. Vol. 13(48):1-6.
19
Kementrian Kesehatan RI. 2012. Laporan Estimasi Nasional infeksi HIV
Indonesia. Jakarta. Indonesia: Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2012.
Pardita, D. P. Y., dan K. Sudibia. 2014. Analisis Dampak Sosial, Ekonomi, dan
Psikologis Penderita HIV AIDS di Kota Denpasar. Jurnal Buletin
Studi Ekonomi. 19(2): 193-199.
Pusat penelitian kependudukan. 2015. Penularan HIV & AIDS sebagai Dampak
Sosial dari Adanya Migrasi Penduduk.
http://kependudukan.lipi.go.id/en/population-study/publich-
health/229-penularan-hiv-aids-sebagai-dampak-sosial-dari-adanya-
migrasi-penduduk [Diakses pada 28 Februari 2020].
20
Rahakbauw, Nancy. 2016. Dukungan Keluarga Terhadap Kelangsungan Hidup
ODHA (Orang Dengan HIV AIDS). Insani. 3(1): 64-82
Yusnita, V., Hardisman., Abdiana. 2019. Analisis Perilaku Seksual Beresiko dan
Kejadian HIV pada LSL. Jurnal Kesehatan. Vol 10(3): 190-199.
21