Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH HIV/AIDS

Tinjauan Agama Tentang HIV/AIDS

Dosen Pembimbing: Jaka Pradika, M.Kep., Ners

Disusun Oleh :

Dony Azie P. I1031141010 Luthfi Ummami I1031141033


Ersa Karolin I1031141015 Ficcy Yulianti Sari I1031141036
Irma Agustina I1031141022 Rangga Hariyanto I1031141045
Ayu Mayangsari I1031141026 Lidya Yuniarsih I1031141059
Atrasina Azzyati I1031141027 Febby Hardianti I1031141065
Sultana Zakaria I1031141029

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2017
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya dengan limpahan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah kelompok tentang Tinjauan Agama Tentang HIV/AIDS. Dengan
terselesainya makalah ini penulis berharap, agar setelah membaca dan
mempelajari makalah ini bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih baik dan
sebagaimana tertera dalam tujuan pembuatan makalah ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini dan sekaligus mengharapkan segala masukan baik berupa kritik
maupun saran demi kebaikan kami kedepannya.

Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar makalah ini
lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat menjadi sarana belajar dan bermanfaat
bagi masyarakat pada khususnya bagi pembaca.

Pontianak, Oktober 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penulisan .............................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 5
2.1 Definisi .............................................................................................. 5
2.2 Epidemologi....................................................................................... 6
2.3 Etiologi .............................................................................................. 6
2.4 Klasifikasi .......................................................................................... 8
2.5 Manifestasi......................................................................................... 9
2.6 Patofisiologi ....................................................................................... 10
2.7 Pathway ............................................................................................. 13
2.8 Penatalaksanaan ................................................................................. 14
BAB 3 TINJAUAN AGAMA TERHADAP HIV/AIDS ........................ 15
3.1 Aspek Agama Pada ODHA ................................................................ 15
3.2 Peran Agama ...................................................................................... 17
3.3 Sikap Masyarakat ............................................................................... 17
3.4 HIV/AIDS Dalam Perspektif Agama .................................................. 18
3.5 Pencegahan ........................................................................................ 25
3.6 Penanggulangan ................................................................................. 26
BAB 4 PENUTUP ................................................................................... 27
4.1 Kesimpulan ........................................................................................ 27
4.2 Saran.................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 28

ii
1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu penyakit yang belum ada obatnya adalah HIV/AIDS. AIDS
singkatan Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
sehingga menurunkan kekebalan (lmunitas) tubuh seseorang. Penyakit AIDS
ini disebabkan virus (Human Immunodeficiency Virus) HIV (Wirawan, 2016).
Virus (Human Immunodefeciency Virus) HIV adalah retrovirus yang
mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu untuk
membentuk virus DNA dan menginfeksi tubuh dalam periode inkubasi yang
panjang. HIV dapat menyebabkan kerusakan pada sistem imun, hal ini terjadi
karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan limfosit untuk
mereplikasi diri. Dalam proses tersebut, virus menghancurkan CD4 + dan
limfosit sehingga terjadi penurunan sistem kekebalan tubuh pada penderita
HIV/AIDS (Nursalam & Kurniawati, 2007).
Ketika individu sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh maka
semua penyakit dapat dengan mudah masuk kedalam tubuh, karena sistem
kekebalan tubuhnya menjadi sangat lemah, penyakit yang tadinya tidak
berbahaya akan menjadi sangat berbahaya bahkan dapt menimbulkan
kematian. Dampak AIDS tidak hanya terkait dengan masalah medis, tetapi
juga psikologis, sosial dan ekonomi (Wirawan, 2016).
Prevalensi HIV/AIDS di seluruh dunia terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) Global
Statistics (2015), bahwa prevalensi HIV/AIDS di dunia mencapai 36,9 juta
penderita. Pada akhir tahun 2014 tercatat penderita baru sebanyak 2 juta
penderita. Dan di akhir tahun 2014 sebanyak 1,2 orang meninggal karena
AIDS. Pada tahun 2014 terdapat 35 juta penderita. Penderita terbanyak berada
di wilayah Afrika sebanyak 24,7 juta penderita. Sedangkan di Asia tercatat 4,8
juta penderita HIV/AIDS.
Indonesia merupakan salah satu dari negara di Asia yang memiliki
kerentanan HIV akibat dampak perubahan ekonomi dan kehidupan sosial.
Penularan HIV umumnya terjadi akibat perilaku manusia, sehingga
menempatkan individu dalam situasi yang rentan terhadap infeksi (Kemenkes
RI, 2013). Dalam waktu tiap 25 menit di Indonesia, terdapat satu orang baru
terinfeksi HIV. Satu dari setiap lima orang yang terinfeksi di bawah usia 25
tahun. Proyeksi Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa tanpa
percepatan program penanggulangan HIV, lebih dari setengah juta orang di
Indonesia akan positif HIV (Unicef Indonesia, 2012).
Berdasarkan data Profil Kesehatan RI, jumlah kasus HIV positif pada
tahun 2012 sebanyak 21.511 kasus, meningkat 34,9% pada tahun 2013
(29.037 kasus), serta pada tahun 2014 meningkat lagi 12,36% (32.711 kasus),
dan tahun 2015 sebanyak 30.935 kasus dengan penurunan 5,42%. Presentase
kumulatif infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-24 tahun
4.871 kasus (17%), umur 25- 49 tahun 21.810 (69%) dan kelompok umur
diatas 50 tahun 2.002 kasus (7%).(4) Laporan kasus AIDS yang didapatkan
sampai tahun 2015, terjadi peningkatan 7.8% pada tahun 2013, dan terjadi
penurunan pada tahun berikutnya. Kasus AIDS pada tahun 2012 (10.659
kasus), meningkat 7,8% pada tahun 2013 (11.493 kasus), menurun 31,4%
pada tahun 2014 (7.875 kasus) dan pada tahun 2015 terjadi penurunan lagi
22,7% (6.081 kasus). Dengan kelompok umur 20-29 tahun 27,9% kasus, 30-
39 tahun 37,3% kasus, 40-49 tahun 18,8% kasus dan diatas 60 tahun 2% kasus
(Kemenkes RI, dalam Wirawan, 2016).
Berdasarkan data Ditjen PP & PL Kemenkes RI tahun 2014 dalam
Armiyati (2015), kasus HIV dan AIDS di Kalbar sangat mengkhawatirkan
yaitu dengan jumlah kasus 4.135 orang untuk HIV dan 1.699 orang untuk
AIDS. Dengan angka tersebut, prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk
Kalbar menempati urutan ke- 4 Nasional di bawah Daerah Khusus Ibu Kota
(DKI) Jakarta yaitu 77,82. Hal tersebut didukung pula data dari Profil
Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2012 yang menyatakan bahwa
kota dengan kasus HIV/AIDS tertinggi di Kalimantan Barat adalah Kota

2
Pontianak dengan jumlah 251 kasus. Data menunjukkan bahwa kasus HIV
pada laki-laki sebanyak 122 kasus dan perempuan 76 kasus, sedangkan kasus
AIDS pada laki-laki sebanyak 35 kasus dan perempuan 18 kasus.
Stigma bagi ODHA bukan hanya membuat semakin sulit kehidupan
seseorang, namun berhubungan dengan perkembangan epidemik HIV dan
AIDS secara global. Kondisi ini dipicu juga dengan adanya stigma yang
terstruktur dari pemerintah, stigma layanan kesehatan, stigma dalam dunia
pekerjaan, stigma dari rumah tangga dan lingkungan komunitas dan
banyaknya hambatan dalam kehidupan bermasyarakat.
Penyakit HIV/AIDS antara 80-90% penyebabnya adalah berzina dalam
pengertiannya yang luas yang menurut ajaran Islam merupakan perbuatan keji
yang diharamkan dan dikutuk oleh Allah SWT. Tidak hanya pelakunya yang
dikenai sanksi hukuman yang berat, tetapi seluruh pihak yang terlibat dalam
kegiatan perzinahan yang dapat menularkan dan menyebabkan penyakit
HIV/AIDS (Bahruddin, 2010). Menyadari betapa bahayanya virus HIV/AIDS
tersebut, maka ada kewajiban kolektif (kewajiban) bagi semua pihak untuk
mengusahakan pencegahan tertularnya virus HIV/AIDS ini melalui berbagai
cara untuk memungkinkan penularan tersebut, dengan melibatkan peran tokoh
agama. Sehingga tinjauan atau pandangan agama terhadap ODHA sangat
penting untuk menghindari penyebab yang dapat menimbulkan orang-orang
dari penyakit HIV/AIDS ini.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut; Bagaimana tinjauan agama tentang
HIV/AIDS dan Long Term Care ?

3
1.3. Tujuan Masalah
1.3.1. Tujuan Masalah Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan HIV/AIDS dan mengetahui lebih detail lagi mengenai
tinjauan agama tentang HIV/AIDS dan long term care.
1.3.2. Tujuan Masalah Khusus
a) Untuk mengetahui bagaimana penyakit HIV/AIDS
b) Untuk mengetahui tinjuan agama mengenai penyakit HIV/AIDS

1.4. Manfaat Penulisan


1.4.1 Mahasiswa
a) Sebagai sarana pembelajaran untuk mengetahui tinjauan agama tentang
HIV/AIDS dan long term care.
b) Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang tinjauan agama
tentang HIV/AIDS dan long term care.
1.4.2 Masyarakat
a) Sebagai pengetahuan masyarakat mengenai tinjauan agama tentang
HIV/AIDS dan long term care.
1.4.3 Instansi
a) Dapat menambah referensi atau bahan pembelajaran mengenai tinjauan
agama tentang HIV/AIDS dan long term care.

4
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
HIV atau Human Immunodeficiency virus adalah sejenis virus yang
menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunya
kekebalan tubuh manusia ( Kemenkes RI 2015 ).
HIV merupakan retrovirus bersifat limfotropik khas yang menginfeksi
sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah
putih spesifik yang disebut limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4
(CD4). Virus ini diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili
Lentiviridae, genus Lentivirus. Selama infeksi berlangsung, sistem kekebalan
tubuh menjadi lemah dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi.
Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan
indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS (Rosella,
2013).
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan
gejala penyakit yang timbul karena turunya kekebalan tubuh yang disebabkan
HIV. Akibat menurunya kekebalan tubuh maka orang tersebut sangat mudah
terkena penyakit infeksi ( infeksi oportunistik) yang sering berakibat fatal.
Virus ini merupakan kelompok retrovirus yang memiliki enzim reverse
transcriptase untuk mengkodekan RNA yang dimilikinya menjadi DNA rantai
ganda sehingga terintegrasi pada sel genom host ( Dapkes RI dalam Yusri
2012).
AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyebabkan penurunan sistem
imun yang di sebabkan oleh virus HIV. HIV bersifat limfotropik khas yang
menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau
merusak sel darah putih spesifik yang disebut limfosit T-helper atau limfosit
pembawa faktor T4 (CD4) (Handoko, 2012).
2.2. Epidemologi
Diseluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV
yang meliputi 16 juta perempuan dan 3,2 juata anak berusia <15 tahun.
Jumlah infeksi baru HIV pada tahun 2013 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari
1,9 juta dewasa dan 240.000 anak berusia < 15 tahun. Jumlah kematian akibat
AIDS sebanyak 1,5 juta yang terdiri dari 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak
berusia <15 tahun. Di Indonesia, HIV AIDS pertama kali di temukan di
provinsi bali pada tahun 1987. Hingga saat ini HIV AIDS sudah menyebar di
386 kabupaten/kota di seluruh provinsi Indonesia. Berbagai upaya
penanggulangan sudah dilakukan oleh pemerintah bekerjasama dengan
berbagai lembaga di dalam negeri dan luar negeri ( Kemenkes Ri 2015 ).

2.3. Etiologi
AIDS disebabkan oleh HIV. HIV adalah virus sitopatik yang
diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus
Lentivirus. HIV termasuk virus Ribonucleic Acid (RNA) dengan berat
molekul 9,7 kb (kilobases). Strukturnya terdiri dari lapisan luar atau envelop
yang terdiri atas glikoprotein gp120 yang melekat pada glikoprotein gp4.
Dibagian dalamnya terdapat lapisan kedua yang terdiri dari protein p17.
Setelah itu terdapat inti HIV yang dibentuk oleh protein p24. Didalam inti
terdapat komponen penting berupa dua buah rantai RNA dan enzim reverse
transcriptase. Bagian envelope yang terdiri atas glikoprotein, ternyata
mempunyai peran yang penting pada terjadinya infeksi oleh karena
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor spesifik CD4 dari sel Host.
Molekul RNA dikelilingi oleh kapsid berlapis dua dan suatu membran
selubung yang mengandung protein (Harisson, 2009).
Jenis virus RNA dalam proses replikasinya harus membuat sebuah
salinan Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) dari RNA yang ada di dalam virus.
Gen DNA tersebut yang memungkinkan virus untuk bereplikasi. Seperti
halnya virus yang lain, HIV hanya dapat bereplikasi di dalam sel induk. Di
dalam inti virus juga terdapat enzim-enzim yang digunakan untuk membuat

6
salinan RNA, yang diperlukan untuk replikasi HIV yakni antara lain: reverse
transcriptase, integrase, dan protease. RNA diliputi oleh kapsul berbentuk
kerucut terdiri atas sekitar 2000 kopi p24 protein virus. Dikenal dua tipe HIV
yaitu HIV -1 yang ditemukan pada tahun 1983 dan HIV-2 yang ditemukan
pada tahun 1986 pada pasien AIDS di Afrika Barat. Epidemi HIV secara
global terutama disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 tidak terlalu luas
penyebarannya, hanya terdapat di Afrika Barat dan beberapa negara Eropa
yang mempunyai hubungan erat dengan Afrika Barat (JW Mellors, 1997).
HIV-1 dan HIV-2 mempunyai struktur yang hampir sama tetapi
mempunyai perbedaan struktur genom. HIV-1 punya gen vpu tapi tidak
punya vpx, sedangkan HIV-2 sebaliknya (Wainberg MA et al, 2011).
Perbedaan struktur genom ini walaupun sedikit, diperkirakan mempunyai
peranan dalam menentukan patogenitas dan perbedaan perjalanan penyakit
diantara kedua tipe HIV. Karena HIV-1 yang lebih sering ditemukan, maka
penelitian-penelitian klinis dan laboratoris lebih sering sering dilakukan
terhadap HIV-1. (Sterling TR et al, 2001).
Jumlah limfosit T penting untuk menentukan progresifitas penyakit
infeksi HIV ke AIDS. Sel T yang terinfeksi tidak akan berfungsi lagi dan
akhirnya mati. Infeksi HIV ditandai dengan adanya penurunan drastis sel T
dari darah tepi. (Wainberg MA et al, 2011).
Penularan virus ditularkan melalui :
a. Hubungan seksual (anal, oral , vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa
kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
b. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian.
c. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV.
d. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan ,
saat melahirkan atau melalui air susu ibu/ASI.

7
2.4. Klasifikasi
Klasifikasi HIV/AIDS pada orang dewasa menurut CDC (Centers for
Disease Control) dibagi atas empat tahap, yaitu:
2.4.1. Infeksi HIV akut
Tahap ini disebut juga sebagai infeksi primer HIV. Keluhan muncul
setelah 2-4 minggu terinfeksi. Keluhan yang muncul berupa demam, ruam
merah pada kulit, nyeri telan, badan lesu, dan limfadenopati. Pada tahap ini,
diagnosis jarang dapat ditegakkan karena keluhan menyerupai banyak
penyakit lainnya dan hasil tes serologi standar masih negatif.
2.4.2. Infeksi Seropositif HIV Asimtomatis
Pada tahap ini, tes serologi sudah menunjukkan hasil positif tetapi
gejala asimtomatis. Pada orang dewasa, fase ini berlangsung lama dan
penderita bisa tidak mengalami keluhan apapun selama sepuluh tahun atau
lebih.
2.4.3. Persisten Generalized Lymphadenopathy (PGL)
Pada fase ini ditemukan pembesaran kelenjar limfe sedikitnya di dua
tempat selain limfonodi inguinal. Pembesaran ini terjadi karena jaringan
limfe berfungsi sebagai tempat penampungan utama HIV. PGL terjadi pada
sepertiga orang yang terinfeksi HIV asimtomatis.
2.4.4. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Hampir semua orang yang terinfeksi HIV, yang tidak mendapat
pengobatan, akan berkembang menjadi AIDS. Progresivitas infeksi HIV
bergantung pada karakteristik virus dan hospes. Usia kurang dari lima tahun
atau lebih dari 40 tahun, infeksi yang menyertai, dan faktor genetik
merupakan faktor penyebab peningkatan progresivitas. Bersamaan dengan
progresifitas dan penurunan sistem imun, penderita HIV lebih rentan
terhadap infeksi. Beberapa penderita mengalami gejala konstitusional,
seperti demam dan penurunan berat badan, yang tidak jelas penyebabnya.
Beberapa penderita lain mengalami diare kronis dengan penurunan berat
badan. Penderita yang mengalami infeksi oportunistik dan tidak mendapat

8
pengobatan anti retrovirus biasanya akan meninggal kurang dari dua tahun
kemudian.

2.5. Manifestasi
2.5.1. Manifestasi klinis pada stadium AIDS dibagi antara lain :
a) Gejala utama/mayor
- Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
- Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus
- Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 bulan
b) Gejala minor
- Batuk kronis selama lebih dari 1 bulan
- Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida
albican
- Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh.
Dapat juga timbul gejala letih dan lesu yang muncul setelah
melakukan aktifitas tertentu dan memburuk setelah beberapa waktu.
Kelelahan fisik yang luar biasa sering diakibatkan adanya penurunan
fungsi system tubuh, seperti gangguan fungsi paru, jantung,saraf
ataupun otot.
Rosella ( 2013 ) menambahkan manifestasi klinis utama dari
penderita AIDS umumnya meliputi 3 hal yaitu :
2.5.2. Manifestasi tumor
a) Sarcoma Kaposi
Kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Penyakit ini sangat
jarang menjadi sebab kematian primer
b) Limfoma ganas
Timbul setelah terjadi sarcoma Kaposi dan menyerang saraf serta dapat
bertahan kurang lebih 1 tahun

9
2.5.3. Manifestasi oportunistik
a) Manifestasi pada paru
- Pneumoni pneumocystis ( PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan
infeksi paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit
bernafas dalam dan demam
- Cytomegalovirus (CMV)
Pada manusia 50% virus ini hidup sebagai komensal pada paru-paru
tetapi dapat meneyebabkan pneumocystis. CMV merupakan 30%
peneybab kematian pada AIDS
- Mycobacterium avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit
disembuhkan
- Mycobacterium tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi milier dan cepat
menyebar ke organ lain diluar paru
2.5.4. Manifestasi gastrointestinal
Tidak ada nafsu makan, diare kronis, penurunan berat badan >10%
kasus AIDS menunjukkan manifestasi neurologis yang biasanya timbul
pada fase akhir penyakit. Kelainan saraf yang umum adalah enefalitis,
meningitis, demensia, mielopati, dan neurpati perifer.

2.6. Patofisiologi
Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu
singkat, virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya
terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih
yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel
yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus
yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.

10
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD 4 adalah sebuah
marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia,
terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut
sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi
mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya
limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu
menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan
hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh
dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat
memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa
bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%.
Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain
karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh
berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar
yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan
penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus
yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun
sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis.
Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan
terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B
(limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi
antibodi yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan
HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak
membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada
saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan

11
berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali
organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6
bulan sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut periode
jendela (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang
selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya
terhadap HIVtetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun
kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan
sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai menjadi
AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari
10 tahun setelah diketahui HIV positif.
Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien,
sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap
terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang
masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi AIDS
sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi
HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Gejala yang
terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening,
ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV
asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung
selama 8-10 tahun.

12
2.7. Pathway
Human Immundeficiency Virus
(HIV)

Darah, semen, cairan vagina, cairan tubuh lain (ASI) Defisit Pengetahuan

Hubungan seksual, parenteral (transfusi darah), penyalahgunaan obat


suntik, penularan dari ibu keanak (ASI, proses melahirkan, kehamilan)

Penurunan CD4 Terjadi perlekatan gp120 da reseptor CD4

Terjadi perubahan Menempel pada CD4


Immunodeficiency konformasi gp120

Salinan DNA ditranskrip dari RNA


Pengikatan reseptor oleh enzim reverse transcriptase (RT)
kemokin
Tubuh rentan terhadap
infeksi oportunistik dan
tumor virus onkogenik Ketidakseimbangan Terjadi potensi kesalahan pada DNA
Nutrisi

Demam, keringat Ketidakefektifan DNA masuk nukleus dan terintegrasi


malam, ruam kulit, sakit Termoregulasi secara acak didalam genom sel penjamu
kepala, batuk, diare
Ketidakefektifan Pola
Virus terintegrasi diketahu sebagai
Nafas
Resiko Infeksi DNA provirus

Diare
NYERI Aktivasi sel penjamu

Produksi protein virus RNA ditranskripsi dari cetakan DNA

Poliprotein prekrusor dipecah oleh Keluar dari permukaan sel


protase virus menjadi enzim (reverse dan bersatu sebagai membran
Menginfeksi transcriptase dan protase) dan protein sel penjamu
sistem saraf struktural
13

Pembesaran Virus infeksius baru (virion)


kelenjar limfe Masuk ke jaringan limfa selanjutnya dapat menginfeksi sel
sebagai reservior yang belum terinfeksi
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama dari HIV/AIDS adalah terapi ARV. Panduan
ART WHO tahun 2013 merekomendasikan inisiasi ART dilakukan pada
setiap individu dengan HIV dan dengan jumlah CD4+ kurang dari sama
dengan 500 sel/mm3, pada stadium klinis apapun, dan memprioritaskan
pasien HIV yang sudah parah atau yang sudah terkomplikasi (stadium klinis 3
atau 4) atau pasien dengan jumlah CD4+ kurang dari sama dengan 350
sel/mm3 (WHO, 2015)
Pada ibu hamil dan neonatus, pencegahan transmisi dari ibu ke anak
(PMTCT) merupakan pencegahan penularan HIV dari seorang wanita HIV
positif kepada anaknya selama kehailan, persalinan, atau sedang menyusui.
Standar internasional PMTCT menyatakan terdapat empat elemen PMTCT -
yang merupakan pencegahan primer HIV (Darmadi dan Ruslie, 2012)
2.8.1. Antepartum
Antenatal care bertujuan untuk memperbaiki kualitas kesehatan ibu dan
mencegah mortalitas, identifikasi perempuan dengan HIV positif,
meyakinkan perempuan dengan HIV positif untuk mengikuti program
PMTCT, mencegah transmisi dari ibu ke anaknya, menyediakan AZT
(Zidovudine) sejak usia kehamilan 14 minggu atau ART seumur hidup
sesegera mungkin.
Tes HIV harus dilakukan sebagai langkah pertama pada pelayanan
antenatal. Jika hasil tes negatif dan wanita yang diperiksa asimtomatik,
dianggap sebagai HIV negatif. Wanita dengan HIV negatif perlu disarankan
untuk tes ulang pada usia kehamilan 32 minggu untuk mendeteksi
serokonversi atau infeksi yang baru terjadi. Jika tes skrining positif dengan
ELISA (sensitivitas >99,5%), perlu dikonfirmasi lagi dengan Western blot
atau immunofluorescence assay (IFA), dimana keduanya memiliki
spesifisitas yang tinggi.

14
2.8.2. Antiretroviral (ARV)
Terapi ARV direkomendasikan kepada semua wanita hamil dengan
risiko transmisi perinatal tanpa memerhatikan jumlah CD4+ atau HIV RNA.
Jika ibu belum mendapatkan regimen pengobatan, maka dilakukan Highly
Active Antiretroviral Therapy (HAART). Ketaatan dalam meminum obat
sanagat penting karena jika tidak, resistensi obat akan menurun.
Wanita hamil sebaiknya dibagi berdasarkan stadium klinis dan jumlah
CD4+. Kriteria pemberian pada wanita hamil: Wanita dengan CD4 lebih
dari 350 sel/mm3 dan tergolong dalam stadium 1 dan 2 sebaiknya
mendapatkan profilaksis antiretrovirus dengan AZT untuk mengurangi
transmisi ke bayinya. Wanita dengan CD4 350 sel/mm3 atau kurang dari
350 sel/mm3 dan tergolong stadium 3 dan 4 sebaiknya mendapat terapi
antiretrovirus seumur hidup.

15
16

BAB 3
TIJAUAN AGAMA TERHADAP HIV/AIDS
3.1. Aspek Agama Pada ODHA
Spiritualitas dan agama berperan penting pada ODHA. Hasil penelitian
mengenai pengaruh spiritualitas/agama terhadap ODHA cenderung
bervariasi. Terdapat studi yang menyatakan bahwa spiritualitas atau agama
berpengaruh dalam menurunnya perkembangan penyakit (menurunnya
jumlah CD4 atau viral load) Tingginya tingkat spiritualitas/agama dapat
dihubungkan dengan menurunnya distres psikologis, nyeri, dan meningkatnya
keinginan untuk hidup, aspek kognitif dan fungsi sosial yang lebih baik
semenjak terdiagnosa HIV (Szaflarski, 2013).
Namun, spiritualitas/agama dapat memperburuk hasil karena potensial
kepercayaan pada Tuhan dan penolakan terapi ARV serta pandangan bahwa
HIV merupakan hukuman dari Tuhan atas kebiasaan dan gaya hidup yang
penuh dosa. Hal ini sering dihubungkan dengan tingginya tingkat depresi,
kesendirian, dan memburuknya kepatuhan terhadap tindakan medis pada
ODHA (Szaflarski, 2013).
Mekanisme bagaimana spiritualitas/agama memengaruhi ODHA yakni
peran ganda spiritualitas/agama sebagai mekanisme koping dan stresor.
Kremer, et al dalam (Szaflarski, 2013) menunjukkan bahwa spiritualitas
memengaruhi HIV dari sisi positif atau negatif dalam hidup ODHA. ODHA
dapat merasakan peningkatan spiritualitas dan menganggap bahwa ia sebagai
orang terpilih untuk memiliki penyakit HIV dan mempersepsikan penyakit
tersebut sebagai titik positif dalam hidupnya. Sebaliknya, ODHA yang
merasakan penurunanan tingkat spiritualitas menganggap HIV sebagai
sesuatu yang negatif.
Beberapa studi menunjukkan dalam aspek kesehatan mental yang
mempertimbangkan tingginya tingkat depresi atau permasalahan kebiasaan
pada ODHA. Chaudoir, et al () meneliti hubungan antara stigma kepercayaan
HIV, koping, dan spiritual. Koping yang berhubungan dengan stigma
sangatlah penting karena ODHA sering merendah diri dan memerlukan cara
untuk menangani distres dan ansietas yang disebabkan oleh faktor sosial
seperti prasangka dan diskriminasi. Kedamaian spiritual dianggap sebagai
koping umum yang dapat melindungi dampak negatif dari stres psikologis
(Szaflarski, 2013).

3.2. Peran Agama


Dalam perspektif religius, masalah HIV/ AIDS adalah suatu peringatan
pada setiap orang, bahwa ada krisis dalam penyelenggaraan kehidupan
bersama. Dalam situasi ini tidak pada tempatnya lembaga-lembaga agama
bersikukuh dengan kaca mata hitam-putihnya menuntut apa yang seharusnya
dilakukan atau tidak dilakukan oleh umat atau masyarakat. Dengan
menghakimi situasi masyarakat termasuk mengadili para ODHA, agama-
agama tidak bisa memberi peran apa pun ditengah ketidakadilan yang sangat
menyulitkan ini.
Banyak problem kemanusiaan yang terlambat ditanggapi agama-agama,
salah satunya adalah permasalahan HIV/ AIDS. Tidak ada cara lain bagi
institusi-institusi keagamaan selain memperbaharui wacana yang
dikembangkan agar lebih bisa menjadi berkat, rahmat dan memberi damai
dalam kehidupan. Agama sudah seharusnya menjadi obat bagi masalah
kehidupan (termasuk masalah HIV/ AIDS), bukannya menjadi racun yang
memperburuk masalah ( Aminah, 2010 )

3.3. Sikap Masyarakat


Sikap masyarakat berdampak pada segala aspek kehidupan ODHA
termasuk makna ajaran agama. Terdapat studi yang menemukan bahwa
keyakinan masyarakat ditempat tersebut memiliki pengaruh negatif yang
signifikan pada sikap dan perilaku orang-orang terhadap ODHA. Hal ini
dikarenakan ODHA dikaitkan dengan perilaku dan preferensi seksual
tertentu, atau penggunaan zat obat yang dilarang oleh gereja (Hidayat, Agung
dan Riri 2017).

17
ODHA mengukapkan bahwa dalam ajaran agama mereka (Islam dan
Kristen) terdapat larangan keras dan berakibat dosa terhadap larangan yang
keras dan berakibat dosa terhadap beberapa perilaku seperti berhubungan seks
secara bebas dan mengkibatkan mereka tertular HIV, namun masyarakat
lebih memaknai ajaran agama sebagai suatu pendorong yang kuat untuk
bersikap baik dan saling mengasihi termasuk kepada ODHA (Hidayat, Agung
dan Riri 2017).
Semua agama mendorong orang untuk berbelas kasih terhadap orang lain
tanpa membedakan ras, jenis kelamin, status sosial, penyakit dan perbedaan
yang ada. Meskipun beberapa dari pengikut agama mungkin memiliki
perasaan negative dan diskriminatif terhadap orang orang yang berbeda dari
keyakinan mereka (Hidayat, Agung dan Riri 2017).

3.4. HIV/AIDS Dalam Perspektif Agama


3.4.1. Agama Islam
a) Sejarah yang ditutupi dari penyakit HIV/AIDS
LGBT adalah perilau yang menyimpang tapi menurut ilmu
psikologi disepakati bukan sebagai penyakit melainkan stuktur otak
yang berbeda dari manusia umumnya. Tentunya bertentangan dengan
ahli saraf dari poliandia ini menurut Jamski knofski tahun 1948
memperkenalkan sebuah teori bahwa otak manusia itu sifatnya fleksible.
Berdasarkan apa yang diterima informasi yang masuk kedalam otak
manusia itulah otak akan bersikap dan teori ini membantah teori
sebelumnya yang mengatakan bahwa otak itu cenderung baku (Hidayat,
Adi., 2017).
Contohnya pada saat kita melihat sesuatu yang baik,mendengar
perkataan yang baik, dan diperlakukan dengan baik maka ribuan saraf
akan berespon baik itu yang dirasakannya. Semakin sering dilihat maka
respon kita itu akan disalurkan oleh ribuan saraf ke tangan ke kaki dan
ke imajinasi maka itu yang akan mempengaruhi seluruh tubuhnya dalam
kebaikan. Apa yang dilihatnya disambungkan ke dalam hati maka semua

18
perilakunya baik.namun sebaliknya apabila sering melihat yang jelek,
mendengar perkataan yang kurang baik dan melakukan sesuatu yang
tidak baik maka saraf-sarafnya akam menyesuaikan seketika dan apabila
terus-menerus dilakukannya maka menjadi kepribadaian yang kurang
baik (Hidayat, Adi., 2017).
Jadi kita ketahui perilaku-perilaku penympangan LGBT itu bukan
normal. Itu disebabkan dari seseorang manusia tidak bisa mengontrol
fungsi-fungsi informasinya, menerima informasi yang buruk itulah yang
akan melahirkan suatu perilaku menyimpang yaitu LGBT. Sedangkan
penyakit HIV diawali dengan 2 orang melakukan homoksexual, sperma
yang tertampug di pusat kotoran itu melahirkan suatu penyakit yaitu
HIV (Hidayat, Adi., 2017).
b) Menurut bahaya HID/AIDS berita Islami masa kini
Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Surah Al : Isra
ayat 32).
Apabila seseorang menjauhi zina dan menjauhi sex maka akan
menjadi prisai dari HIV/AIDS. HIV dapat tertular melalui jarum suntik
yang bergantian yang biasa digunakan untuk narkoba sedangkan
penyalahgunaan narkoba merupakan perbuatan yang dilarang oleh
agama menurut para ulama yang didasarkan pada Al-Quran dan Hadis.
Dan janganlah kamu menjatuhkan diri sendiri dalam kebinasaan (
surah Al : Bakarah ayat 195)
Pencegahan dengan melakukan penyuluhan tentang bahaya
penyakit HIV/AIDS. Penyuluhan tersebut dapat dilakukan melalui
ceramah agama, khutbah, ataupun pengajian. Serulah manusia kejalan
Allah dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantulah pula dengan
cara yang baik (surah An : Nahl ayat 25)
Meskipun penyakit HIV/AIDS berbahaya namun tidak lantas kita
menjauhi dan memusuhi orang dengan HIV/AIDS atau ODHA dalam
berbagai kasus ODHA kerap sekali mengalami diskriminasi, ODHA

19
selalu dianggap menular dan berbahaya padahal mereka seharusnya
diberi dukungan semangat terutama bagi orang yang tekena HIV bukan
karena keinginannya, terutama bayi yang terlahir dengan ibu yang
menderita HIV atau jarum suntik yang terkena HIV apalagi sesama
islam kita harus menyayangi sesama manusia dan berbuat baik terhadap
sesama
3.4.2. Agama Kristen
a) Teologi Penciptaan.
Kitab Kejadian dalam Perjanjian Lama melukiskan bahwa semua
yang disebut sebagai makhluk hidup selalu berada dalam suatu relasi :
Relasi antara Tuhan dan manusia serta makhluk lain, baik manusia dan
non-manusia, relasi antara sesama makhluk hidup, baik manusia dan
non- manusia. "Relasi" tersebut merupakan simpul yang menentukan
kualitas kehidupan secara utuh (tubuh, jiwa, roh, dan sosial) (Sahertian
dalam Aminah 2010 )
b) Teologi Penderitaan dan Kematian, Pengharapan dan Kebangkitan
Bagi pemahaman Kristiani, Allah adalah Allah pemelihara dan
penuh kasih setia. Oleh karena itu Ia tetap memelihara relasi dengan
makhluk-Nya. Hal itu dimanifestasikan melalui tindakan keselamatan
kepada manusia. Ia membuka jalan keselamatan bagi manusia dan
kemudian mendidik umatnya untuk kembali ke jalan yang benar
(bertobat). Berbagai upaya dilakukan yakni memanggil dan mengutus
utusan-utusan-Nya, para imam, para nabi dan para hakim untuk
mengoreksi, menegur dan mengasuh ciptaan-Nya.
Inilah kerangka dasar sikap Kristiani dalam menghadapi HIV/
AIDS yakni mengambil pola pelayanan Kristus. Bagaimana menjadi
"the caring/ healing community" bagi sesama yang sedang terpuruk
dalam belukar.
a. Gereja dalam kapasitas sebagai komunitas peduli dalam rangka
merespon epidemik HIV dan AIDS :

20
Meminta perhatian gereja-gereja untuk mengembangkan suatu
iklim dan tempat yang penuh cinta kasih, penerimaan, dan
dukungan bagi mereka yang rentan atau yang telah terkena
HIV/ AIDS tanpa memandang latar belakang agama,suku,
status sosial maupun keberadaan personal seseorang.
Meminta perhatian gereja untuk bersama-sama berefleksi pada
basis pemahaman teologinya dalam rangka merespons
tantangan HIV/ AIDS.
Meminta perhatian gereja untuk bersama-sama berefleksi
masalah-masalah etik yang timbul karena pandemik ini,
bagaimana menginterpretasikannya ke dalam konteks lokal dan
menawarkan panduan bagi mereka yang menghadapi kesulitan
dalam menentukan pilihan.
Meminta perhatian gereja supaya terlibat aktif dalam berbagai
diskusi di masyarakat mengenai isu-isu etik yang muncul
karena HIV/ AIDS, dan mendukung warga jemaatnya,
khususnya yang melayani dibidang kesehatan, yang
menghadapi kesulitan menentukan keputusan etis dalam hal
pencegahan dan perawatan.
b. Kesaksian gereja dalam hubungannya dengan masalah langsung
HIV/ AIDS:
Meminta perhatian gereja-gereja untuk melayani sebaik
mungkin mereka yang hidup dengan HIV/ AIDS.
Meminta perhatian gereja untuk memberikan perhatian khusus
bagi bayi dan anak-anak yang hidup dengan HIV/ AIDS dan
mencari jalan keluar dalam membangun lingkup yang
mendukung.
Meminta perhatian gereja untuk membantu melindungi hak-
hak mereka yang hidup dengan HIV/ AIDS, mempelajari,
mengembangkan dan mempromosikan HAM dari ODHA.
Meminta perhatian gereja untuk memberikan informasi yang

21
akurat tentang HIV/ AIDS, mempromosikan kondisi yang
memungkinkan diskusi terbuka dalam rangka menanggulangi
penyebaran informasi yang salah yang bisa mengakibatkan
reaksi takut.
Meminta perhatian gereja untuk meningkatkan advokasi dan
dukungan bagi upaya yang telah dilakukan pemerintah dan
fasilitas kesehatan untuk menemukan jalan keluar dari masalah
yang ada baik masalah sosial maupun medis.
Gereja tidak boleh lagi tabu dalam memberikan informasi dan
edukasi tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi pada
kelompok umur dengan pendekatan dan metodologi yang
bertanggung jawab, sebab penyelamatan Allah secara holistik
menyangkut tubuh dan berbagai dimensinya, mental, rohani
dan sosial, bukan hanya rohani saja.
c. Kesaksian Gereja sehubungan dengan masalah yang
berkepanjangan dan faktor-faktor yang dapat memberikan
pengharapan.
Meminta perhatian gereja-gereja untuk menyadari, mengakui
bahwa ada hubungan antara AIDS dan kemiskinan, dan
mengadvokasi upaya promosi keadilan dan pembangunan yang
berkelanjutan.
Meminta perhatian gereja untuk memberi perhatian khusus
pada situasi yang dapat memperluas kerentanan terhadap AIDS
seperti isu pekerja migran, pengungsian darurat dalam jumlah
besar serta isu aktifitas seks komersial.
Lebih khusus lagi, gereja-gereja perlu bekerja sama dengan
kelompok perempuan di mana selama ini mereka berjuang
untuk hak dan martabat mereka serta mengaktualisasikan
keterampilan mereka secara maksimal.
Meminta perhatian gereja-gereja untuk membina dan
melibatkan kaum muda dan para pria dalam rangka

22
pencegahan penyebaran HIV/ AIDS
3.4.3. Agama Katolik
a) Upaya-Upaya Gereja Katolik
Gereja berpihak kepada para korban penyalahgunaan penderita
AIDS. Keberpihakan itu diwujudkan dalam berbagai bidang usaha untuk
menggapai permasalahan HIV/ AIDS dan narkoba secara serius. Bidang
yang diusahakan untuk menangani kasus-kasus HIV/ AIDS dan narkoba
meliputi pencegahan, perawatan, pendampingan psikologis sosial dan
spiritual.
Strategi yang bisa dipikirkan adalah menyiapkan paroki atau
komunitas-komunitas umat beriman sebagai 'keluarga kedua' dimana
setiap orang dengan bebas datang dan memperoleh kesegaran hidup
manusiawi. Komunitas yang demikian dapat mengubah orang menjadi
lebih santun dan manusiawi ( Prapdi dalam Aminah 2010 )
3.4.4. Agama Budha Darma
a) Buddha Dharma & HIV/AIDS Sila (Moralitas)
Ada atau tidak ada HIV/ AIDS di muka bumi ini, moralitas (sila)
adalah masalah manusia yang abadi. Dalam Buddha Dharma, moralitas
tidak dipandang sebagai tanggung jawab manusia terhadap Tuhan
Pencipta, melainkan sebagai tanggung jawab terhadap diri sendiri.
Apabila diakui bahwa penularan HIV/ AIDS untuk sebagian besar
terjadi melalui perilaku yang tidak sesuai dengan sila hubungan seksual
tak terlindung dengan pasangan yang berganti- ganti, dan penggunaan
obat suntik dengan alat suntik yang tidak steril maka dapat dipahami
bahwa pengembangan dan peningkatan sila di dalam diri individu
berdasarkan kesadaran pribadi merupakan salah satu faktor yang dapat
mengurangi penularan HIV/ AIDS (Hupudio dalam Aminah 2010)
b) Pandangan Dan Langkah-Langkah Hindu Dalam Penanggulangan
Hiv/Aids Dan Narkoba (Dukuh Samiaga)

23
a. Upaya Hindu dalam Pencegahan HIV / AIDS
Agama Hindu yang sering disebut DHARMA (kewajiban mulia)
selalu menekankan umatnya untuk hidup dalam jalan Dharma (jalan
mulia) yang tidak keluar dari perintah Hyang Widhi dan selalu
mentaati larangan-larangan yang ada. Di dalam Dharma Sastra
(Hukum Hindu) ditentukan larangan-larangan keras terhadap
perilaku moral yang menyimpang, tidak sesuai dengan jalan mulia
Hyang Widhi.
Hindu menganggap seks itu adalah sesuatu yang murni dan
luhur sehingga tidak dibenarkan melakukannya di sembarang tempat
atau dengan sembarang orang yang bukan pasangannya.
b. Perlakuan Umat terhadap Penderita
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa HIV/ AIDS bukanlah
penyakit kutukan tetapi semata-mata penyakit lahiriah yang
disebabkan terjadinya kontak langsung para penderita melalui empat
jalan tadi (seks, jarum suntik, transfusi darah, lewat ibu melahirkan)
sehingga masyarakat Hindu selalu menerima penderita HIV/ AIDS
sebagai masyarakat biasa yang tidak merupakan momok yang
menakutkan, yang diterima apa adanya baik kekurangan maupun
kelebihannya.
Jadi untuk penderita AIDS khususnya di masyarakat Hindu
(Bali) tidak terjadi diskriminatif, tetapi diterima sebagai hamba
Tuhan yang perlu dirawat dan dibesarkan semangatnya, sehingga
penderita bisa menapak kehidupannya dengan lebih baik. Dan bagi
penderita yang meninggal dunia, juga mendapat perlakuan yang
sama seperti layaknya bukan penderita.

24
3.5. Pencegahan
Islam sebagai agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
diperuntukkan bagi seluruh umat manusia dan semesta alam (rahmatan lil
`alamin), salah satunya adalah mengenai etika dan moral (akhlak) yang
mengajarkan bagaimana bersikap dan berperilaku terhadap sesama makhluk
Tuhan, termasuk di dalamnya adalah bagaimana memperlakukan orang yang
hidup dengan HIV/ AIDS (ODHA). Mereka tidak boleh didiskriminasi dalam
hal apapun karena sama-sama memiliki derajat sebagai manusia yang
dimuliakan Tuhan. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an surat Al Isra/
I7:70: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan".
Namun ironisnya, hingga saat ini masih banyak kalangan agamawan
(dari Islam) yang meyakini bahwa fenomena HIV/ AIDS adalah penyakit
kutukan Tuhan atau identik dengan kaum Luth yang menyukai homoseksual,
sebagaimana yang dikisahkan Tuhan dalam Al-Qur'an surat 7/Al-A'raf : 80-
84, surat 27/ An Naml: 56. Begitu juga norma masyarakat masih banyak yang
menganggap bahwa HIV/ AIDS adalah penyakit menular seksual. Padahal
bila dilihat dari cara penularannya HIV/ AIDS sesungguhnya bukan
merupakan penyakit seksual, karena orang yang tidak melakukan hubungan
seks dengan penderita HIV pun bisa tertular seperti penularan melalui
transfusi darah, jarum suntik, pisau cukur, dan sebagainya. Pandangan tokoh
agama dan masyarakat tersebut harus diluruskan dengan informasi yang benar
mengenai HIV/ AIDS supaya tidak dianggap sebagai norma masyarakat. Jika
tidak, maka akan berbahaya karena terjebak pada lingkaran normatif yang
tidak menguntungkan ODHA.
Begitu juga pandangan mengenai kondom sebagai salah satu cara
pencegahan HIV/ AIDS hingga saat ini masih kontroversial karena
dikhawatirkan disalahgunakan oleh pasangan di luar nikah, dianggap
melegalisisir perzinahan dan sebagainya. Pandangan tersebut hendaknya

25
diubah dengan pendekatan solutif menggunakan kaidah fiqhiyyah yaitu
"memilih bahaya yang lebih ringan di antara dua bahaya untuk mencegah
yang lebih membahayakan". Dalam hal ini mensosialisasikan pemakaian
kondom sebagai salah satu cara pencegahan HIV/AIDS jauh lebih ringan
bahayanya dibandingkan dengan melarang kondom disosialisasikan ( Anshor
dalam Aminah 2010 ).

3.6. Penanggulangan
HIV/AIDS telah mewabah tidak hanya di kalangan komunitas yang
dianggap resiko tinggi dan bukan orang-orang yang taat agama tetapi tanpa
pandang bulu menyerang siapapun. Persepsi masyarakat tidak lagi dikaitkan
dengan mitos dan hukuman/kutukan Tuhan. Sikap umat Islam terhadap
masalah ini melahirkan perdebatan yang disebabkan berbeda dalam
mendifinisikan HIV/AIDS maupun memahami korban. Perbedaan sikap
tersebut disebabkan antara lain oleh: (1) Memandang HIV/AIDS semata-mata
menjadi masalah medis. (2) HIV/AIDS sebagai masalah penyimpangan
seksual. (3) HIV/AIDS sebagai masalah penyimpangan sosial. (4) HIV/AIDS
sebagai masalah agama. (5) HIV/AIDS merupakan masalah kapitalisme
global.
Menurut pandangan yang representatif dari konservatif sebagaimana
dikemukakan ahli psikiater dan guru besar FKUI, Prof. Dr. dr. II.Dadang
Hawari5 bahwa upaya-upaya penanggulangan penyakit HIV/AIDS selama
ini, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun LSM lebih menekankan
kepada pendekatan sekuler dan medis semata, baik dalam upaya pencegahan
ataupun terapinya, termasuk tidak menyentuh akar permasalahan penyebab
utamanya. Akar masalah menurut pandangan ini adalah penyakit mental dan
perilaku. Karcnanya, integrasi medis dan moral (agama) adalah pendekatan
yang seharusnya diterapkan. Pendekatan model ini, analisisnya tampak
kurang tajam dan menyentuh empati semua pihak, terkesan diskriminatif
terhadap ODHA.

26
Narnun demikian pendapat ini sekurang-kurangnya menjadi motivasi
masyarakat khususnya muslim dalam mencegah perilaku beresiko terkena
HIV/AIDS. Berbeda halnya dengan pandangan progresif bahwa
penanggulangan HIV/AIDS melalui pendekatan multidimensional,
HIV/AIDS terkait juga dengan masalah sosial, budaya, politik, ekonomi dan
hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu, kajian Islam tentang masalah ini
harus melalui pendekatan studi Islam kontcmporer, terpadu dengan
pendekatan sosial budaya. Mengingat sejumlah kasus penularan HIV tidak
hanya melalui seks bebas atau penggunaan jarum suntuk narkoba, tetapi juga
suami istri yang salah satunya adalah beresiko, bayi terinfeksi dari ibunya,
dan cara-cara lain yang tampak tidak terkait dengan masalah moral. Dengan
demikian nilai-nilai Islam menjadi bagian penting dalam upaya pencegahan
HIV/AIDS di masyarakat, misalnya dilandasi dengan prinsip-prinsip
keadilan, kesetaraan, empaty, demokrasi, khusunya dalam melakukan
advokasi terhadap ODHA.

27
28

BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
Daftar Pustaka
Alhumair, Inshan Kamila. 2017. PENGETAHUAN DASAR TENTANG HIV/
AIDS. ( Diakses tanggal 04 oktober 2017
https://siamik.upnjatim.ac.id/poliklinik/aid.pdf )
Aminah, Siti Mardiatul. (2010). Memperbarui Sikap Agama-agama Terhadap
Masalah HIV/AIDS. Diakses tanggal 20 oktober 2017
https://www.scribd.com/doc/45937183/Memperbaharui-Sikap-Agama-
Terhadap-HIV-AIDS
Aristiana, Noor Fuat, Baidi Bukhori, Hasyim Hasanah. (2015). Pelayanan
Bimbingan Dan Konseling Islam Dalam Meningkatkan Kesehatan Mental
Pasien Hiv/Aids Di Klinik Vct Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang. Vol. 35, No.2, Juli Desember 2015 (ISSN 1693-8054).
Semarang : Rumah Tahfidz Al Amna Kota Semarang. Jurnal Ilmu
Dakwah. Diakses pada tanggal 4 okteber 2017.
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/dakwah/article/view/1609/1279.
Armiyati, Yunie, Desy Ariana Rahayu, Siti Aisah. (2015). Manajemen Masalah
Psikososiospiritual Pasien HIV/AIDS Di Kota Semarang. The 2nd
University Research Coloquium. ISSN 2407-9189.
Baharuddin, Moh. 2010. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penderita HIV/AIDS
dan Upaya Pencegahannya. ASAS Vol.2 No.2.
Bahruddin, M. (2010). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penderita HIV/AIDS dan
Upaya Pencegahannya. ASAS, Volume 2, Nomor 2, Juli 2010.
Berita Islami Masa kini. (2015). Bahaya HIV/AIDS. Https://youtu.be/0-
pzw0BKgac diakses pada tanggal 21 oktober 2017
CH, Mufidah. (2012). Penanggulan HIV/AIDS Melalui Jejaring Antar Lembaga
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Malang Jawa Timur Nomor 14
Tahun 2008. Wonorejo: Tarbiyah Jurnal Pendidikan Islam.
Darmadi, Darmadi, dan Riska Habriel Ruslie (2012) Diagnosis dan Tatalaksana
Infeksi HIV pada Neonatus. Majalah Kedokteran Andalas vol. 36(1)
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. (2012). Profil Kesehatan Provinsi
Kalimantan Barat. Diakses pada 11-09-2017
Handoko, A. V., & Sofro, M. A. 2012. Hubungan Antara Hitung Sel CD4
Dengan Kejadian Retinitis Pada Pasien HIV Di RSUP Dr. Kariadi
Semarang (Doctoral Dissertation, Fakultas Kedokteran).
Harisson, KM. 2009. Life Expectancy Still Shorter For People With HIV
Hidayat, Uti Rusdian, Agung Waluyo, dan Riri Maria. (2017). Sikap Masyarakat
Pada Odha Di Desa Serangkat Kabupaten Bengkayang Propinsi
Kalimantan Barat. Jurnal Vokasi Kesahatan volume 3(1). Hal 22-27. ISSN
2442-5478
29
Infodatin. 2015. Situasi dan Analisis HIV AIDS. Pusat Data Dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI. ( Diakses tanggal 04 oktober 2017
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin
%20AIDS.pdf )
JW Mellors, A Munoz, JV Giorgi, JB Margolick, CJ Tassoni, P Gupta Et Al.
1997. Plasma Viral Load And CD4+ Lymphocytes As Prognostic
Markers Of HIV-1 Infection. Ann Intern Med; 126(12):945-54
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehat Lingkungan. (2013). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis
Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta:
Depkes RI.
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehat Lingkungan. (2013). Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis
Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa. Jakarta:
Depkes RI.
Nursalam, dan Kurniawati Ninuk D. (2007). Asuhan Keperawatan pada Pasien
Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam, dan Kurniawati Ninuk D. (2007). Asuhan Keperawatan pada Pasien
Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Rosella,Maylia.2013.Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Harapan Hidup
5 Tahun Pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) Di Rsup Dr. Kariadi Semarang.
Rossella, M., & Sofro, M. A. U. 2013. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Harapan Hidup 5 Tahun Pasien Human Immunodeficiency Virus
(HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (Aids) Di RSUP Dr.
Kariadi Semarang (Doctoral Dissertation, Faculty Of Medicine
Diponegoro University).
Sterling TR, Vlahov D, Astemborski J, Hoover DR, Margolick JB, Quinn TC.
2001. Initial Plasma HIV-1 RNA Level And Progression To AIDS In
Women And Men. N Engl J Med; 344(10):720-5.
Sumber: Hidayat, Adi.,(2017). Sejarah yang ditutupi dari penyakit HIV/AIDS.
Www.youtube.com/watch?v=jbW2v Diakses pada tanggal 21 oktober
2017
Syarif,A.2012.Tarbiyatuna.Jurnal Pendidikan Islam
Szaflarski, Magdalena (2013) Spirituality and Religion Among HIV-Infected
Individuals. Curr HIV/AIDS Rep. 2013 10(4). Halaman 324 332.
doi:10.1007/s11904-013-0175-7
UNAIDS. (2015). Epidemiology Global Statistics Fact Sheet HIV/AIDS 2015.
http://www.unaids.org/en/resources/documents/2015/20150714_factsheet.

30
UNAIDS. (2015). Epidemiology Global Statistics Fact Sheet HIV/AIDS 2015.
http://www.unaids.org/en/resources/documents/2015/20150714_factsheet.
Unicef Indonesia. (2012). Ringkasan Kajian Respon Terhadap HIV & AIDS.
Diakses dari: https://www.unicef.org/indonesia/id/A4_-
_B_Ringkasan_Kajian_HIV.pdf
Unicef Indonesia. (2012). Ringkasan Kajian Respon Terhadap HIV & AIDS.
Diakses dari: https://www.unicef.org/indonesia/id/A4_-
_B_Ringkasan_Kajian_HIV.pdf
Wainberg MA, Zaharatos GJ, Brenner BG. 2011. Development Of Antiretroviral
Drug Resistance. N Engl J Med; 365:637-46.
WHO (2015) Guideline on When to Start Aniretroviral Therapy and on Pre-
exposure Prophylaxis for HIV. Switzerland: World Health Organization
Wirawan, Weni. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Berisiko Penyakit HIV/AIDS Pada Remaja di SMAN 6 Kecamatan
Padang Selatan Kota Padang Tahun 2016. Padang: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Andalas Padang: Skripsi S1.
Wirawan, Weni. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Berisiko Penyakit HIV/AIDS Pada Remaja di SMAN 6 Kecamatan
Padang Selatan Kota Padang Tahun 2016. Padang: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Andalas Padang: Skripsi S1.
Yusri A, Sori M, Rasmaliah. 2012. Karakteristik Penderita AIDS dan Infeksi
Oportunistik Di Rumah Sakit umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan
tahun 2012. ( Diakses tanggal 04 oktober 2017
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=131358&val=4108 )

31

Anda mungkin juga menyukai