Anda di halaman 1dari 18

TREND DAN ISSUE HIV/AIDS

Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan HIV/AIDS

Dosen Mata Kuliah :

Sri Wahyuni. S.Pd.,M.Kes.,Ph.D

DISUSUN OLEH,

KELOMPOK 1 :

 Annisa Zahrotul Fuadah


 D.Siti Latifah Fauziah
 Dede Rudi Yansyah
 Deviana Yulianti
 Egi Giantoro

STIKES BUDI LUHUR CIMAHI 2019/2020

3
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Atas rahmat dan hidayahnya
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, Shalawat serta salam
semoga selalu terhaturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW,
Para Keluarga, Sahabatnya dan para pengikutnya yang tetap istiqamah hingga
akhir Zaman. Dan tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dosen-Dosen
yang telah memberi kami Masukan dan arahan sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Makalah ini disusun sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan


HIV/AIDS yang tak lain adalah sebagai syarat untuk kelulusan mata kuliah
tersebut.

Penulis mengharapkan adanya saran dan masukan dari pembaca demi


kesempurnaan Makalah ini bila dalam makalah ini terjadi kesalahan yang tidak
diketahui oleh penulis. Dan mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca baik itu sebagai acuan maupun sebagai masukkan dan juga semoga
makalah ini dapat bermanfaat pula bagi penulis.

Cililin, 19 April 2021

Kelompok

4
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...........................................................................................3
C. Sistematika Penulisan...................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
TINJAUAN TEORI.................................................................................................4
A. Trend dan Issue Keperawatan HIV AIDS.....................................................4
B. Issue dan Etik Dalam Keperawatan HIV/AIDS di Indonesia.....................12
BAB III..................................................................................................................15
PENUTUP..............................................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................15
B. Saran............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kasus HIV/AIDS masih menjadi perhatian dunia dikarenakan angka
kejadian kasus yang terus meningkat. Menurut World Health Organization
(WHO) pada tahun 2017 di dunia didapatkan 36.900.000 orang terinfeksi
HIV/AIDS. Berdasarkan data Dirjen PP & PL Kemenkes RI tahun 2017,
masalah HIVAIDS Triwulan IV (Oktober sampai Desember) jumlah
penderita HIVsebanyak 14,640 orang. Berdasarkan kelompok umur,
persentase kasus HIV tahun 2017 didapatkan tertinggi pada usia 25-49
tahun (69,2%) diikuti kelompok umur 20 – 24tahun (16,7%), dan
kelompok umur 50 tahun (7,6%). Persentase faktor risiko HIV tertinggi
adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (22%),homoseksual
(21%) dan penggunaan jarum suntiktidak steril pada penasun
(2%).Sedangkan jumlah penderita AIDS sebanyak 4.725 orang.
Berdasarkan kelompok umur, persentase kasus AIDS tahun 2017
didapatkan tertinggi pada usia 30-39 tahun (35,2%), diikuti kelompok
umur 20-29tahun (29,5%) dan kelompok umur 40-49 tahun (17,7%).
Persentase faktor risikoAIDS tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada
heteroseksual (71%),homoseksual (Lelaki Saks Lelaki) (20%), perinatal
(3%), dan IDU (2%). Rasio HIV dan AIDS antara lakilaki dan perempuan
adalah 2:1 (Kemenkes, 2017).
Pemerintah Indonesia telah mengupayakan penanggulangan
HIV/AIDS dengan berbagai macam cara. Menurut Permenkes RI (2013),
penanggulangan HIV/AIDS dilakukan melalui 5 (lima) kegiatan yaitu; 1)
promosi kesehatan; 2) pencegahan penularan HIV/AIDS; 3) pemeriksaan
diagnosis HIV/AIDS; 4) pengobatan, perawatan dan dukungan; serta 5)
rehabilitasi. Menurut Kemenkes RI (2014), layanan pencegahan,

1
perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS diwujudkan melalui
voluntary counseling and testing (VCT).
Infeksi HIV pada kelompok berisiko, populasi berisiko, yakni
pengguna narkoba suntik (penasun), pekerja seks wanita langsung, pekerja
seks wanita tidak langsung (terselubung menggunakan perantara), waria,
dan Lelaki Sesama Lelaki (LSL), hanya prevalensi HIV pada pekerja seks
wanita langsung dan tidak langsung yang tidak meningkat dalam kurun
waktu 2003-2017.
Trend prevalensi jumlah HIV dan AIDS yang dilaporkan per tahun
sampai dengan desember 2017, HIV 48.300 dan AID 9280. Kelompok
umur pada kelompok 25-49 menjadi kelompok tertinggi yaitu 69,2 %.
Demikian juga prevalensi HIV yang dilaporkan menurut jenis kelamin
Oktober-Desember 2017 tertinggi yaitu pada laki-laki sebesar 62%.
Kebijakan pemerintah pada kurun waktu 2013-2017 antara lain intervensi
terhadap populasi berisiko, seperti pengguna narkoba suntik, pekerja
seksual, dan pencegahan penularan dari ibu kepada bayinya. Sebagai
contoh, periode 2013 hingga desember 2017, jumlah ibu hamil HIV positif
yang mendapat obat Antiretroviral (ARV) terus meningkat, secara
berturut-turut 601 orang, 1.070 orang, 1.544 orang, dan 1.456 orang.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, epidemi HIV di indonesia
sebagian besar terkonsentrasi pada kelompok populasi kunci, dengan tren
dan tingkat pravalensi yang bervariasi antara satu provinsi dengan provinsi
lain. Situasi yang berbeda terdapat di tanah papua yang memiliki epidemi
meluas tingkat rendah dan jumlah Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)
perempuan melebihi jumlah ODHA laki-laki. Angka kasus HIV terbesar
terdapat di DKI jakarta, provinsi padat penduduk lainnya di pulau Jawa,
Papua Barat dan Papua. Dalam periode terdahulu epidemi HIV dipicu oleh
perilaku berbagai alat suntik di kelompok penasun, dan saat ini penularan
seksual menjadi mode utama HIV dengan dampak besar pada kelompok
Lelaki Sesama Lelaki (LSL)
Indonesia telah membuat kemajuan yang luar biasa dalam
meningkatkan angka pemeriksaan HIV. Secara bersamaan jumlah ODHA
yang menjalani pengobatan ARV telah meningkat menjadi lebih dari
60.000 pada tahun 2015 dari hanya beberapa ribu saja di tahun 2011.
Meskipun demikian, tingkat cakupan ini tidak cukup mencapai tujuan
2020. Peran tenaga kesehatan seperti dokter, perawat dan seluruh tim
sangatlah penting untuk tahu tentang trend perilaku yang berisiko tertular
dan menular kan HIV/AIDS.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas tentang
tren dan issue keperawatan HIV-AIDS di Indonesia, Issue dan Etik dalam
keperawatan HIV/AIDS di Idonesia.

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui trend dan issue keperawatan HIV-AIDS di
Indonesia
2. Untuk mengetahui issue dan etik dalam keperawatan HIV/AIDS
BAB II TINJAUAN

TEORI

A. Trend dan Issue Keperawatan HIV AIDS


1. Trend HIV AIDS
Menurut Maryati (2010) menyatakan trend adalah suatu gerakan
(kecenderungan) naik atau turun dalam jangka panjang, yang diperoleh
dari rata–rata perubahan dari waktu ke waktu. Rata-rata perubahan
tersebut bisa bertambah bisa berkurang. Jika rata-rata perubahan
bertambah disebut trend positif atau trend mempunyai kecenderungan
naik. Sebaliknya, jika rata–rata perubahan berkurang disebut trend
negatif atau trend yang mempunyai kecenderungan menurun.
Berdasarkan data Dirjen PP & PL Kemenkes RI tahun 2017,
masalah HIVAIDS Triwulan IV (Oktober sampai Desember) jumlah
penderita HIVsebanyak 14,640 orang. Berdasarkan kelompok umur,
persentase kasus HIV tahun 2017 didapatkan tertinggi pada usia 25-49
tahun (69,2%) diikuti kelompok umur 20 – 24tahun (16,7%), dan
kelompok umur 50 tahun (7,6%). Persentase faktor risiko HIV
tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual
(22%),homoseksual (21%) dan penggunaan jarum suntiktidak steril
pada penasun (2%).Sedangkan jumlah penderita AIDS sebanyak 4.725
orang. Berdasarkan kelompok umur, persentase kasus AIDS tahun
2017 didapatkan tertinggi pada usia 30-39 tahun (35,2%), diikuti
kelompok umur 20-29tahun (29,5%) dan kelompok umur 40-49 tahun
(17,7%). Persentase faktor risikoAIDS tertinggi adalah hubungan seks
berisiko pada heteroseksual (71%),homoseksual (Lelaki Saks Lelaki)
(20%), perinatal (3%), dan IDU
(2%). Rasio HIV dan AIDS antara lakilaki dan perempuan adalah 2:1
(Kemenkes, 2017).
Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Karawang mengungkapkan
bahwatahun 2017 ini ada tren baru untuk kasus HIV AIDS yaitu dilihat
dari pekerjaannya. Yakni mereka yang terjangkit virus ini mayoritas be
rasal dari iburumah tangga. Total ada 18 kasus . Sementara di tahun
sebelumnya, pekerjaanyang rentan terkena penyakit menular adalah
karyawan.

2. Issue HIV AIDS


Kasus HIV pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1987.
Sampai dengan tahun 2012, kasus HIV/AIDS telah tersebar di 345 dari
497 (69,4%) kabupaten/ kota di seluruh provinsi Indonesia. Jumlah
kasus HIV baru setiap tahunnya telah mencapai sekitar 20.000 kasus.
Pada tahun 2012 tercatat 21.511 kasus baru, yang 57,1 % di antaranya
berusia 20-39 tahun. Sumber penularan tertinggi (58,7%) terjadi
melalui hubungan seksual tidak aman pada pasangan heteroseksual.
Pada tahun 2012 tercatat kasus AIDS terbesar pada kelompok ibu
rumah tangga (18,1%) yang apabila hamil berpotensi menularkan
infeksi HIV ke bayinya. Pada tahun 2012 pula, dari 43.624 ibu hamil
yang melakukan konseling dan tes HIV terdapat 1.329 (3,05%) ibu
dengan infeksi HIV.
Lebih dari 90% bayi terinfeksi HIV tertular dari ibu HIV positif.
Penularan tersebut dapat terjadi pada masa kehamilan, saat persalinan
dan selama menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat dan dini, separuh
dari anak yang terinfeksi HIV akan meninggal sebelum ulang tahun
kedua. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) atau
Prevention of Mother to Child HIV Transmission (PMTCT)
merupakan intervensi yang sangat efektif untuk mencegah penularan
tersebut. Upaya ini diintegrasikan dengan upaya eliminasi sifilis
kongenital, karena sifilis dapat mengakibatkan berbagai gangguan
kesehatan pada ibu dan juga ditularkan kepada bayi seperti halnya
pada infeksi HIV.
a. Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak
Risiko penularan HIV dari ibu ke anak tanpa upaya
pencegahan atau intervensi berkisar antara 20-50%. Dengan
pelayanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak yang baik,
risiko penularan dapat diturunkan menjadi kurang dari 2%. Pada
masa kehamilan, plasenta melindungi janin dari infeksi HIV;
namun bila terjadi peradangan, infeksi atau kerusakan barier
plasenta, HIV bisa menembus plasenta, sehingga terjadi penularan
dari ibu ke anak. Penularan HIV dari ibu ke anak lebih sering
terjadi pada saat persalinan dan masa menyusui.

Ada tiga faktor risiko penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu
sebagai berikut.

1) Faktor ibu

a) Kadar HIV dalam darah ibu (viral load): merupakan faktor


yang paling utama terjadinya penularan HIV dari ibu ke
anak: semakin tinggi kadarnya, semakin besar
kemungkinan penularannya, khususnya pada
saat/menjelang persalinan dan masa menyusui bayi.

b) Kadar CD4: ibu dengan kadar CD4 yang rendah, khususnya


bila jumlah sel CD4 di bawah 350 sel/mm3 , menunjukkan
daya tahan tubuh yang rendah karena banyak sel limfosit
yang pecah/rusak. Kadar CD4 tidak selalu berbanding
terbalik dengan viral load. Pada fase awal keduanya bisa
tinggi, sedangkan pada fase lanjut keduanya bisa rendah
kalau penderitanya mendapat terapi anti-retrovirus
(ARV).

c) Status gizi selama kehamilan: berat badan yang rendah


serta kekurangan zat gizi terutama protein, vitamin dan
mineral selama kehamilan meningkatkan risiko ibu untuk
mengalami penyakit infeksi yang dapat meningkatkan
kadar HIV dalam darah ibu, sehingga menambah risiko
penularan ke bayi.

d) Penyakit infeksi selama kehamilan: IMS, misalnya sifilis;


infeksi organ reproduksi, malaria dan tuberkulosis berisiko
meningkatkan kadar HIV pada darah ibu, sehingga risiko
penularan HIV kepada bayi semakin besar.

e) Masalah pada payudara: misalnya puting lecet, mastitis dan


abses pada payudara akan meningkatkan risiko penularan
HIV melalui pemberian ASI.

2) Faktor bayi
a) Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir: bayi
prematur atau bayi dengan berat lahir rendah lebih rentan
tertular HIV karena sistem organ dan kekebalan tubuh
belum berkembang baik.
b) Periode pemberian ASI: risiko penularan melalui pemberian
ASI bila tanpa pengobatan berkisar antara 5-20%.
c) Adanya luka di mulut bayi: risiko penularan lebih besar
ketika bayi diberi ASI.

3) Faktor tindakan obstetrik


Risiko terbesar penularan HIV dari ibu ke anak terjadi pada
saat persalinan, karena tekanan pada plasenta meningkat
sehingga bisa menyebabkan terjadinya hubungan antara darah
ibu dan darah bayi. Selain itu, bayi terpapar darah dan lendir
ibu di jalan lahir. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko
penularan HIV dari ibu ke anak selama persalinan adalah
sebagai berikut.
a) Jenis persalinan: risiko penularan pada persalinan per
vaginam lebih besar daripada persalinan seksio sesaria;
namun, seksio sesaria memberikan banyak risiko lainnya
untuk ibu.
b) Lama persalinan: semakin lama proses persalinan, risiko
penularan HIV dari ibu ke anak juga semakin tinggi, karena
kontak antara bayi dengan darah/ lendir ibu semakin lama.
c) Ketuban pecah lebih dari empat jam sebelum persalinan
meningkatkan risiko penularan hingga dua kali
dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari empat jam.
d) Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forsep
meningkatkan risiko penularan HIV.
b. Skrining HIV
Angka cakupan HIV pada ibu hamil di Indonesia juga
masih rendah. Pemeriksaan sukarela melalui pelayanan Voluntary
Counseling and Testing (VCT) umumnya menekankan pada
kesadaran pasien untuk melakukan pemeriksaan HIV. Masih
banyak pasien yang tidak peduli kesehatan atau merasa takut
diketahui jika menderita HIV. Penyaki HIV masih dianggap tabu
oleh sebagaian masyarakat bahkan petugas medis, membuat
paseien menghindar sehingga pelayanan VCT belum optimal dan
tidak mencapai target. Saat ini dikembangkan pelayanan Provider
Initiated Testing and Counseling (PITC), dimana petugas kesehatan
memberikan konseling dan rekomendasi klinik untuk pemeriksaan
HIV. Pelayanan PITC diharapkan dpat meningkatkan angka
cakupan terapi HIV lebih dini.
d. Metode Persalinan
Pada tahun 1999, hasil metaanalisis dari 15 penelitian
kohort prospektif menunjukkan pengurangan 50% transmisi
vertical melalui kelahiran seksio sesarea, setelah disesuaikan

10
10
dengan terapi antiretroviral, stadium penyakit ibu dan berat lahir
bayi. Banyak penelitian tidak menyesuaikan dengan muatan virus.
Pada pasien yang menggunakan ARV dengan muatan virus tidak
terdeteksi, resiko penularan menjadi sangat rendah sehingga timbul
pertanyaan akan manfaat kelahiran sesar pada kondisi ini.
Durasi ketuban pecah dapat dikaitkan dengan tingkat
penularan yang lebih tinggi. Meta analisis kelompok HIV Perinatal
Internasional menemukan bahwa resiko penularan vertical
meningkat 2% untuk siap peningkatan 1 jam durasi ketuban pecah.
Data menunjukkan bahwa tidak ada penurunan tingkat transmisi
jika kelahiran sesar dilakukan setelah ketuban pecah. Keputusan
metode persalinan menjadi bersifat individual. Mark dkk meneliti
pada kelompok ibu hamil HIV dengan muatan virus tidak terdektsi,
90 ribu (54%) memiliki kelahiran pervaginam dan 77 ibu (46%)
memiliki kelahiran seksio sesarea. Tidak ditemukan kasus
penularan HIV pada bayi.
Penggunaan terapi yang tepat akan menurunkan muatan
virus sebanyak 1 log dalam bulan pertama dan menjadi tidak
terdeteksi dalam 6 bulan kemudian. Semakin tinggi muatan virus,
semakin lama penurunannya, namun jika muatan virus menetap
atau meningkat pada 6 bulan, maka dapat dipertimbangkan sebagai
kegagalan pengobatan. Kegagalan virul didefinisikan sebagai
muatan virus yang tetap terdeteksi melebihi 1000 kopi (yaitu dua
pengukuran muatan virus berturut-turut dalam interval 3 bulan)
setelah setidaknya 6 bulan setelah memulai rejimen ARV
baru.

B. Issue dan Etik Dalam Keperawatan HIV/AIDS di Indonesia


Banyak issue legal yang terjadi dalam perawatan pasien. Perawatan
pasien dengan HIV/AIDS menimbulkan banyak masalah sulit baik tentang
tes HIV, stigma dan diskriminasi, masalah dipekerjaan, dan masih banyak
masalah yang lain. Berdasarkan hasil penelitian Kristina di Kalimantan
Selatan, penerimaan masyarakat terhadap pasien HIV/AIDS masih kurang
disebabkan HIV banyak dihubungkan dengan mitos-mitos di masyarakat
(Nursalam, 2007).
Menurut Nursalam (2007) perawat harus selalu mengevaluasi diri
untuk memastikan tindakannya telah sesuai dengan prinsip etik dan
hukum. Hukum merupakan proses yang dinamis sehingga tenaga
kesehatan juga harus selalu memperbaharui pengetahuan mereka tentang
hukum yang berlaku saat itu. Prinsipnya, bersikap jujur pada pasien dan
meminta informed consent atas semua tindakan atau pemeriksaan
merupakan tindakan yang paling aman untuk menghindari implikasi
hukum.
1. Konsep Etik Dan Hukum Dalam Asuhan Keperawatan Pasien
HIV/AIDS
Etik berasal dari bahasa Yunani “ethos“ yang berarti adat
kebiasaan yang baik atau yang seharusnya dilakukan. Dalam organisasi
profesi kesehatan pedoman baik atau buruk dalam melakukan tugas
profesi telah dirumuskan dalam bentuk kode etik yang penyusunannya
mengacu pada sistem etik dan asas etik yang ada. Meskipun terdapat
perbedaan aliran dan pandangan hidup, serta adanya perubahan dalam
tata nilai kehidupan masyarakat secara global, tetapi dasar etik di
bidang kesehatan. Kesehatan klien senantiasa akan saya utamakan“
tetap merupakan asas yang tidak pernah berubah. Asas dasar tersebut
dijabarkan menjadi enam asas etik, yaitu:
a Asas menghormati otonomi klien
Klien mempunyai kebebasan untuk mengetahui dan
memutuskan apa yang akan dilakukan terhadapnya, untuk ini perlu
diberikan informasi yang cukup
e Asas kejujuran
Tenaga kesehatan hendaknya mengatakan yang sebenarnya
tentang apa yang terjadi, apa yang akan dilakukan serta risiko yang
dapat terjadi.
f Asas tidak merugikan
Tenaga kesehatan tidak melakukan tindakan yang tidak
diperlukan dan mengutamakan tindakan yang tidak merugikan klien
serta mengupayakan risiko yang paling minimal atas tindakan yang
dilakukan.
g Asas Manfaat
Semua tindakan yang dilakukan terhadap klien harus
bermanfaat bagi klien untuk mengurangi penderitaan atau
memperpanjang hidupnya
h Asas kerahasiaan
Kerahasiaan klien harus dihormati meskipun klien telah meninggal.
i Asas keadilan
Tenaga kesehatan harus adil, tidak membedakan kedudukan
sosial ekonomi, pendidikan, jender, agama, dan lain sebagainya.
(Nursalam, 2007)
Prinsip etik yang harus dipegang oleh seseorang, masyarakat,
nasional dan internasional dalam menghadapi HIV/AIDS adalah:
a Empati
Ikut merasakan penderitaan sesama termasuk ODHA dengan
penuh simpati, kasih sayang dan kesediaan saling menolong
b Solidaritas
Secara bersama-sama membantu meringankan dan melawan
ketidakadilan yang diakibatkan oleh HIV/AIDS
c Tanggung jawab
Bertanggung jawab mencegah penyebaran dan memberikan
perawatan pada ODHA. (Nursalam, 2007)
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Trend adalah suatu gerakan (kecenderungan) naik atau turun dalam
jangka panjang, yang diperoleh dari rata–rata perubahan dari waktu ke
waktu. Rata-rata perubahan tersebut bisa bertambah bisa berkurang. Jika
rata-rata perubahan bertambah disebut trend positif atau trend mempunyai
kecenderungan naik. Sebaliknya, jika rata–rata perubahan berkurang
disebut trend negatif atau trend yang mempunyai kecenderungan menurun.
Berdasarkan data Dirjen PP & PL Kemenkes RI tahun 2017, masalah
HIVAIDS Triwulan IV (Oktober sampai Desember) jumlah penderita
HIVsebanyak 14,640 orang. Berdasarkan kelompok umur, persentase
kasus HIV tahun 2017 didapatkan tertinggi pada usia 25-49 tahun (69,2%)
diikuti kelompok umur 20 – 24tahun (16,7%), dan kelompok umur 50
tahun (7,6%). Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks
berisiko pada heteroseksual (22%),homoseksual (21%) dan penggunaan
jarum suntiktidak steril pada penasun (2%).Sedangkan jumlah penderita
AIDS sebanyak 4.725 orang. Berdasarkan kelompok umur, persentase
kasus AIDS tahun 2017 didapatkan tertinggi pada usia 30-39 tahun
(35,2%), diikuti kelompok umur 20-29tahun (29,5%) dan kelompok umur
40-49 tahun (17,7%). Persentase faktor risikoAIDS tertinggi adalah
hubungan seks berisiko pada heteroseksual (71%),homoseksual (Lelaki
Saks Lelaki) (20%), perinatal (3%), dan IDU
(2%). Rasio HIV dan AIDS antara lakilaki dan perempuan adalah 2:1
(Kemenkes, 2017).
B. Saran
1. Saran Bagi Institusi/Pemerintah
Hendaknya institusi pelayanan dan pemerintah melakukan
peningkatan berbagai upaya dalam pencegahan HIV-AIDS, lebih
giatnya dilakukan penyuluhan tentang bahaya HIV-AIDS dan perlunya
pengobatan seumur hidup jika terinfeksi.
2. Saran Bagi Mahasiswa Perawat
Diharapkan dapat menambahkan koleksi sumber refrensi dan buku
terbaru di perpustakaan tentang keperawatan HIV-AIDS yang terbaru.
3. Saran Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat tidak mendiskriminasi pasien HIV AIDS
tetapi memberi dukungan untuk saling mengingatkan pentingnya
minum obat secara teratur. Masyarakat diharapkan memiliki perilaku
hidup yang baik, saling percaya kepada pasangan masing-masing,
tidak melakukan seks bebas, minum-minuman, tato, dan penggunaan
jarum suntuk bersamaan.
DAFTAR PUSTAKA

Gumbo F, Duri K, Kandawasvika, Kurewa N, Mapingure M, Munjoma M, et al.


Risk factors of HIV vertical transmission in a cohort of women under a
PMTCT program at three periurban clinics in a resource-poor setting. J
Perinatol 2010 Nov; 30 (11):717-723
Kajian Nasional Respon HIV Dibidang Kesehatan Republik Indonesia. 2017
Laporan Situasi Perkembangan HIV-AIDS dan PIMS Di Indonesia Januari-
Desember. 2017. Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI
Maryati. 2010. Strategi Pembelejaran Inkuiri Diakses dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/maryatissimsi/7strate gi
pembelajaran-inkuiripdf.pdf.
Nursalam, Kurniawati. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Profil Kesehatan Kota Samarinda. 2016. Dinas Kesehatan Kota Samarind
Rimawi BH, Haddad L, Badell ML, Chakraborty R. Management of HIV
Infection during Pregnancy in the United States: Updated Evidence-
Based Recommendations and Future Potential Practices. Infect Dis Obstet
Gynecol. 2016;2016
World Health Organization (WHO). 2018. Global HIV & AIDS Statistic-
2018 fact sheet.
Yantri, Eny dkk. 2018. Optimalisasi Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal Menuju Generasi Emas Di Era JKN. Padang: Perinasia

Anda mungkin juga menyukai