Disusun Oleh :
Kelompok 4
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah asuhan keperawatan Paliatif pada pasien
HIV AIDS dengan baik dan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas kelompok yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Menjelang
Ajal dan Paliatif yaitu Ns. Pipit Feriani S.kep, MARS
Dengan makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami Perawatan Paliatif pada
pasien stroke dan Asuhan Keperawatan dengan Stroke dengan benar. Ucapan terima kasih
penulis ucapkan kepada dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan
Paliatif yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar makalah Perawatan
Paliatif pada pasien HIV AIDS. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah memberikan bantuan berupa konsep, pemikiran dalam penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala kerendahan hati, saran dan
kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari pembaca guna meningkatkan pembuatan
makalah pada tugas lain dan pada waktu mendatang.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus HIV dan menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome) adalah sindrom atau kumpulan gejala yang timbul karena sangat
turunnya kekebalan tubuh penderita HIV dan merupakan stadium akhir dari HIV.
Menurut WHO, total penderita HIV lebih dari 35 juta jiwa. Pada tahun 2017, 940.000
orang meninggal karena penyebab HIV. Ada sekitar 36,9 juta orang yang hidup dengan
HIV pada akhir tahun 2017 dengan 1,8 juta orang terinfeksi baru pada tahun 2017. Pada
tahun 2017 diperkirakan 47% infeksi baru terjadi diantara populasi kunci dan
pasangannya.2 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017 terdapat 33.660 kasus
baru HIV di Indonesia. Di Indonesia jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987-2017
terdapat 97.942 kasus, untuk kasus baru AIDS pada tahun 2017 terdapat 4.555 kasus.
Jumlah kasus AIDS di DIY dari tahun 1987-2017 terdapat 1.403 kasus, dan pada tahun
2017 terdapat 42 kasus baru AIDS. Virus HIV menghancurkan dan merusak fungsi sel
kekebalan, sehingga individu yang terinfeksi secara bertahap menjadi imunodefisiensi.
Imunodefisiensi menghasilkan peningkatan kerentanan terhadap berbagai macam infeksi,
kanker dan penyakit lain yang orang dengan sistem kekebalan yang sehat dapat melawan.
Tahap paling lanjut dari infeksi HIV adalah AIDS, yang dapat berlangsung dari 2 hingga
15 tahun untuk berkembang tergantung pada individu. AIDS didefinisikan oleh
perkembangan kanker tertentu, infeksi, atau manifestasi klinis berat lainnya. Penyakit
HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang
mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia dan membuatnya lebih rentan
terhadap berbagai penyakit, sulit sembuh dari berbagai penyakit infeksi oportunistik dan
bisa menyebabkan kematian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja tanda dan gejala HIV Aids pada anak dan dewasa ?
2. Apa penyebab dari HIV AIDS ?
3. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada HIV Aids ?
4. Pengobatan apa saja yang dapat dilakukan untuk HIV ?
5. Bagaimana cara menentukan asuhan keperawatan paliatif pada pasien HIV Aids ?
BAB II
A. PENGERTIAN
Acquired immunodeficiency syndrom (AIDS) suatu gejala penyakit yang
menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh atau gejala penyakit infeksi
tertentu / keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh
(kekebalan) oleh virus yang disebut dengan HIV. Sedang Human Imuno Deficiency
Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian
mengakibatkan AIDS. HIV sistem kerjanya menyerang sel darah putih yang menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk dalam limfosit yang disebut dengan T4 atau sel
T penolong. ( T helper ), atau juga sel CD 4. HIV tergolong dalam kelompok retrovirus
sub kelompok lentivirus. Juga dapat dikatakan mempunyai kemampuan mengopi cetak
materi genetika sendiri didalam materi genetik sel - sel yang ditumpanginya dan melalui
proses ini HIV dapat mematikan sel - sel T4. ( DEPKES: 1997 )
AIDS adalah salah satu penyakit retrovirus epidemic menular, yang disebabkan oleh
infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai depresi berat imunitas seluler,
dan mengenai kelompok resiko tertentu, termasuk pria homoseksual, atau biseksual,
penyalahgunaan obat intra vena, penderita hemofilia, dan penerima transfusi darah
lainnya, hubungan seksual dan individu yang terinfeksi virus tersebut. ( DORLAN 2002 )
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dan kelainan ringan
dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan
berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan
malignitas yang jarang terjadi. (Centre for Disease Control and Prevention)
B. ETIOLOGI
Resiko HIV utama pada anak-anak yaitu:
Air susu ibu yang merupakan sarana transmisi
Pemakaian obat oleh ibunya
Pasangan sexual dari ibunya yang memakai obat intravena
Daerah asal ibunya yang tingkat infeksi HIV nya tinggi
Sering diare.
Badan yang kurus karena berat badan anak yang sulit bertambah
Sistem kekebalan tubuh yang lemah sehingga anak lebih sering sakit
D. KOMPLIKASI
Komplikasi sistemik Komplikasi pada anak HIV/AIDS dapat mengenai berbagai
sistem organ tubuh. Penyakit jantung yang terkait dengan infeksi HIV atau infeksi
oportunistik yang meliputi perikarditis dan miokarditis. Komplikasi kardiovaskular
infeksi HIV seperti kardiomiopati dan perikarditis telah dikurangi dengan terapi
antiretroviral yang sangat aktif, tapi aterosklerosis koroner prematur sekarang menjadi
masalah yang berkembang karena obat antiretroviral dapat menyebabkan gangguan
metabolisme yang serius menyerupai orang-orang dalam sindrom metabolik. 34
Keterlambatan motorik, hipotonia, hipertonia, dan tanda traktus piramidal menunjukan
telah terjadi ensefalopati di sistem saraf pusat.35 Kejadian diare kronik pada anak dengan
infeksi HIV bervariasi antara 30-90%. Lesi esofageal, kelainan hepatobilier dan diare
merupakan penyakit yang paling sering, dan dapat menyebabkan malabsorbsi, maldigesti,
penurunan asupan nutrisi sehingga menyebabkan malnutrisi.
E. PATOFISILOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel
yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi
dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus
yang bersesuaian yaitu antigen grup
Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan
reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel
killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi. Virus HIV
dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang
materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA
ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian
terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat
mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh
tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan
sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing,
mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T
sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit.
Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan
menyebabkan penyakit yang serius. Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem
imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan
makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat
berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300
per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-
gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian
menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi.
Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila
jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi
opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
F. PATHWAY
G. TANDA GEJALA HIV PADA DEWASA
Melansir Buku HIV & AIDS: Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis, dan Sosial Edisi 2
(2014) oleh Nasronudin, perjalanan infeksi HIV, jumlah virus dan gejala klinis melalui 3
fase ditambah 1 periode (4 tahap).
Periode masa jendela yaitu periode di mana pemeriksaan tes antibody HIV masih
menunjukkan hasil negatif walaupun virus sudah masuk ke dalam darah pasien dengan
jumlah yang banyak.
Periode jendela sangat penting diperhatikan karena pada periode jendela ini
pasien sudah mampu dan potensial menularkan HIV kepada orang lain.
Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang menghasilkan
virus-virus baru (virion) dengan jumlah hingga berjuta-juta virion. Viremia dari begitu
banyak virion tersebut dapat memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan gejala yang
mirip penyakit flu atau infeksi mononukleosa.
Diperkirakan bahwa sekitar 50-70 persen orang yang terinfeksi HIV mengalami
sindrom infeksi akut selama 3-6 minggu setelah terinfeksi virus dengan gejala umum,
yakni:
Demam
Faringitis
Limfadenopati
Artralgia
Mialgia
Letargi
Malaise
Nyeri kepala
Mual
Muntah
Diare
Anoreksia,
Penurunan berat badan
HIV juga sering menimbulkan kelainan pada sistem saraf meski paparan HIV
baru terjadi pada stadium infeksi yang masih awal. Kondisi itu, antara lain bisa
menyebabkan: Meningitis Ensefalitis Neuropati perifer Mielopati Sementara, gejala pada
dematologi atau kulit, yaitu ruam makropapuler eritematosa dan ulkus mukokutan.
Pembentukan respons imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam sel
dendritik folikuler (SDF) di pusat germinativum kelenjar limfa dapat menyebabkan virion
dapat dikendalikan, gejala hilang, dan mulai memasuki fase laten.
Pada fese ini jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di plasma
menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfa dan terjadi replikasi
di kelenjar limfa.
Fase infeksi laten berlangsung rata-rata sekitar 8-10 tahun (dapat 3-13 tahun)
setelah terinfeksi HIV. Pada tahun ke-8 setelah terinfeksi HIV, penderita mungkin akan
mengalami berbagai gejala klinis, berupa:
Demam
Banyak berkeringat pada malam hari
Kehilangan berat badan kurang dari 10%,
Diare
Lesi pada mukosa dan kulit berulang,
Penyakit infeksi kulit berulang
Selama berlangsungnya fase ini, di dalam kelenjar limfa terus terjadi replikasi
virus HIV yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi
kelenjar limfa adalah sebagai perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus
dicurahkan ke dalam darah.
Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam
sirkulasi sistemik. Respons imum tidak mampu meredam jumlah virion yang berlebihan
tersebut.
Sementara, limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang kian banyak.
Penurunan limfosit ini mengakibatkan sistem imun menurun dan penderita semakin
rentan terhadap berbagai penakit infeksi sekunder.
Perjalanan penyakit kemudian semakin progresif yang mendorong ke arah AIDS.
Infeksi sekunder yang sering menyertai, di antaranya adalah:
Pada tahap ini, penderita HIV/AIDS harus segera dibawa ke dokter dan menjalani
terapi anti-retroviral virus (ARV). Terapi ARV bakal mengandalikan virus HIV di dalam
tubuh sehingga dampak infeksi bisa ditekan.
Maka dari itu, sangat dianjurkan bagi masyarakat yang berisiko tinggi tertular
HIV/AIDS untuk melakukan cek darah sedini mungkin. Masyarakat yang termasuk
berisiko tinggi, di antaranya yakni pengguna narkoba dengan jarum suntik, kerap berganti
pasangan dan berhubungan seks tanpa kondom. (Irawan Sapto Adhi)
H. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah golongan virus retro yang disebut Human Immunodeficiency
Virus yaitu HTL II, LAV,RAV yang berupa agen viral yang dikneal dengan retrovirus yang
ditularkan oleh darag dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. Virus ini
ditransmisikan melalui kontak intim (seksual), darah atau prduk darah yang terinfeksi (HIV).
HIV pertema kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada
tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2
dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela
Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala
2. Fase infeksi HIV Primer akut
Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu
3. Infeksi asimtomatik
Lamanya 1-15 minggu atau lebih dengan gejala tidak ada
4. Supresi imun simtomatik
diatas 3 tahun dengan gejala demam,keringat di malam hari, diare, neuropati,
lemah, limfadenopati, lesi dimulut
5. AIDS
Lamanya bervariasi anatar 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi opurtunistik berat dan tumor pada berbagai system tubuh dan
menifestasi neurologis
I. KOMPLIKASI
Candidiasis. Kondisi ini merupakan infeksi jamur umum, dan dan dapat diobati dengan
obat antijamur setelah dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter.
Coccidioidomycosis,yaitu infeksi yang juga dipicu oleh jamur dan dapat berujung
pneumonia, jika tidak ditangani.
Cryptococcosis, sebagai infeksi jamur yang sering masuk melalui paru-paru. Infeksi ini
dapat dengan cepat menyebar ke otak, dan sering berakibat fatal, karena menyebabkan
meningitis cryptococcus.
Cryptosporidiosis, yaitu penyakit diare yang kerap menjadi kronis. Penyakit ini
dicirikan oleh kram perut dan diare yang parah.
Sitomegalovirus, infeksi virus yang sering terjadi di bagian mata dan organ pencernaan.
Infeksi ini sebenarnya umum terjadi, terutama pada orang dewasa.
Ensefalopati yang berkaitan dengan HIV. Gangguan medis ini menyerang otak seiring
berjalannya usia, dan sering menyerang individu yang memilki jumlah CD4 kurang dari
100.
Herpes simplex (kronis) dan herpes zoster. Herpex simplex merupakan infeksi yang
dicirikan oleh luka pada mulut atau bagian kelamin. Sementara itu, herpes zoster
menyebabkan lepuhan pada kulit, yang disertai rasa sakit.
Histoplasmosis, yaitu infeksi oleh spora jamur yang sering berasal dari kotoran burung
atau tanah. Kondisi medis ini dapat diobati melalui pemberian antibiotik.
Isosporiasis, yaitu infeksi parasit yang dapat berkembang saat penderitanya melakukan
kontak dengan aliran air, atau makanan yang sudah terkontaminasi.
Kompleks Mikobakterium Avium (MAC), yang merupakan infeksi akibat bakteri, dan
sering terjadi pada orang dengan jumlah CD4 kurang dari 50. Apabila bakteri tersebut
masuk ke aliran darah, infeksi ini dapat berakibat kematian.
Pneumonia jiroveci pneumocystis, yaitu jenis pneumonia yang disebabkan oleh infeksi
jamur Pneumocystis jiroveci (dahulu disebut jamur Pneumocystis carinii). Infeksi
oportunistik ini menjadi penyebab kematian utama pada orang dengan HIV.
Pneumonia kronis. Anda mungkin sudah sering mendengar penyakit
ini. Pneumonia merupakan infeksi baru-baru, yang bisa disebabkan oleh bakteri, jamur,
atau virus. Pneumonia dapat terjadi di salah satu paru-paru, atau keduanya sekaligus.
Leukoensefalopati multifokal progresif, yaitu gangguan saraf yang disebabkan oleh
virus dansering menyerang orang dengan jumlah CD4 di bawah 200.
Toksoplasmosis, yaitu infeksi parasit yang juga umum menyerang orang-orang dengan
CD4 di bawah 200.
Tuberkulosis, yaitu penyakit yang juga menyerang organ paru-paru, dan disebabkan oleh
infeksi kuman mycobacterium tuberuculosis.
Wasting syndrome (berkaitan dengan HIV). Sindrom ini merupakan infeksi oportunistik
yang menyebabkancpenderitanya. Penurunan berat badan tersebut dapat mencapai lebih
dari 10% berat badan normal penderita.
Sarkoma kaposi, yaitu jenis kanker yang kerap muncul dengan lesi di bagian mulut, atau
lesi yang menutupi permukaan kulit. Terapi radiasi dan kemoterapi merupakan
penanganan kondisi medis ini, yang bertujuan untuk mengecilkan tumor.
Limfoma. Beberapa jenis kanker yang menyerang sistem limfatik (getah bening) dan
kerap terjadi pada orang-orang yang hidup dengan HIV. Penanganan kondisi ini akan
bergantung pada kesehatan penderitanya, serta jenis kanker yang diidap.
Kanker serviks. Kanker ini menyerang leher rahim, sehingga hanya terjadi pada wanita.
Wanita yang hidup dengan HIV berisiko tinggi untuk menderita kanker serviks.
J. PATOFISIOLOGI
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan antara
10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orangyang terinfeksi HIV akan
menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, danmencapai 70% dalam sepuluh tahun
akan mendapat AIDS. Berbeda dengan viruslain yang menyerang sel target dalam waktu
singkat, virus HIVmenyerang seltarget dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi,
virus harus masuk kedalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi
genetik virusdimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel,
virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikelvirus
yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnyadan
menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker
atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama selsel limfosit.
Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong.
Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem
kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfositT sitotoksik), yang kesemuanya
membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan
hancurnya limfosit T penolong,sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi
dirinya terhadapinfeksi dan kanker.
Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6
bulan sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window
period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan,
namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadapHIV tetap positif (fase ini disebut fase
laten) Beberapa tahun kemudian baru timbulgambaran klinik AIDS yang lengkap
(merupakan sindrom/kumpulan gejala).Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai menjadi
AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah
diketahui HIV positif. (Heri : 2012)
Perawatan paliatif umumnya dianggap berhubungan dengan rasa nyeri dan peringanan
gejala pada akhir hayat, tetapi walau tanggapan ini harus dicakup, perawatan paliatif harus
menjadi pendekatan pada seseorang dengan penyakit yang membatasi hidup, dengan
mempertimbangkan keluarga dan budayanya – dengan tujuan akhir meningkatkan mutu
hidupnya.
Perawatan paliatif bertujuan untuk mencapai mutu hidup yang optimal untuk Odha dan
keluarganya, serta meminimalkan penderitaan melalui penggerakan perawatan klinis, psikologis,
spiritual dan sosial selama masa infeksi HIV. Perawatan paliatif juga menyediakan pemantauan
berkala dan berlanjut terus selama dan setelah permulaan terapi. Perawatan paliatif mencakup
dan melampaui penatalaksaan medis masalah penularan, neurologis atau onkologis HIV/AIDS
untuk menghadapi gejala dan penderitaan secara memadai selama rangkaian penyakit HIV.
Perawatan pencegahan
Intervensi perawatan pencegahan adalah kegiatan, alat atau pengobatan yang dapat
mencegah permulaan penyakit berat atau gawat misalnya pneumonia bakteri, TB, malaria, diare
dan malanutrisi yang dapat memperumit atau mengancam jiwa Odha, bahkan pada stadium awal
penyakit HIV.
PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI DAN NON FARMAKOLOGI
A. Penatalaksanaan farmakologi
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah
Istiqomah : 2009) :
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang
jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3 c. Terapi
Antiviral Baru
– Didanosine
– Ribavirin
– Diedoxycytidine
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
2. Diet
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang
jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3 c.
Terapi Antiviral Baru beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun
dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah :
– Didanosine
– Ribavirin
– Diedoxycytidine
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya
dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi
pasien. Apabila terjadi penurunan berat badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian
makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau makanan selingan.
Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering. Hindari makanan yang merangsang
pencernaan baik secara mekanik, termik, maupun kimia.
Jenis Diet dan Indikasi Pemberian Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah
terkena infeksi HIV, yaitu kepada pasien dengan:
- Infeksi HIV positif tanpa gejala.
- Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan,
sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
- Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
- Infeksi HIV dengan TBC.
- Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral,
enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi
secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental
sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet
AIDS I, II dan III :
1) Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi,
sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau
segera setelah pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu,
diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3
jam. Bila ada kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam
bentuk kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri
atau menggunakan makanan enteral komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini
cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat
ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).
2) Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut
teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini
rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat
gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan
utama.
2. Melakukan pemeriksaan 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
1. Promosi Kesehatan
4. Rehabilitasi
BAB III
3.1. Anamnesa
A. Identitas
1. Identitas Klien
Nama, tempat / tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis.
2. Identias Penanggung Jawab
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan pasien.
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui
keluahn utama sesak nafas. Keluahn utama lainnya dirtemui pada pasien penyakit
HIV AIDS, yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis
lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih
dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan tenggorokan
disebabkan oleh jamur candida albikans,pembekakan kelenjar getah bening
diseluruh tubuh, munculnya herpes zooster berulang dan bercak-bercak gatal
diseluruh tubuh.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya disampaikan pasien HIV AIDS
adalah: pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang
memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyreri dada, dan demam, pasien
akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya
riwayat penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks
dengan penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
3.2. Pengkajian
A. Pengkajian Fisik
Permasalahan fisik yang sering dialami pasien HIV/AIDS biasanya diakibatkan
oleh karena penyakitnya maupun efek samping dari pengobatan yang diterimanya.
Diantaranya adalah nyeri, nutrisi, kelemahan umum, eliminasi, luka decubitus,
pernafasan. Serta masalah keperawatan lainnya.
1. Keadaan umum : Ditemukan pasien tampak lemah, vital sign takikardi, pernafasan
cepat suhu badan meningkat karena demam
2. Kesadaran : Composmentis kooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran,
apatis, somnolen, stupor bahkan koma
3. Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboroika
4. Mata : Konjungtiva anemis , scelera tidak ikterik, pupil isokor,refleks pupil terganggu
5. Hidung : Adanya pernapasan cuping hidung
6. Leher : Kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur criptococus
neofarmns)
7. Gigi dan mulut : Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak- bercak putih seperti
krim yang menunjukan kandidiasis
8. Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan
9. Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai dengan TB
napas pendek (cusmaul)
10. Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif
11. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda lesi (lesi
sarkoma kaposi)
12. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus oto menurun, akral dingin
PENUTUP
Kesimpulan
Tingginya HIV/AIDS pada anak sebagai korban transmisi infeksi vertical dapat menjadi
sebuah permasalahan sehingga penemuan dini tentang diagnostik HIV pada ibu adalah menjadi
lead penemuan kasus untuk menurunkan transmisi infeksi. Anak adalah korban kedua dari
penularan HIV/AIDS. Sementara dampak kondisi sakit kronik pada anak berbeda dengan
dewasa, Sakit yang dialami anak membutuhkan peran dan tugas keluarga baik emosional, sosial,
maupun spiritual. Perawatan paliatif dapat menjadi alternatif pelayanan tenaga profesional untuk
meningkatkan kualitas hidup anak dengan HIV/AIDS dengan mengimplementasikan
interprofessional collaborative prantice yang dapat diintegrasikan dengan pelayanan berbasis
rumah/home care.
Saran
Kami berharap para penderita atau ODHA baik dari usia anak anak maupun dewasa dapat
mendapatkan perawatan paliatif yang memadai, oleh karena itu kami menyarankan agar dapat
dilakukan pengoptimalan pemberian perawatan paliatif dari rumah maupun sampai rumah sakit,
sehingga para penderita dapat meningkatkan kualitas hidupnya sesuai tujuan perawatan paliatif.
DAFTAR PUSTAKA
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan kriteria Hasil Keperawatan ,
Edisi 1 . Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi
1 . Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan tindakan keperawatan ,
Edisi 1 . Jakarta : DPP PPNI.
Nendra, et al.(2011). Buku penanganan paliatif care HIVAIDS. Jakarta: Lembaga kesehatan
nahdatul ulama
Wan Nedra, et al.(2015). Buku pegangan perawatan paliatif HIV AIDS. Jakarta: Lembaga
kesehatan nahdatul ulama
Shatri, H., Faisal, E., Putranto, R., & Sampurna, B. (2020). Advanced Directives pada Perawatan
Paliatif. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(2), 125-132.
MUNTAMAH, U., & Kp, S. (2020). BUKU REFERENSI UNTUK PERAWAT “PEDOMAN
PERAWATAN PALIATIF PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI
RUMAH SAKIT”.
Natosba, J., & Andhini, D. (2017, December). GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN
TINDAKAN PERAWATAN PALIATIF PERAWAT. In Proceeding Seminar
Nasional Keperawatan (Vol. 3, No. 1, pp. 218-222).
Zcorpius, Dedy. UMY. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV/AIDS 06, 2012
https://www.academia.edu/35527611/ASKEP_HIV_AIDS_PADA_ORANG_DEWASA
http://spiritia.or.id/cdn/files/dokumen/hatip-89:-menuju-paket-perawatan-pencegahan-dan-
paliatif-yang-memadai-_5c3595b9136a9.pdf
https://www.alodokter.com/tanda-hiv-pada-anak-yang-perlu-diwaspadai