Anda di halaman 1dari 14

TUGAS PENYUSUNAN MAKALAH “KEPATUHAN MINUM OBAT ARV

PADA ANAK DENGAN HIV/AIDS”

Sebagai Penugasan Mata Kuliah Penulisan Ilmiah Semester 3 Tahun


Akademik 2023/2024

DISUSUN OLEH :

NAMA : JIHAN TRISTIA ANANDA

NIM : 1440120222033

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN STIKES NGESTI WALUYO


TEMANGGUNG 2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah penulisan
ilmiah pada HIV/AIDS ini.
Dengan dibuatnya makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kuliah
dan berharap agar dapat bermanfaat dan membantu dalam memahami
tentang HIV/AIDS.
Penulis menyadari sekali bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
pembaca demi kesempurnaan makalah ini ke depannya. Demikian
makalah ini mudah mudahan bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih.

Temanggung, 11 januari 2024


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
1. Latar belakang........................................................................................................4
2. Tujuan.....................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
ISI.......................................................................................................................................6
1. Definisi penyakit.....................................................................................................6
2. Patofisiologi penyakit.............................................................................................6
3. Manifestasi klinis....................................................................................................7
4. Komplikasi..............................................................................................................8
5. Penatalaksanaan medis..........................................................................................9
6. Penatalaksanaan keperawatan.............................................................................10
BAB III...............................................................................................................................12
PENUTUP..........................................................................................................................12
1. KESIMPULAN........................................................................................................12
2. SARAN..................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14
LAMPIRAN JURNAL...........................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

HIV (Human ImmunodeficiencyVirus) merupakan virus yang


hanya menginfeksi manusia,yang hanya mereproduksi di dalam sel
sehingga tidak dapat melawan infeksi dan berpotensi melemahkan dan
menurunkan sistem imun tubuh manusia (Kunoli, 2015).
Data global tahun 2016 menunjukkan bahwa jumlah total kasus
HIV baru pada anak anak dan orang dewasa tetap sama dibandingkan
tahun sebelumnya yaitu sebesar 1,8 juta. Sementara itu, jumlah infeksi
HIV baru pada anak anak dan orang dewasa sedikit menurun pada
tahun 2018, yaitu mencapai 1,7 kasus (UNAIDS, 2019).
Indonesia merupakan negara dengan prevalensi HIV tertinggi di
kawasan Asia – Pasifik. Pada tahun 2016, terdapat 320.000 kasus HIV
baru pada anak anak dan orang dewasa. Pada tahun 2018, jumlah kasus
HIV pada anak anak dan orang dewasa tetap sama dibandingkan tahun
sebelumnya yaitu 310.000 kasus, pada tahun 2017 jumlah kasus HIV
pada anak anak dan orang dewasa adalah 310.000 kasus (UNAIDS,
2019). Di Indonesia, jumlah kasus HIV yang dilaporkan meningkat
setiap tahunnya sejak tahun 2005 hingga tahun 2019. Pada tahun 2019,
jumlah infeksi HIV yang dilaporkan adalah 349.882 (60,7% dari
perkiraan jumlah pasien HIV tahun 2016 sebanyak 640.443).
Sementara itu, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahun sejak
tahun 2005 hingga tahun 2019 relatif stabil. Sejak tahun 1987 hingga
Juni 2019, jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 117.064 orang
dengan kasus HIV (Dirjen P2P, 2019).
Jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi Riau pada Januari - Agustus
2019 dinilai masih cukup tinggi, yaitu 319 kasus HIV dan 74 kasus
AIDS. Di antara mereka yang berusia 25 hingga 49 tahun, tingkat
infeksi keseluruhan adalah 241 atau 75,5% (KPA Provinsi Riau, 2019).
Kota Pekanbaru merupakan kabupaten/kota dengan jumlah kasus
(insiden) baru HIV/AIDS tertinggi di Provinsi Riau. Dari Januari
hingga Agustus 2019, tercatat 103 kasus HIV baru, sedangkan jumlah
kasus baru AIDS sebanyak 17 kasus (KPA Provinsi Riau, 2019).
Disisi lain, kasus penghentian pengobatan terkait pasien
HIV/AIDS yang mencari pengobatan juga terkonfirmasi
(Susana,2007). Dengan proporsi kasus HIV/AIDS yang mencapai 54%
dari seluruh kasus pada tahun 2001, ketidakpatuhan pasien terhadap
terapi ARV dapat menimbulkan dampak negatif yang sangat besar.
Pada tahun 2020 diperkirakan angka ini akan meningkat menjadi lebih
dari 65%. Kepatuhan dalam meminum obat ARV sangat penting,
sehingga jika lupa satu atau dua dosis obat ARV dalam seminggu,
maka akan berdampak besar pada pengobatan HIV/AIDS. Penelitian
AIDS dilakukan secara intensif, dan informasinya sudah menyebar
serta bertambah dengan cepat. Selain dampak negatifnya pada bidang
medis, AIDS juga berdampak negatif pada bidang lain seperti
ekonomi, politik, etika, dan moralitas (Srinatania, Sukarya, Lindayani,
2020).

2. Tujuan
 Mengetahui definisi tentang HIV/AIDS.
 Mengetahui patofisiologi penyakit HIV/AIDS.
 Mengetahui manifestasi klinis HIV/AIDS.
 Mengetahui komplikasi HIV/AIDS.
 Mengetahui penatalaksanaan medis HIV/AIDS.
 Mengetahui penatalaksanaan keperawatan HIV/AIDS
BAB II

ISI

1. Definisi penyakit

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune


Deficiency Syndrome) adalah penyakit yang terus berkembang dan
menjadi masalah global. Permasalahan dalam pengobatan HIV/AIDS
adalah ARV dan obat obatan ini hanya menghambat replikasi virus.
Studi klinis menunjukkan bahwa obat ini umumnya bekerja dengan
baik pada orang yang mematuhi rencana pengobatan dan melakukan
pemeriksaan kesehatan rutin. Faktanya, beberapa dokter mengatakan
bahwa hanya separuh dari pasiennya yang mendapatkan hasil yang
baik. Faktor penting yang perlu dipertimbangkan adalah kepatuhan
pasien (Srinatania, Sukarya, Lindayani, 2020).
Hasil penelitian mengenai manfaat ARV bagi ODHA anak dengan
HIV ditinjau dari kepatuhan minum obat ARV, menunjukkan bahwa
pengobatan ARV sudah dirasakan ODHA anak. Manfaat tersebut
termasuk merasa lebih sehat dan bugar, karena dimana sebelumnya
merasa lelah dan meningkatkan hasil tes CD4. Oleh karena itu, harus
tetap patuh menjalani terapi ARV dengan meminum obat sesuai dosis
yang diberikan untuk mempertahankan status kesehatan sebelumnya
(Srinatania, Sukarya, Lindayani, 2020).
Beberapa partisipan menyatakan bahwa adanya dukungan keluarga,
mereka bisa mempertahankan dan menjaga status kesehatannya hingga
saat ini. Partisipan menyatakan bahwa keluarganya selalu memotivasi
dan mengingatkannya untuk meminum obat (Srinatania, Sukarya,
Lindayani, 2020).

2. Patofisiologi penyakit
Perjalanan klinis pasien dari tahap infeksi HIV hingga tahap AIDS
konsisten dengan penurunan imunitas pasien, terutama imunitas seluler
dan memberikan gambaran klinis yang kronis. Berkurangnya imunitas,
biasanya dikaitkan dengan peingkatan risiko dan tingkat keparahan
infeksi oportunistik dan keganasan (Depkes RI, 2003).
Di dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV, partikel virus berikatan
dengan DNA sel pasien, sehingga orang tersebut terinfeksi seumur
hidup. Beberapa pasien mengalami gejala atipikal 3-6 minggu setelah
terinfeksi, termasuk demam, kesulitan menelan, pembengkakan
kelenjar getah bening, ruam, diare, dan batuk. Kondisi ini disebut
infeksi primer (Sudoyo, 2006).
Infeksi primer mengacu pada saat HIV memasuki tubuh untuk
pertama kalinya. Pada tahap awal proses infeksi (imunokompetensi),
terjadi respon imun berupa peningkatan aktivasi imun. Induksi sel T-
helper dan sel lain diperlukan untuk menjaga fungsi sel faktor sistem
kekebalan dan memastikan sel tersebut terus berfungsi dengan baik.
Infeksi HIV menghancurkan sel T-helper,yang tidak mampu
menginduksi sel efektor imun. Tanpa T-helper, sel efektor sistem imun
seperti T8 sitotoksik, sel NK, monosit, dan sel B tidak dapat berfungsi
dengan baik. Ketika daya tahan tubuh menurun, pasien memasuki
stadium lebih lanjut (Hoffman, Rockstroh, Kamps, 2006). Selama
infeksi primer, jumlah limfosit CD4 dalam darah menurun dengan
cepat. Selama periode ini, target virus adalah limfosit CD4 di kelenjar
getah bening dan tymus. membuat orang yang terinfeksi HIV lebih
rentan terhadap infeksi oportunistik dan membatasi kemampuan tymus
untuk memproduksi limfosit T (Calles, N.R, 2000).

3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari HIV AIDS meliputi gejala utama/mayor &
gejala minor. Gejala utama/mayor meliputi: demam berkepanjangan
lebih dari 3 bulan, diare kronis lebih dari satu bulan berulang dan terus
menerus, penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan,
TBC. Kemudian gejala minor meliputi: batuk kronis lebih dari satu
bulan, infeksi mulut dan tenggorokan disebabkan jamur Candida
Albicans, pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di
seluruh tubuh, munculnya herpes zoster berulang dan bercak gatal
diseluruh tubuh (Depkes RI,1997).

4. Komplikasi
HIV/AIDS mempunyai beberapa komplikasi, antara lain
komplikasi neurologis berupa mielopati vaskular yang merupakan
penyebab umum disfungsi sumsum tulang belakang, terutama pada
infeksi HIV stadium lanjut, gejalanya meliputi kesulitan berjalan,
peningkatan tonus pada ekstremitas bawah, kelemahan/kehilangan
sensasi ekstremitas bawah yang progresif, dan disfungsi
sfingter/ereksi, polimiositis terkait HIV yang merupakan presentasi
mirip dengan polimiositis autoimun, kelemahan otot proksimal
simetris bertahap, progresif, neuropatik sensorik perifer lainnya
contohnya termasuk neuropati poliradikular demielinasi inflamasi,
multipleks mononeuritis, dan neuropati poliradikuler progresif, hal ini
sering dikaitkan dengan pathogen oportunistik misalnya
cytomegalovirus stadium lanjut dan infeksi HIV, gangguan sakit kepala
primer hal ini sering terjadi pada infeksi HIV (6% - 61%), etiologinya
bercampuran tidak jelas, SSP dan infeksi tropik SSP yang merupakan
diagnosis banding didasarkan pada jumlah CD4 dan mungkin termasuk
limfoma SSP primer, sifilis, dan infeksi oportunistik misalnya
toksoplasma, kriptokokus, sitomegalovirus, dan poliomavirus JC
(Prakoeswa, 2022).

Pada komplikasi kardiovaskular dan paru meliputi kardiomiopati,


endocarditis miokarditis, dan pericarditis, hal ini relatif jarang terjadi
dan mungkin berhubungan dengan patogen oportunistik pada infeksi
HIV lanjut, hipertensi arteri pulmonal, meskipun prevalensi ART luas,
penyebab yang tepat dan hubungan dengan prognosis tidak pasti,
pneumocytis yang merupakan komplikasi yang sudah menurun,
tuberculosis, jika berisiko, setiap satu tahun semua penderita infeksi
HIV selalu diberikan skrining pada saat terdiagnosis HIV (Prakoeswa,
2022).
Pada komplikasi gastrointestinal dan hati, seperti kolangiopati
AIDS, hepatobilier infiltrative, dan infeksi pancreas seringkali
disebabkan oleh patogen oportunistik dan memerlukan pengobatan
segera setelah diketahui (beberapa gejala mungkin disebabkan oleh
jika tidak diobati, dapat menyebabkan kematian), kolitis, esofagitis,
dan gastroenteritis sering terjadi pada pasien dengan imunosupresi
berat terhadap patogen infeksius dan berbagai lesi terjadi diseluruh
saluran pencernaan, insufisiensi eksokrin pankreas yang menyebabkan
malabsorpsi lemak, perubahan pergerakan usus, kembung, dan
penurunan berat badan (Prakoeswa, 2022).
Selanjutnya, pada komplikasi ginjal meliputi cedera ginjal akut
biasanya berhubungan dengan penyakit prarenal dan nekrosis tubular
akut, kemungkinan disebabkan oleh obat obatan terkait HIV, penyakit
ginjal kronis berupa faktor risiko yang termasuk koinfeksi virus
hepatitis C, faktor risiko tradisional seperti viral load HIV yang tinggi,
diabetes mellitus, hipertensi, dan neuropati terkait HIV biasanya
bermanifestasi sebagai proteinuria yang signifikan dan penurunan
fungsi ginjal yang cepat (tekanan darah seringkali normal), biopsi
diperlukan untuk diagnosis pasti (Prakoeswa, 2022).
Kemudian pada komplikasi metabolic dan endokrin berupa
gangguan aksis hipotalamus – hipofisis adrenal dan gonad, yang dapat
disebabkan oleh etiologi sentral atau perifer (termasuk infeksi
oportunistik), dan infeksi HIV secara langsung menyebabkan
insufisiensi adrenal (Prakoeswa, 2022).

5. Penatalaksanaan medis
Pengobatan HIV tergantung pada stadium penyakit dan infeksi
oportunistik yang mungkin terjadi. Secara umum, tujuan pengobatan
adalah untuk mencegah sistem kekebalan tubuh melemah hingga
terjadi infeksi oportunistik. Sindrom pemulihan imun atau Immune
Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS) dapat terjadi setelah
pengobatan, namun jarang terjadi pada pasien yang belum mencapai
tahap ini (Hidayati dkk, 2019).
Terapi antiretroviral adalah cara terpenting untuk mencegah
melemahnya sistem kekebalan tubuh. Pengobatan infeksi
sekunder/oportunistik/ganas bergantung pada gejala dan diagnosis
terkait (Hidayati dkk, 2019). Selain itu, pencegahan infeksi
oportunistik pada kasus tertentu dengan profilaksis (Marteens G dkk,
2014). Adapun intervensi suportif meliputi, perbaikan kondisi umum
pengidap HIV/AIDS, nutrisi, dan dukungan psikososial, serta ada
pengobatan simtomatik yang bertujuan untuk memastikan bahwa
ODHA melakukan aktivitas dan pengobatan yang menekan
perkembangan virus yaitu Azodothymidine (AZT), DDI
(Dideoxynosine), EDC (Dideoxycytidine) (Naomperani, 2019).
Prinsip pemberian ARV adalah kombinasi tiga obat yang semuanya
diserap dan dilepaskan ke darah dalam dosis terapeutikatau disebut
terapi antiretroviral yang sangat aktif,Highly Active Antiretroviral
Therapy (HAART). Istilah HAART sering disingkat menjadi ART
(Antiretroviral Therapy) atau terapi ARV. Pemerintah menetapkan
campuran yang digunakan untuk pengobatan ARV berdasarkan lima
aspek: khasiat, efek samping/toksisitas, interaksi obat, kepatuhan, dan
harga obat sesuai peraturan No. 87 Menteri Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2014 (Permenkes, 2014).

6. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan HIV/AIDS membahas tentang
perlunya intervensi keperawatan pada pernafasan yang tepat, hidrasi
adekuat, kebutuhan eliminasi urin dan feses, kebutuhan nutrisi yang
tepat, dan kebutuhan istirahat dan tidur yang cukup, serta intervensi
keperawatan yang ditujukan untuk kebutuhan yang berkaitan dengan
proses kematian (Nomperani, 2019). Anjuran mengenai waktu
istirahat tergantung pada kinerja dan tingkat keparahan penyakit untuk
semua orang yang terkena HIV/AIDS, dukungan gizi yang tepat
berdasarkan zat gizi makronutrien dan mikronutrien bagi orang yang
terkena dampak HIV/AIDS, konseling meliputi pendekatan psikologis
dan psikososial, serta adaptasi gaya hidup dan memberikan gaya hidup
sehat (Hidayati dkk, 2019).
Intervensi keperawatan yang dilakukan meliputi, duduk tegak di
kursi menggunakan bantal dan disertai pemberian oksigen dengan
masker, kanula, atau hidung, menjamin keselamatan pasien dengan
pemeriksaan keselamatan pasien, dan melakukan posisi duduk untuk
meingkatkan fungsi pernapasan. Jika pasien kebingungan dengan yang
diajarkan, berikan pendidikan kesehatan kepada pasien dengan
mengajarkan teknik napas dalam, batuk, dan latihan relaksasi, serta
mendidik pasien dengan mengajari mereka kebersihan mulut dengan
berkumur dengan obat kumur (Povidone iodine, gargarisma khan, dll)
karena O2 dapat mengeringkan selaput lender (Naomperani, 2019).
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN
HIV/AIDS menjadi masalah serius, selain dampak negatifnya
pada bidang medis, AIDS juga berdampak negatif pada bidang lain
seperti ekonomi, politik, etika, dan moralitas. Penelitian AIDS
dilakukan secara intensif, dan informasinya sudah menyebar serta
bertambah dengan cepat. (Srinatania, Sukarya, Lindayani, 2020).
Infeksi HIV merupakan sekelompok penyakit yang menyerang sel
kekebalan tubuh, termasuk infeksi primer dari tanpa gejala hingga
stadium lanjut, dengan atau tanpa sindrom akut. AIDS adalah tahap
akhir dari infeksi HIV. HIV sendiri merupakan virus sitopatik yang
termasuk dalam family Retroviridae yang sel targetnya terutama
adalah sel yang dapat mengekspresikan reseptor CD4 spesifik yang
ada dalam sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga gejalanya akan
berbeda, namun pada akhirnya terjadi infeksi sekunder/oportunistik
akibat perkembangan infeksi virus ini menjadi infeksi lanjut (Hidayati
dkk, 2019).
Pengobatan HIV tergantung pada stadium penyakit dan infeksi
oportunistik yang mungkin terjadi. Secara umum, tujuan pengobatan
adalah untuk mencegah sistem kekebalan tubuh melemah hingga
terjadi infeksi oportunistik. Strategi utama yang dilakukan saat ini
adalah penggunaan obat antiretroviral (ARV) yang dapat menekan
virus HIV dan memperpanjang umur orang yang terinfeksi HIV.
Cakupan tes HIV yang tinggi dan skrining yang aktif pada populasi
berisiko tinggi dapat membantu mengidentifikasi orang yang terinfeksi
HIV/AIDS sejak dini dan mengurangi infeksi lebih lanjut melalui
konseling perubahan perilaku dan intervensi medis yang tepat
(Hidayati dkk, 2019).
Dengan hal tersebut juga diperlukan penelitian yang lebih rinci
untuk menerapkan upaya pencegahan yang efektif, sebagai upaya
untuk meminimalisir kasus baru HIV/AIDS, juga akan dilakukan
upaya untuk mengurangi gejala penularan penyakit. Upaya ini berkisar
dari aspek konseptual hingga aspek praktik. Hal ini diperlukan untuk
memberikan pemahaman, pengetahuan, informasi, dan data mengenai
upaya pencegahan HIV/AIDS kepada para peneliti dan akademisi serta
masyarakat umum (Hidayati dkk, 2019).

2. SARAN
Sebagai penerus bangsa hal terkait harus dilakukan pencegahan
sejak dini dengan mendidik dan memberi konseling kepada generasi
penerus, hal tersebut diperlukan untuk memberikan pemahaman,
pengetahuan, informasi terkait HIV/AIDS.
Pemerintah sebagai pemimpin juga harus ikut berpartisipasi
terhadap pencegahan dini HIV/AIDS melalui kebijakannya sehingga
bisa menjalankan perannya seperti membuat undang – undang
pendidikan, undang – undang teknologi melalui media massa atau
internet, serta nekerjasama dengan aparat kepolisian yang kuat.
Hingga saat ini permasalahan HIV/AIDS sudah luas di lingkungan
masyarakat yang disebabkan oleh beberapa penyebab, dan penyebab
yang seringkali terjadi yaitu karena pergaulan bebas pada remaja yang
tidak dipantau atau diawasi oleh orang tuanya sehingga menjadi
dampak buruk pada bidang medis serta berdampak buruk pada bidang
lain seperti ekonomi, politik, etika, dan moralitas. Dengan hal itu,
penulis berharap pada masa sekarang ada pengawasan dari orang yang
bertanggungjawab, terutama pengawasan pada anak usia remaja.
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN JURNAL

Anda mungkin juga menyukai