Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Anak II
Dosen Pembimbing
Disusun Oleh
Kelompok 3
AlhamdulillahpujisyukurkamiucapkanataskehadiratTuhanYangMahaEsa,karena
dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang
“Askep Pada Bayi Dan Anak Dengan Hiv Aids” inidenganbaik.Pemakalah juga berterima
kasih kepadanIbu Ns. Deswita, Sp.Kep.An selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak II,
yang telah memberikan tugas ini dan membimbing kami. Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas Keperawatan Anak II, mahasiswa Ilmu Keperawatan, UniversitasAndalas.
Pemakalah berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita semua mengenai konsep bermain pada anak dengan baik dan benar.
Serta dapat mengaplikasikan ilmu dan pemahaman yang didapat dalam kehidupan sehari-hari
saat dihadapkan dengan situasi tersebut. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi
pembaca.
Pemakalah Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR................................................................................................................i
DAFTARISI..............................................................................................................................ii
BABI PENDAHULUAN..........................................................................................................3
1.1 LatarBelakang...............................................................................................................3
1.2 RumusanMasalah..........................................................................................................3
1.3 Tujuan............................................................................................................................3
BABII PEMBAHASAN...........................................................................................................4
2.1 Definisi..........................................................................................................................4
2.2 Etiologi..........................................................................................................................4
2.3 Patofisiologi..................................................................................................................5
2.4 PemeriksaanDiagnostik.................................................................................................8
2.6 PenatalaksanaanMedis................................................................................................12
2.7 AsuhanKeperawatan....................................................................................................14
BABIII PENUTUP.................................................................................................................31
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................31
3.2 Saran............................................................................................................................31
DAFTARPUSTAKA..............................................................................................................32
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
HIV adalah penyakit menular pembunuh nomor satu di dunia. Menurut data dari World
Health Organization (WHO) tahun 2017 menyatakan bahwa 940.000 orang meninggal karena
HIV. Ada sekitar 36,9 juta orang yang hidup dengan HIV pada akhir tahun 2017 dengan 1,8 juta
orang menjadi terinfeksi baru pada tahun 2017 secara global. Lebih dari 30% dari semua infeksi
HIV baru secara global diperkirakan terjadi di kalangan remaja usia 15 hingga 25 tahun.
Diikuti dengan anak-anak yang terinfeksi saat lahir tumbuh menjadi remaja yang harus
berurusan dengan status HIV positif mereka. Menggabungkan keduanya, ada 5 juta remaja yang
hidup dengan HIV (WHO, 2017). Pada tahun 2017, angka kejadian Infeksi HIV dan AIDS baru
pada remaja di ASIA dan Pasifik menunjukkan bahwa terdapat 250.000 remaja yang menderita
HIV dan AIDS. Infeksi HIV baru telah mengalami penurunan sebesar 14% sejak tahun 2010.
Ada penurunan 39% orang meninggal karena HIV & AIDS (UNAIDS, 2017). Menurut data
Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kemenkes RI menyatakan bahwa
jumlah kasusu HIV dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2017 mengalami kenaikan setiap
tahunnya.
Kasus HIVdi Indonesia pada tahun 2016 tercatat 41.250 kasus dan data terakhir hingga
Desember 2017 tercatat 48.300 kasus. Sedangkan kasus AIDS di Indonesia pada tahun 2016
tercatat 10.146 kasus dan data terakhir hingga Desember 2017 tercatat 9.280 kasus. Presentase
infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69,2%), diikuti kelompok
umur 20-24 tahun (16,7%), kelompok umur ≥50 tahun (7,6%), kelompok umur 15-19 tahun
sebesar 4%, dan umur transfusi 7%, serta 23% lainnya tidak diketahui penyebabnya (Dinas
Kesehatan DIY, 2017).
1.2 RumusanMasalah
1. Apa saja askep pada bayi dan anak dengan hiv?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui askepen pada bayi dan anak dengan hiv aids
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Human Immunideficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan RNA yang spesifik
menyerang imunitas atau sistem kekebalan tubuh yang kemudian menyebabkan Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Infeksi HIV berjalan dengan sangat progresif dalam
merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga infeksi yang disebabkan oleh jamur, parasit, bakteri,
ataupun virus tidak bisa ditahan oleh tubuh penderita. Seseorang yang telah terinfeksi HIV
kemungkinan tidak menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa menginfeksi orang lain. Untuk
sebagian orang, infeksi HIV dapat berkembang menjadi AIDS setelah melalui beberapa periode
waktu tertentu, dari beberapa bulan hingga 15 tahun (Siregar & All. 2016).
2.2 Etiologi
Etiologi HIV-AIDS adalah Human Immunodefisiensi virus (HIV) yang merupakan virus
sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili retroviridae, subfamili lentiviridae, genus
lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIV termasuk famili retrovirus yang merupakan kelompok
virus RNA yang mempunyai berat molekul 0,7 kb (kilobase). Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu
HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai berbagai subtipe. Diantara kedua grup
tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah
grup HIV-1 (United States Preventive Services Task Force, 2011)
HIV terdiri dari suatu bagian inti yang berbentuk silindris yang dikelilingi oleh lipid
bilayer envelope. Pada lipid bilayer tersebut terdapat dua jenis glikoprotein yaitu gp120 dan
gp41. Fungsi utama protein ini adalah untuk memediasi pengenalan sel CD4+ dan reseptor
kemokin dan memungkinkan virus untuk melekat pada sel CD4+ yang terinfeksi. Bagian dalam
terdapat dua kopi RNA juga berbagai protein dan enzim yang penting untuk replikasi dan
maturasi HIV antara lain adalah p24, p7, p9, p17,reverse transkriptase, integrase,dan protease.
Tidak seperti retrovirus yang lain, HIV menggunakan sembilan gen untuk mengkode protein
penting dan enzim. Ada tiga gen utama yaitu gag, pol, dan env. Gen gag mengkode protein inti,
gen pol mengkode enzim reverse transkriptase, integrase, dan protease, dan gen env mengkode
komponen struktural HIV yaitu glikoprotein. Sementara itu, gen rev, nef,vif, vpu, vpr, dan tat
penting untuk replikasi virus dan meningkatkan tingkat infeksi HIV (Calles, et al. 2006,
Kummar, et al. 2015).
2.3 Patofisiologi
b. Infeksi laten
Respon imun spesifik HIV dengan terperangkapnya virus dalam sel dendritik folikuler (SDF)
dipusat germinativum kelenjar limfe sehingga virion tidak dapat dikenali. Pada fase ini jumlah
virion diplasma menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfe. Pada fase
ini sering menunjukan asimtomatis. Fase ini berlangsung sekitar 8-10 tahun setelah terinfeksi.
Setelah 8 tahun maka akan muncul infeksi oportunistik.
Tes Antibodi
Bayi yang terlahir oleh ibu terinfeksi HIV dapat tertular HIV selama kehamilan, waktu
kelahiran, dan bila disusui. Namun kemungkinan bayi terinfeksi dalam kandungan atau dalam
persalinan hanya kurang lebih 20%. Antibodi yang diwarisi ibu mulai hilang setelah enam
bulan, tetapi dapat bertahan dalam jumlah yang cukup untuk ditemukan dengan tes antibodi
sampai usia 18 bulan. Untuk memastikan apakah bayi ternyata terinfeksi HIV, dia dapat dites
dengan tes antibodi pada usia di atas sembilan bulan. Kebanyakan bayi yang tidak terinfeksi
HIV menunjukkan hasil tes non-reaktif pada usia 12 bulan. Namun bila hasil reaktif pada saat
itu, tes harus diulang lagi, dan bayi baru dapat dipastikan terinfeksi HIV bila hasil tes tetap
reaktif pada usia 18 bulan.
Bayi yang tidak terinfeksi saat lahir dapat tertular melalui air susu ibu (ASI) dari ibu
terinfeksi HIV. Bila terinfeksi melalui ASI, antibodi yang dicari oleh tes HIV baru terbentuk
dengan jumlah yang cukup untuk dideteksi setelah beberapa minggu. Jadi hasil tes antibodi
yang non-reaktif pada bayi yang disusui harus diulang sedikitnya enam minggu setelah
penyusuan dihentikan total, untuk memastikan bayi tetap tidak terinfeksi HIV.
Hasil tes HIV yang reaktif pada seorang anak berusia 18 bulan ke atas berarti anak
tersebut terinfeksi HIV.
Tes Virus
Berbeda dengan tes antibodi, tes virus dapat menentukan apakah bayi terinfeksi dalam
bulan-bulan pertama hidupnya. Tes RNA HIV dengan alat PCR (LI 125), yang biasanya
dilakukan untuk mengukur viral load, dapat mendeteksi virus dalam darah, dan dapat dipakai
untuk diagnosis HIV pada bayi. Namun tes ini masih sangat mahal (umumnya lebih dari Rp 500
ribu) dan lebih sulit dilakukan dibandingkan tes antibodi. Tes ini masih hanya dapat dilakukan
di sedikit laboratorium di Indonesia.
Sebagian kecil (20-40%) bayi yang terinfeksi dalam kandungan atau saat lahir akan
menunjukkan hasil positif pada tes PCR baru setelah lahir, sementara keba- nyakan akan
menunjukkan hasil positif pada usia 14 hari. Virus pada 98% bayi terinfeksi HIV terdeteksi
setelah empat minggu. Oleh karena itu, WHO mengusulkan tes viral load untuk mendiagnosis
infeksi HIV pada bayi sebaiknya dilakukan pada usia 4-6 minggu ke atas.
Hasil positif palsu dapat terjadi, terutama bila laboratorium tidak berpengalaman dengan
alat PCR, dan semua hasil positif sebaiknya langsung dikonfirmasi dengan contoh darah baru.
Hasil viral load yang rendah (di bawah 10.000) kemungkinan positif palsu, karena viral load
pada bayi biasanya sangat tinggi.
Hasil negatif palsu juga dapat terjadi. Sebaiknya dua tes virus dilakukan untuk
konfirmasi bahwa anak tidak terinfeksi. Sebaiknya juga tes antibodi dilakukan setelah anak
berusia 18 bulan sebagai konfirmasi ulang.
Bila bayi disusui, hasil tes negatif melalui PCR harus diulang enam minggu setelah
penyusuan dihentikan total.
Garis Dasar
- Hasil tes antibodi HIV yang reaktif pada anak berusia 18 bulan ke atas berarti anak
terinfeksi HIV
- Hasil tes antibodi HIV yang reaktif pada anak di bawah usia 18 bulan tidak membantu
membedakan anak terinfeksi HIV dari anak yang tidak terinfeksi
- Hasil tes antibodi HIV yang non-reaktif enam minggu atau lebih setelah penyu- suan
dihentikan, atau kapan saja pada anak yang tidak disusui berarti anak tersebut tidak
terinfeksi HIV
- Kebanyakan anak yang tidak terinfeksi HIV akan menunjukkan hasil tes antibodi non-
reaktif (membuktikan tidak terinfeksi HIV) pada usia 9-12 bulan
- Hasil tes antibodi HIV yang non-reaktif
- pada anak yang masih disusui atau dengan penyusuan baru saja dihentikan tidak cukup
untuk mengesampingkan infeksi HIV. Tes harus diulang sedikitnya enam minggu setelah
penyusuan dihentikan
- Hasil tes PCR HIV yang positif dan langsung dikonfirmasi dengan tes ulang pada anak
berusia 4-6 minggu atau lebih berarti anak tersebut terinfeksi HIV
- Hasil tes PCR HIV yang negatif pada anak belum berusia enam minggu tidak me- mastikan
bahwa anak tidak terinfeksi HIV
- Anak dengan hasil tes PCR HIV yang negatif dan mengembangkan gejala penyakit terkait
HIV sebaiknya dites PCR HIV ulang
- Dokter boleh mengambil diagnosis presumptif terinfeksi HIV pada bayi terpajan HIV
(hasil tes antibodi reaktif) dengan gejala yang memberi kesan terkait HIV, agar bayi dapat
segera mulai ART
Infeksi HIV pada anak yang ditularkan oleh ibu sewaktu dalam kandungan atau masa
persalinan biasanya akan menunjukkan tanda dalam rentang waktu 12-18 bulan pertama
kehidupan anak. Meski begitu, ada juga anak yang tidak menunjukkan gejala apa pun hingga
usianya lebih dari 5 tahun.
HIV pada anak juga cukup sulit terdeteksi karena gejalanya mirip dengan infeksi virus
biasa, misalnya flu. Kendati demikian, terdapat beberapa gejala yang dapat dicurigai sebagai
tanda HIV pada anak, di antaranya:
Tanda HIV pada anak yang cukup jelas adalah berat badan yang sulit bertambah.
Idealnya, berat badan anak usia satu tahun akan mencapai tiga kali berat badan lahir.
Namun, anak yang terinfeksi HIV biasanya akan tampak kurus karena berat badannya
tidak kunjung bertambah.
Anak yang terinfeksi HIV biasanya mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
lebih lambat. Ini dapat dilihat dari kondisi anak yang sulit atau terlambat duduk, berdiri,
berjalan, terlambat bicara, atau perilaku anak yang tidak seperti anak-anak lain
seusianya.
Anak-anak memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih berkembang. Namun seiring
bertambahnya usia anak, sistem kekebalan tubuhnya akan semakin kuat. Hal ini
seharusnya membuat anak dapat terhindar dari penyakit.
Waspadai jika anak sering mengalami demam lebih dari 7 hari, batuk pilek,
pembengkakan kelenjar getah bening, sakit perut, dan infeksi telinga yang sangat sering
kambuh dan berlangsung lama. Bisa jadi hal tersebut menandakan adanya kelemahan
sistem kekebalan tubuh yang kemungkinan disebabkan oleh infeksi HIV.
Selain infeksi-infeksi tersebut, anak dengan HIV juga rentan mengalami penyakit infeksi
lain yang berat, seperti meningitis dan sepsis. Anak-anak yang memiliki sistem
kekebalan tubuh lemah karena infeksi HIV dapat mengalami kekambuhan infeksi hingga
lebih dari 4 kali dalam kurun waktu 6-12 bulan. Infeksi ini seharusnya lebih jarang
terjadi jika anak memiliki daya tahan tubuh yang normal.
2.6 PenatalaksanaanMedis
Prinsip pemberian ARV pada anak hampir sama dengan dewasa, tetapi pemberian ARV
pada anak memerlukan perhatian khusus tentang dosis dan toksisitasnya. Pada bayi, sistem
kekebalannya mulai dibentuk dan berkembang selama beberapa tahun pertama. Efek obat pada
bayi dan anak juga akan berbeda dengan orang dewasa (Nurs dan Kurniawan, 2013:168).
Pedoman pengobatan HIV/AIDS pada Anak menurut (Departemen Kesehatan Indonesia:
Direktotat Jendran Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008:35) yaitu Rejimen
Lini pertama yang direkomendasikan adalah 2 Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor
(NRTI) + 1 Non Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor (NNRTI).
b. Dukungan Keluarga
(1). Dukungan Kepatuhan Berobat
Supaya patuh, anak dilibatkan dalam memutuskan apakah minum atau tidak, sedangkan
compliance adalah anak mengerjakan apa yang telah diterangkan oleh dokter atau
apotekernya. Dukungan keluarga dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien untuk
sembuh dengan memberikan informasi tentang antiretroviral sehingga dapat mengubah
perilaku pasien menjadi lebih baik untuk mendapatkan kesehatan tubuh yang lebih
optimal
Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor pendorong dalam Teori Lawrence Green
(Notoadmodjo, 2007). Faktor pendorong (Reinforcing factors) terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat. Dalam hal ini adanya ODHA anak dalam lingkungan keluarga,
menjadikan munculnya perilaku dari anggota keluarga yang lain dengan adanya
dukungan. Dukungan berupa nasehat agar rutin melakukan terapi ARV. Hal ini
mendorong perilaku ODHA anak untuk melakukan terapi ARV, karena adanya dukungan
dari orangtua maupun keluarga.
(2). Dukungan sosial spiritual
Anak yang didiagnosis HIV juga mendatangkan trauma emosi yang mendalam bagi
keluarganya. Orang tua harus menghadapi masalah berat dalam perawatan anak,
pemberian kasih sayang, dan sebagainya sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan
mental anak. Orang tua memerlukan waktu untuk mengatasi masalah emosi, syok,
kesedihan, penolakan, perasaan berdosa, cemas, marah, dan berbagai perasaan lain. Anak
perlu diberikan dukungan terhadap kehilangan dan perubahan mencakup
memberi dukungan dengan memperbolehkan pasien dan keluarga untuk
membicarakan hal-hal tertentu dan mengungkapkan perasaan keluarga
membangkitkan harga diri anak serta keluarganya dengan melihat keberhasilan
hidupnya atau mengenang masa lalu yang indah
menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya
mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat mengendalikan diri dan
tidak menyalahkan diri atau orang lain (Nurs dan Kurniawan, 2013:169).
Kasus
Pasien anak umur 5 tahun masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD pada tanggal 19 Mei
2017 jam 09.45 WIB dirujuk dari Rs. Siti Rahma, dengan keluhan diare sejak 3 minggu yang lalu,
konsistensi cair dan berlendir, frekuensi 3 sampai 4 kali dalam sehari, BAB bewarna kuning, dan
kadang berdarah, pasien mengatakan badan terasa lemah dan letih. Pada saat pengkajian tanggal 25
Mei 2017 jam 11.00 WIB, didapatkan pasien dengan kesadaran komposmentis, keadaan umum klien
tampak lemah dan letih. Saat pengkajian pasien mengatakan masih diare, frekuensi 4 sampai 5 kali
dalam sehari, BAB cair, bewarna kuning kadang berdarah serta berlendir, pasien mengeluhkan badan
terasa lemah dan letih, nafsu makan menurun, pasien mengatakan berat badan semakin berkurang,
pasien mengatakan mulut sariawan serta bibir kering, pasien juga mengeluhkan kulit gatal-gatal dan
bewarna kemerahan. Keluarga pasien mengatakan ibunya sewaktu hamil pernah didiagnosa HIV
tetapi telah melakukan konsultasi sebelum melahirkan ke rumah sakit, dari anggota keluarganya ada
yang mempunyai penyakit keturunan seperti hipertensi dan TBC.
Pengkajian
1. IdentitasKlien
a. Nama : An. A
d. Agama : Islam
f. No. MR : 111-1167
2. Keluhanutama
diare sejak 3 minggu yang lalu, konsistensi cair dan berlendir, frekuensi 3 sampai 4 kali
dalam sehari.
BAB cair, bewarna kuning kadang berdarah serta berlendir,
badan terasa lemah dan letih, nafsu makan menurun
kulit gatal-gatal dan bewarna kemerahan
3. Riwayat kesehatansekarang
Tidak ada
b. Pola Nutrisi
pola istirahat dan tidur mengalami gangguan karena adanya gejala seperi
demam dan keringat pada malam hari yang berulang.
d. Pola aktivitas danlatihan
f. Pola sensorikognitif
mengalami penurunan pengecapan, dan gangguan penglihatan
7. PemeriksaanFisik
Vital sign:
TD : Dalam batasnormal
Pernafasan : 30x/menit
Suhu : 38oC
BB : 10 kg
TB : 99 cm
Kepala : kulit kepala kering karena dermatitis seboreika
Mata : konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik, reflek
pupilterganggu,
Hidung : danya pernafasan cupinghidung.
Gigi dan Mulut: ulserasi dan adanya bercak-bercak putih seperti
krim yang menunjukkankandidiasi.
Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi
jamur Cryptococcus neoformans), biasanya ada pembesaran
kelenjer getah bening,
Jantung : tidak ditemukankelainan
Paru-paru : nyeri dada, Napas pendek (cusmaul), sesak
nafas(dipsnea).
Abdomen : terdengar bising usus yangHiperaktif
Kulit : ditemukan turgor kulit jelek dantanda lesi
Ekstremitas :tonus otot menurun, akral dingin.
Diagnosa
Dx:
Masalah: Diare b.d defekasi 3-4x sehari
Ds: Diare sejak 3 minggu yang lalu, konsistensi cair dan berlendir, frekuensi 3 sampai 4 kali dalam
sehari
Do: -Defekasi lebih dari 3x dalam 24 jam
-Feses lembek dan cair
Etiologi: Nutrisi dan cairan
Masalah: Resiko ketidakseimbangan cairan d.b bibir terlihat kering dan mulut bersariawan
Ds: Pasien mengatakan mulut sariawan serta bibir kering
Do: Pasien terlihat lemah dan letih
Etiologi: Nutrisi/cairan
Masalah: Defisit nutrisi b.d berat badan yang semakin menurun dan tidak nafsu makan
Ds: Pasien mengeluhkan badan terasa lemah dan letih, nafsu makan menurun, pasien mengatakan
berat badan semakin berkurang.
Do: Berat badan semakin menurun
Etiologi: Nutrisi dan cairan
1. Berat badan membaik
2. Indeks Massa Tubuh (IMT) m
embaik
3. Frekuensi makan membaik
4. Nafsu makan membaik
5. Bising usus membaik
6. Tebal lipatan kulit trisep mem
baik
7. Membran mukosa membaik
Resiko ketidakseimbangan cairan d.b bibir
Kriteria hasil :
terlihat kering dan mulut bersariawan
1. Kekuatan nadi meningkat
2. Turgor kulit meningkat
3. Output urine meningkat
4. Edema anasarka menurun
5. Edema perifer menurun
6. Berat badan meningkat
7. Intake cairan membaik
8. Mual muntah menurun
9. Diare menurun
Diare b.d defekasi 3-4x sehari
Kriteria hasil :
1. Elastisitas meningkat
2. Hidrasi meningkat
3. Perfusi jaringan meningkat
4. Kerusakan jaringan menurun
5. Kerusakan lapisan kulit menur
un
6. Nyeri menurun
Intervensi
Alamsyah, agus, dkk. 2020. MENGKAJI HIV AIDS DARI TEORI HINGGA PRAKTIK.
Indramayu : Cv. Adanu Abimata.
Wulandari, N., & Setyorini, E. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Odha ( Orang Dengan Hiv /
Aids ) (M. K. N. Ning Arti Wulandari & M. K. N. Erni Setiyorini (eds.)). Media Nusa Creative.
Hapsari, A.T. & Muhammad, A. (2017). Praktik Terapi Antiretroviral Pada Anak Penderita
HIV/AIDS. Higeia, Public Health Reaseach, (2), 1–10.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia/article/view/13997