Anda di halaman 1dari 20

KONSEP TEORI

IBU HAMIL dengan


HIV/AIDS
Kelompok 1
Kelompok 1
Siti Nurhidayah 1911311042
Lisa Arista Putri 1911311003
Ayumi Aprillia D 1911311045
Azzizah Aulia W 1911311006
Ines Wafiqah 1911311048
Cindy Novia 1911311009
Nia Saputri 1911312003
Niken Larassati 1911311012
Rona Fadillah F 1911312006
Wellyatara Safitri 1911311015
Wulandari Pratiwi
Windi Febrina D 1911311018
1911312009
Laura Sheres D 1911311021
Teysa Febriyani 1911312012
Elvira Rahmayuni
Widya Nofrianti 1911312015
1911311024
Latifah Nisa’ul H.
Winanda Al Meihesi
1911312018
1911311027
Indah Febriyana 1911312021
Mutia Guslina 1911311030
Nurul Hasanah 1911312024
Lara Sovia 1911311033
Na’ila Zahra Iman
Haiyun Fitria 1911311036
Definisi HIV Pada Ibu Hamil
HIV atau Human Immunodeficiensy Virus adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia (Noviana, 2016). Sedangkan AIDS atau Acquired Immune
Deficiency Sindrom merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh yang disebabkan oleh retrovirus yaitu HIV yang menyebabkan
penurunan sistem kekebalan tubuh secara simtomatis atau asimtomatis (Irianto, 2013)
Sehingga dapat disimpulkan HiV Aids pada Ibu hamil adalah risiko penularan virus
HIV dan penularan infeksi pada bayi di dalam kandungan lewat plasenta. Tanpa
pengobatan, seorang ibu hamil yang positif HIV berisiko sekitar 25-30% untuk
menularkan virus pada anaknya selama kehamilan.
Stadium HIV / Aids
1. Tahap infeksi primer (primary infection) yaitu beberapa minggu  dari saat infeksi ditandai
dengan gejala umum seperti sakit pada tenggorokan, nyeri otot, sendi, rasa lemah.
2. Tahap infeksi dini/infeksi HIV asimtomatis yaitu tahap masa laten virus dan lamanya
berlangsung beberapa tahun sampai 5-10 tahun. Biasanya Asimtomatik/beberapa dengan
pembesaran kelenjar limfe.
3. Tahap infeksi menengah yaitu tahap reaktivasi virus HIV dengan munculnya kembali antigen
HIV dan turunnya jumlah limfosit T4. Tanda-tanda tersebut meliputi: peningkatan suhu badan
380C berlangsung terus-menerus, penurunan berat badan sekitar 10% atau lebih, kelelahan
sampai hilangnya aktivitas dan keluarnya keringat pada malam hari.
4. Tahap sakit HIV berat (severe HIV atau full blown AIDS) yaitu ditandai oleh infeksi
oportunistik dan neoplasma dengan angka kematian yang tinggi dan persisten terhadap terapi.
(Nursalam, 2009, p. 45).
Etiologi HIV pada Ibu Hamil
Di negara berkembang, lebih dari 10 juta wanita hamil hidup dengan HIV/AIDS.
Sebanyak 80% kasus disebabkan oleh hubungan heteroseksual, 20% akibat
terkontaminasi jarum suntik dan sisanya melalui transfusi darah dan transmisi perinatal.
Frekuensi rata-rata transmisi vertikal dari ibu ke anak dengan infeksi HIV mencapai
30%. Kasus tertinggi terjadi akibat terpaparnya intrapartum terhadap darah maternal,
sekresi saluran genital yang terinfeksi dan ASI. Mengetahui status HIV secara dini
waktu hamil sangat bermanfaat untuk ibu dan bayi. Kemampuan kita untuk mengawasi
kesehatan dan kehidupan sendiri diperbaiki bila diketahui kita terinfeksi HIV. Lagi
pula, bila kita mengetahui lebih dini, kita dapat melakukan intervensi untuk mencegah
penularan pada bayi.
Pemeriksaan Diagnostik HIV Pada Ibu Hamil
1. ELISA (Enzym-Linkes Imunosorbent Assay)
Pemeriksaan ini mendeteksi antibodi yang dibuat tubuh terhadap virus HIV. Antibodi
tersebut diproduksimulai minggu ke-2, atau bahkan setelah minggu ke-12 setelah terpapar virus
HIV.
2. Rapid Test
Saat ini telah tersedia tes HIV cepat. Pemeriksaan ini sangat mirip dengan tes ELISA. Ada
dua macam cara yaitu menggunakan sampel darah atau air liur.

Sejak tahun 2006, CDC telah menganjurkan pemeriksaan HIV pada semua ibu hamil,
diulang pada trimester 3 pada wanita berisiko tinggi dan tinggal di daerah berprevalensi tinggi.
Skrining HIV pada kunjungan prenatal pertama meningkatkan kemungkinan terdiagnosisnya
infeksi HIV, sedangkan pemeriksaan HIV pada trimester 3 meningkatkan kemungkinan
teridentifikasinya infeksi HIV baru.
Penatalaksanaan HIV Pada Ibu Hamil
1. Highly active anti-retroviral therapy (HAART) adalah kemoterapi antivirus yang disarankan oleh
WHO untuk ibu hamil sebagai pengobatan utama HIV selama masa kehamilan dan postpartum.
2. Obat pilian pertama yang boleh digunakan untuk ibu hamil adalah lamivudine (3TC) 150 mg dan
zidovudine (ZDV) 250 mg untuk golongan nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs),
nevirapine (NVP) 200 mg untuk golongan non-NRTIs (NNRTIs), indinavir 800 mg dan nelfinavir
750 mg untuk golongan protease inhibitors (PI).2
3. Jika wanita yang terinfeksi HIV ditemukan pada proses kelahiran, baik dengan status HIV positif
sebelumnya atau dengan hasil rapid test, lebih dari satu pilihan pengobatan tersedia, tetapi semua
harus termasuk infus ZDV.  
4. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dan tidak pernah mendapatkan terapi ARV, HAART harus dimulai
secepat mungkin, termasuk selama trimester pertama.
5. Pengobatan dengan menggunakan HAART yang aman saat ini pada wanita hamil adalah dengan
menggunakan AZT(azidotimidin) atau ZDV (zidovudin).
Penatalaksanaan Saat Persalinan Persalinan Pervaginam

Wanita hamil yang direncanakan persalinan pervaginam, diusahakan selaput amnionnya utuh
selama mungkin. Pemakaian eleklroda fetal scalp dan pengambilan sampel darah janin harus
dihindari. Jika sebelumnya telah diberikan obat HAART, maka obat ini harus dilanjutkan sampai
partus. Jika direncanakan pemberian infus zidovudin, harus diberikan pada saat persalinan dan
dilanjutkan sampai tali pusat diklem.. Tablet nevirapin dosis tunggal 200 mg harus diberikan di
awal persalinan. Tali pusat harus diklem secepat mungkin dan bayi harus dimandikan segera.
Penatalaksanaan Seksio Sesaria

Pada saat direncanakan seksio sesaria secara elektif, harus diberikan antibiotik profilaksis.
Infus zidovudin harus dimulai 4 jam sebelum seksio sesaria dan dilanjutkan sampai tali pusat
diklem. Sampel darah ibu diambil saat itu dan diperiksa viral load-nya. Tali pusat harus diklem
secepat mungkin pada saat seksio sesaria dan 3 bayi harus dimandikan segera.
Prevention Of Mother
to Child HIV
Transmission
(PMTCT)
Pengertian PMTCT

Prevention Of Mother To Child Transmission (PMTCT) adalah


suatu program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi yang
dilaksanakan dalam upaya untuk menurunkan angka resiko penularan
HIV dari ibu ke bayi, dengan melakukan intervensi terhadap ibu hamil.
Strategi PMTCT (Prevention Of Mother to Child HIV
Transmission)
Ada 4 Prong (Strategi) dalam pencegahan penularan HIV dari Ibu ke bayi: (BKKBN,
2007, p:25).
1) Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif dengan konseling pranikah,
mendapatkan informasi HIV dan AIDS dan seks bebas.
2) Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif. Dengan
mendapatkan layanan konseling dan tes HIV sukarela dan Pemakaian kontrasepsi yang
aman dan efektif.
3) Pencegahan penularan HIV dari hamil HIV positif ke janin yang dikandungnya.
4) Pemberian dukungan psikologis, social dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta
bayi dan keluarganya
Tujuan Program PMTCT
Menurut WHO (2010) beberapa tujuan diterapkannya program PMTCT antara lain:
1) Mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
infeksi HIV pada bayi ditularkan dari ibu. Diperlukan upaya intervensi dini yang baik,
mudah dan mampu laksana guna menekan proses penularan tersebut
2) Mengurangi dampak epidemi HIV terhadap Ibu dan Bayi. Dampak akhir dari epidemi
HIV berupa berkurangnya kemampuan produksi dan peningkatan beban biaya hidup
yang harus ditanggung oleh ODHA dan masyarakat Indonesia dimasa mendatang
karena morbiditas dan mortalitas terhadap ibu dan bayi.
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayinya
1) Standar
Semua ibu hamil mendapatkan informasi tentang HIV/ AIDS, akses untuk mendapatkan layanan VCT
(Voluntery Counseling and Test), profilaksis ARV, dan layanan rujukan.
2) Tujuan
Mencegah penularan HIV dari ibu yang HIV ke bayi dan mengurangi dampak epidemik HIV terhadap
ibu dan bayi.
3) Pelaksanaan
Menurut Pratiajati, 2009 pelaksanaannya yaitu :
Semua ibu hamil mendapatkan informasi serta faktor risiko HIV, cara pemeriksaan atau tes HIV, risiko
penularan ke bayi pada ibu hamil dengan HIV
Pada daerah yang prevelansi HIV tinggi dan pada populasi yang berperilaku risiko tinggi dilakukan full-
coverage untuk VCT
Pada kunjungan anenatal pertama (K1) pemberi pelayanan melakukan penapisan tanda dan gejala HIV serta
penapisan apakah ibu hamil termasuk kelompok berisiko tinggi HIV.
● VCT dilakukan dengan prinsip 3C: Counselling, Confidential, dan Consent
Ibu hamil dengan status HIV -, beri dukungan untuk tetap negatif dan melakukan aktivitas seksual
yang sehat
Ibu hamil dengan HIV mengetahui upaya yang dilakukan untuk menurunkan risiko penularan ke
bayi dan mempunyai 26 akses untuk profilaksis ARV, pilihan persalinan (melalui konseling) dan
PASI (Pengganti Air Susu Ibu) (melalui penyuluhan dan konseling)
• Ibu hamil dengan status HIV + , diberikan profilaksis ARV (untuk mencegah penularan
• Ibu hamil dengan HIV +, mempunyai pilihan untuk menentukan cara persalinan (melalui
konseling) apakah memilih melahirkan melalui partus normal atau SC dan berharap ibu
dengan HIV tidak memberikan ASI kepada bayinya
• Ibu dengan HIV +, setalah melahirkan mendapatkan ARV dengan indikasi (karena pemberian
ARV adalah semur hidup)
• Bayi yang lahir dari ibu dengan HIV mendapatkan profilaksis ARV dan dilakukan
pemeriksaan status HIVnya pada umur 18 bulan
Faktor yang Mempengaruhi PMTCT

Faktor Ibu
1) Jumlah Virus (Viral Load), Jumlah virus HIV dalam darah Ibu sangat mempengaruhi
penularan HIV dari Ibu ke Anak.
2) Jumlah sel CD4, Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar.
3) Status gizi selama hamil, Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama
hamil meningkatkan risiko penularan HIV ke bayi.
4) Penyakit infeksi selama hamil Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular seksual, infeksi
saluran reproduksi lainnya, malaria, dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan
risko penularan HIV ke bayi
5) Gangguan pada payudara Gangguan pada payudara Ibu dan penyakit lain, seperti mastitis,
abses, dan luka diputing payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI.
Faktor Bayi
1. Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir, Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) lebih rentan tertular HIV.
2. Periode pemberian ASI, Semakin lama Ibu menyusui risiko penularan HIV ke bayi akan
semakin besar.
3. Adanya luka dimulut bayi Bayi, dengan luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika
diberikan ASI.

Faktor Obstetrik
1) Jenis Persalinan, risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar daripada persalinan melalui
bedah sesar (seksio sesaria)
2) Lama Persalinan, semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari Ibu ke
anak semakin tinggi
3) Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko penularan hingga dua
kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam.
4) Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko penularan HIV karena
berpotensi melukai Ibu atau bayi.
Bentuk-bentuk Intervensi PMTCT
1. Mengurangi jumlah ibu hamil dengan HIV positif
2. Menurunkan viral load serendah-rendahnya
3. Meminimalkan paparan janin/bayi terhadap darah dan cairan
tubuh ibu positif HIV persalinan secara berencana sebelum
saat persalinan tiba merupakan pilihan pada ODHAgan
4. Mengoptimalkan kesehatan ibu dengan HIV positif, melalui
pemeriksaan ANC
THANKS
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics &
images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai