FASILITATOR
Heny Eka Puji L, S.ST.,M.Kes.
KELOMPOK 3:
1. Alvin Billy Revanra .W (201902048)
2. Dina Arini Anisa (201902057)
3. Cantika Rintan Novia M (201902055)
4. Ega Krisdianto (201902060)
5. Fitria Zahratun Nisa (201902065)
6. Kholida Septi Utami (201902075)
7. Rera Octavia (201902082)
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Swt yang telah memberikan petunjuk,
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Makalah HIV/AIDS
“HIV/AIDS dan Long Term Care”. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad Saw, dan para keluarga serta sahabatnya.
Terima kasih kepada Ibu Heny Eka Puji L, S.ST.,M.Kes selaku dosen mata kuliah HIV/AIDS
yang telah membimbing penulis dalam penyusunan makalah ini. Tak lupa penulis ucapkan
terima kasih juga kepada seluruh pihak yang telah mendukung pembuatan makalah ini.
Penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga makalah
ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Amin
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………
DAFTAR ISI........................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………….
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan………………………..……………………………….
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………..
2.1 Definisi ...............................................................................................................
2.2 Epidemologi .......................................................................................................
2.3 Etiologi ...............................................................................................................
2.4 Klasifikasi ...........................................................................................................
2.5 Manifestasi ..........................................................................................................
2.6 Patofisiologi …………………………………………………………………….
2.1. Definisi
Human Immunodeficiency virus ( HIV ) adalah sejenis virus yang
menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunya kekebalan tubuh
manusia (Kemenkes RI 2015). HIV merupakan retrovirus bersifat limfotropik khas yang
menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah
putih spesifik yang disebut limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4).
Virus ini diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili Lentiviridae, genus
Lentivirus. Selama infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan
orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya
berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang
menjadi AIDS (Rosella, 2013).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala
penyakit yang timbul karena turunya kekebalan tubuh yang disebabkan HIV. Akibat
menurunya kekebalan tubuh maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit infeksi
( infeksi oportunistik) yang sering berakibat fatal. Virus ini merupakan kelompok
retrovirus yang memiliki enzim reverse transcriptase untuk mengkodekan RNA yang
dimilikinya menjadi DNA rantai ganda sehingga terintegrasi pada sel genom host
( Dapkes RI dalam Yusri 2012).
AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyebabkan penurunan sistem imun
yang di sebabkan oleh virus HIV. HIV bersifat limfotropik khas yang menginfeksi sel-
sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik
yang disebut limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (Handoko, 2012).
2.2. Etiologi
AIDS disebabkan oleh HIV. HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan
dalam famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. HIV termasuk virus
Ribonucleic Acid (RNA) dengan berat molekul 9,7 kb (kilobases). Strukturnya terdiri
dari lapisan luar atau envelop yang terdiri atas glikoprotein gp120 yang melekat pada
glikoprotein gp4. Dibagian dalamnya terdapat lapisan kedua yang terdiri dari protein
p17. Setelah itu terdapat inti HIV yang dibentuk oleh protein p24. Didalam inti terdapat
komponen penting berupa dua buah rantai RNA dan enzim reverse transcriptase. Bagian
envelope yang terdiri atas glikoprotein, ternyata mempunyai peran yang penting pada
terjadinya infeksi oleh karena mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor spesifik
CD4 dari sel Host. Molekul RNA dikelilingi oleh kapsid berlapis dua dan suatu
membran selubung yang mengandung protein (Harisson, 2009).
Jumlah limfosit T penting untuk menentukan progresifitas penyakit infeksi HIV
ke AIDS. Sel T yang terinfeksi tidak akan berfungsi lagi dan akhirnya mati. Infeksi HIV
ditandai dengan adanya penurunan drastis sel T dari darah tepi (Wainberg MA et al,
2011). Penularan virus ditularkan melalui :
a. Hubungan seksual (anal, oral , vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom)
dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
b. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian.
c. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV.
d. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan , saat
melahirkan atau melalui air susu ibu/ASI.
2.3. Klasifikasi
Klasifikasi HIV/AIDS pada orang dewasa menurut Centers for Disease Control (CDC)
dibagi atas empat tahap, yaitu:
2.4.1.Infeksi HIV akut
Tahap ini disebut juga sebagai infeksi primer HIV. Keluhan muncul setelah 2-4 minggu
terinfeksi. Keluhan yang muncul berupa demam, ruam merah pada kulit, nyeri telan,
badan lesu, dan limfadenopati. Pada tahap ini, diagnosis jarang dapat ditegakkan karena
keluhan menyerupai banyak penyakit lainnya dan hasil tes serologi standar masih negatif.
2.4.2.Infeksi Seropositif HIV Asimtomatis
Pada tahap ini, tes serologi sudah menunjukkan hasil positif tetapi gejala asimtomatis.
Pada orang dewasa, fase ini berlangsung lama dan penderita bisa tidak mengalami
keluhan apapun selama sepuluh tahun atau lebih.
2.4.3.Persisten Generalized Lymphadenopathy (PGL)
Pada fase ini ditemukan pembesaran kelenjar limfe sedikitnya di dua tempat selain
limfonodi inguinal. Pembesaran ini terjadi karena jaringan limfe berfungsi sebagai tempat
penampungan utama HIV. PGL terjadi pada sepertiga orang yang terinfeksi HIV
asimtomatis.
2.4.4.Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Hampir semua orang yang terinfeksi HIV, yang tidak mendapat pengobatan, akan
berkembang menjadi AIDS. Progresivitas infeksi HIV bergantung pada karakteristik
virus dan hospes. Usia kurang dari lima tahun atau lebih dari 40 tahun, infeksi yang
menyertai, dan faktor genetik merupakan faktor penyebab peningkatan progresivitas.
Bersamaan dengan progresifitas dan penurunan sistem imun, penderita HIV lebih rentan
terhadap infeksi. Beberapa penderita mengalami gejala konstitusional, seperti demam dan
penurunan berat badan, yang tidak jelas penyebabnya. Beberapa penderita lain
mengalami diare kronis dengan penurunan berat badan. Penderita yang mengalami
infeksi oportunistik dan tidak mendapat pengobatan anti retrovirus biasanya akan
meninggal kurang dari dua tahun kemudian.
2.4. Manifestasi
Manifestasi klinis Menurut Rosella (2013), pada stadium AIDS dibagi antara lain :
a) Gejala utama/mayor
- Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
- Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus
- Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 bulan
b) Gejala minor
- Batuk kronis selama lebih dari 1 bulan
- Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida albican
- Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh.
2.5. Patofisiologi
Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus
HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus
masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik
virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak
dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel
virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang
berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-sel yang
memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T
penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan
(misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu
menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya
limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya
terhadap infeksi dan kanker.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan.
Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan
berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan
sasaran baru yang harus diserang. Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan
waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif.
Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga
satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua
orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun
pertama, 50% berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun
hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian
meninggal. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar
getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV
asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10
tahun.
2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama dari HIV/AIDS adalah terapi ARV. Panduan ART WHO
tahun 2013 merekomendasikan inisiasi ART dilakukan pada setiap individu dengan HIV
dan dengan jumlah CD4+ kurang dari sama dengan 500 sel/mm3 , pada stadium klinis
apapun, dan memprioritaskan pasien HIV yang sudah parah atau yang sudah
terkomplikasi (stadium klinis 3 atau 4) atau pasien dengan jumlah CD4+ kurang dari
sama dengan 350 sel/mm3 (WHO, 2015) Pada ibu hamil dan neonatus, pencegahan
transmisi dari ibu ke anak (PMTCT) merupakan pencegahan penularan HIV dari seorang
wanita HIV positif kepada anaknya selama kehailan, persalinan, atau sedang menyusui.
Empat elemen PMTCT - yang merupakan pencegahan primer HIV (Darmadi dan
Ruslie, 2012)
2.8.1.Antepartum
Antenatal care bertujuan untuk memperbaiki kualitas kesehatan ibu dan mencegah
mortalitas, identifikasi perempuan dengan HIV positif, meyakinkan perempuan dengan
HIV positif untuk mengikuti program PMTCT, mencegah transmisi dari ibu ke anaknya,
menyediakan AZT (Zidovudine) sejak usia kehamilan 14 minggu atau ART seumur
hidup sesegera mungkin. Tes HIV harus dilakukan sebagai langkah pertama pada
pelayanan antenatal. Jika hasil tes negatif dan wanita yang diperiksa asimtomatik,
dianggap sebagai HIV negatif. Wanita dengan HIV negatif perlu disarankan untuk tes
ulang pada usia kehamilan 32 minggu untuk mendeteksi serokonversi atau infeksi yang
baru terjadi.
2.8.2.Antiretroviral (ARV)
Terapi ARV direkomendasikan kepada semua wanita hamil dengan risiko transmisi
perinatal tanpa memerhatikan jumlah CD4+ atau HIV RNA. Jika ibu belum mendapatkan
regimen pengobatan, maka dilakukan Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART).
Ketaatan dalam meminum obat sanagat penting karena jika tidak, resistensi obat akan
menurun. Wanita hamil sebaiknya dibagi berdasarkan stadium klinis dan jumlah CD4+.
Kriteria pemberian pada wanita hamil: Wanita dengan CD4 lebih dari 350 sel/mm3 dan
tergolong dalam stadium 1 dan 2 sebaiknya mendapatkan profilaksis antiretrovirus
dengan AZT untuk mengurangi transmisi ke bayinya. Wanita dengan CD4 350 sel/mm3
atau kurang dari 350 sel/mm3 dan tergolong stadium 3 dan 4 sebaiknya mendapat terapi
antiretrovirus seumur hidup.
BAB 3
TINJAUAN AGAMA DAN LONG TERM CARE TERHADAP HIV/AIDS
Alhumair, Inshan Kamila. (2017) . Pengetahuan Dasar Tentang HIV/AIDS. ( Diakses tanggal 04
oktober 2017 https://siamik.upnjatim.ac.id/poliklinik/aid.pdf )
Aminah, Siti Mardiatul. (2010). Memperbarui Sikap Agama-agama Terhadap Masalah
HIV/AIDS. Diakses tanggal 20 oktober 2017 https://www.scribd.com/doc/45937183/
Memperbaharui-Sikap-AgamaTerhadap-HIV-AIDS
Aristiana, N., Baidi Bukhori., Hasyim Hasanah. (2015). Pelayanan Bimbingan Dan Konseling
Islam Dalam Meningkatkan Kesehatan Mental Pasien Hiv/Aids Di Klinik Vct Rumah Sakit
Islam Sultan Agung Semarang. Jurnal Ilmu Dakwah. 35(2) ISSN 1693-8054. Diakses pada
tanggal 4 okteber 2017. http://journal.walisongo.ac.id/index.php/dakwah/article/view/1609/1279.
Palliative Care Bagi Pasien Hiv/Aids Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.RELIGIA,
Vol. 19, No. 1, April 2016.