Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEPERAWATAN DEWASA

HIV ( HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS)

Dosen Pembimbing : Mega Arianti, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Anggota Kelompok :

1. Lilis Fatimah (202102134)

2. Luthfi Alvita (202102135)

3. Maharani Aurelia (202102136)

4. Maulidia Nuril (202102137)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA MULIA
MADIUN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa dengan judul “HIV’

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan masukan sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembacanya.

Madiun, 20 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 2

1.2 Rumusan masalah ............................................................................. 2

1.3 Tujuan ............................................................................................... 3

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Definisi HIV ...................................................................................... 4

2.2 Etiologi HIV ...................................................................................... 4

2.3 Manifestsi Klinis HIV ....................................................................... 7

2.4 Patofisiologi HIV ............................................................................... 7

2.5 Pathway ............................................................................................. 9

2.6 Farmakologi HIV ............................................................................... 10

2.7 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ................................................. 12

2.7.1 Pengkajian ...................................................................................... 12

2.7.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul di SDKI ................ 16

2.7.3 Intervensi menurut SIKI ................................................................ 16

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 20

3.2 Saran ................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 22

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyakit yang menular yang di


seluruh dunia dikaitkan dengan kesehatan yang buruk, pemusnahan komunitas tertentu,
terapi tinggi biaya dan perawatan, kematian signifikan, dan kemiskinan. Epidemik HIV
telah terjadi selama sekitar 25 tahun dan hingga kini pengobatan untuk HIV masih belum
pasti. Perkembangan terapi obat telah memastikan orang yang hidup dengan HIV untuk
hidup lebih lama dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Untuk alasan tersebut, lebih
banyak lagi ahli yang mengklasifikasikan HIV sebagai kondisi kronik dibanding penyakit
yang mengancam jiwa.

Bab ini akan berfokus pada infeksi HIV pada orang dewasa. Bab ini akan memberi
pengetahuan tentang pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan
pemeriksaan HIV, serta memberi rincian tentang riwayat alami perkembangan penyakit
HIV. Terapi obat HIV akan ditinjau ulang dan isu yang potensial terjadi pada orang yang
hidup dengan HIV, seputar efek samping dan simpang obat, akan dibahas. Sementara
sebagian besar perawat yang bertugas di bagian praregistrasi tidak memiliki tanggung jawab
secara langsung untuk memberikan asuhan keperawatan pada orang yang hidup dengan
HIV, mereka memiliki potensi untuk menempatkan pasien tersebut pada tempat yang
berbeda. Oleh sebab itu, bab ini bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan bagi perawat
praregistrasi terhadap beberapa isu spesifik pada orang yang hidup dengan HIV yang harus
ia hadapi setiap hari.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari HIV ?


2. Apa etiologi dari HIV ?
3. Apa manifestasi klinis dari HIV?
4. Apa patofisiologi dari HIV ?
5. Apa saja farmakologi HIV ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien HIV ?

2
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari HIV.


2. Untuk mengetahui etiologi dari HIV.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis HIV.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari HIV.
5. Untuk mengetahui farmakologiHIV.
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien HIV.

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi HIV.

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyakit yang menular yang di


seluruh dunia dikaitkan dengan kesehatan yang buruk, pemusnahan komunitas tertentu,
terapi tinggi biaya dan perawatan, kematian signifikan, dan kemiskinan. HIV adalah virus
dan seperti kebanyakan virus, HIV memerlukan sel inang untuk memperbanyak diri guna
melakukan replikasi dan bertahan hidup. ( Caroline Rowe, 2007 ).

Human Immuunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem


imunitas Infeksi virus ini mampu menurunkan kemampuan imunitas manusia dalam
melawan benda – benda asing di dalam tubuh yang pada tahap terminal infeksinya dapat
menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).HIV adalah virus yang
menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya
kekebalan tubuh manusia ( Caroline Rowe, 2007 ).

2.2 Etiologi HIV.

HIV diklasifikasikan sebagai retrovirus, yaitu virus asam ribo- nukleat (RNA).
Retrovirus memiliki enzim yang disebut transkriptase balik yang memberikan kemampuan
unik untuk mengubah kode RNA mereka menjadi asam deoksiribonukleat (DNA).
Kemudian, DNA retro- virus berintegrasi ke dalam DNA sel inang sehingga membuat sel
inang menjadi pabrik HIV. Pada manusia, yang berperan sebagai sel inang ada lah sistem
imun dan dikenal sebagai sel clusterofdifferentiation 4 (CD4). Peran sel CD4 (disebut juga
dengan sel T pembantu (T helpercell) adalah untuk mengoordinasikan sistem tubuh untuk
me lawan infeksi. Setelah sel CD4 terinvasi oleh virus HIV, sel tersebut tidak dapat
berfungsi secara normal sehingga terjadi kemunduran sistem imun secara bertahap seiring
dengan lebih banyak lagi sel CD4 yang dihancurkan.

Tahapan Infeksi HIV :

Progresi penyakit HIV dibagi menjadi empat tahap utama. Tahapan ini, seperti yang
selanjutnya akan dibahas, dibuat untuk peneliti dan epidemiologis agar dapat melihat data

4
seputar HIV dibanding melihat indikasi kondisi medis individu dan bertanya kepada
individu tersebut ten- tang perasaannya. Informasi lebih lanjut tentang Tahapan Infeksi HIV
dapat ditemukan dalam "1993 Revised Classification System for HIV In- fection and
Expanded Surveillance Case Definitionfor AIDS Among Ado- lescentsand Adults" (Centre
for Disease Control, Amerika Serikat).

a. Tahap 1 Infeksi primer


b. Tahap 2 Infeksi asimtomatik
c. Tahap 3 Infeksi simtomatik
d. Tahap 4 AIDS

Di dunia yang sedang berkembang, tidak mungkin untuk bersandar pada pemeriksaan darah
untuk membantu pemantauan medis, karenanya WHO baru-baru ini memublikasikan WHO
Case Definitionof HIV for Surveillance dan merevisi Clinical Staging and Immunological
Classification of HIV-related disease in Adults and Children (edisi Revisi 2006) untuk mem-
fasilitasi surveilans HIV.

a. Primer

Individu yang terinfeksi HIV sering kali tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi
karena mereka tidak menemukan atau mengalami gejala yang dapat diidentifikasi. Beberapa
orang akan mengalami kondisi sakit dalam periode pendek segera setelah mereka terinfeksi-
kondisi ini dise- but "penyakit serokonversi" karena terjadi sesaat sebelum antibodi un- tuk
HIV diproduksi di dalam tubuh, ketika kadar HIV mencapai angka tertinggi di dalam darah
yang bersirkulasi. Pada saat ini, orang yang ter- infeksi menjadi sangan infeksius.

• Serokonversi

Gejala untuk penyakit serokonversi bersifat samar dan sering kali di- deskripsikan
sebagai gejala "seperti flu". Umumnya, gejala mulai terjadi pada 2-6 minggu pasca-
infeksi HIV dan akan terjadi sekitar 10-14 hari.

Diperkirakan hingga 80% orang yang terinfeksi HIV akan mengalami beberapa gejala
ini; namun, karena gejala ini amat samar dan berkaitan dengan penyakit minor
lainnya; gejala ini tidak dikaitkan dengan infeksi HIV.

Gejala yang lebih jarang mencakup:


1. Meningitis. Paralisis.

5
2. Infeksi oportunistik.

Jika gejala yang jarang terjadi ini dialami atau jika gejala terjadi lebih dari yang
diperkirakan, prognosisnya buruk. Tanpa medikasi antiretro- viral, diagnosis AIDS
cenderung dapat ditegakkan dalam 5 tahun.

b. Asimtomatik

Tahap infeksi asimtomatik disebut seperti itu karena orang yang terinfeksi HIV sering kali
menunjukkan tanda infeksi yang tidak terlihat dan tidak adanya progresi penyakit pada
tahap ini. Tahap infeksi HIV ini dapat berlangsung selama beberapa tahun.

Jika terdapat gejala-gejala tersebut, mayoritas dari individu akan mengalami


pembengkakan kelenjar getah bening, yang disebut PGL PGL adalah tanda dari tubuh yang
mencoba melawan infeksi HIV dari- pada tanda kerusakan pada sistem imun.

Walaupun individu dengan HIV tidak akan memiliki tanda-tanda infeksi yang kasat mata,
terkadang terdapat kerusakan pada sistem imun mereka yang hanya dapat terdeteksi
dengan pemeriksaan darah spesifik. Pemeriksaan darah ini termasuk hitung sel CD4 dan
pemeriksaan beban virus.

c. Simtomatik

Penelitian telah menunjukkan bahwa jika dibiarkan tanpa diterapi, HIV akan terus-
menerus menyerang sistem imun sel inang dan menyebabkan lebih banyak gangguan.
Kecepatan terjadinya gangguan amat bergantung pada respons spesifik individu terhadap
virus. Semakin parah imuno- supresi maka individu semakin rentan mengalami infeksi
dan/atau tumor yang mengindikasikan infeksi HIV simtomatik.

• Aksi spesifik HIV

Sebagian besar gejala yang terlihat pada individu yang terinfeksi HIV disebabkan oleh
penurunan fungsi imun dibanding aksi virus itu sendiri. Satu-satunya pengecualian
dari kondisi tersebut adalah sindrom wasting HIV dan demensia HIV, yang
disebabkan oleh aksi langsung HIV.

• Infeksi oportunistik
Infeksi oportunistik adalah infeksi yang masih dapat dikendalikan oleh sistem imun
yang sehat, tetapi setelah sistem imun mengalami gangguan akibat HIV; infeksi
mengambil "kesempatan" untuk menimbulkan ma- salah dan menyebabkan kondisi

6
sakit. Infeksi oportunistik yang paling sering terjadi di Inggris adalah
Pneumocystisjiroveci (carinii) pneumonia.

Tumor

Dengan cara yang serupa, sistem imun yang sehat mampu menahan tumor dan
beberapa kanker; tetapi jika imun berhenti berfungsi, kanker dan tumor akan
berkembang secara efektif.

AIDS

AIDS adalah diagnosis yang ditegakkan hanya jika kriteria medis tertentu telah
ditemukan. Sebagai contoh, individu yang didiagnosis AIDS akan ditemukan
mengalami kondisi oportunistik, seperti PCP atau Sarkoma Kaposi, dan mengalami
imunosupresi yang nyata.

2.3 Manifestasi Klinis HIV

Gejala dapat mencakup:

1. Demam dan rasa nyeri pada ekstremitas.


2. Ruam berbercak merah pada tubuh bagian atas.
3. Sakit tenggorok (faringitis). Ulserasi pada mulut atau genital.
4. Diare.
5. Sakit kepala berat.
6. Tidak dapat melihat cahaya.

2.4 Patofisiologi HIV.

HIV bukan fenomena yang terjadi secara alamiah, virus ini harus ditransmisikan dari
manapun agar seseorang dapat terinfeksi. Transmisi HIV dapat terjadi baik melalui kontak
seksual, via darah atau produk darah, atau dari ibu ke bayinya.

Kontak seksual-Sebagian besar infeksi HIV terjadi melalui hubung an intim tanpa
pelindung. HIV terdapat pada semen, pre-cum, cairan vagina, dan darah haid. Selama
berhubungan intim tanpa pelindung dengan pasangan yang terinfeksi, HIV dapat berpindah
dari satu orang ke orang lain melalui kontak dengan membran mukosa. Seperti melalui

7
hubungan seksual anal dan vaginal tanpa pelindung, HIV dapat ditransmisikan juga melalui
seks oral tanpa pelindung meskipun beberapa bukti menyatakan bahwa metode ini berisiko
lebih kecil un- tuk mengalami infeksi. Beberapa faktor tertentu akan membuat transmisi
HIV lebih memungkinkan, contohnya, jika seorang individu sudah mengalami SAI, seperti
klamidia, ia lebih rentan terhadap infeksi.

Kontak darah dengan darah - HIV terdapat di dalam darah, setiap kontak dengan darah
yang terinfeksi HIV berpotensi menyebabkan infeksi. Metode infeksi yang paling umum
adalah melalui berbagi peralatan injeksi di antara pengguna obat terlarang yang diinjeksi-
kan. Saat ini, infeksi HIV jarang terjadi melalui transfusi darah karena semua darah yang
didonasikan untuk transfusi di Inggris sudah di- periksa untuk HIV dan pemeriksaan
tersebut sudah dilakukan sejaktahun 1985. Kini, serupa dengan semua produk darah, seperti
Faktor- VIII yang digunakan sebagai terapi hemofilia, telah diproses meng- gunakan
temperatur tinggi guna menghancurkan kemungkinan ada- nya virus. Infeksi HIV melalui
luka akibat jarum injeksi jarang terjadi dan hanya terjadi pada sekitar kurang dari 1%
individu.

Transmisi ibu ke anak - HIV dapat ditularkan dari ibu ke bayinya, baik sebelum atau
selama pelahiran atau ketika menyusui. Semua ibu hamil ditawarkan dan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan HIV karena jika HIV dikonfirmasi selama kehamilan, medikasi
dapat diberikan ke ibu untuk mengurangi risiko infeksi HIV ditransmisikan ke janin. Risiko
transmisi bergantung juga pada jenis pajanan dan daya infeksi pasien yang menjadi
sumbernya. Risiko transmisi melalui hubungan intim diperkirakan sekitar 0,2% (1 dalam
500) (Vargheseetal., 2002).

2.5 Pathwway

8
Kontak cairan kelamin, kontak darah, dan ibu menyusui kepada anaknya.

Merusak seluler tubuh.

Menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4 ( Limfosit T4,


monosit, sel dendrit, sel Langerhans

Inti virus berhasil masuk ke sitoplasma

RNA virus berintegrasi dengan DNA Host

Integrasi DNA virus pada T4 dan membentuk Provirus

Pembentukan virus baru

Imunitas menurun

Infeksi oportunistik

Sistem
Sistm pencernaan Sistem Sistem Sistem
pernafasan
integumen neurologis reproduksi

Mycobacterium Kuman Salmonela,


Herpes oster + Perubahan
TB Clostridium, Candidiasis
Herpersimpleks status,
Candida
mental,
Pneumonia Dermatitis kejang, kaku,
Mengiritasi mukosa kudek, MK :
saluran cerna kelemahan, Resiko
Demam, batuk mual, nafsu kerusakan
Ruam, bersisik,
Folikulitis, Kulit makan integritas
Diare Terapi MK : Resiko
MK : Hipertermi, Peningkatan kerang, menurun, kulit.
trinethoprin hipovolemi
Bersihan jalan peristaltik mengelupas. muntah,
sulfame a, resiko
nafas, Pola nafas demam
9 ketidakseim
tidak efektif.
bangan
elektrolit
MK : Perubahan
eliminasi,
Gangguan Ruam, pruritus,
nutrisi kurang pupula, matkula,
dari kebutuhan, merah muda.
resiko
kekurangan
volume cairan
MK : Nyeri

2.6 Farmakologi HIV

Sejak adanya ketersediaan medikasi untuk melawan dampak HIV terha- dap sistem
imun pada tahun 1995, telah terdapat dua per tiga pengu- rangan jumlah orang yang
meninggal akibat HIV/AIDS (Rogstad et al., 2006). Terapi obat HIV dikenal sebagai terapi
antiretroviral yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy, HAART) atau terapi
antiretroviral (antiretroviral therapy, ART). Tujuan terapi obat HIV adalah untuk
mengurangi jumlah HIV yang terdapat di dalam darah sehingga dapat mengurangi
penurunan sel CD4 dan kemudian tidak terlalu mengganggu sistem imun.

Beberapa peneliti memercayai bahwa lebih baik memulai terapi sedini mungkin ketika
kerusakan terhadap sistem imun belum banyak terjadi dan lebih banyak kesempatan untuk
mem- buat beban virus tidak dapat terdeteksi, Peneliti lain percaya bahwa tidak ada bukti
yang menunjukkan bahwa memulai terapi sedini mungkin akan memberikan keuntungan
medis. Setelah terapi mulai diberikan, obat harus dikonsumsi secara regular dan tepat

Obat HIV tidak pernah diberikan secara terpisah. Kombinasi dari tiga atau lebih obat-
obatan selalu diresepkan. Kombinasi diberikan untuk me- ningkatkan kemungkinan dari
terapi sehingga dapat mencegah replikasi virus HIV. Ini dapat dicapai dengan obat yang
menghambat siklus hidup HIV dalam berbagai tahapan yang berbeda.

Kelas obat antiretroviral terbaru :

1. Inhibitor transkriptase balik nukleotida/nukleosida

Obat ini adalah obat kelas pertama yang tersedia untuk mengatasi infeksi HIV pada
tahun 1978. Inhibitor transkriptase balik nukleotida/nuk-leosida(nucleoside/nucleotide
reverse transcriptase inhibitor, NRTI; dikenal juga sebagai analog nukleosida atau
10
nukes) mengganggu aksi protein HIV yang disebut dengan transkriptase balik, yang
dibutuhkan oleh virus untuk memperbanyak diri. Keuntungan penggunaan NRTI adalah
obat ini memiliki beban pil (pill burden) yang rendah karena tersedia pilihan
penggunaan satu kali dalam sehari dan menimbulkan lebih sedikit efek samping akibat
obat.

2. Inhibitor transkriptase balik non-nukleosida

Kelompok obat antiretroviral kedua yang disetujui penggunaannya pada tahun 1997
adalah inhibitor transkriptase balik non-nukleosida (non-nu- cleoside reverse
transcriptase inhibitor, NNRTI). Serupa dengan NRTI, NNRTI (dikenal juga sebagai
non-nukleosida atau non-nukes) menghentikan replikasi HIV di dalam sel dengan cara
menghambat protein transkriptase balik. Keuntungan dari penggunaan kelas obat ini
serupa dengan NRTI.

3. Inhibitor protease

Jenis antiretroviral ketiga adalah kelompok inhibitor protease (protease inhibitor, PI).
Inhibitor protease pertama disetujui penggunaannya pada tahun 1995. Inhibitor protease
menghambat protease, yaitu protein lain yang terlibat dalam proses replikasi HIV.

4. Inhibitor entry atau fusi

Kelompok antiretroviral keempat terdiri dari inhibitor entry, termasuk inhibitor fusi.
Inhibitor entry mencegah HIV untuk memasuki sel imun manusia.

Terapi anti-HIVuntuk mengurangi jumlah HIV di dalam tubuh. Kriteria tertentu harus
dipenuhi sebelum merekomendasikan terapi, tetapi setiap keputusan untuk memulai terapi
obat harus selalu dibuat bersama oleh klien dan dokter. Kombinasi obat yang diresepkan
dibuat secara individual guna mencapai kemungkinan potensi terbaik, kepatuhan dan
keberterimaan.

Sebelum memulai terapi, pengkajian harus dilakukan terkait risiko individu untuk
mengalami infeksi HIV simtomatik, jika belum ada terapi yang mulai diberikan. Pengkajian
ini dilakukan dengan melihat hitung sel CD4, pemeriksaan beban virus, dan pemeriksaan
fisik.

Terapi obat direkomendasikan sebelum hitung sel CD4 menurun hingga 200 sel/mm³
karena pada angka tersebut terdapat kemungkinan besar bahwa individu mengalami

11
penyakit HIV simtomatik. Penelitian telah juga menunjukkan bahwa terapi obat tidak
bekerja secara efektif ketika sistem imun mengalami kerusakan berat. Sebagian besar
individu yang terinfeksi HIV memulai terapi ketika hitung sel CD4 di bawah 350 sel/mm³

2.7 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit HIV AIDS merupakan tantangan yang besar
bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasaran infeksi ataupun
kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi masalah emosional,
sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun secara
individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien (Menurut Brunner dan
Suddarth, 2013), Pengkajian pada pasien HIV AIDS meliputi:

2.7.1 Pengkajian

a. Identitas pasien

Meliputi: nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, agama,


pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.

b. Keluhan utama

Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui keluhan
utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien penyakit HIV AIDS,
yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari 1 bulan
berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis
lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur candida
albikans, pembekakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh, munculnya herpes zooster
berulang dan bercak- bercak gatal diseluruh tubuh.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Dapat ditemukan keluhan yang biasannya disampaikan pasien HIV AIDS adalah :
pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki manifestasi
respiratori, batuk-batuk, nyeri dada, dan demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan
diare serta penurunan berat badan drastis.

12
d. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat
penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan
penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS

e. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita penyakit
HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV. Pengkajian
lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja
ditempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial).

f. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi :

1. Pola persepsi dan tata laksanaan hidup sehat.

Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau gangguan pada
personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK
dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan
tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat.

2. Pola nutrisi

Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsu makan, mual,
muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan berat badan
yang cukup drastis dalam jangka waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB).

3. Pola eliminasi

Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mukus berdarah.

4. Pola istrihat dan tidur

Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidur mengalami gangguan
karena adanya gejala seperti demam dan keringat pada malam hari yang berulang.
Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan depresi terhadap penyakit.

5. Pola aktifitas dan latihan

Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan mengalami perubahan. Ada
beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini

13
disebabkan mereka menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan
kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.

6. Pola persepsi dan konsep diri

Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas, depresi dan
stres.

7. Pola sensori kognitif

Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan dan gangguan


penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya ingat, kesulitan
berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang
terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.

8. Pola hubungan peran

Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri
rendah.

9. Pola penanggulangan stres

Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah dan depresi
karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit
yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain,
dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif dan adaptif.

10. Pola reproduksi seksual

Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu karena penyebab
utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.

11. Pola tata nilai dan kepercayaan

Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan berubah, karena
mereka menganggap hal yang menimpa mereka sebagai balasan perbuatan mereka.
Adanya status perubahan kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai

14
kepercayaan pasien dalam kehidupan mereka dan agama merupakan hal penting
dalam hidup pasien.

g. Pemeriksaan fisik

1. Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah

2. Kesadaran : composmentis kooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran,


apatis, somnolen, stupor bahkan koma.

3. Vital sign : TD; biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi; terkadang ditemukan
frekuensi nadi meningkat, pernapasan : biasanya ditemukan frekuensi pernapasan
meningkat, suhu; suhu biasanya ditemukan meningkat karena demam, BB ; biasanya
mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB), TB; Biasanya tidak mengalami
peningkatan (tinggi badan tetap).

4. Kepala : biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis

5. Mata : biasanya konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks pupil
terganggu

6. Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung

7. Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologik karena infeksi jamur criptococus
neofarmns)

8. Gigi dan mulut : biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak bercak putih seperti
krim yang menunjukan kandidiasis

9. Jantung: Biasanyatidakditemukankelainan

10. Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai dengan TB
napas pendek (kusmaul)

11. Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif

12. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tandatanda lesi (lesi
sarkoma kaposi)

13. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, akral dingin.

15
2.7.2 Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul Menurut SDKI

A. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi


B. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neorologis, penurunan energi
C. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur / bentuk tubuh dan
fungsi tubuh
D. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis

E. Diare berhubungan dengan proses infeksi

F. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

G. Resiko hipovolemia berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif, kehilangan


berlebihan melalui diare, berat badan ekstrem, faktor yang mempengaruhi kebutuhan
status cairan: hipermetabolik,

H. Ketidak seimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan diare

I. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan diare, muntah

J. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju metabolisme

K. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi,


perubahan turgor kulit, kondisi ketidak seimbangan nutrisi, faktor imunologi.

2.7.3 INTERVENSI MENURUT SIKI

A. Diare berhubungan dengan infeksi

Manajemen Diare

Observasi

1. Identifikasi penyebab diare (mis: inflamasi gastrointestinal, iritasi


gastrointestinal, proses infeksi, malabsorpsi, ansietas, stress, obat-obatan,
pemberian botol susu)
2. Identifikasi Riwayat pemberian makanan
3. Identifikasi gejala invaginasi (mis: tangisan keras, kepucatan pada bayi)
4. Pantau warna, volume, frekuensi, dan konsistensi feses

16
5. Pantau tanda dan gejala hipovolemia (mis: takikardia, nadi teraba lemah, tekanan
darah turun, turgor kulit turun, mukosa kulit kering, CRT melambat, BB
menurun)
6. Pantau iritasi dan ulserasi kulit di daerah perianal
7. Pantau jumlah dan pengeluaran diare
8. Memantau keamanan penyiapan makanan

Terapeutik

1. Berikan asupan cairan oral (mis: larutan garam gula, oralit, Pedialyte, renalyte)
2. Pasang jalur intravena
3. Berikan cairan intravena (mis: ringer asetat, ringer laktat), jika perlu
4. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
5. Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu

Edukasi

1. Anjurkan makanan dengan porsi kecil dan sering secara bertahap


2. Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas, dan mengandung laktosa
3. Anjurkan melanjutkan penawaran ASI

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas (mis: loperamide, difenoksilat)


2. Kolaborasi pemberian antispasmodik/spasmolitik (mis: papaverine, ekstrak
belladonna, mebeverine)
3. Kolaborasi pemberian obat pengeras feses (mis: atapugit, smektit, kaolin-pektin

Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah dilakukan intervensi pelanggaran selama 3 x 24 jam, maka eliminasi fekal


membaik, dengan hasil kriteria:

1. Kontrol pengeluaran feses meningkat


2. Keluhan defekasi lama dan sulit menurun
3. Mengejan saat defekasi menurun
4. Konsistensi feses membaik
5. Peningkatan frekuensi BAB

17
6. Perbaikan peristaltik usus

B. Hipertermia berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju metabolisme


Manajemen Hipertermia

Observasi
1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis: dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
penggunaan inkubator)
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor haluaran urin
5. Monitor komplikasi akibat hipertermia

Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyperhidrosis (keringat
berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal (mis: selimut hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

Tujuan dan Kriteria Hasil

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x 24 jam, maka termoregulasi


membaik, dengan kriteria hasil:

18
1. Menggigil menurun
2. Suhu tubuh membaik
3. Suhu kulit membaik

BAB 3

PENUTUP

19
3.1 Kesimpulan

1. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem


imunitas. Infeksi virus ini mampu menurunkan kemampuan imunitas manusia dalam
melawan benda–benda asing di dalam tubuh yang pada tahap terminal infeksinya dapat
menyebabkan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV adalah virus yang
menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya
kekebalan tubuh manusia.

2.HIV diklasifikasikan sebagai retrovirus, yaitu virus asam ribo- nukleat (RNA). Retrovirus
memiliki enzim yang disebut transkripta sebalik yang memberikan kemampuan unik untuk
mengubah kode RNA mereka menjadi asam deoksiribonukleat (DNA). Kemudian, DNA
retro- virus berintegrasi ke dalam DNA selinang sehingga membuat selinang menjadi pabrik
HIV

3.Gejala hiv antara lain demam dan rasa nyeri pada ekstremitas, ruam berbercak merah pada
tubuh bagian atas, sakit tenggorok (faringitis), ulserasi pada mulut atau genital, diare. sakit
kepala berat, tidak dapat melihat cahaya.

4. HIV bukan fenomena yang terjadi secara alamiah, virus ini harus ditransmisikan dari
manapun agar seseorang dapat terinfeksi. Transmisi HIV dapat terjadi baik melalui kontak
seksual, via darah atau produk darah, atau dari ibu ke bayinya.

5. farmakologihivantara lain Terapi obat HIV dikenal sebagai terapi antiretroviral yang
sangat aktif (highly active antiretroviral therapy, HAART) atau terapi antiretroviral
(antiretroviral therapy, ART).

3.2 Saran

1. Masyarakat membutuhkan edukasi tentang bahaya penyakit HIV/AIDS dan bagaimana


cara penularannya yang benar agar masyarakat bisa terhindar dari penyakit HIV/AIDS.
Untuk itu perlu diadakanya penyuluhan di berbagai desa dan di sekolahan .

2. Untuk para penderita HIV/AIDS diharapkan untuk aktif di dalam mengikuti progam
progam yg di perlukan penderita dan mengikuti terapi HIV yg akan memperpanjang kualitas
hidup dalam berbagai aspek kehidapan baik fisik, psikologis ,maupun social.

20
3. Untuk yang tidak terinfeksi HIV/AIDS dihrapkan dapat melakukan pencegahan terhadap
penyebab terinfeksi HIV/AIDS salah satunya yaitu tidak menggunakan narkoba dengan
menggunakan jarum suntik, menghindari jarum secara bergantian tidak di sterilkan dan
hindari perilaku seks bebas hal tersebut dapat terhindar dari penyakit HIV/AIDS.

DAFTAR PUSTAKA

21
KathyFrench, RN, Cert Ed, BSc (Hons), MPhil, PG DipSexualHealthAdviser,Royal
CollegeofNursing, London (2014). Kesehatan Seksual. Bumi Medika.Jakarta.

Stephen J.McPhee, Md, William F. Ganong, MD. 2006. Pathophysiology Of Disease.


The Mc Graw-Hill Companies,Inc.

22

Anda mungkin juga menyukai