“HIV-AIDS”
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan Tugas Pengenalan
Profesi. Salawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
hingga akhir zaman.
Saya menyadari bahwa laporan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) ini jauh
dari sempurna oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan di masa mendatang sangat saya harapkan. Dalam
penyelesaian tugas pengenalan profesi ini, saya banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih kepada Allah SWT, Pembimbing dr Ra. Tanzila, M.Kes., Teman-
teman seperjuangan dan semua pihak yang terkait.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung saya dan harapnya semoga laporan
tugas pengenalan profesi ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu
pengetahuan. Semoga kita selalu dalam perlindungan Allah SWT. Aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Kegiatan..........................................................................................2
1.4 Manfaat...................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi HIV-AIDS.....................................................................................4
2.2 Teori-Teori HIV-AIDS
2.2.1 Epidemiologi HIV-AIDS................................................................4
2.2.2 Etiologi HIV-AIDS.......................................................................5
2.2.3 Tanda dan Gejala HIV-AIDS........................................................6
2.2.4 Patofisiologi HIV-AIDS.....................................................................7
2.2.5 Prognosis.......................................................................................8
2.2.6 Diagnosis.......................................................................................9
2.3 Tatalaksana HIV-AIDS........................................................................11
2.4 Komplikasi HIV-
AIDS.........................................................................13
BAB III KASUS...............................................................................................15
BAB IV PEMBAHASAN KASUS................................................................. 17
BAB V KESIMPULAN.................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
HIV-AIDS adalah salah satu penyakit yang menular dan berbahaya di
Indonesia yang disebabkan oleh lemahnya system kekbalan tubuh oleh virus.
Tak sedikit penduduk Indonesia yang meninggal karena terjangkit penyakit
ini. HIV itu sendiri adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus,
sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Sedangkan
AIDS ialah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS
muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh.S istem
kekebalan tubuh menjadi lemah, dan satu atau lebih penyakit dapat timbul.
Lemahnya system kekebalan tubuh dapat memicu beberapa penyakit bisa
menjadi lebih berat daripada biasanya (Inneke, 2017).
Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome
(HIV/AIDS) merupakan penyakit defisiensi imun sekunder yang paling umum
di dunia dan merupakan masalah epidemik dunia yang serius. Secara global,
kasus HIV merupakan masalah kesehatan yang sangat serius dan harus
ditangani. Hingga akhir tahun 2016 terdapat 36,7 persen juta penduduk di
dunia yang mengidap penyakit HIV, 1,8 juta dari jumlah tersebut merupakan
kasus baru. (Herbawani, Dadan 2019).
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang terjadi di kalangan
masyarakat yang belum ditemukan vaksin atau obat yang efektif untuk
pencegahan HIV/AIDS hingga saat ini. Secara global terdapat 36 juta orang
dengan HIV di seluruh dunia, di Asia Selatan dan Tenggara terdapat kurang
lebih 5 juta orang dengan HIV. Indonesia merupakan salah satu negara dengan
penambahan kasus HIV/AIDS tercepat di Asia Tenggara, dengan estimasi
peningkatan angka kejadian infeksi HIV lebih dari 36%. Epidemi HIV/AIDS
di Indonesia bertumbuh paling cepat di antara negara-negara di Asia
(UNAIDS, 2014).
1
Banyak dampak negative yang ditimbulkan dari HIV AIDS bukan hanya
bagi penderitanya tetapi juga dampak negative bagi Negara yang disebabkan
oleh penyakit ini. HIV/AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan
menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi (human
capital), tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada dapat
meruntuhkan ekonomi dan daerah. (Wahyu, S,Taufik; Asmidirllyas, 2012).
Hubungan seks merupakan penyebab utama penularan tertinggi. HIV
sering dikaitkan dengan penyakit kelamin karena penularan penyakit ini
biasanya disebabkan karena adanya hubungan seksual yang bebas, sering
berganti pasangan, dan tidak sehat AIDS adalah suatu penyakit yang sangat
berbahaya karena mempunyai Case Fatality Rate 100% dalam lima tahun,
artinya dalam waktu lima tahun setelah diagnosis AIDS ditegakkan, semua
penderita akan meninggal. (Adriana 2012)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diambil rumusan masalah pada
Tugas Pengenalan Profesi blok VII ini adalah:
1. Apa definisi dari HIV-AIDS?
2. Apa saja teori-teori yang membahas HIV-AIDS?
3. Bagaimana tatalaksana HIV-AIDS?
4. Apa saja komplikasi HIV-AIDS?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dari HIV-AIDS, teori-teori
dan tatalaksana dari HIV-AIDS.
2
1.4 Manfaat
Manfaat dari Kegiatan Tugas Pengenalan Profesi ini adalah agar
pembaca dan penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
HIV-AIDS.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Menurut data Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Kemenkes RI menyatakan bahwa jumlah kasusu HIV dari tahun 2005 sampai
dengan tahun 2017 mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kasus HIV 2 di
Indonesia pada tahun 2016 tercatat 41.250 kasus dan data terakhir hingga
Desember 2017 tercatat 48.300 kasus. Sedangkan kasus AIDS di Indonesia pada
tahun 2016 tercatat 10.146 kasus dan data terakhir hingga Desember 2017 tercatat
9.280 kasus. Presentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-
49 tahun (69,2%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (16,7%), kelompok umur
≥50 tahun (7,6%), kelompok umur 15-19 tahun sebesar 4%, dan umur <15 tahun
sebesar 2,5 %
Data Kemenkes Triwulan III Tahun 2014 bersumber dari Sistem Informasi
HIV/AIDS &IMS (SIHA) daribulan Juli-September 2014 jumlah infeksi
HIV/AIDS yang baru dilaporkan sebanyak 7.335kasus, persentase infeksi HIV
tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69,1%), diikuti kelompok
umur 20-24 tahun (17,2%), dan kelompok umur ≥ 50 tahun (5,5%), rasio HIV
antara laki-laki dan perempuan 1:1, persentase faktor risiko HIV tertinggi
hubungan seks berisiko pada heteroseksual (57%), LSL (Lelaki SeksLelaki)
(15%), dan penggunaan jarum suntik tidak steril (4%). Kasus Sumatera Utara
termasuk dalam 10 besar dalam kasus HIVsebanyak 1.628 kasus dan kasus AIDS
sebanyak 1.573. Kasus kasus HIV AIDS berdasarkan kabupaten pada tahun 2012
kota Deli Serdang menempati urutan ke 2 setelah Medan yaitu 189 kasus.
(Pemerintah Kabupaten Deli Serdang Dinas Kesehatan, 2009).
2.2.2 Etiologi HIV-AIDS
Penyebab terjadinya AIDS berasal dari infeksi virus HIV. Virus ini dahulu
disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (Human T Lympotrophic Virus
III / HTLVIII) atau virus limfadenopati, adalah suatu retrovirus manusia dari
famili lentivirus. Jumlah limfosit T penting untuk menentukan progresifitas
penyakit infeksi HIV ke AIDS. Sel T yang terinfeksi tidak akan berfungsi lagi dan
akhirnya mati. Infeksi HIV ditandai dengan adanya penurunan drastis sel T dari
darah tepi.2 (Price & Wilson, 2006).
Etiologi HIV-AIDS adalah Human Immunodefisiensi virus (HIV) yang
meruakan virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili retroviridae,
5
subfamili lentiviridae, genus lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIV termasuk
famili retrovirus yang merupakan kelompok virus RNA yang mempunyai berat
molekul 0,7 kb (kilobase). Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Masing-masing grup mempunyai berbagai subtipe. Diantara kedua grup tersebut,
yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia
adalah grup HIV-1 (United States Preventive Services Task Force, 2011).
HIV terdiri dari suatu bagian inti yang berbentuk silindris yang dikelilingi
oleh lipid bilayer envelope. Pada lipid bilayer tersebut terdapat dua jenis
glikoprotein yaitu gp120 dan gp41. Fungsi utama protein ini adalah untuk
memediasi pengenalan sel CD4+ dan reseptor kemokin dan memungkinkan virus
untuk melekat pada sel CD4+ yang terinfeksi. Bagian dalam terdapat dua kopi
RNA juga berbagai protein dan enzim yang penting untuk replikasi dan maturasi
HIV antara lain adalah p24, p7, p9, p17,reverse transkriptase, integrase, dan
protease. Tidak seperti retrovirus yang lain, HIV menggunakan sembilan gen
untuk mengkode protein penting dan enzim. Ada tiga gen utama yaitu gag, pol,
dan env. Gen gag mengkode protein inti, gen pol mengkode enzim reverse
transkriptase, integrase, dan protease, dan gen env mengkode komponen struktural
HIV yaitu glikoprotein. Sementara itu, gen rev, nef, vif, vpu, vpr, dan tat penting
untuk replikasi virus dan meningkatkan tingkat infeksi HIV (Calles, et al. 2006,
Kummar, et al. 2015).
Tanda Dan Gejala HIV Tanda dan gejala HIV sangat bervariasi
tergantung dengan tahapan infeksi yang diderita. Berikut adalah tanda dan gejala
HIV :
b. Jika sistem kekebalan tubuhnya semakin menurun akibat infeksi tersebut maka
akan timbul tanda-tanda dan gelaja lain seperti kelenjar getah bening bengkak,
6
penurunan berat badan, demam, diare dan batuk. Selain itu juga ada tanda dan
gejala yang timbul yaitu mual, muntah dan sariawan.
c. Ketika penderita masuk tahap kronis maka akan muncul gejala yang khas dan
lebih parah. Gejala yang muncul seperti sariawan yang banyak, bercak keputihan
pada mulut, gejala herpes zooster, ketombe, keputihan yang parah dan gangguan
psiskis.29 Gejala lain yang muncul adalah tidak bisa makan candidiasis dan
kanker servisk.
d. Pada tahapan lanjutan, penderita HIV akan kehilangan berat badan, jumlah
virus terus meningkat, jumlah limfosit CD4+ menurun hingga <200 sel/ul. Pada
keadaan ini dinyatakan AIDS.
Virus HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang
mempunyai antigen CD4 terutama limfosit T4 yang memegang peranan penting
dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus juga dapat
menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler
pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan
sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk kedalam limfosit T4 selanjutnya
mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel
limfosit itu sendiri (Price & Wilson, 2006)
7
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral
akut atau Acute Retroviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh penurunan jumlah
CD4 dan peningkatan kadar RNA HIV dalam plasma. CD4 secara perlahan akan
menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada
1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load (jumlah
virus HIV dalam darah) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan pada fase
akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti
timbulnya infeksi oportunistik, berat badan turun secara cepat dan muncul
komplikasi neurulogis. Pada pasien tanpa pengobatan ARV, rata-rata kemampuan
bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah 3,7 tahun (Corwin, 2009).
Patogenesis infeksi HIV pada anak berbeda dengan orang dewasa, ditandai
dengan tingginya kadar muatan virus dan progresi penyakit yang lebih cepat.
Manifestasi yang berbeda mungkin berhubungan dengan sistem imun yang belum
matang (imature), mengakibatkan berubahnya respon host terhadap infeksi HIV.
Perkembangan infeksi HIV pada bayi dan anak tidak dapat ditentukan dengan
pasti, sekitar 15 – 20% mempunyai perjalanan penyakit yang cepat dengan AIDS
dan kematian dalam empat tahun pertama.
Prinsip Prognostik
8
Faktor-faktor tertentu berkorelasi dengan prognosis yang lebih buruk dari
kondisi terkait AIDS: ras Afrika-Amerika atau ras campuran, jumlah IO,
status fungsional dan gizi yang buruk, anemia, penyalahgunaan zat aktif,
jumlah CD4+ yang rendah, dan viral load HIV yang tinggi (7- 10).
Untuk pasien yang tidak menerima ART dengan jumlah CD4 <50,
kelangsungan hidup berkisar antara 12-27 bulan; mereka dengan jumlah
CD4+ <20 memiliki kelangsungan hidup rata-rata 11 bulan (2).
9
Diagnosis HIV Tes HIV harus mengikuti prinsip berupa 5
komponen dasar yang telah disepakati secara global yaitu 5C (informed
consent, confidentiality, counseling, correct test results, connections to
care, treatment and prevention services). Prinsip 5C harus diterapkan pada
semua model layanan testing dan konseling (TK) HIV. Alur layanan tes
HIV dapat dilihat pada lampiran 1. Ketersediaan rujukan efektif ke
fasyankes yang menyediakan terapi ARV (connections to care, treatment
and prevention services) merupakan komponen yang sangat penting
setelah diagnosis HIV. Pada studi observasi populasi kunci di 4 kota
Indonesia menunjukkan bahwa kemungkinan memulai terapi ARV lebih
besar jika tes dilakukan pada tempat yang juga menyediakan layanan
pencegahan serta perawatan, dukungan, dan pengobatan (PDP).8 Suatu
tinjauan pustaka sistematis mengenai pelaksanaan tes dan konseling atas
inisiatif petugas kesehatan juga menunjukkan bahwa dukungan sistem
kesehatan merupakan komponen penting untuk kelangsungan penanganan
ODHA.
10
diagnosis HIV pada bayi. Pada daerah yang tidak memiliki sarana
pemeriksaan DNA HIV, untuk menegakkan diagnosis dapat
menggunakan pemeriksaan RNA HIV yang bersifat kuantitatif atau
merujuk ke tempat yang mempunyai sarana pemeriksaan DNA HIV
dengan menggunakan tetes darah kering (dried blood spot [DBS]).
Pemeriksaan virologis digunakan untuk mendiagnosis HIV pada :
1) bayi berusia dibawah 18 bulan.
2) infeksi HIV primer.
3) kasus terminal dengan hasil pemeriksaan antibodi negatif namun
gejala klinis sangat mendukung ke arah AIDS.
4) konfirmasi hasil inkonklusif atau konfirmasi untuk dua hasil
laboratorium yang berbeda.
Hasil pemeriksaan HIV dikatakan positif apabila:
1) tiga hasil pemeriksaan serologis dengan tiga metode atau reagen
berbeda menunjukan hasil reaktif.
2) pemeriksaan virologis kuantitatif atau kualitatif terdeteksi HIV.
Strategi pemeriksaan yang digunakan diasumsikan mempunyai
sensitivitas minimal 99% (batas bawah IK 95%) dan spesifisitas
minimal 98% (batas bawah IK 95%), sehingga menghasilkan nilai
duga positif sebesar 99% atau lebih. Strategi pemeriksaan yang
dilakukan di laboratorium atau di komunitas harus memberikan hasil
yang sama. Strategi ini dapat diaplikasikan pada semua format tes
serologis. Semua personel yang terlibat, baik tenaga laboratorium
maupun pekerja kesehatan yang telah dilatih, dalam melakukan tes,
termasuk pengambilan spesimen, prosedur pemeriksaan, pelaporan
status HIV harus berpedoman pada strategi tes ini. Kombinasi tes cepat
atau kombinasi tes cepat dan EIA dapat memberikan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan kombinasi EIA/western blot.
(KEMENKES RI 2019)
11
tatalaksana awal dilakukan dengan pemberian terapi simtomatik, terapi ini
diberikan untuk mengatasi gejala-gejala yang terjadi pada pasien bersamaan
dengan dilakukannya pemeriksaan penunjang yang disarankan. Pemberian cairan
isotonik dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan elektrolik pasien dan
mencegah terjadinya kekurangan cairan pada pasien, nystatin drop ditujukan
untuk mengatasi oral candidiasis pasien, dan paracetamol sebagai antipiretik saat
pasien demam. Injeksi ciprofloksasin digunakan untuk mencegah adanya infeksi
lebih lanjut, termasuk infeksi nosokomial. Injeksi ranitidin digunakan untuk
mencegah stres ulser pada pasien akibat obat-obatan yang diberikan. Edukasi
tentang penyakit HIV yang diderita oleh pasien, baik itu secara perorangan
maupun keluarga setelah diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan lab,
serum anti HIV, dan konseling VCT. Pemberian dukungan membantu pasien
untuk meminimalisir isolasi, kesendirian, dan ketakutan. Memberikan dukungan
dan pengawasan terhadap pasien dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap
pengobatan yang diberikan.
12
(Dewita 2016)
1) Oral lesi
2) Neurologik
13
3) Gastrointestinal
4) Respirasi
5) Dermatologik
Lesi kulit stafilokukus, virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan efek nyeri,
gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
6) Sensorik
(Merati 2006)
14
BAB III
LAPORAN KASUS
Tn. H, seorang pria Hispanik berusia 31 tahun yang dirawat di Lincoln
Medical and Mental Health Center mengalami cadel saat berbicara dan lemah
pada bagian ektremitas kiri atas dan bawah. Tidak ada riwayat penurunan
kesadaran, kejang, demam, sakit kepala, mual atau muntah. Ulasan tentang sistem
sebaliknya biasa-biasa saja.
Pasien memiliki riwayat medis infeksi HIV yang didiagnosis 2 tahun sebelum
mengalami ini dan mulai melakukan pengobatan antiretroviral therapies (ARTs)
sejak saat itu. Pasien menyangkal merokok merokok, alkohol, atau
penyalahgunaan zat. Pada pemeriksaan, pasien sadar dan berorientasi pada orang,
tempat, dan waktu; pup;ilnya sama dan reaktif terhadap cahaya dan
akomodasi. Pasiem mengalami hemiplegia pada bagian ektremitas kiri dengan
perbandingan kekuatan 1;5 dengan ektremitas kanan dan wajah kiri
terkulai. Pemeriksaan neurologis sebaliknya biasa-biasa saja.
15
kadar serum normal protein C berfungsi tion (222%, kisaran normal: 70-140),
fungsi protein S (100%, kisaran normal: 70-142), fungsi antitrombin III (139%,
nor- kisaran mal: 75–125), dan Homosistein (8,24 umol/L, normal
<12,99). Toksikologi urin negatif untuk kokain. Serum ANA negatif. Analisis
CSF rutin biasa-biasa saja dan negatif untuk serologi VDRL, Toksoplasmosis Ig
M/Ig G, dan HSV PCR.
Studi pencitraan otak menunjukkan korona anterior kanan radiata dan basal
ganglia infark akut (Gambar 1) dan lebih jelas ditunjukkan pada MRI otak dengan
kontras (Gambar 2). Pengobatan dimulai dengan pemberian aspirin pada pasian
dan statin sebagai pilihan kedua untuk pencegahan. Pasien dipindahkan ke
fasilitas perawatan terampil untuk rehabilitasi
Gambar 1 Gambar 2
16
BAB IV
PEMBAHASAN
Penyebab paling lazim stroke adalah penumpukan endapan berlemak pada
lapisan dalam pembuluh darah. Pembuluh darah tersebut menjadi semakin sempit
dan kurang lunak. Hal ini disebut sebagai aterosklerosis (atau pengerasan urat
nadi). Akibat aterosklerosis, pembuluh darah lebih mungkin tersumbat dengan
gumpalan darah. Waktu hal ini terjadi, pembuluh yang tersumbat tidak dapat
mengalihkan darah ke jantung dan otak. Kemudian, organ itu menjadi rusak
akibat kekurangan darah.
Penyebab langka stroke pada pasien yang terinfeksi HIV adalah sifilis
meningovaskular. Meningitis sifilis dapat menyebabkan arteritis menular yang
dapat mempengaruhi setiap pembuluh darah di rongga subarachnoid yang
mengelilingi otak atau sumsum tulang belakang dan hasilnya pada trombosis,
iskemia, dan infark. Banyak pasien dengan sifilis meningovaskular memiliki
gejala prodromal, seperti:sakit kepala, pusing, atau perubahan kepribadian, selama
berhari-hari atau berminggu-minggu sebelum timbulnya iskemia atau stroke.
17
Dislipidemia terkait HIV. Pada pasien terinfeksi HIV cenderung
mengembangkan penurunan high-density lipoproteinkolesterol (HDL-c) dan
kolesterol lipoprotein densitas rendah(LDL-c), diikuti oleh peningkatan
trigliserida plasma tingkat sebelum mengembangkan AIDS serta peningkatan
viremia berdasarkan peningkatan trigliserida . Disfungsi endotel dapat disebabkan
karena pengobatan antiretroviral. Pengobatan antiretroviral ini digunakan oleh
pasien yang menderita HIV. Sehingga pasien yang menderita HIV dengan
menggunakan pengobatan ARTs akan mengalami disfungsi endotel. ART
dikaitkan dengan peningkatan insiden resistensi insulin dan diabetes. Sebuah studi
kohort AIDS multisenter dilakukan di Johns Hopkins Universitas telah
menunjukkan bahwa DM pada laki-laki yang terinfeksi HIV dengan paparan
ARTs 4 kali lebih beresiko dibandingkan laki HIV-seronegatif. Orang yang
terinfeksi HIV juga akan berkontribusi atau beresiko mengalami penyakit
kardiovaskular melalui inflamasi yang nonspesifik.
Dengan menerapkan informasi di atas untuk kasus ini, memiliki salah satu
faktor risiko klasik classical untuk stroke dan memiliki pemeriksaan trombofilia
negatif ditemukan memiliki infeksi HIV yang tidak terkontrol dengan baik
meskipun menggunakan ART selama kurang lebih 2 tahun.
18
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. HIV singkatan dari Human Immunodeficiency Virus merupakan virus
yang dapat melemahkan kekebalan tubuh pada manusia. AIDS singkatan
dari Acquired Immune Deficiency Syndrome merupakan kumpulan dari
gejala dan infeksi atau biasa disebut sindrom yang diakibatkan oleh
kerusakan sistem kekebalan tubuh manusia karena virus HIV. Jadi HIV-
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh lemahnya system kekebalan
tubuh akibat virus.
2. Etiologi HIV-AIDS adalah Human Immunodefisiensi virus (HIV) yang
meruakan virus sitopatik.
3. Tanda dan gejala dari HIV-AIDS pada tahap pertama seperti flu biasa,
bercak kemerahan pada kulit, sakit kepala, ruam-ruam dan sakit
tenggorokan. gelaja lain seperti kelenjar getah bening bengkak, penurunan
berat badan, demam, diare dan batuk. Selain itu juga ada tanda dan gejala
yang timbul yaitu mual, muntah dan sariawan. Tahap selanjutnya, Gejala
yang muncul seperti sariawan yang banyak, bercak keputihan pada mulut,
19
gejala herpes zooster, ketombe, keputihan yang parah dan gangguan
psiskis. Tahap yang lebih serius, Gejala lain yang muncul adalah tidak bisa
makan candidiasis dan kanker servisk. akan kehilangan berat badan,
jumlah virus terus meningkat, jumlah limfosit CD4+ menurun hingga
<200 sel/ul. Pada keadaan ini dinyatakan AIDS. Pada tahapan akhir
menunjukkan perkembangan infeksi opurtunistik seperti meningitis,
mycobacteruim avium dan penurunan system imum. Jika tidak melakukan
pengobatan maka akan terjadi perkembangan penyakit berat seperti TBC,
meningitis kriptokokus, kanker seperti limfoma dan sarkoma Kaposi.
4. Secara umum, penatalaksanaan HIV/AIDS yaitu pengobatan antiretroviral,
pengobatan terhadap infeksi oportunistik, dan pengobatan suportif. Pada
kasus ini untuk pengobatan telah dilakukan pengobatan antiretroviral
selama 2 tahun.
5. Untuk komplikasi, penyakit HIV-AIDS lebih sering menyerang bagian
Oral lesi, Neurologik, Gastrointestinal, Respirasi, Dermatologik, Sensorik.
Pada kasus ini, HIV mempengaruhi bagian neurologik yang ber efek pada
stroke.
6. Diagnosis HIV Tes HIV harus mengikuti prinsip berupa 5 komponen dasar
yang telah disepakati secara global yaitu 5C (informed consent,
confidentiality, counseling, correct test results, connections to care,
treatment and prevention services).
20
DAFTAR PUSTAKA
21
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor
HK.01.07/MENKES/90/2019. Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana HIV.
Kummar, V., Abbas, AK., Aster JC (2015) Robbins and Cotran; Pathologic
Basic of Disease Ninth edition Philadelphia : Saunders Elsevier
Merati TP, Djauzi S, Djoerban Z. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam: Sudoyo
AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI; 2006.
hlm. 1803-07.
Pemerintah Kabupaten Deli Serdang Dinas Kesehatan. 2009. Profil Kesehatan
2009 Provinsi Sumatera Utara
Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta
UNAIDS. 2014. UNAIDS Scientific Expert Panel 2013-2015. Jenewa:
UNAIDS
United States Preventive Services Task Force. (2011) Screening for HIV.
Available at: http://www.uspreventiveservice
staskforce.org/uspstf/uspshivi.ht m.
Wahyu, S, Taufik, Asmidirllyas. 2012. Konsep Diri dan Masalah yang dialami
Orang Terinfeksi HIV/AIDS. Jurnal Ilmiah Konseling, 1-12.
LAMPIRAN
22
23
24