Anda di halaman 1dari 27

TUGAS PENGENALAN PROFESI

“HIV-AIDS”

Pembimbing: dr. RA. Tanzila, M.Kes.

Nama: Kinanti Tri Andini


NIM: 702020043

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan Tugas Pengenalan
Profesi. Salawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
hingga akhir zaman.
Saya menyadari bahwa laporan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) ini jauh
dari sempurna oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan di masa mendatang sangat saya harapkan. Dalam
penyelesaian tugas pengenalan profesi ini, saya banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih kepada Allah SWT, Pembimbing dr Ra. Tanzila, M.Kes., Teman-
teman seperjuangan dan semua pihak yang terkait.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung saya dan harapnya semoga laporan
tugas pengenalan profesi ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu
pengetahuan. Semoga kita selalu dalam perlindungan Allah SWT. Aamiin.

Palembang, Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Kegiatan..........................................................................................2
1.4 Manfaat...................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi HIV-AIDS.....................................................................................4
2.2 Teori-Teori HIV-AIDS
2.2.1 Epidemiologi HIV-AIDS................................................................4
2.2.2 Etiologi HIV-AIDS.......................................................................5
2.2.3 Tanda dan Gejala HIV-AIDS........................................................6
2.2.4 Patofisiologi HIV-AIDS.....................................................................7
2.2.5 Prognosis.......................................................................................8
2.2.6 Diagnosis.......................................................................................9
2.3 Tatalaksana HIV-AIDS........................................................................11
2.4 Komplikasi HIV-
AIDS.........................................................................13
BAB III KASUS...............................................................................................15
BAB IV PEMBAHASAN KASUS................................................................. 17
BAB V KESIMPULAN.................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................29

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
HIV-AIDS adalah salah satu penyakit yang menular dan berbahaya di
Indonesia yang disebabkan oleh lemahnya system kekbalan tubuh oleh virus.
Tak sedikit penduduk Indonesia yang meninggal karena terjangkit penyakit
ini. HIV itu sendiri adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus,
sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Sedangkan
AIDS ialah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS
muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh.S istem
kekebalan tubuh menjadi lemah, dan satu atau lebih penyakit dapat timbul.
Lemahnya system kekebalan tubuh dapat memicu beberapa penyakit bisa
menjadi lebih berat daripada biasanya (Inneke, 2017).
Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome
(HIV/AIDS) merupakan penyakit defisiensi imun sekunder yang paling umum
di dunia dan merupakan masalah epidemik dunia yang serius. Secara global,
kasus HIV merupakan masalah kesehatan yang sangat serius dan harus
ditangani. Hingga akhir tahun 2016 terdapat 36,7 persen juta penduduk di
dunia yang mengidap penyakit HIV, 1,8 juta dari jumlah tersebut merupakan
kasus baru. (Herbawani, Dadan 2019).
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang terjadi di kalangan
masyarakat yang belum ditemukan vaksin atau obat yang efektif untuk
pencegahan HIV/AIDS hingga saat ini. Secara global terdapat 36 juta orang
dengan HIV di seluruh dunia, di Asia Selatan dan Tenggara terdapat kurang
lebih 5 juta orang dengan HIV. Indonesia merupakan salah satu negara dengan
penambahan kasus HIV/AIDS tercepat di Asia Tenggara, dengan estimasi
peningkatan angka kejadian infeksi HIV lebih dari 36%. Epidemi HIV/AIDS
di Indonesia bertumbuh paling cepat di antara negara-negara di Asia
(UNAIDS, 2014).

1
Banyak dampak negative yang ditimbulkan dari HIV AIDS bukan hanya
bagi penderitanya tetapi juga dampak negative bagi Negara yang disebabkan
oleh penyakit ini. HIV/AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan
menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi (human
capital), tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada dapat
meruntuhkan ekonomi dan daerah. (Wahyu, S,Taufik; Asmidirllyas, 2012).
Hubungan seks merupakan penyebab utama penularan tertinggi. HIV
sering dikaitkan dengan penyakit kelamin karena penularan penyakit ini
biasanya disebabkan karena adanya hubungan seksual yang bebas, sering
berganti pasangan, dan tidak sehat AIDS adalah suatu penyakit yang sangat
berbahaya karena mempunyai Case Fatality Rate 100% dalam lima tahun,
artinya dalam waktu lima tahun setelah diagnosis AIDS ditegakkan, semua
penderita akan meninggal. (Adriana 2012)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diambil rumusan masalah pada
Tugas Pengenalan Profesi blok VII ini adalah:
1. Apa definisi dari HIV-AIDS?
2. Apa saja teori-teori yang membahas HIV-AIDS?
3. Bagaimana tatalaksana HIV-AIDS?
4. Apa saja komplikasi HIV-AIDS?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dari HIV-AIDS, teori-teori
dan tatalaksana dari HIV-AIDS.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui definisi dari HIV-AIDS.


2. Dapat memahami teori-teori HIV-AIDS.
3. Mampu melakukan dan menjelaskan tatalaksana dari HIV-AIDS.
4. Dapat menjelaskan apa saja komplikasi dari HIV-AIDS.

2
1.4 Manfaat
Manfaat dari Kegiatan Tugas Pengenalan Profesi ini adalah agar
pembaca dan penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
HIV-AIDS.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi HIV-AIDS

AIDS singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome merupakan


kumpulan dari gejala dan infeksi atau biasa disebut sindrom yang diakibatkan
oleh kerusakan sistem kekebalan tubuh manusia karena virus HIV, sementara HIV
singkatan dari Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang dapat
melemahkan kekebalan tubuh pada manusia. Sistem kekebalan tubuh menjadi
lemah, dan satu atau lebih penyakit dapat timbul. Karena lemahnya sistem
kekebalan tubuh tadi, beberapa penyakit bisa menjadi lebih berat daripada
biasanya. (Inneke, 2017).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan pathogen yang
menyerang sistem imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penenda CD
4+ dipermukaannya seperti makrofag dan limfosit T. AIDS (acquired
Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu kondisi immunosupresif yang
berkaitan erat dengan berbagai infeksi oportunistik, neoplasma sekunder, serta
manifestasi neurologic tertentu akibat infeksi HIV (Kapita Selekta, 2014).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu retrovirus yang
berarti terdiri atas untai tunggal RNA virus yang masuk ke dalam inti sel pejamu
dan ditranskripkan kedalam DNA pejamu ketika menginfeksi pejamu. AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu penyakit virus yang
menyebabkan kolapsnya sistem imun disebabkan oleh infeksi immunodefisiensi
manusia (HIV), dan bagi kebanyakan penderita kematian dalam 10 tahun setelah
diagnosis (Corwin, 2009).
2.2 Teori-Teori HIV-AIDS
2.2.1 Epidemiologi HIV-AIDS
Pada tahun 2017, angka kejadian Infeksi HIV dan AIDS baru pada remaja
di ASIA dan Pasifik menunjukkan bahwa terdapat 250.000 remaja yang menderita
HIV dan AIDS. Infeksi HIV baru telah mengalami penurunan sebesar 14% sejak
tahun 2010. Ada penurunan 39% orang meninggal karena HIV & AIDS
(UNAIDS, 2017).

4
Menurut data Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
Kemenkes RI menyatakan bahwa jumlah kasusu HIV dari tahun 2005 sampai
dengan tahun 2017 mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kasus HIV 2 di
Indonesia pada tahun 2016 tercatat 41.250 kasus dan data terakhir hingga
Desember 2017 tercatat 48.300 kasus. Sedangkan kasus AIDS di Indonesia pada
tahun 2016 tercatat 10.146 kasus dan data terakhir hingga Desember 2017 tercatat
9.280 kasus. Presentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-
49 tahun (69,2%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun (16,7%), kelompok umur
≥50 tahun (7,6%), kelompok umur 15-19 tahun sebesar 4%, dan umur <15 tahun
sebesar 2,5 %
Data Kemenkes Triwulan III Tahun 2014 bersumber dari Sistem Informasi
HIV/AIDS &IMS (SIHA) daribulan Juli-September 2014 jumlah infeksi
HIV/AIDS yang baru dilaporkan sebanyak 7.335kasus, persentase infeksi HIV
tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69,1%), diikuti kelompok
umur 20-24 tahun (17,2%), dan kelompok umur ≥ 50 tahun (5,5%), rasio HIV
antara laki-laki dan perempuan 1:1, persentase faktor risiko HIV tertinggi
hubungan seks berisiko pada heteroseksual (57%), LSL (Lelaki SeksLelaki)
(15%), dan penggunaan jarum suntik tidak steril (4%). Kasus Sumatera Utara
termasuk dalam 10 besar dalam kasus HIVsebanyak 1.628 kasus dan kasus AIDS
sebanyak 1.573. Kasus kasus HIV AIDS berdasarkan kabupaten pada tahun 2012
kota Deli Serdang menempati urutan ke 2 setelah Medan yaitu 189 kasus.
(Pemerintah Kabupaten Deli Serdang Dinas Kesehatan, 2009).
2.2.2 Etiologi HIV-AIDS
Penyebab terjadinya AIDS berasal dari infeksi virus HIV. Virus ini dahulu
disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (Human T Lympotrophic Virus
III / HTLVIII) atau virus limfadenopati, adalah suatu retrovirus manusia dari
famili lentivirus. Jumlah limfosit T penting untuk menentukan progresifitas
penyakit infeksi HIV ke AIDS. Sel T yang terinfeksi tidak akan berfungsi lagi dan
akhirnya mati. Infeksi HIV ditandai dengan adanya penurunan drastis sel T dari
darah tepi.2 (Price & Wilson, 2006).
Etiologi HIV-AIDS adalah Human Immunodefisiensi virus (HIV) yang
meruakan virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili retroviridae,

5
subfamili lentiviridae, genus lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIV termasuk
famili retrovirus yang merupakan kelompok virus RNA yang mempunyai berat
molekul 0,7 kb (kilobase). Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Masing-masing grup mempunyai berbagai subtipe. Diantara kedua grup tersebut,
yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia
adalah grup HIV-1 (United States Preventive Services Task Force, 2011).
HIV terdiri dari suatu bagian inti yang berbentuk silindris yang dikelilingi
oleh lipid bilayer envelope. Pada lipid bilayer tersebut terdapat dua jenis
glikoprotein yaitu gp120 dan gp41. Fungsi utama protein ini adalah untuk
memediasi pengenalan sel CD4+ dan reseptor kemokin dan memungkinkan virus
untuk melekat pada sel CD4+ yang terinfeksi. Bagian dalam terdapat dua kopi
RNA juga berbagai protein dan enzim yang penting untuk replikasi dan maturasi
HIV antara lain adalah p24, p7, p9, p17,reverse transkriptase, integrase, dan
protease. Tidak seperti retrovirus yang lain, HIV menggunakan sembilan gen
untuk mengkode protein penting dan enzim. Ada tiga gen utama yaitu gag, pol,
dan env. Gen gag mengkode protein inti, gen pol mengkode enzim reverse
transkriptase, integrase, dan protease, dan gen env mengkode komponen struktural
HIV yaitu glikoprotein. Sementara itu, gen rev, nef, vif, vpu, vpr, dan tat penting
untuk replikasi virus dan meningkatkan tingkat infeksi HIV (Calles, et al. 2006,
Kummar, et al. 2015).

2.2.3 Tanda dan Gejala HIV-AIDS

Tanda Dan Gejala HIV Tanda dan gejala HIV sangat bervariasi
tergantung dengan tahapan infeksi yang diderita. Berikut adalah tanda dan gejala
HIV :

a. Individu yang terkena HIV jarang sekali merasakan dan menunjukkan


timbulnya suatu tanda dan gejala infeksi. Jika ada gejala yang timbul biasanya
seperti flu biasa, bercak kemerahan pada kulit, sakit kepala, ruam-ruam dan sakit
tenggorokan.

b. Jika sistem kekebalan tubuhnya semakin menurun akibat infeksi tersebut maka
akan timbul tanda-tanda dan gelaja lain seperti kelenjar getah bening bengkak,

6
penurunan berat badan, demam, diare dan batuk. Selain itu juga ada tanda dan
gejala yang timbul yaitu mual, muntah dan sariawan.

c. Ketika penderita masuk tahap kronis maka akan muncul gejala yang khas dan
lebih parah. Gejala yang muncul seperti sariawan yang banyak, bercak keputihan
pada mulut, gejala herpes zooster, ketombe, keputihan yang parah dan gangguan
psiskis.29 Gejala lain yang muncul adalah tidak bisa makan candidiasis dan
kanker servisk.

d. Pada tahapan lanjutan, penderita HIV akan kehilangan berat badan, jumlah
virus terus meningkat, jumlah limfosit CD4+ menurun hingga <200 sel/ul. Pada
keadaan ini dinyatakan AIDS.

e. Pada tahapan akhir menunjukkan perkembangan infeksi opurtunistik seperti


meningitis, mycobacteruim avium dan penurunan system imum. Jika tidak
melakukan pengobatan maka akan terjadi perkembangan penyakit berat seperti
TBC, meningitis kriptokokus, kanker seperti limfoma dan sarkoma Kaposi.

(Astroro, dkk 2003)

2.2.4 Patofisiologi HIV-AIDS

Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah,


semen dan sekret vagina. Human Immunodeficiency Virus (HIV) tergolong
retrovirus yang mempunyai materi genetik RNA yang mampu menginfeksi
limfosit CD4 (Cluster Differential Four), dengan melakukan perubahan sesuai
dengan DNA inangnya (Price & Wilson, 2006).

Virus HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang
mempunyai antigen CD4 terutama limfosit T4 yang memegang peranan penting
dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus juga dapat
menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler
pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan
sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk kedalam limfosit T4 selanjutnya
mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel
limfosit itu sendiri (Price & Wilson, 2006)

7
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral
akut atau Acute Retroviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh penurunan jumlah
CD4 dan peningkatan kadar RNA HIV dalam plasma. CD4 secara perlahan akan
menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada
1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load (jumlah
virus HIV dalam darah) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan pada fase
akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti
timbulnya infeksi oportunistik, berat badan turun secara cepat dan muncul
komplikasi neurulogis. Pada pasien tanpa pengobatan ARV, rata-rata kemampuan
bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah 3,7 tahun (Corwin, 2009).

Patogenesis infeksi HIV pada anak berbeda dengan orang dewasa, ditandai
dengan tingginya kadar muatan virus dan progresi penyakit yang lebih cepat.
Manifestasi yang berbeda mungkin berhubungan dengan sistem imun yang belum
matang (imature), mengakibatkan berubahnya respon host terhadap infeksi HIV.
Perkembangan infeksi HIV pada bayi dan anak tidak dapat ditentukan dengan
pasti, sekitar 15 – 20% mempunyai perjalanan penyakit yang cepat dengan AIDS
dan kematian dalam empat tahun pertama.

2.2.5 Prognosis HIV-AIDS

 Prognosis orang dewasa di negara maju dengan human


immunodeficiency virus (HIV) atau Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) yang patuh dengan terapi antiretroviral kombinasi (ART) sekarang
mendekati populasi umum (1,2). Hal ini disebabkan oleh penurunan insiden
infeksi oportunistik AIDS (OI) dari penggunaan ART dan peningkatan perawatan
bagi mereka dengan komplikasi terkait HIV (3-5). Di seluruh dunia, ketersediaan
cART diperkirakan telah menyelamatkan hampir 8 juta orang antara tahun 2000-
2014 (6). Akibatnya, peningkatan proporsi kematian pada pasien HIV disebabkan
oleh kegagalan organ; keganasan non-AIDS; penyalahgunaan zat; dan
keterbatasan akses pelayanan kesehatan. Fast Fact ini akan memberikan informasi
prognostik tentang komplikasi non-ganas dari sindrom tersebut.Fast Fact #214
akan mencakup prognosis keganasan terkait AIDS. 

Prinsip Prognostik  

8
 Faktor-faktor tertentu berkorelasi dengan prognosis yang lebih buruk dari
kondisi terkait AIDS: ras Afrika-Amerika atau ras campuran, jumlah IO,
status fungsional dan gizi yang buruk, anemia, penyalahgunaan zat aktif,
jumlah CD4+ yang rendah, dan viral load HIV yang tinggi (7- 10).

 Untuk pasien yang tidak menerima ART dengan jumlah CD4 <50,
kelangsungan hidup berkisar antara 12-27 bulan; mereka dengan jumlah
CD4+ <20 memiliki kelangsungan hidup rata-rata 11 bulan (2).

 Banyak pasien meninggal karena HIV atau AIDS, bukan karena


itu. Dalam satu penelitian berbasis rumah sakit besar, 78% kematian tidak
terkait AIDS (11). Yang mengejutkan, kematian ini lebih terkait erat
dengan penggunaan cART, jumlah CD4+ yang lebih tinggi, dan viral load
HIV yang ditekan (1).

 Kriteria kelayakan rumah sakit meliputi: tidak adanya terapi cART,


penurunan status kinerja (Skala Kinerja Paliatif <50%), jumlah CD4+ <25
sel/mcL, dan viral load >100.000 kopi/mL ditambah limfoma SSP, AIDS
wasting syndrome (> penurunan berat badan 10% yang tidak disebabkan
oleh kondisi lain); Kompleks Mycobacterium avium
(MAC); leukoensefalopati multifokal progresif (PML); limfoma
sistemik; sarkoma Kaposi viseral, gagal ginjal tanpa dialisis, infeksi
kriptosporidium, atau toksoplasmosis. 

 Beberapa ahli telah menggambarkan "efek Lazarus" di mana pasien AIDS


tampaknya akan segera sekarat, hanya untuk mengalami pemulihan medis
yang dramatis dengan (kembali) institusi terapi cART. 

 Karena bidang pengobatan HIV berkembang pesat, kolaborasi erat dengan


spesialis HIV yang merawat direkomendasikan mengenai prognosis dan
pilihan pengobatan.

(Cowell, dkk 2015)

2.2.6 Diagnosis HIV-AIDS

9
Diagnosis HIV Tes HIV harus mengikuti prinsip berupa 5
komponen dasar yang telah disepakati secara global yaitu 5C (informed
consent, confidentiality, counseling, correct test results, connections to
care, treatment and prevention services). Prinsip 5C harus diterapkan pada
semua model layanan testing dan konseling (TK) HIV. Alur layanan tes
HIV dapat dilihat pada lampiran 1. Ketersediaan rujukan efektif ke
fasyankes yang menyediakan terapi ARV (connections to care, treatment
and prevention services) merupakan komponen yang sangat penting
setelah diagnosis HIV. Pada studi observasi populasi kunci di 4 kota
Indonesia menunjukkan bahwa kemungkinan memulai terapi ARV lebih
besar jika tes dilakukan pada tempat yang juga menyediakan layanan
pencegahan serta perawatan, dukungan, dan pengobatan (PDP).8 Suatu
tinjauan pustaka sistematis mengenai pelaksanaan tes dan konseling atas
inisiatif petugas kesehatan juga menunjukkan bahwa dukungan sistem
kesehatan merupakan komponen penting untuk kelangsungan penanganan
ODHA.

1. Tes diagnosis HIV


Diagnosis HIV dapat ditegakkan dengan menggunakan 2 metode
pemeriksaan, yaitu pemeriksaan serologis dan virologis.
a. Metode pemeriksaan serologis Antibodi dan antigen dapat dideteksi
melalui pemeriksaan serologis. Adapun metode pemeriksaan serologis
yang sering digunakan adalah
1) rapid immunochromatography test (tes cepat)
2) EIA (enzyme immunoassay)
Secara umum tujuan pemeriksaan tes cepat dan EIA adalah sama,
yaitu mendeteksi antibodi saja (generasi pertama) atau antigen dan
antibodi (generasi ketiga dan keempat). Metode western blot sudah
tidak digunakan sebagai standar konfirmasi diagnosis HIV lagi di
Indonesia.
b. Metode pemeriksaan virologis Pemeriksaan virologis dilakukan
dengan pemeriksaan DNA HIV dan RNA HIV. Saat ini pemeriksaan
DNA HIV secara kualitatif di Indonesia lebih banyak digunakan untuk

10
diagnosis HIV pada bayi. Pada daerah yang tidak memiliki sarana
pemeriksaan DNA HIV, untuk menegakkan diagnosis dapat
menggunakan pemeriksaan RNA HIV yang bersifat kuantitatif atau
merujuk ke tempat yang mempunyai sarana pemeriksaan DNA HIV
dengan menggunakan tetes darah kering (dried blood spot [DBS]).
Pemeriksaan virologis digunakan untuk mendiagnosis HIV pada :
1) bayi berusia dibawah 18 bulan.
2) infeksi HIV primer.
3) kasus terminal dengan hasil pemeriksaan antibodi negatif namun
gejala klinis sangat mendukung ke arah AIDS.
4) konfirmasi hasil inkonklusif atau konfirmasi untuk dua hasil
laboratorium yang berbeda.
Hasil pemeriksaan HIV dikatakan positif apabila:
1) tiga hasil pemeriksaan serologis dengan tiga metode atau reagen
berbeda menunjukan hasil reaktif.
2) pemeriksaan virologis kuantitatif atau kualitatif terdeteksi HIV.
Strategi pemeriksaan yang digunakan diasumsikan mempunyai
sensitivitas minimal 99% (batas bawah IK 95%) dan spesifisitas
minimal 98% (batas bawah IK 95%), sehingga menghasilkan nilai
duga positif sebesar 99% atau lebih. Strategi pemeriksaan yang
dilakukan di laboratorium atau di komunitas harus memberikan hasil
yang sama. Strategi ini dapat diaplikasikan pada semua format tes
serologis. Semua personel yang terlibat, baik tenaga laboratorium
maupun pekerja kesehatan yang telah dilatih, dalam melakukan tes,
termasuk pengambilan spesimen, prosedur pemeriksaan, pelaporan
status HIV harus berpedoman pada strategi tes ini. Kombinasi tes cepat
atau kombinasi tes cepat dan EIA dapat memberikan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan kombinasi EIA/western blot.
(KEMENKES RI 2019)

2.3 Tata Laksana HIV-AIDS

Secara umum, penatalaksanaan HIV/AIDS yaitu pengobatan antiretroviral,


pengobatan terhadap infeksi oportunistik, dan pengobatan suportif. Pada kasus ini,

11
tatalaksana awal dilakukan dengan pemberian terapi simtomatik, terapi ini
diberikan untuk mengatasi gejala-gejala yang terjadi pada pasien bersamaan
dengan dilakukannya pemeriksaan penunjang yang disarankan. Pemberian cairan
isotonik dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan elektrolik pasien dan
mencegah terjadinya kekurangan cairan pada pasien, nystatin drop ditujukan
untuk mengatasi oral candidiasis pasien, dan paracetamol sebagai antipiretik saat
pasien demam. Injeksi ciprofloksasin digunakan untuk mencegah adanya infeksi
lebih lanjut, termasuk infeksi nosokomial. Injeksi ranitidin digunakan untuk
mencegah stres ulser pada pasien akibat obat-obatan yang diberikan. Edukasi
tentang penyakit HIV yang diderita oleh pasien, baik itu secara perorangan
maupun keluarga setelah diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan lab,
serum anti HIV, dan konseling VCT. Pemberian dukungan membantu pasien
untuk meminimalisir isolasi, kesendirian, dan ketakutan. Memberikan dukungan
dan pengawasan terhadap pasien dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap
pengobatan yang diberikan.

Sebelum memulai terapi, pasien harus diperiksa jumlah CD4 terlebih


dahulu, untuk memberikan dosis yang tepat pada pengobatan ARV. Pengobatan
ARV pada pasien HIV diberikan ketika perhitungan CD4 telah mencapai nilai
kurang dari 350.2 Hitung sel CD4, kadar RNA HIV serum juga digunakan untuk
memantau resiko perkembangan penyakit dan menentukan waktu yang tepat
untuk memulai modifikasi regimen obat. Tujuan terapi ARV ini adalah penekanan
secara maksimum dan berkelanjutan jumlah virus, pemulihan, atau
pemeliharaan(atau keduanya) fungsi imunologik, perbaikan kualitas hidup, dan
pengurangan morbiditas dan mortalitas HIV. Replikasi virus HIV dan cara kerja
obat antiretroviral dapat dilihat pada gambar.

12
(Dewita 2016)

2.4 Komplikasi HIV-AIDS

Komplikasi dari penyakit HIV/AIDS menyerang paling banyak


pada bagian tubuh seperti:

1) Oral lesi

Lesi ini disebabkan karena jamur kandidia, herpes simpleks, sarcoma


kaposi, HPV oral, gingivitis, periodonitis HIV, leukoplakia oral,
penurunan berat badan, keletihan, dan cacat.

2) Neurologik

Pada neurologik, virus ini dapat menyebabkan kompleks dimensia AIDS


karena serangan langsung HIV pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfagia, dan
isolasi sosial. Enselopaty akut karena reaksi terapeutik, hipoksia,
hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis atau ensepalitis.
Dengan efek seperti sakit kepala, malaise demam, paralise, total/parsial,
infrak serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.

13
3) Gastrointestinal

Pada gastrointestinal dapat menyebabkan beberapa hal seperti: diare


karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma kaposi. Dengan efek penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,
sarcoma kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual, muntah,
nyeri abdomen, ikterik, demam atritis. Penyakit anorektal karena abses dan
fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi dengan
efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.

4) Respirasi

Infeksi karena pneumocitis, carinii, cytomegalovirus, virus influenza,


pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.

5) Dermatologik

Lesi kulit stafilokukus, virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan efek nyeri,
gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.

6) Sensorik

Pada bagian sensorik virus menyebabkan pandangan pada sarcoma kaposis


pada konjuntiva berefek kebutaan. Pendengaran pada otitis eksternal dan
otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.

(Merati 2006)

14
BAB III
LAPORAN KASUS
Tn. H, seorang pria Hispanik berusia 31 tahun yang dirawat di Lincoln
Medical and Mental Health Center mengalami cadel saat berbicara dan lemah
pada bagian ektremitas kiri atas dan bawah. Tidak ada riwayat penurunan
kesadaran, kejang, demam, sakit kepala, mual atau muntah. Ulasan tentang sistem
sebaliknya biasa-biasa saja.

Pasien memiliki riwayat medis infeksi HIV yang didiagnosis 2 tahun sebelum
mengalami ini dan mulai melakukan pengobatan antiretroviral therapies (ARTs)
sejak saat itu. Pasien menyangkal merokok merokok, alkohol, atau
penyalahgunaan zat. Pada pemeriksaan, pasien sadar dan berorientasi pada orang,
tempat, dan waktu; pup;ilnya sama dan reaktif terhadap cahaya dan
akomodasi. Pasiem mengalami hemiplegia pada bagian ektremitas kiri dengan
perbandingan kekuatan 1;5 dengan ektremitas kanan dan wajah kiri
terkulai. Pemeriksaan neurologis sebaliknya biasa-biasa saja.

Laboratoriumnya menunjukkan profil lipid normal (LDL-c 51 mg/dL dan


HDL-c sebesar 62 mg/dL), Faktor V Leiden negatif dan pro- mutasi trombin,

15
kadar serum normal protein C berfungsi tion (222%, kisaran normal: 70-140),
fungsi protein S (100%, kisaran normal: 70-142), fungsi antitrombin III (139%,
nor- kisaran mal: 75–125), dan Homosistein (8,24 umol/L, normal
<12,99). Toksikologi urin negatif untuk kokain. Serum ANA negatif. Analisis
CSF rutin biasa-biasa saja dan negatif untuk serologi VDRL, Toksoplasmosis Ig
M/Ig G, dan HSV PCR.

Studi pencitraan otak menunjukkan korona anterior kanan radiata dan basal
ganglia infark akut (Gambar 1) dan lebih jelas ditunjukkan pada MRI otak dengan
kontras (Gambar 2). Pengobatan dimulai dengan pemberian aspirin pada pasian
dan statin sebagai pilihan kedua untuk pencegahan. Pasien dipindahkan ke
fasilitas perawatan terampil untuk rehabilitasi

Gambar 1 Gambar 2

16
BAB IV
PEMBAHASAN
Penyebab paling lazim stroke adalah penumpukan endapan berlemak pada
lapisan dalam pembuluh darah. Pembuluh darah tersebut menjadi semakin sempit
dan kurang lunak. Hal ini disebut sebagai aterosklerosis (atau pengerasan urat
nadi). Akibat aterosklerosis, pembuluh darah lebih mungkin tersumbat dengan
gumpalan darah. Waktu hal ini terjadi, pembuluh yang tersumbat tidak dapat
mengalihkan darah ke jantung dan otak. Kemudian, organ itu menjadi rusak
akibat kekurangan darah.

Penyebab langka stroke pada pasien yang terinfeksi HIV adalah sifilis
meningovaskular. Meningitis sifilis dapat menyebabkan arteritis menular yang
dapat mempengaruhi setiap pembuluh darah di rongga subarachnoid yang
mengelilingi otak atau sumsum tulang belakang dan hasilnya pada trombosis,
iskemia, dan infark. Banyak pasien dengan sifilis meningovaskular memiliki
gejala prodromal, seperti:sakit kepala, pusing, atau perubahan kepribadian, selama
berhari-hari atau berminggu-minggu sebelum timbulnya iskemia atau stroke.

Untuk hubungan antara HIV dan penyakit kardiovaskuler (stroke) dapat


dikaitkan dengan dislipidemia terkait HIV, disfungsi endotel, Resistensi insulin
dan diabetes , Inflamasi dan hiperkoagulabilitas.

17
Dislipidemia terkait HIV. Pada pasien terinfeksi HIV cenderung
mengembangkan penurunan high-density lipoproteinkolesterol (HDL-c) dan
kolesterol lipoprotein densitas rendah(LDL-c), diikuti oleh peningkatan
trigliserida plasma tingkat sebelum mengembangkan AIDS serta peningkatan
viremia berdasarkan peningkatan trigliserida . Disfungsi endotel dapat disebabkan
karena pengobatan antiretroviral. Pengobatan antiretroviral ini digunakan oleh
pasien yang menderita HIV. Sehingga pasien yang menderita HIV dengan
menggunakan pengobatan ARTs akan mengalami disfungsi endotel. ART
dikaitkan dengan peningkatan insiden resistensi insulin dan diabetes. Sebuah studi
kohort AIDS multisenter dilakukan di Johns Hopkins Universitas telah
menunjukkan bahwa DM pada laki-laki yang terinfeksi HIV dengan paparan
ARTs 4 kali lebih beresiko dibandingkan laki HIV-seronegatif. Orang yang
terinfeksi HIV juga akan berkontribusi atau beresiko mengalami penyakit
kardiovaskular melalui inflamasi yang nonspesifik.

Dengan menerapkan informasi di atas untuk kasus ini, memiliki salah satu
faktor risiko klasik classical untuk stroke dan memiliki pemeriksaan trombofilia
negatif ditemukan memiliki infeksi HIV yang tidak terkontrol dengan baik
meskipun menggunakan ART selama kurang lebih 2 tahun.

Laporan Kasus dalam Kedokteran hiperkoagulabilitas pada pasien ini.


VDRL negatif di CSF dan kurangnya gejala meningitis lainnya membuat
diagnosis sifilis meningovaskular sangat tidak mungkin. Oleh meninjau literatur,
kami menemukan bahwa kontrol yang buru kInfeksi HIV dan/atau ART mungkin
merupakan faktor risiko independenuntuk stroke atau kejadian kardiovaskular
akut

18
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
1. HIV singkatan dari Human Immunodeficiency Virus merupakan virus
yang dapat melemahkan kekebalan tubuh pada manusia. AIDS singkatan
dari Acquired Immune Deficiency Syndrome merupakan kumpulan dari
gejala dan infeksi atau biasa disebut sindrom yang diakibatkan oleh
kerusakan sistem kekebalan tubuh manusia karena virus HIV. Jadi HIV-
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh lemahnya system kekebalan
tubuh akibat virus.
2. Etiologi HIV-AIDS adalah Human Immunodefisiensi virus (HIV) yang
meruakan virus sitopatik.
3. Tanda dan gejala dari HIV-AIDS pada tahap pertama seperti flu biasa,
bercak kemerahan pada kulit, sakit kepala, ruam-ruam dan sakit
tenggorokan. gelaja lain seperti kelenjar getah bening bengkak, penurunan
berat badan, demam, diare dan batuk. Selain itu juga ada tanda dan gejala
yang timbul yaitu mual, muntah dan sariawan. Tahap selanjutnya, Gejala
yang muncul seperti sariawan yang banyak, bercak keputihan pada mulut,

19
gejala herpes zooster, ketombe, keputihan yang parah dan gangguan
psiskis. Tahap yang lebih serius, Gejala lain yang muncul adalah tidak bisa
makan candidiasis dan kanker servisk. akan kehilangan berat badan,
jumlah virus terus meningkat, jumlah limfosit CD4+ menurun hingga
<200 sel/ul. Pada keadaan ini dinyatakan AIDS. Pada tahapan akhir
menunjukkan perkembangan infeksi opurtunistik seperti meningitis,
mycobacteruim avium dan penurunan system imum. Jika tidak melakukan
pengobatan maka akan terjadi perkembangan penyakit berat seperti TBC,
meningitis kriptokokus, kanker seperti limfoma dan sarkoma Kaposi.
4. Secara umum, penatalaksanaan HIV/AIDS yaitu pengobatan antiretroviral,
pengobatan terhadap infeksi oportunistik, dan pengobatan suportif. Pada
kasus ini untuk pengobatan telah dilakukan pengobatan antiretroviral
selama 2 tahun.
5. Untuk komplikasi, penyakit HIV-AIDS lebih sering menyerang bagian
Oral lesi, Neurologik, Gastrointestinal, Respirasi, Dermatologik, Sensorik.
Pada kasus ini, HIV mempengaruhi bagian neurologik yang ber efek pada
stroke.
6. Diagnosis HIV Tes HIV harus mengikuti prinsip berupa 5 komponen dasar
yang telah disepakati secara global yaitu 5C (informed consent,
confidentiality, counseling, correct test results, connections to care,
treatment and prevention services).

20
DAFTAR PUSTAKA

Adriana. 2012. Kebijakan Ketmenkes tentang HIV AIDS.


Arifputera A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Editor, Tanto C, dkk. Edisi 4.
Jakarta: Media Aesculapius. 2014; jilid 2; 975-981.
Astoro, N., Djauzi, S., Djoerban, Z., Prodjosudjadi, W. (2003) Kualitas hidup
penderita HIV dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
Calles, NR., Evans, D., Terlonge, D. (2006) HIV Cyrriculum for the Health
Professional: Patho- physiology of The Human Immunofeficiency Virus.
Bylor College of Medicine; Texas, pp: 7-14
Cowell A, Shenoi SV, Kyriakides TC, Friedland G, Bakarat. Tren Kematian di
Rumah Sakit di antara Pasien yang Terinfeksi Virus Human
Immunodeficiency Selama Era Terapi Antiretroviral, 1995 hingga 2011.
Journal of Hospital Medicine.2015; 10(9):608-614
Dewita, Gita dkk. 2016. ‘Pendekatan Diagnostik dan Penatalaksanaan Pada
Pasien HIV-AIDS SeCARA Umum’. Jurnal Kedokteran Unila Vol 6. No
1.
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya
Media.
Herbawani Chahya Kharin, Dadan Erwandi.2019.’ Factors Associated with
Human Immunodeficiency Virus (HIV) Prevention Behavior by Housewife
in Nganjuk, East Java’. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 10(2), 2019:89-99
Inneke. kepatuhan pasien HIV/AIDS yang menjalani terapi ARV lini pertama
di DIY2014 11 februari 2017.

21
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor
HK.01.07/MENKES/90/2019. Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana HIV.
Kummar, V., Abbas, AK., Aster JC (2015) Robbins and Cotran; Pathologic
Basic of Disease Ninth edition Philadelphia : Saunders Elsevier
Merati TP, Djauzi S, Djoerban Z. HIV/AIDS di Indonesia. Dalam: Sudoyo
AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI; 2006.
hlm. 1803-07.
Pemerintah Kabupaten Deli Serdang Dinas Kesehatan. 2009. Profil Kesehatan
2009 Provinsi Sumatera Utara
Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2 ; Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta
UNAIDS. 2014. UNAIDS Scientific Expert Panel 2013-2015. Jenewa:
UNAIDS
United States Preventive Services Task Force. (2011) Screening for HIV.
Available at: http://www.uspreventiveservice
staskforce.org/uspstf/uspshivi.ht m.
Wahyu, S, Taufik, Asmidirllyas. 2012. Konsep Diri dan Masalah yang dialami
Orang Terinfeksi HIV/AIDS. Jurnal Ilmiah Konseling, 1-12.

LAMPIRAN

22
23
24

Anda mungkin juga menyukai