Anda di halaman 1dari 20

TUGAS PENGENALAN PROFESI

“HEMOFILIA”

Pembimbing: dr. Wieke Anggraini

Nama: Kinanti Tri Andini


NIM: 702020043

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan Tugas Pengenalan
Profesi. Salawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
hingga akhir zaman.
Saya menyadari bahwa laporan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) ini jauh
dari sempurna oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan di masa mendatang sangat saya harapkan. Dalam
penyelesaian tugas pengenalan profesi ini, saya banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih kepada Allah SWT, Pembimbing dr Wieke Anggraini, Teman-
teman seperjuangan dan semua pihak yang terkait.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung saya dan harapnya semoga laporan
tugas pengenalan profesi ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu
pengetahuan. Semoga kita selalu dalam perlindungan Allah SWT. Aamiin.

Palembang, September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Kegiatan..........................................................................................2
1.4 Manfaat...................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hemofilia.......................................................................................3
2.2Teori-Teori HIV-AIDS

2.2.1 Mekanisme Pembekuan Darah...................................................3


2.2.2 Epidemiologi Hemofilia....................................................................4
2.2.3 Etiologi Hemofilia.........................................................................5
2.2.4 Tanda dan Gejala Hemofilia.........................................................5
2.2.5 Patofisiologi Hemofilia......................................................................7
2.2.6 Prognosis.......................................................................................7
2.2.7 Diagnosis.......................................................................................7
2.3 Tatalaksana HIV-AIDS..........................................................................8
2.4 Komplikasi HIV-
AIDS...........................................................................9
BAB III KASUS...............................................................................................10
BAB IV PEMBAHASAN KASUS................................................................. 12
BAB V KESIMPULAN.................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14
LAMPIRAN............................................................................................. 15

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kelainan faal koagulasi yang
bersifat herediter dan diturunkan secara X-linked recessive sehingga hanya
bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita hanya menjadi karier atau
pembawa sifat penyakit ini. Dikenal tiga tipe hemofilia yaitu hemofilia A, B,
dan C yang secara klinis ketiganya tidak dapat dibedakan.
(Yantie dan Ariawati 2012).
Kemungkinan penderita hemofilia telah meninggal sebelum terdiagnosis.
Anak-anak yang menderita hemofilia bisa tumbuh dewasa secara normal bila
kondisinya dikelola dengan baik melalui pengobatan dan penanganan yang
tepat ditambah dengan dukungan keluarga.
Hemofilia terjadi oleh karena adanya defisiensi atau gangguan fungsi salah
satu faktor pembekuan yaitu faktor VIII pada hemofilia A serta kelainan
faktor IX pada hemofilia B dan faktor XI pada hemofilia C. Hemofilia A
merupakan bentuk yang paling sering dijumpai (hemoflia A 80-85%,
hemofilia B   15-20%). Prevalensi hemofilia sebesar 5000-10.000 penduduk
lakilaki yang lahir hidup, dengan insiden hemofilia A di Indonesia sampai
pertengahan 2001 disebutkan sebanyak 314 kasus (Djajadiman 2003).
Salah satu manifestasi klinis perdarahan pada hemofilia adalah hemartrosis
atau perdarahan sendi. Hemartrosis akut merupakan manifestasi perdarahan
yang tersering pada hemofilia berat yaitu sekitar 85% dari seluruh episode
perdarahan. Angka kejadian hemofilia A adalah 1 dari 10.000 kelahiran,
sedangkan hemofilia B 1 dari 60.000 kelahiran. Hemofilia C pada laki-laki
dan perempuan secara merata dan masing-masing memiliki prevalensi
sebanyak sekitar 1 kasus per 100 000 penduduk dan 0.2-1 individu per 1 000
000 penduduk per tahun terutama pada usia tua. Hemofilia dapat terjadi dalam
bentuk ringan, sedang, dan berat berkaitan dengan kadar faktor plasma.
Hemofilia ringan memiliki kadar faktor plasma 6-40%, sedang 1-5% dan berat
kurang dari 1%.4 Secara umum, semakin sedikit kadar faktor koagulasi dalam

1
darah, maka semakin besar risiko terjadi perdarahan (Prasetyawaty Findi dkk.
2016).
Hemofilia A adalah sebuah penyakit heterogen dimana faktor VIII yang
berfungsi pada darah terdapat dengan jumlah yang menurun. Jumlah faktor
VIII yang menurun ini dapat disebabkan karena memang jumlah faktor VIII
yang diproduksi menurun, terdapatnya protein yang abnormal dan tidak
fungsional, atau keduanya. Pada hemofilia A berat dapat terjadi perdarahan
spontan ke dalam sendi, otot dan organ dalam. Pada hemofilia A sedang dapat
terjadi perdarahan jika ada trauma ringan, trauma berat atau tindakan bedah.6
(Murray 2014).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diambil rumusan masalah pada


Tugas Pengenalan Profesi blok VIII ini adalah:
1. Apa definisi dari Hemofilia?
2. Apa saja teori-teori yang membahas Hemofilia?
3. Bagaimana tatalaksana Hemofilia?
4. Apa saja komplikasi Hemofilia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dari Hemofilia, teori-teori
dan tatalaksana dari Hemofilia.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui definisi dari Hemofilia.


2. Dapat memahami teori-teori Hemofilia.
3. Mampu melakukan dan menjelaskan tatalaksana dari Hemofilia.
4. Dapat menjelaskan apa saja komplikasi dari Hemofilia.
1.4 Manfaat
Manfaat dari Kegiatan Tugas Pengenalan Profesi ini adalah agar
pembaca dan penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
Hemofilia.

2
BAB II
TEORI-TEORI

2.1 Pengertian

Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kelainan faal


koagulasi yang bersifat herediter dan diturunkan secara X-linked recessive
sehingga hanya bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita hanya
menjadi karier atau pembawa sifat penyakit ini. Dikenal tiga tipe hemofilia
yaitu hemofilia A, B, dan C yang secara klinis ketiganya tidak dapat
dibedakan.
Hemofilia adalah penyakit genetik/turunan, merupakan suatu
bentuk kelainan perdarahan yang diturunkan dari orang tua kepada
anaknya dimana protein yang diperlukan untuk pembekuan darah tidak
ada atau jumlahnya sangat sedikit. Penyakit ini ditandai dengan sulitnya
darah untuk membeku secara normal. Apabila penyakit ini tidak
ditanggulangi dengan baik maka akan menyebabkan kelumpuhan,
kerusakan pada persendian hingga cacat dan kematian dini akibat
perdarahan yang berlebihan. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan
spontan yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun.
(Yantie dan Ariawati 2012).
Acquired hemophilia A (AHA) adalah penyakit autoimun langka
dengan diatesis perdarahan yang signifikan secara klinis, akibat
autoantibodi yang bersirkulasi yang menghambat faktor koagulasi VIII
(FVIII). Insidennya diperkirakan 1-1,5 kasus per 1 juta penduduk, dan
AHA paling sering dijumpai pada pasien usia lanjut. (WFH 2005)
2.2 Teori-Teori
2.2.1 Mekanisme Pembekuan Darah
Mekanisme pembekuan darah pada hemofilia mengalami
gangguan.
Mekanisme pembekuan darah memiliki beberapa faktor
pembekuan yang dilambangkan dengan angka romawi. Penyakit
hemofilia A disebabkan kurangnya faktor VIII (Globulin / faktor anti
hemolitik), pada hemofilia B kurangnya faktor IX (Komponen

3
Tromboplastin plasma: faktor christmas), sedangkan pada hemofilia
Cdisebaabkan kurangnya faktor XI (Antesenden tromboplastin
plasma). Perbedaan proses pembekuan darah orang noral dengan penderita
hemofilia:

Sumber: Stomatognatic ( J. K. G. Unej) Vol. 8 No.1


Keterangan gambar merah (pembuluh darah normal):
a) Perdarahan terjadi karena adanya luka pada pembuluh darah yang
kemudian darah akan keluar dari pembuluh;
b) Pembuluh darah akan mengecil;
c) Trombin akan menutup luka pada pembuluh darah;
d) Faktor-faktor pembuluh darah akan membentuk benang-benang
fibrin yang akan menutup luka sehingga perdarahan akan
berhenti, sedangkan pada gambar orange kekurangan faktor-
faktor pembekuan darah yang mengakibatkan benang-benang
fibrin tidak terbentuk sempurna sehingga darah akan terus
mengalir (seperti yang terlihat pada gambar orange).

(Susanto 2016)

2.2.2 Epidemiologi
Hemofilia A adalah penyakit X-linked resesif yang paling sering di
dunia dan penyakit perdarahan defisiensi faktor yang kedua tesering setelah

4
penyakit von Willebrand. Insiden dunia untuk hemofilia A adalah sekitar 1 per
5000 laki-laki dan 1/3 dari individu tidak memiliki sejarah penyakit pada
keluarga. Hernofilia A ditemukan hampir di seluruh dunia. Selain itu salah satu
penelitian mengatakan Insiden hemofilia A adalah I dalam 20.000 sampai 1 dalam
10.000 orang pertahun.r Insiden lebih tinggi ditemukan pada penduduk Afrika,
penduduk asli Amerika, dan Asia. Hemofilia A merupakan kelainan yang
diturunkan melalui kromosom X, secara X-linked recesstve. (WFH 2005)

2.2.3 Etiologi
Hemofilia A dan hemofilia B disebabkan oleh kerusakan pada
pasangan kromosom. Defek genetik ini berpengaruh pada produksi
dan fungsi dari faktor pembekuan. Semakin sedikit faktor pembekuan
tersebut maka semakin berat derajat hemofili yang diderita. Hemofilia A
disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor VIII, sedangkan hemofilia B
disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor IX. Hemofilia juga dapat
timbul secara spontan ketika kromosom yang normal mengalami
abnormalitas (mutasi) yang berpengaruh pada gen untuk faktor pembekua
VIII atau IX. Anak yang mewarisi mutasi tersebut dapat lahir
dengan hemofilia atau dapat juga hanya sebagai carrier.
Sementara itu untuk hemofilia C disebabkan defisiensi kongenital
faktor XI yang disebabkan mutasi gen faktor XI. Hal ini dapat terlihat dari
orang Ashkenazi Jewish, dimana pada pasien hemofilia C tersebut terlihat
adanya mutasi gen faktor XI. Akibat dari mutasi ini terjadi
kegagalan produksi protein aktif yang berkaitan dengan disfungsi
molekul factor pembekuan. (Tambunan KL, Widjanarko A 1990)

2.2.4 Tanda dan Gejala Hemofilia


Gejala yang paling sering terjadi pada hemofilia yaitu perdarahan baik
perdarahan dalam tubuh maupun luar tubuh. Internal bleeding atau perdarahan
dalam tubuh dapat berupa hematemesis, hematuria, hemartrosis,
melena,

5
hyphema, dan perdarahan intrakranial. External bleeding dapat
berupa
perdarahan dari hidung (mimisan) tanpa sebab yang jelas, perdarahan yang
berlebihan saat cabut gigi, dan perdarahan yang berlebihan ketika adanya luka.
Walau tidak dapat dibedakan secara klinis, kasus yang lebih berat ditemukan
pada pasien-pasien dengan hemofilia A dibandingkan hemofilia B. Hemofilia
C pada umumnya tidak separah kasus hemofilia A dan B. Hemofilia dapat
dibagi menjadi penyakit ringan, sedang, atau parah berdasarkan gejala dan
jumlah fakt Beratnya perdarahan pada seorang penderita hemofilia ditentukan
oleh kadar F VIII C di dalam plasma.
a. Hemofilia berat : kadar F VIII C di dalam plasma 0-2% Perdarahan
spontan sering terjadi. Perdarahan pada sendi-sendi (hemarthrosis)
sering terjadi. Perdarahan karena luka atau trauma dapat mengancam jiwa.
b. Hemofilia sedang: kadar F VIII C di dalam plasma 3-5% Perdarahan
serius biasanya terjadi bila ada trauma. Hemarthrosis dapat terjadi
walaupun jarang dan akalu ada biasanya tanpa cacat.
c. Hemofilia ringan : kadar F VIII C di dalam plasma berkisar antara 6-25%
Perdarahan spontan biasanya tidak terjadi. Hemarthrosis tidak
ditemukan. Perdarahan biasanya ditemukan sewaktu operasi berat, atau
trauma.x
Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis yaitu
perdarahan ke dalam ruang sinovia sendi, misalnya pada sendi
lutut.
Persendian besar lainnya seperti lengan dan bahu juga dapat
terkena.
Perdarahan ini bisa dimulai dengan luka kecil atau spontan dalam sendi. Darah
berasal dari pembuluh darah sinovia, mengalir dengan cepat mengisi ruangan
sendi. Penderita dapat merasakan permulaan timbulnya perdarahan pada sendi
ini karena ada rasa panas. Akibat perdarahan, timbul rasa sakit yang hebat,
menetap disertai engan spasme otot, dan gerakan sendi yang terbatas. Karena
perdarahan berlanjut, tekanan di dalam ruangan sendi terus meningkat dan

6
menyebabkan iskemia sinovia dan pembuluh-pembuluh darah kondral.
Keadaan ini merupakan permulaan kerusakan sendi yang permanen.
Gejala klinis lainnya yang biasanya terjadi yaitu hematoma, pseudotumor
(kista darah), hematuria, perdarahan intrakranial, perdarahan pada
mulut,
akibat tindakan operasi, dan perdarahan membran mukosa.

(Tambunan KL, Widjanarko A 1990)


2.2.5 Patofisiologi
Mekanisme pembekuan normal pada dasarnya dibagi 3 jalur yaitu :
1. Jalur intrinsik, jalur ini dimulai aktivasi F XII sampai terbentuk F X
aktif.
2. Jalur ekstrinsik, jalur ini mulai aktivasi F VII sampai terbentuk F X
aktif.
3. Jalur bersama (common pathway), jalur ini dimulai dari aktivasi F X
sampai terbentuknya fibrin yang stabil.
Sistem pembukuan intrinsik mula-mula dipicu melalui aktifasi faktor XII
(Hageman) antara lain oleh sejumlah kecil tromboplastin jaringan, faktor
trombosit (PF3) atau serabut kolagen, sedangkan dalam tabung reaksi
sentuhan pada permukaan asing (gelas). Faktor XIIa (aktif) kemudian
mengubah faktor XI menjadi bentuk aktifnya (XIa) dan selanjutnya mengubah
faktor IX (PTC) menjadi faktor Ixa. Faktor IXa ini bergabung dengan faktor
VIIIa (AHG yang diaktifkan oleh trombin) dan bersama-sama akan
mengaktifkan faktor X dengan adanya fosfolipid dan ion Ca+++. vii
Kemudian faktor Xa mengubah protrombin menjadi trombin dan ini akan
mengubah fibrinogen menjadi fibri monomer yang labil dan akhirnya oleh
faktor XIII dan trombin diubahj menjadi fibrin polimer yang stabil. (Setiabudi
2002).
2.2.6 Prognosis
Pada penderita hemofilia Pemberian profilaktik anti hemofili faktor lebih
awal secara dramatis dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Angka
bertahan hidup penderita dapat mencapai 11 tahun atau kurang tergantung dari

7
beratnya penyakit dan pengobatan yang diberikan. Prognosis ini akan diperburuk
oleh komplikasi virus yang terjadi selama pemberian terapi pengganti. Demikian
juga halnya jika terjadi perdarahan intrakranial maupun organ vital lainnya serta
terjadinya pendarahan massif pada organ akan memperjelek keadaan penderita.
(Powell 2009)
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran
klinik dan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita dengan gejala perdarahan
atau riwayat perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah
pemeriksaan penyaring hemostasis yang terdiri atas xvi hitung trombosit, uji
pembendungan, masa perdarahan, PT (prothrombin time – masa protrombin
plasma), APTT (activated partial thromboplastin time – masa tromboplastin
parsial teraktivasi) dan TT (thrombin time – masa trombin). Seorang dengan
hemofilia dapat didiagnosa dengan assay faktor, pola perdarahan, dan sejarah
keluarga (apabila ada). Seorang dengan hemofilia A, B, dan C memiliki lab yang
menunjukkan nilai aPTT yang memanjang serta nilai PT dan TT normal. Pada
kasus hemofilia ringan, aPTT dapat hanya memanjang sedikit atau bahkan
normal, terutama apabila faktor VIII dan IX masih berada pada nilai 20% atau
lebih. Diagnosis definitif untuk hemofilia dapat dilakukan dengan penilaian assay
spesifik untuk aktifitas faktor VIII dan IX. Usia diagnosis untuk hemofilia berat
adalah 1 bulan, hemofilia sedang adalah pada usia-usia muda beberapa tahun
kehidupan pertama, dan hemofilia ringan pada masa-masa jauh ke depan. Sekitar
95% dari kasus hemofilia akan terdiagnosa pada saat usia 15 tahun dengan sekitar
50% memiliki penyakit yang berat. ( Kasper 2004)
2.3 Tata Laksana Hemofilia
Dasar dari terapi hemofilia adalah pencegahan perdarahan dan pengobatan
pada perdarahan tersebut secara cepat dan tepat. Pada penderita hemofilia
dilakukan pengobatan kriopresipitat. Komponen utama krioprisipitat adalah faktor
VIII atau anti hemophylic globulin yang berfungsi sebagai factor pembekuan atau
untuk menghentikan pendarahan. Pengobatan kriopresipitat pada penderita
hemofilia disesuaikan dengan berat ringannya perdarahan. Pada perdarahan ringan
bila kadar F VIII mencapai 30% sudah cukup untuk menghentikan perdarahan,

8
Perdarahan sedang memerlukan kadar F VIII 50% dan pada perdarahan berat
memerlukan F VIII 100%.
Selain pemberian faktor pembekuan, pasien juga dapat diberikan DDVAP
(hanya dapat diberikan pada hemofilia A), antifibrinolitik, dan fibrin glue.
DDVAP merupakan suatu hormon sintesis anti diuretik yaitu 1-deamino-8-D-
arginine vasopressine (DDAVP) dapat menaikkan kadar F VIII C. Pada kasus-
kasus hemofilia ringan dan sedang, obat ini menaikkan kadar F VIII C 3-6 kali
lipat.

(Kaushansky, 2016)
2.4 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat dialami oleh penderita hemofilia dan
menyebabkan kematian yaitu, Komplikasi virus yang timbul antara lain infeksi
HIV penyebab kematian terutama disebabkan perdarahan intrakranial dan
perdarahan lainnya dari AIDS serta serosis hepatis. Komplikasi lainnya adalah
penyakit hepatitis dan sirosis hepatis. Jika ini terjadi maka angka kematian akan
meningkat menjadi 1,2 kali lebih banyak dibandingkan kematian hemofilia murni.
Perdarahan intrakranial terjadi pada 2-8% penderita dan hal ini menyebabkan
kematian. Perdarahan lainnya yang dapat timbul terutama pada jaringan lunak
akibat obstruksi saluran napas atau kerusakan organ dalam. (Elzinga 2002)

9
BAB III
LAPORAN KASUS
Seorang pria Kaukasia Swiss berusia 77 tahun dirawat di rumah sakit
perifer karena sindrom kompartemen betis kirinya setelah trauma ringan,
multiple myeloma yang ganas sebagai penyebab yang mendasarinya. Keluarga
pasien dan riwayat pribadi negatif untuk penyakit hematologi. Dua bulan
sebelumnya, pasien telah menjalani kolonoskopi lancar dengan polipektomi
dimulai karena melena. Tidak ada tes koagulasi yang tersedia sejak saat itu.
Meskipun dua intervensi bedah, pendarahan ke betis tetap ada. Enam hari
setelah masuk awal, AHA dicurigai, dan pasien dipindahkan ke rumah sakit
kami. rumah sakit kami. Hasil evaluasi laboratorium pasien mengungkapkan
waktu tromboplastin parsial teraktivasi yang berkepanjangan (aPTT; 119
detik; rentang referensi 25,0–36,0 detik), dan FVIII:C sebesar 2% dengan
adanya inhibitor FVIII titer tinggi dari 102 unit Bethesda ( BU)/ml
mengkonfirmasi diagnosis AHA.
Pengobatan dengan prednisolon (1 mg/kg berat badan) dan
siklofosfamid (150 mg/hari) dimulai pada hari perawatan di rumah sakit kami.
Karena sindrom kompartemen yang akan segera terjadi dan potensi kebutuhan
intervensi bedah lebih lanjut, imunoadsorpsi dimulai sesuai dengan protokol
Bonn Malmö yang dimodifikasi [3] untuk dengan cepat menghabiskan
inhibitor FVIII. Secara keseluruhan, kami melakukan tujuh sesi imunoadsorpsi
yang memproses sekitar dua total volume plasma pasien per sesi selama 13

10
hari ke depan. Dalam 1 bulan, aPTT dan FVIII:C telah normal, sedangkan titer
inhibitor menurun secara signifikan tetapi masih terdeteksi (1,04 BU/ml).
Setelah dua siklus, inhibitor FVIII semakin menurun menjadi 0,31
BU/ml. Imunoglobulin monoklonal masih dapat dideteksi dengan fiksasi imun
tetapi tidak lagi dapat diukur. Selanjutnya, intensitas pengobatan dikurangi
menjadi rejimen VRD-lite [4] karena trombositopenia, polineuropati ringan,
dan tanda-tanda gagal jantung kongestif. Selama tindak lanjut, tidak ada
perdarahan lebih lanjut terjadi. Setelah sembilan siklus terapi induksi dan lima
siklus terapi konsolidasi dengan rejimen VRDlite, pasien dalam remisi
lengkap dari AHAnya dan dalam remisi parsial yang sangat baik dari PCNnya.
\

11
BAB IV
PEMBAHASAN

Acquired hemophilia A (AHA) adalah penyakit autoimun langka dengan


diatesis perdarahan yang signifikan secara klinis, akibat autoantibodi yang
bersirkulasi yang menghambat faktor koagulasi VIII (FVIII). Biasanya,
perdarahan terletak di kulit, mukosa, atau jaringan lunak, dan, berbeda dengan
hemofilia kongenital, perdarahan sendi jarang terjadi. Mortalitas pada AHA
meningkat, terutama pada pasien usia lanjut dan pada pasien dengan
keganasan yang mendasarinya.
Keganasan hematologi dapat dikaitkan dengan atau mungkin menjadi
penyebab yang mendasari AHA. Hubungan AHA dengan Plasma Cell
Neoplasm (PCN) atau neoplasma sel plasma tampaknya sangat jarang dan
hanya mewakili 14% kasus AHA yang terkait dengan kelainan hematologi.
AHA didiagnosis setelah perdarahan pasca intervensi yang berlebihan.
Pada kasus, Pasien menerima rFVIIa hanya sebagai profilaksis sebelum
pemasangan kateter dan biopsi sumsum tulang yang hasilnya menunjukkan
infiltrasi sel plasma klonal sebesar 15%.

12
Di bawah imunoadsorpsi, peningkatan cepat aktivitas pembekuan FVIII
mencapai tingkat yang aman diamati, dan perawatan lebih lanjut dengan
produk bypass tidak diperlukan. Pertukaran plasma dan imunoadsorpsi untuk
menghilangkan antibodi FVIII dilakukan. Dan setelah menjalani perawatan,
tidak ada perdarahan lebih lanjut terjadi. Setelah sembilan siklus terapi induksi
dan lima siklus terapi konsolidasi dengan rejimen VRDlite, pasien dalam
remisi lengkap dari AHAnya dan dalam remisi parsial yang sangat baik dari
PCNnya.
Pada laporan kasus tersebut dapat diketahui jika memang PCN atau
Plasma Cell Neoplasm yang memiliki kemun gkinan sebagai penyebab yang
mendasari Acquired Hemophilia A. Terjadinya perdarahan yang berlebihan
dan tidak dapat dijelaskan pada pasien yang didiagnosis dengan PCN harus
meningkatkan kecurigaan AHA. Dengan demikian pada kasus melaporkan
bahwa , intervensi dini dengan imunoadsorpsi dapat menyelamatkan nyawa
pada kasus dengan titer inhibitor FVIII yang tinggi, terutama pada pasien yang
memerlukan intervensi bedah.
BAB V
KESIMPULAN

1. Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kelainan faal koagulasi


yang bersifat herediter dan diturunkan secara X-linked recessive. Pada
protein yang diperlukan untuk pembekuan darah tidak ada atau
jumlahnya sangat sedikit. Penyakit ini ditandai dengan sulitnya darah
untuk membeku secara normal.
2. Hemofilia A dan hemofilia B disebabkan oleh kerusakan pada
pasangan kromosom. Hemofilia A disebabkan oleh kelainan produksi
dari faktor VIII, sedangkan hemofilia B disebabkan oleh kelainan
produksi dari faktor IX. Pada hemofilia C disebabkan defisiensi
kongenital faktor XI yang disebabkan mutasi gen faktor XI.
3. Tanda dan gejala dari hemofilia adalah terjadi pendarahan yang
berlebih dan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu berat, sedang dan ringan.
Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis
yaitu .perdarahan ke dalam ruang sinovia sendi,

13
4. Dasar dari terapi hemofilia adalah pencegahan perdarahan dan
pengobatan pada perdarahan tersebut secara cepat dan tepat. Pada
penderita hemofilia dilakukan pengobatan kriopresipitat. Komponen
utama krioprisipitat adalah faktor VIII atau anti hemophylic globulin
yang berfungsi sebagai factor pembekuan atau untuk menghentikan
pendarahan. Pada kasus telah diberikan imunoadsorbsi menstabilkan
FVIII
5. Untuk komplikasi, beberapa komplikasi yang dapat dialami oleh
penderita hemofilia dan menyebabkan kematian yaitu, Komplikasi virus
seperti HIV. Komplikasi lainnya adalah hepatitis dan sirosis hepatis.
Pada kasus tidak terjadi komplikasi.
6. Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran
klinik dan pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan penyaring
hemostasis yang terdiri atas hitung trombosit, uji pembendungan, masa
perdarahan, PT, APTT dan TT).

DAFTAR PUSTAKA

Djajadiman G. Hemofilia. Dalam: Pernomo B, Sumakto, Mardhani Ys,


Ugrasena IDG, Haryudi, penyunting. Simposium Nasional Nefrologi
Anak IX Hemato-onkologi anak. Surabaya: Surabaya Intelectual
Club, 2003; h. 59- 65.
Elzinga HS. Hemophilia. In : Christopher T. Coughlin (ed). Hematology.
2002.
Jalowiec Katarzyna A. 2020. Acquired hemophilia A and plasma cell
neoplasms: a case report and review of the literature. Journal of
Medical Case Reports (2020) 14:206
Kasper CK. Diagnosis and management of inhibitots to factors Vlll and
lX. Treatment of hemophilia. 20O4;34:1-22.
Kaushansky K, Lichtman M, Prchal J, Levi M, Press O, Burns L et al.
Williams hematology. 9th ed. New York: McGraw-Hill, Medical
Pub. Division; 2016.
Murray M, Babyatsky M, Giovanni M. Clinical genomics. New York:
Mcgraw-Hill; 2014.
Powell JS. Recombinant factor Vlll in the management of hemophilia A:
current use and future promise Therapeutics and Clinical Risk Ma
nagement. 2009;5:391_402.

14
Prasetyawaty Findi dkk. 2016. ‘Prediktor Kualitas Hidup terkait Kesehatan
pada Pasien Hemofilia Dewasa di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo’. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol 3. No. 3
Setiabudy R. Diagnosis hemofilia secara laboratorik. Bagian Patologi
Klinik FKUI-RSCM Jakarta. Dibacakan pada Simposium Diagnosis
dan Penatalaksanaan Hemofilia. FKUI Jakarta, 2002.
Susanto, M & Kurniawan, A. (2016). Hemofilia. Medicinus. 6(1), 25-29.
Tambunan KL, Widjanarko A. Kelainan hemostasis bawaan. Dalam
:Ssoeparman dkk (eds). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta, 1990 : 452-9
WFH. Guidelines for the management of hemophilia. Montreal World
Federation of hemophilia 2005.
Yantie Veny K dan Ariawati K. 2012. 'Inhibitor Pada Hemofilia'. Jurnal
Ilmiah Kedokteran. MEDICINA. Vol 43. No. 1

LAMPIRAN

15
16

Anda mungkin juga menyukai