Pembimbing:
dr. Syarifah Mahlisa Soraya, Sp. A
Disusun Oleh:
Ega Eryzkia (21360039)
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga Paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya dengan judul
“Hemofilia”.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisannya, penggunaan tata bahasa, dan dalam
penyajiannya sehingga penulis menerima saran dan kritik konstruktif dari semua pihak.
Namun terlepas dari semua kekurangan yang ada, semoga dapat bermanfaat bagi
pembacanya. Penulis tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada dr. Syarifah
Mahlisa Soraya, Sp.A yang telah membimbing dan mengarahkan dalam menyelesaikan
paper ini.
Akhirnya semoga paper ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang kedokteran. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL.......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
faktor pembekuan darah. Faktor pembekuan yang paling sering terganggu adalah
faktor VIII (FVIII) pada hemofilia A dan faktor IX (FIX) pada hemofilia B. Faktor
Hemofilia tidak mengenal ras, perbedaan warna kulit atau suku bangsa.
Hemofilia paling banyak diderita hanya pada pria, wanita akan benar-benar
mengalami hemofilia jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah
pembawa sifat (carrier) dan ini sangat jarang terjadi sebagai penyakit yang
Hemofilia dapat terjadi dalam bentuk ringan, sedang, dan berat berkaitan
dengan kadar faktor plasma. Hemofilia ringan memiliki kadar faktor plasma antara
6-40%, sedang antara 1-5%, dan berat kurang dari 1%. Secara umum, semakin
sedikit kadar koagulasi dalam darah maka akan semakin besar risiko terjadinya
Pasien hemofilia berat dapat diobati dengan pemberian konsentrat faktor pembekuan
2-3 kali per minggu untuk mencegah pendarahan atau hanya saat terjadi pendarahan,
jika tidak dilakukan pemberian Faktor VIII (Septarini & Windiastuti, 2010).
Pada pasien hemofilia di belanda pemberian terapi profilaksis sangat di
Berbeda hal dengan di Polandia di sana angka pendarahan berulang dan pendarahan
serius lebih tinggi dibandingkan dengan negara Belanda dan Irlandia (Noone,
Gangguan fungsi fisik terjadi karena perdarahan sendi yang berulang sehingga
Short Form-36 (SF-36) merupakan salah satu instrumen baku untuk menilai
kualitas hidup terutama untuk pasien yang penderita penyakit kronis. SF- 36 dapat
aktifitas sosial karena masalah fisik dan emosi, 3) pembatasan aktifitas sehari-hari
karena masalah fisik, 4) nyeri seluruh badan, 5) kesehatan mental secara umum, 6)
sendiri merupakan keadaan psikologis yang positif ditandai dengan tingginya derajat
kepuasan hidup, emosi positif, dan rendahnya derajat emosi negatif penting yang
turut menentukan kualitas hidup individu. Kualitas hidup secara umum dibedakan
menghasilkan reaksi yang sama pada setiap individu, tiap-tiap individu memiliki
indonesia berdasarkan SF-36 menunjukkan hasil lebih rendah pada komponen fisik
dibandingkan komponen mental. Derajat hemofilia secara klinis yang berat dan
keterlibatan sendi yang berat merupakan faktor prediktor kualitas hidup buruk pasien
hemofilia dewasa. Gabungan derajat hemofilia secara klinis dan keterlibatan sendi
memiliki nilai prediksi yang lebih baik terhadap kualitas hidup terkait kesehatan
3 penderita mengatakan dalam 4 minggu terakhir kesehatan fisik dan aktivitas sosial
2.1 DEFINISI
ditemukan di abad kedua oleh kerajaan Babilonia. Hemofilia berasal dari bahasa
Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang
berarti cinta atau kasih sayang sehingga diartikan sebagai suatu penyakit kelainan
sex x-linked recessive oleh dr. John Conrad Otto pada tahun 1803. Klasifikasi
hemofilia menjadi dua jenis yaitu hemofilia A (defisiensi faktor VIII) dan
hemofilia B (defisiensi faktor IX) pada tahun 1947. Penyakit ini diturunkan secara
x-linked recessive sehingga sering dijumpai pada anak laki-laki. Sekitar sepertiga
kasus disebut kasus sporadik dimana tidak ada riwayat keluarga hemofilia namun
terjadi mutasi baru di gen kromosom X pada faktor VIII atau IX. Hemofilia A
lebih sering dijumpai dengan cakupan 80-85% dan sisanya adalah hemofilia B.1,16
hemofilia ringan, sedang dan berat. Derajat hemofilia berkaitan dengan beratnya
2.2 Epidemiologi
Hemofilia tidak menunjukkan kecenderungan ras dan dapat terjadi pada semua
tersebar di 116 negara, dimana 158.225 orang adalah penderita hemofilia A dan
hemofilia A dan 267 penderita hemofilia B dari Indonesia telah teregistrasi dalam
survei tersebut.3 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terakhir yang
Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2007, prevalensi nasional hemofilia adalah
bulan Juni 2012, jumlah penderita yang tercatat telah mencapai 1.410 orang.18
2.3 Patofisiologi
berperan dalam hemostasis yaitu sel endotelial, trombosit dan faktor koagulan.
darah.
Pada bagian luka pembuluh darah, trombosit melekat pada jaringan ikat
subendotel yang terbuka. Faktor von Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti
adhesi trombosit. Trombosit yang melekat akan menjadi trombosit yang aktif dan
dan ADP yang dilepaskan menyebabkan semakin banyak trombosit yang beragregasi
sehingga dapat menyumbat dan menutupi luka. Setelah agregasi trombosit, terjadi
aktivasi model koagulasi berbasis sel dan pembentukan jaringan fibrin yang kuat
pada Gambar 2.1 menyatakan bahwa koagulasi muncul pada tahapan yang
Fase inisiasi dimulai saat terjadi cedera dan melepaskan tissue factor (TF).
Faktor VIIa dengan cepat mengikat TF untuk mengaktifkan faktor X menjadi faktor
Xa. Selanjutnya, faktor Xa berikatan dengan faktor Va pada permukaan sel dan
menghasilkan trombin dalam jumlah yang sedikit. Pada fase amplifikasi terdapat
melepaskan vWF dan mengaktivasi faktor V, faktor VIII, dan faktor IX. Fase
VIIIa dan faktor IXa) dan protrombinase (faktor Va dan faktor Xa) terbentuk.
Kompleks tenase akan mengaktivasi faktor Xa dan segera berikatan dengan faktor
intron. Defek F8 yang berkaitan dengan hemofilia A dapat disebabkan oleh inversi,
delesi atau insersi, dan missense. Hemofilia B (defisiensi faktor IX) disebabkan oleh
mutasi pada gen faktor IX yang terletak pada lokus 27 lengan panjang kromosom X
(Xq27). Gen faktor IX secara signifikan lebih kecil dan kurang komplek
dibandingkan dengan faktor VIII. Gen faktor IX berukuran 33.5 kb dan mengandung
8 ekson. Mutasi genetik yang dapat terjadi pada hemofilia B yaitu mutasi spontan (de
novo), point mutation delesi dan frameshift mutation faktor IX pada lengan panjang
kromosom X.21
Hemofilia perlu dicurigai ketika perdarahan yang sukar berhenti pada pasien
laki-laki. Hemofilia A dan B tidak bisa dibedakan secara klinis. Derajat berat
hemofilia secara klinis ditentukan oleh derajat berat defisiensi faktor pembekuannya.
atau F IX 0.01-0.5 IU/mL = 1-5%) dan hemofilia berat (konsentrasi F VIII atau F IX
dibawah 0.01 IU/mL = dibawah 1%). Manifestasi klinis yang muncul tergantung
penderita menjalani tindakan operasi ringan seperti sirkumsisi atau cabut gigi
dan setelah trauma berat. Pada hemofilia sedang, perdarahan spontan dapat terjadi
atau dengan trauma ringan. Sedangkan hemofilia berat sering terjadi perdarahan
hemofilia anak dan dewasa, serta 1-4% pada neonatus. Perdarahan intrakranial dapat
terjadi secara spontan atau akibat trauma kepala. 12 Manifestasi lain seperti mudah
perdarahan yang paling sering ditemukan pada hemofilia. Sendi yang paling sering
terkena adalah sendi lutut, siku, pergelangan kaki dan tangan. Pada hemofilia derajat
2.5 Diagnosis
perdarahan yang sulit berhenti setelah suatu tindakan, atau timbulnya hematoma
hemofilia terutama saudara laki-laki atau dari pihak ibu. Pemeriksaan laboratorium
pada hemofilia berupa pemeriksaan darah rutin yang biasanya normal, masa
masa perdarahan dan masa protrombin umumnya normal. Diagnosis pasti adalah
dengan memeriksa kadar faktor VIII untuk hemofilia A dan kadar faktor IX untuk
2.6 Penatalaksanaan
Perdarahan akut perlu dihentikan segera dengan penekanan pada lokasi perdarahan,
kompres dengan es, imobilisasi dan terapi faktor pembekuan diberikan dalam 2 jam
VIII atau IX. Pemberian kriopresipitat sebagai sumber dari faktor VIII atau fresh
frozen plasma (FFP) sebagai sumber dari faktor IX jika faktor konsentrat tidak
tersedia. Dosis konsentrat faktor VIII adalah berat badan (kg) x % (target kadar
plasma-kadar faktor VIII penderita) x 0.5 diberikan tiap 12 jam sedangkan dosis
konsentrat faktor IX adalah berat badan (kg) x % (target kadar plasma-kadar faktor
IX penderita)
rasa percaya diri. Olahraga yang dianjurkan seperti berenang, bersepeda dan berjalan.
Aktivitas olahraga kontak seperti sepak bola, tinju, dan gulat tidak dianjurkan.27
suatu penyakit yang bersifat kronik yang seringkali menimbulkan nyeri, dan
menjelaskan penyakit hemofilia kepada anak dan orang tua, memberi perhatian,
2.7 Komplikasi
berupa atropati kronik, sinovitis kronik, kontraktur, fraktur, dan deformitas tulang.
sinovitis kronik. Pada anak dalam masa pertumbuhan, sinovitis juga menyebabkan
tulang seperti hipertrofi tulang, perbedaan panjang kaki, dan kelainan bentuk sudut
Deformitas tulang, sinovitis, dan hemartrosis dapat menimbulkan rasa nyeri bagi
negtif pada suasana hati, dan secara signifikan berdampak pada kualitas hidup.6
Komplikasi kronik lain yaitu infeksi yang berhubungan dengan produk darah dan
dan hepatitis C virus. Komplikasi yang paling penting adalah munculnya antibodi
atau inhibitor terhadap faktor VIII atau faktor IX. Inhibitor terhadap faktor VIII dapat
timbul sekitar 20-30% penderita hemofilia A berat dan sekitar 5-10% pada hemofilia
sedang atau ringan.26 Inhibitor jarang ditemukan pada hemofilia B, hanya kurang dari
Kualitas hidup dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu kondisi kesehatan termasuk
terapi, status sosioekonomi, pola asuh, dan lingkungan tempat seorang anak
kualitas hidup anak, sehingga muncul definisi lain yaitu kualitas hidup yang
berhubungan dengan kesehatan (health related quality of life, HRQoL). Kualitas
BAB III
KESIMPULAN
Hemofilia adalah kelainan perdarahan herediter akibat defisiensi kongenital
faktor pembekuan darah. Faktor pembekuan yang paling sering terganggu adalah
faktor VIII (FVIII) pada hemofilia A dan faktor IX (FIX) pada hemofilia B. Faktor
(Prasetyawaty, et al, 2016). Hemofilia tidak dapat dicegah. Namun ada beberapa
diperhatikan :
(14,15)
DAFTAR PUSTAKA
1. Scott JP, Flood VH. Hereditary clotting factor deficiencies (bleeding disorder).
Dalam: Kliegman MR, Stanton BF, St Geme JW, Schor NF, penyunting. Nelson
textbook of pediatrics. Edisi ke-20. Saunders Elsevier; 2015. h.2384-89
2. Zimmerman B, Valentino LA. Hemophilia : In review. American Academy of
Pediatrics. Pediatr Rev. 2013; 34: 289-295
3. World Federation of Hemophilia. Report on the annual global survey. 2017
4. Smith J, Smith OP. Hemophilia A and B. Dalam: Arceci RJ, Hann IM, Smith OP,
penyunting. Pediatric Hematology. Edisi ke-3. Massachusetts: Blackwell Publishing;
2006. h.585-97
5. Monahan PE, Baker JR, Riskie B, Soucie JM. Physical functioning in boys with
hemophilia in the U.S. Am J Prev Med. 2011; 41:S360-8
6. Sherry DD. Avoiding the impact of musculoskletal pain on quality of life in children
with hemophilia. Orthop Nurs. 2008; 27:103-8
7. Trzepacz AM, Vannatta K, Davies WH, Stehbens JA, Noll RB. Social, emotional, and
behavioral functioning of children with hemophilia. J Dev Behav Pediatr. 2003;
24:225-32
8. Shapiro AD, Donfield SM, Lynn HS, Cool VA, Stehbens JA, Hunsbergert SL, et al.
Defining the impact of hemophilia: the academic achievement in children with
hemophilia study. PEDIATRICS. 2001; 108:1-6
9. Cassis FR, Querol F, Forsyth A, Iorio A, HERO International Advisory Board.
Psychosocial aspects of hemophilia:a systematic review of methodologies nd
findings. Hemophilia. 2012; 18:e101-14
10. Dunn J, Mc Guire S. Sibling and peer relationship in childhood. J Child Pscyhol
Psychiatry. 1992; 33:67-105
11. Tregidgo C, Elander J. The invisible child: Sibling experiences of growing up with a
brother with severe haemophilia- An interpretative phenomenological analysis.
Haemophilia. 2019; 25:84-91
12. Ghanizadeh A., Baligh-Jahromi P. Depression, anxiety and suicidal behaviour in
children and adolescent with hemophilia. Hemophilia. 2009; 15:528-32
13. Manikandasamy V, Arumugasamy S, Mathevan G. Impact of hemophilia on quality
of life of affected children and their parents, a hospital based cross sectional study.
Int J Contemp Pediatr. 2017; 4:1620-1625
14. Bagheri S, Beheshtipoor N, Rambod M, Karimi M, Zare N, Hashemi F. The quality of
life of children with hemophilia in Shiraz, Iran. IJCBNM. 2013;1(2):110-120
15. Phadnis S, Kar A. The impact of a haemophilia education intervention on the
knowledge and health related quality of life of parents of Indian children with
haemophilia. Haemophilia. 2017; 23:82-88
16. Acharya S, Sarangi SN. Disorders of coagulation. Dalam: Lanzkowsky P, penyunting.
Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-6. Massachusetts: Elsevier;
2016. h.279-332
17. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar 2007. Bakti Husada; 2007. h.118- 19
18. Indonesian Hemophilia Society. Profil himpunan masyarakat hemofilia Indonesia.
Diunduh dari : www.hemophilia.or.id. Diakses Maret 2019
19. Scott JP, Raffini LJ. Hemostasis. Dalam: Kliegman MR, Stanton BF, St Geme JW,
Schor NF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-
20. Saunders Elsevier; 2015. h.2379-84
20. Kurniawan LB, Arif M. Hemostasis berlandaskan sel hidup (in vivo). Indonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 2013; 19:204-10
21. Nogami K, Shima M. Pathogenesis and treatment of hemophilia. Dalam: Ishii E.
Hematological disorders in children. Singapore: Springer, 2017. h.189-201
22. Ljung RC. Intracranial haemorrhage in hemophilia A and B. British J Haematol.
2008; 140:378-84
23. Gatot D, Moeslichan S. Gangguan pembekuan darah yang diturunkan : Hemofilia.
Dalam : Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M,
penyunting. Buku ajar hemato-onkologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2012. h.174-76