TANGGUNG JAWAB
HUKUMNYA DALAM
PELAYANAN KESEHATAN
Disusun Oleh :
Desy Radhiyah
Indra saputra
Najib Albana Daulay
Pembimbing :
Dr.Redyanto Sidi,S.H.,M.H.,C.Med.,C.Parb
01
BAB I
Pendahuluan
LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu pelayanan dasar yang harus diberikan dan dijamin oleh pemerintah kepada seluruh
warganya. Berdasarkan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang disebutkan bahwa “Setiap orang berhak
mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan”.
Hak kesehatan ini secara umum mengandung dua hak dasar yaitu hak atas pelayanan kesehatan dan hak untuk menentukan
nasib sendiri . Sehingga setiap warga negara memiliki hak yang sama, tanpa diskriminasi, adil dan merata atas pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan secara umum telah ada dengan ditetapkanya Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan (selanjutnya disebut dengan UU Kesehatan) dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
Tentang Tenaga Kesehatan (selanjutnya disebut dengan UU Tenaga Kesehatan).
Tenaga kefarmasian merupakan bagian dari tenaga kesehatan yang melakukan
pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan sediaan farmasi atau pekerjaan
farmasi karena sesuai dengan keterampilan, kompetensi dan kewenangan yang
diberikan perundang-undangan .
Pharmasi 1 Pharmasi 3
01 03
Pharmacist lah yang memegang peranan penting dalam Pharmacist lah yang meupakan posisi kunci dalam
membantu dokter menuliskan resep rasional. Membanu mencegah penggunaan obat yang salah,
melihat bahwa obat yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam penyalahgunaan obat dan penulisan resep yang
jumlah yang benar, membuat pasien tahu mengenai irrasional
“bagaimana,kapan,mengapa” penggunaan obat baik dengan
atau tanpa resep dokter
Pharmasi 2
02 Pharmacist lah yang sangat handal dan terlatih serta pakart dalam
hal produk/produksi obat yang memiliki kesempatan yang paling
besar untuk mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang obat,
yang dapat melayani baik dokter maupun pasien, sebagai
“penasehat” yang berpengalaman.
Herfindal dalam bukunya “Clinical Pharmacy and Therapeutics” (1992)
menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan “Therapeutic Judgement” dari
pada hanyasebagai sumber informasi obat. Di Inggris, sejak tahun 1962, dimulai
suatu era baru dalam pendidikan farmasi, karena pendidikan farmasi yang semula
menjadi bagian dari MIPA, berubah menjadi suatu bidang yang berdiri sendiri
secara utuh.rofesi farmasi berk embang ke arah “patient oriented”, memuculkan
berkembangnya Ward Pharmacy (farmasi bangsal) atau Clinical Pharmacy
(Farmasi klinik).
Perkembangan terakhir adalah timbulnya konsep “Pharmaceutical Care” yang
membawa para praktisi maupun p ara “profesor” ke arah “wilayah” pasien. Secara
global terlihat perubahan arus positif farmasi menuju ke arah akarnya semula yaitu
sebagai mitra dokter dalam pelayanan pada pasien. Apoteker diharapkan setidak-
tidaknya mampu menjadi sumber informasi obat baik bagi masyarakat maupun
profesi kesehatan lain baik di rumah sakit, di apotek atau dimanapun apoteker
berada
Farmasi masa depan Tidak bisa kita pungkiri bahwa pendidikan tinggi farmasi
mengambil peran yang sangat vital dalam menghasilkan lulusan farmasi yang
berkompeten.
Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan
produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Dalam sejarahnya, pendidikan
tinggi farmasi di Indonesia dibentuk untuk menghasilkan apoteker sebagai
penanggung jawab apotek, dengan pesatnya perkembangan ilmu kefarmasian
maka apoteker atau dikenal pula dengan sebutan farmasis, telah dapat menempati
bidang pekerjaan yang makin luas.
Permenkes Nomor 74 PP 51 Tahun
01 Tahun 2016
menyatakan pelayanan kefarmasian meliputi dua kegiatan, yaitu
03 2009
pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan farmasi klinik yang menyatakan bahwa dalam menjalankan praktek kefarmasian pada
harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan peralatan fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker harus menerapkan
dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan standar pelayanan kefarmasian.
risiko terjadi efek samping obat untuk keselamatan pasien.
tentang pekerjaan kefarmasian antara lain menyebutkan bahwa menyatakan rumah sakit adalah institusi pelayanan
pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan kesehatan perorangan secara paripurna yang
untuk itu. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.
Permenkes Nomor 74 Peraturan Menteri
01 03
Kesehatan Nomor 72 Tahun
Tahun 2016 2016
dinyatakan pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya pelayanan kefarmasian merupakan suatu
disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan langsung dan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk
Undangundang Dasar Negara meningkatkan mutu kehidupan pasien
Pertama
Pasal 1239 KUH Perdata dan,
kedua berdasarkan perbuatan
melawan hukum
(onrechmatigedaad)
kedua
Pasal 1365 KUH Perdata. Dalam
pelayanan di apotek, perbuatan
melawan hukum terjadi apabila telah
terjadi kesalahan atau kelalaian yang
menyebabkan kerugian
No. 35 Tahun 2014
Standar pelayanan kefarmasian di
apotek diatur dalam peraturan
menteri kesehatan
01 02
adalah kesalahan administrasi obat , Medication
pertama kesalahan terhadap penyiapan error adalah suatu kesalahan dalam proses
obat yang terdiri dari salah dosis, salah pengobatan yang masih berada dalam pengawasan
obat, salah pasien, salah waktu, salah dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau
formulir obat, salah larutan dan wadah konsumen, dan seharusnya dapat dicegah
obat yang tidak diberi label
Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian
medication eror adalah kejadian yang merugikan pasien akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan,
yang sebetulnya dapat dicegah.
FASE KEJADIAN
MEDICATION EROR
01 fase prescribing
Pada fase
fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase
penulisan resep. Fase ini meliputi: obat yang
03 transcriibng
diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien Pada fase transcriibng, error terjadi pada saat
atau kontraindikasi, tidak tepat obat, tidak tepat dosis pembacaan resep untuk proses dispensing
dan tidak tepat aturan pakai.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Puskesmas
merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya kesehatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan
secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini
menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia
termasuk Puskesmas
1. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas,
yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi
pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat
01 02
Bahan Medis Habis Pakai dan
yaitu kegiatan yang bersifat kegiatan pelayanan farmasi klinik.
manajerial berupa pengelolaan Kegiatan tersebut harus didukung
Sediaan Farmasi oleh sumber daya manusia dan
sarana dan prasarana
01 fase prescribing
Pada fase
fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase
penulisan resep. Fase ini meliputi: obat yang
03 transcriibng
diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien Pada fase transcriibng, error terjadi pada saat
atau kontraindikasi, tidak tepat obat, tidak tepat dosis pembacaan resep untuk proses dispensing
dan tidak tepat aturan pakai.
PERTAMA
01 KETIGA
Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
03
Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan
lain dan kepatuhan pasien yang terkait dalam
Pelayanan Kefarmasian
KEDUA KEEMPAT
02 04
Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam
Memberikan Pelayanan Kefarmasian rangka meningkatkan penggunaan Obat secara
yang dapat menjamin efektivitas, rasional
keamanan dan efisiensi Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai
Pelayanan farmasi klinik meliputi
KONSELING
03 07
Evaluasi Penggunaan Obat