Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

Stroke Iskemik

Laporan Ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Neurologi Rumah Sakit Umum Haji Medan

Disusun Oleh :
Gusti Mauladi (19360246)
Candra Farid Rifai (20360070)
Alya Dewingga Putri (102121099)

Pembimbing :
dr. Luhu A. Tapiheru, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh


Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas Laporan Kasus ini guna memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di
bagian Neurologi Rumah Sakit Haji Medan dengan judul “ Stroke Iskemik”
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang
penuh ilmu pengetahuan, beliau adalah figur yang senantiasa menjadi contoh suri
tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen pembimbing KKS di bagian Neurologi. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan Laporan Kasus ini masih terdapat banyak kekurangan baik dalam cara
penulisan maupun penyajian materi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca sehingga bermanfaat dalam penulisan
Laporan Kasus selanjutnya. Semoga Laporan Kasus ini bermanfaat bagi pembaca
dan terutama bagi penulis.
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, November 2021

Penulis

ii
4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Perumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian........................................................................................................2
D. Manfaat Penelitian......................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................5
Stroke Iskemik.................................................................................................................5
A. Definisi......................................................................................................................5
B. Etiologi......................................................................................................................6
C. Patofisiologi................................................................................................................6
C. Epideomologi............................................................................................................6
D. Faktor Resiko...........................................................................................................7
E. Manifestasi Klinik....................................................................................................8
F. Penegakan Diagnosa..............................................................................................10
G. Penatalaksanaan.......................................................................................................11
BAB III...........................................................................................................................18
LAPORAN KASUS........................................................................................................18
ANAMNESA TRAKTUS..........................................................................................19
BAB IV............................................................................................................................35
KESIMPULAN..............................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................37
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kejadian stroke menempati peringkat kedua di dunia, stroke
penyebab kematian terbesar di masyarakat (21,2%) dengan angka kematian pada
tahun 2016 sebesar 15,2 juta jiwa dan masih menjadi penyebab terbesar kematian
di dunia pada tahun 2016 (WHO, 2016). Di Indonesia, Stroke merupkan penyebab
kematian terbesar lebih dari 10% (Peltzer dan Pengpid, 2018).

Negara Amerika diperkirakan pada setiap tahunnya kejadian stroke masih


sekitar 500.000 pasien stroke baru dan 150.000 pasien meninggal dengan stroke.
Di negara maju insiden stroke hemoragik antara 15%-30% dan stroke non
hemoragik antara 70%-85%, tetapi untuk negaranegara berkembang seperti Asia
kejadian stroke hemoragik sekitar 30% dan stroke non hemoragik 70%. Stroke
non hemoragik disebabkan oleh thrombosis otak (penebalan dinding arteri) 60%,
emboli (sumbatan mendadak) 5%, dan lain-lain 35% (Junaidi, 2011).

Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian besar


kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Semakin tua
umur, risiko terjangkit stroke semakin besar. Stroke lebih banyak menjangkiti
laki-laki daripada perempuan, dan orang berkulit berwarna berpeluang terkena
stroke lebih besar daripada orang berkulit putih.(Sutrisno, 2012).

Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-55


tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur > 65 tahun). Kejadian
stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan 1,6% tidak berubah, 4,3%
semakin memberat. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan
profil usia di bawah 45 tahun sebesar 33.5% (PERDOSSI, 2011).

3i
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7,0 per mil dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan atau gejala
sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah
terdiagnosis. Prevalensi stroke sama banyak pada laki-laki dan perempuan
(RIKESDAS, 2013).

Prevalensi stroke pada umur ≥ 15 tahun menurut diagnosis dokter/gejala


yang tertinggi pada tahun 2013 ialah provinsi Sulawesi Selatan (17,9%),
kemudian disusul di Yogyakarta (16,9%), dan Sulawesi Tengah (16,6%),
Sedangkan prevalensi terendah terdapat di provinsi Riau (5,2%), kemudian
disusul oleh Jambi (5,3%), dan Lampung (5,4%). Kenaikan prevalensi tertinggi
terdapat di provinsi Sulawesi Selatan, yakni dari 7,4% pada tahun 2007 menjadi
17,9% pada 2013. Sedangkan penurunan prevalensi terbanyak terdapat di provinsi
Kepulauan Riau, yaitu dari 14,9% pada 2007 menjadi 8,5% pada 2013
(Supriyantoro, 2013).
Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara
(10,8%), diikuti di Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta
masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan
gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), Di Yogyakarta (16,9%),
Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil (RIKESDAS,
2013).

Terdapat dua jenis faktor risiko yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah
dan faktor risiko dapat diubah. Faktor risiko stroke yang tidak dapat diubah adalah
usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga dan riwayat stroke sebelumnya. Stroke
dapat terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70% kasus stroke terjadi pada
usia di atas 65 tahun. Laki-laki lebih mudah terkena stroke. Hal ini dikarenakan
lebih tingginya angka kejadian faktor risiko stroke misalnya hipertensi pada
lakilaki. Faktor risiko stroke yang dapat diubah ini penting untuk dikenali.
Penanganan berbagai faktor risiko ini merupakan upaya untuk mencegah stroke.
Faktor risiko stroke yang utama adalah hipertensi, diabetes, merokok dan
dyslipidemia (Pinzon, 2010).
Faktor risiko yang paling besar peranannya terhadap kematian penderita
stroke secara berturut-turut di Rumah Sakit Dr. Wahiddin Sudirohusodo Makasar
adalah adanya riwayat sroke sebelumnya, jenis stroke hemoragik, dan umur
lansia. Terdapat sebanyak 85,7% penderita stroke yang meninggal disertai riwayat
stroke sebelumnya sementara pada penderita tanpa riwayat stroke yang meninggal
sebanyak 42,1%. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang
menemukan 57,7% penderita stroke jenis stroke hemoragik keluar rumah sakit
dengan status kematian sementara pada stroke non hemoragik yang meninggal
hanya sebesar 6,67% dengan risiko kematian sebesar 18,7 kali pada stroke jenis
hemoragik dibanding non hemoragik. Manakala, faktor risiko kematian penderita
stroke dengan risiko kematian sebesar 2,04 kali lebih besar terjadi pada penderita
stroke berusia diatas 65 tahun dibanding dengan penderita dibawah usia lanjut
(Amran, 2012).

Hasil penelitian menemukan bahwa faktor risiko kejadian stroke pada


dewasa awal (18-40 Tahun) di kota Makassar tahun 2010-2012 dan bermakna
secara statistik adalah perilaku merokok, penggunaan amfetamin, riwayat diabetes
melitus, riwayat hipertensi dan riwayat hiperkolesterolemia. Adapun variabel jenis
kelamin bukan merupakan faktor risiko kejadian stroke pada dewasa awal di kota
Makassar tahun 2010-2012 (Burhanuddin, 2012). Didapatkan variabel kejadian
hipertensi ada hubungan bermakna dengan kejadian stroke di RSUP Dr. Kariadi
Semarang. Hasil penelitian mendapati hipertensi memiliki risiko untuk terjadinya
stroke sebesar 4,375 kali dibandingkan yang tidak hipertensi (Sarini, 2007).

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan
yang akan dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini adalah “Apa saja penjelasan
literatur teori mengenai Stroke Iskemik dan perbandingan dengan laporan
kasus?”.

C. Tujuan Penelitian
1.Tujuan umum

5i
Mengetahui teori dan hubungan dengan kasus pada penyakit Stroke
Iskemik

D. Manfaat Penelitian
1.Manfaat Praktis
a. Bagi Instansi Kesehatan
Penelitian ini dapat digunakan untuk penyebaran informasi terkait
faktor risiko terjadinya stroke pada usia muda dan sebagai dasar
untuk melakukan promosi kesehatan dalam rangka menanggulangi
penyakit tidak menular khususnya stroke.

b.Bagi Peneliti

sebagai aplikasi teori yang diperoleh selama pembelajaran serta


menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang berharga
yang dapat menjadi bekal untuk memasuki dunia kerja.

2. Manfaat Teoritis
Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi
dan data dasar dalam penelitian selanjutnya terkait dengan kejadian
penyakit stroke pada usia muda.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Stroke Iskemik

A. Definisi
Stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal
maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih
dari 24 jam, akibat gangguan alirah darah otak. Menurut penulis,
stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akibat
terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun
sumbatan dengan gejala dan tanda sesuai dengan bagian otak yang
terkena; yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau
kematian (Junaidi, 2011)
Stroke merupakan suatu keadaan dimana sel-sel otak
mengalami kerusakan karena kekurangan oksigen yang disebabkan
oleh adanya gangguan aliran darah ke otak. Kekurangan oksigen pada
beberapa bagian otak dapat menyebabkan gangguan fungsi pada
bagian tersebut (Pratiwi et al, 2019).
Macam atau derajat dari stroke iskemik berdasarkan
perjalanan klinisnya sebagai berikut :

1. TIA (transient ischemic attack) atau serangan stroke


sementara, gejala defisit neurologis hanya berlangsung
kurang dari 24 jam

2. RIND (Reversible ischemic neurologic deficits), kelainan


atau gejala

5
6

neurologis menghilang antara lebih dari 24 jam sampai 3


minggu.
3. Stroke progresif atau stroke in evolution yaitu stroke yang
gejala klinisnya secara bertahap berkembang dari yang
ringan sampai semakin berat.

4. Stroke komplit yaitu stroke dengan defisit neurologis yang


menetap dan sudah tidak berkembang lagi.

B. Etiologi
Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling sering
adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang
menimbulkan pendarahan intraserebral dan ruptur aneurisme vaskuler.
Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti
hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes
melitus, atau penyakit vaskuler perifer.
a. Stroke non Hemorhagic
Stroke non perdarahan(iskemik/infark) disebabkan oleh
penyumbatan pembuluh darah otak (stroke non pendarahan dan
infark). Otak dapat berfungsi dengan baik jika aliran darah yang
menuju ke otak lancar dan tidak mengalami hambatan. Namun jika
persedian oksigen dan nutrisi yang dibawa olehsel-sel darah dan
plasma terhalang oleh suatu bekuan darah terjadi thrombosis pada
dinding arteri yang mensuplai otak maka akan terjadi stroke
iskemik yang dapat berakibat kematian jaringan otak yang di
suplai.(junaidi 2011 : 18)
b. Stroke Hemorhagic
Menurut (junaidi 2011 : 19) dan (baticaca 2011 : 56) penyebab
stroke iskemik adalah 8
1 Atheroma Pada stroke iskemik, penyumbatan bias terjadi
disepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.
2) Emboli Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan
7

mengalir di dalam darah , kemudian menyumbat arteri yang lebih


kecil.
3) Infeksi Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi
menyempitnya pembuluh darah yang menuju ke otak.
4) Obat-obatan
Obat-obatan pun dapat menyebabkan stroke,seperti,nikotin,
kokain, amfetamin, epinefrin, adrenalin, dan sebagainya dengan
jalan mempersempit diameter pembuluh darah di otak dan
menyebabkan stroke.
5) Hipotensi Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa
menyebabkan berkurang nya aliran darah ke otak, yang biasanya
menyebabkan seseorang pingsan.
6) Kekurangan suplai oksigen yang menuju ke otak
7) Pecah pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh
darah otak.
8) Adanya sumbatan bekuan darah di otak.

C. Patofisiologi
Aliran darah serebral normal rata-rata 50 ml/100 g per menit,
dan ini dipertahankan melalui tekanan darah (rata-rata tekanan arteri
dari 50 sampai 150 mmHg) oleh proses yang disebut autoregulasi
cerebral. Pembuluh darah otak melebar dan menyempit sebagai respon
terhadap perubahan tekanan darah, tetapi proses ini dapat terganggu
oleh aterosklerosis, hipertensi kronis, dan cedera akut seperti stroke.
Hipertensi kronis dan tidak terkendali akan memicu kekakuan dinding
pembuluh darah kecil yaitu mikroangiopati. Hipertensi juga akan
memicu munculnya timbunan plak pada pembuluh darah besar.
Timbunan plak akan menyempitkan lumen pembuluh darah.
Kemudian, ketika terjadi stres dapat mengakibatkan pecahnya plak,
paparan kolagen, agregasi platelet, dan pembentukan bekuan. Bekuan
menyebabkan oklusi lokal kemudian terjadi emboli sampai menuju
pembuluh darah dalam otak. Hasil akhir dari trombus dan emboli
7

adalah
8

oklusi arteri, penurunan aliran darah otak dan menyebabkan iskemik.


Ketika aliran darah lokal otak menurun dibawah 20 mL/ 100 g
per menit, iskemia dapat terjadi dan ketika pengurangan lebih lanjut
dibawah 12 mL/100g per menit bertahan, kerusa kan permanen otak
terjadi yangdisebut infark. Penurunan dalam penyediaan nutrisi ke sel
iskemik menyebabkan berkurangnya fosfat seperti Adenosine
Triphosphate (ATP) yang diperlukan untuk menjaga ketahanan
membran. Selanjutnya, kalsium ekstraseluler terakumulasi dan pada
saat yang bersamaan, natrium dan air tertahan menyebabkan sel
mengembang dan lisis. Ketidakseimbangan elektrolit juga
menyebabkan depolarisasi sel dan masuknya kalsium ke dalam sel.
Peningkatan kalsium intraseluler mengakibatkan aktivasi
lipase,protease, dan endonukleat sertapelepasan asam lemak bebas dari
membran fosfolipid. Depolarisasi neuron mengakibatkan pengeluaran
asam amino seperti glutamate dan aspartat yang menyebabkan
kerusakan saraf ketika dikeluarkan secara berlebihan. Akumulasi dari
asam lemak bebas, termasuk asam arachidonat menyebabkan
pembentukan prostaglandin, leukotrin dan radikal bebas.Meningkatnya
produksi radikal bebas menyebabkan terjadinya asidosis intraseluler.
Peristiwa ini terjadi dalam waktu 2 sampai 3 jam dari onset iskemi dan
berkontribusi pada kematian sel. Target untuk intervensi dalam proses
patofisiologis setelah iskemia serebral termasuk masuknya sel–sel
inflamasi aktif dan inisiasi apoptosis atau sel mati dapat mengganggu
pemulihan dan perbaikan jaringan otak (Fagan dan Hess 2014).

C. Epideomologi
Menurut Davenport dan Denis, secara garis besar stroke dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Di Negara barat dari seluruh penderita stroke yang terdata, 80%
merupakan jenis stroke iskemik sementare sisanya merupakan jenis
stroke hemoragik (Glen dkk, 2012)
7

D. Faktor Resiko
Faktor resiko utama yang termasuk dalam kelompok ini adalah
hipertensi, diabetes mellitus, merokok, hiperlipidemia (PERDOSSI 2004).

a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.

1. Umur. Semakin meningkat umur seseorang maka resiko


untuk terkena stroke juga semakin meningkat. Menurut
hasil penelitian pada Framingham study menunjukkan
resiko stroke meningkat 20% pada kelompok umur 45-55
tahun, 32% pada kelompok umur 55-64 tahun, dan 83%
pada kelompok umur 65-74 tahun.

2. Jenis kelamin. Insidensi stroke iskemik lebih besar terjadi


pada pria dibandingkan wanita, baik dengan adanya
riwayat keluarga dan juga dari kelompok ras tertentu .
Akan tetapi, karena usia harapan hidup wanita lebih
tinggi dari pada laki-laki maka tidak jarang pada studi-
studi tentang stroke didapatkan pasien wanita lebih
banyak.

3. Riwayat penyakit keluarga. Riwayat pada keluarga yang


pernah mengalami serangan stroke atau penyakit yang
berhubungan dengan kejadian stroke dapat menjadi faktor
risiko untuk terserang stroke. Hal ini disebabkan oleh
banyak faktor, di antaranya faktor genetika, pengaruh
budaya, dan gaya hidup dalam keluarga, interaksi antara
genetika dan pengaruh lingkungan.

4. Ras. Orang kulit hitam, Hispanik Amerika, Cina dan


Jepang memiliki insiden stroke yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orang kulit putih.

b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi.

1. Tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi merupakan


10

faktor risiko yang harus diperhatikan dalam kejadian


stroke. Tekanan darah tinggi dapat memicu aretrokloresis.
Akibatnya, hal tersebut dapat mendorong Low Density
Lipoprotein (LDL) kolestrol untuk lebih mudah masuk ke
dalam lapisan intima lumen pembuluh darah dan
menurunkan elastisitas dari pembuluh darah.

2. diabetes Mellitus (DM). Diabetes mellitus merupakan


faktor resiko terjadinya stroke. Diabetes menyebabkan
aretrokloresis melalui komplikasi
9

mikroangiopati diabetika berupa disfungsi endotel, reaksi


inflamasi, oksidasi, dan glikasi berlebihan, peningkatan
agregasi trombosit dan gangguan fibrinolisis.

3. Merokok tembakau/ rokok. Merokok merupakan salah


satu faktor meningkatnya risiko terjadinya stroke. Zat-zat
yang terkandung dalam rokok berbahaya seperti nikotin,
dan karbon monoksida yang dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri, meningkatnya tekanan darah, dan
menyebabkan kerusakan pasa sistem kardiovaskular.
Rokok berhubungan dengan meningkatnya kadar
fibrinogen, agregasi trombosit, menurunnya HDL yang
dapat mempercepat proses aretroklorosis.

4. Konsumsi alkohol. Penggunaan alkohol berat telah


dikaitkan dengan peningkatan tingkat stroke pada pasien
dengan stroke iskemik sebelumnya. Ada hubungan antara
alkohol dan stroke, mulai dari efek independen yang pasti
hingga tidak ada efeknya.

5. Hiperkolestrol. Kolestrol merupakan zat didalam aliran


darah dimana makin tinggi kadar kolestrol semakin besar
kemungkinan dari kolestrol tersebut tertimbun pada
dinding pembuluh darah. Saluran pembuluh darah menjadi
lebih sempit sehingga menganggu suplai darah ke otak.

E. Manifestasi Klinik
Sebagian besar pasien stroke (95%) merasakan keluhan pertama
mulai sejak di luar rumah sakit. Beberapa gejala atau tanda yang
mengarah kepada diagnosis stroke antara lain hemiparesis, gangguan
sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia,
vertigo, afasia, kejang dan penurunan kesadaran yang semuanya terjadi
secara mendadak (American Heart Association Guidline 2007).
Berdasarkan lokasinya ditubuh, gejala-gejala stroke dapat diklasifikasikan
14

sebagai berikut :
a. Bagian sistem saraf pusat,Terjadi gejala kelemahan otot, kaku
dan menurunnya fungsi sensorik.
b. Bagian batang otak, dimana terdapat 12 saraf eranial. Gejala
yang timbul antara lain menurunnya kemampuan membau,
mengecap, mendengar dan melihat parsial atau keseluruhan,
refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernapasan dan detak
jantung terganggu, lidah lemah. Bagian korteks serebral. Gejala
yang timbul antara lain aphasia, apraxia, daya ingat turun,
hemineglect dan kebingungan. Jika tanda-tanda dan gejala
tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient
Ischemic Attack (TIA), yang menunjukkan adanya serangan kecil
atau serangan awal stroke (Furie dkk, 2011)

F. Penegakan Diagnosa
a. Anamnesa
Pokok manifestasi dari stroke ini ialah hemiparesis, hemiparestesia,
afasia, disartia dan hemianopsia. Hemiparesis yang ringan dapat
dirasakan oleh penderita sebagai gangguan gerakan tangkas.
Hemiparestesia hampir selamanya dikemukakan secara jelas.
b. Pemeriksaan Fisik
Defisit neurologik yang sudah jelas mudah dikenal terutama
hemiparesis yang jelas. Selain itu terdapat pula tanda-tanda
pengiring hemiparesis yang dinamakan tanda-tanda gangguan
“Upper Motor Neuron” (UMN) ialah:
1. Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
2. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
3. Refleks patologis positif pada sisi yang lumpuh.
4. Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih
penting daripada mengenal hemiparesis yang sudah jelas.
Manifestasi stroke yang paling ringan sering berupa gangguan
ketangkasan gerak maka dari itu urutan pemeriksaan susunan
11

motorik sebagai berikut :


a. Pemeriksaan ketangkasan gerak
b. Penilaian tenaga otot-otot
c. Penilaian refleks tendon
d. Penilaian refleks patologis, seperti:
1) Refleks Babinski
2) Refleks Oppenheim
3) Refleks gordon
4) Refleks schaefer
5) Refleks gonda dan lain-lain (Sidharta, 2012)

G. Penatalaksanaan
i. Melakukan Reperfusi
Reperfusi yaitu mengembalikan aliran darah otak secara adekuat
sehingga perfusi meningkat. Obat-obat yang dapat diberikan sebagai
berikut (Junaidi, 2013) :
1. R - tPA (Recombinant tissue plasminogen activator)
a. Zat ini berfungsi untuk menghancurkan trombus (trombolisis)
b. Sekitar 6% terjadi transformasi dari keadaan iskemik ke infark.
c. Diberikan dalam 3 jam setelah onset, dosis alteplase 0,9 mg/kgBB
intravena (10% bolus, 90% sisanya secara infus dalam 60 menit).
d. Dapat digunakan bila memenuhi syarat-syarat khusus, seperti
stroke unit.
e. Pasca melakukan r-tPA, dilarang melakukan suntikan intra-
arterial, dilarang memberikan anti koagulan atau anti-platelet.
f. Menurut Caplan cs di Lancet, pemberian R-tPA perlu diteliti lebih
lanjut kefektifannya.
ii. Obat Antiagregasi Trombosit (Inhibitor Platelet)
Obat ini berfungsi mencegah menggumpalnya trombosit darah dan
mencegah terbentuknya trombus atau gumpalan darah, yang dapat
menyumbat lumen pembuluh darah. Obat ini terutama dapat digunakan
14

pada stroke iskemik misalnya TIA. Contoh obat ini sebagai berikut
(Junaidi, 2013).
Asam asetil salisilat (asetosal) atau aspirin, dosis 2 x 80 - 200 mg
per hari, diberikan dalam 48 jam. Efek samping: perdarahan lambung.
1. Tiklopidin, dosis 2 x 250 mg sehari. Pada TIA, untuk mencegah
kambuhnya atau terjadinya stroke yang lebih berat, maka lama
pengobatan dengan antiagregasi 1 - 2 tahun, atau lebih. Efek samping
timbulnya perdarahan arteri.
2. Clopidogrel, dosis 1 x 75 mg sehari.
3. Pentoksifilin, dosis perinfus 200 mg dalam 500 cc cairan infus perhari
selama fase akut, lalu dilanjutkan 2 - 3 x 400 mg per oral per hari.
iii. Antikoagulan
Antikoagulansia mencegah terjadinya gumpalan darah dan
embolisasi trombus. Antikoagulansia terutama digunakan pada penderita
stroke dengan kelainan jantung yang dapat menimbulkan embolus.
Contoh adalah Heparin, Coumarin, Dicumarol oral (Junaidi, 2013).
iv. Low Molecular Weight Heparin
Walaupun penggunaan heparin pada stroke iskemik akut masih
diperdebatkan, namun heparin masih direkomendasikan untuk
profiklaksis sekunder dini (stroke ulangan). Pada pasien yang diduga
mengalami stroke fase akut dalam usaha melakukan reperfusi, misalnya
pada stroke karena emboli, asal tensi sistolik tidak > 180 mmHg masih
dapat diberikan sampai 72 jam setelah onset terutama untuk infark yang
luas (Junaidi, 2013).
Dosis heparin dimulai dengan 5000 unit intravena bolus dan
dilanjutkan 1000 unit/jam. Dosis heparin bervariasi tergantung pada
beratbadan pasien dengan lama pemberian 5 - 7 hari. Secara infus pada
pasien dengan kondisi di bawah ini.
1. Terbukti atau diduga ada emboli jantung atau arteri.
2. Stenosis atau diseksi arteri utama intra/ekstrakranial.
3. Setelah terapi trombolitik guna mencegah reoklusi (Junaidi,
13

2013).
Untuk mengatasi timbulnya trombositopeni, maka perlu dilakukan
hitung platelet setiap hari. Tromboplastin time antara 2 - 2,5 menit saat
masuk dan diperiksa paling tidak tiap 12 jam untuk melakukan
penyesuaian dosis heparin. Dapat juga digunakan coumarin, dicumarol
(Junaidi, 2013).
v. Neuroproteksi
1. Antagonis kalsium : Nimodipin Bekerja dengan menghambat
influks kalsium yang berlebihan ke dalam neuron. Bersifat
melindungi otak (neuroproteksi), bekerja sebagai antiiskemik.
Dosis tablet 4 x 1/hari, selama 21 hari. Dosis infus 1-2 cc/jam,
selama 5 hari; lalu lanjutkan dengan tablet sampai hari ke-21.
Sebaiknya diberikan sebelum 12 jam setelah onset.13
2. Antagonis glutamat = antagonis NMDA (N-methyl-D-
Aspartate) Mekanisme kerja: secara kompetitive mencegah
terikatnya glycine pada reseptor glutamat NMDA. Ada 2
golongan sebagai berikut.
3. Kompetitive terhadap NMDA Misal Selfotel, diberikan 12
jam setelah stroke, trial telah dihentikan.
4. Nonkompetitive terhadap NMDA:
a. Dextrorphan, kurang populer dan banyak efek samping.
b. Aptigenal-Hcl = Cerestat (CNS 1102), telah memasuki
trial fase III. Efek samping dapat terjadi neuropsikiatrik
atau psikotik.
c. Magnesium (Mg+) (Junaidi, 2013).
14

G. Pengelolaan Operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah: Pengeluaran bekuan darah,
penyaluran cairan serebrospinal dan pembedahan mikro pada pembuluh
darah. Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi
adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri : Faktor faktor yang
mempengaruhi :
1. Usia
a. Pada usia lebih dari 70 tahun tidak direkemendasi untuk melakukan
tindakan operasi.
b. Pada usia 60-70 tahun pertimbangan untuk melakukan operasi lebih
ketat.
c. Pada usia kurang dari 60 tahun operasi dapat dilakukan lebih aman
(Simon, 2009)
2. Tingkat kesadaran
a. Pada tingkat kesadaran koma tidak dilakukan operasi.
b. Pada tingkat kesadaran sadar atau somnolen tidak dioperasi kecuali
kesadaran atau keadaan neurologiknya menurun .
c. Pada perdarahan serebelum operasi kadang hasilnya memuaskan
walaupun kesadarannya koma (Simon, 2009)
3. Topis lesi
a. Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical) Bila tekanan intrakranial
tidak meninggi maka tidak dioperasi. Bila tekanan intrakranial meninggi
disertai tanda-tanda herniasi (klinis menurun) maka dilakukan operasi
(Simon, 2009).
b. Perdarahan putamen Bila hematoma kecil atau sedang operasi tidak
dilakukan. Bila hematoma lebih dari 3 cm tidak dioperasi, kecuali
kesadaran atau defisit neurologiknya memburuk (Simon, 2009).
c. Perdarahan thalamus Pada umumnya tidak dioperasi, hanya ditujukan
pada hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt bila
memungkinkan.18
d. Perdarahan serebelum Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam
15

minggu pertama maka operasi dijalankan, bila perjalanan neurologiknya


16

stabil diobati secara medisinal dengan pengawasan. Bila hematom kecil


tapi disertai tanda-tanda penekanan batang otak maka operasi dilakukan
(Simon, 2009).
e. Penampang volume hematoma Bila penampang hematoma lebih 3 cm
atau volume lebih dari 50 cc maka dilakukan operasi. Bila penampang
kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan neurologiknya menurun
ada tanda-tanda penekanan batang otak maka dilakukan operasi (Simon,
2009).
4. Waktu yang tepat untuk pembedahan Dianjurkan untuk operasi secepat
mungkin 6-7 jam setelah serangan sebelum timbulnya edema otak, bila
tak memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5– 15 hari kemudian
(Simon, 2009).
9. Pencegahan
Pencegahan penyakit stroke terdiri dari pencegahan primer dan sekunder.
Pada pencegahan primer meliputi upaya – upaya perbaikan pola hidup dan
pengendalian faktor – faktor risiko. Pencegahan ini ditujukan kepada
masyarakat yang sehat dan belum pernah terserang stroke, namun termasuk
pada kelompok masyarakat risiko tinggi. Upaya - upaya yang dapat dilakukan
adalah (Mutiarasari,2019) :
a. mengatur pola makan sehat

b. penanganan stress dan beristirahat yang cukup

c. pemeriksaan kesehatan secara teratur dan taat anjuran dokter (diet


dan obat).
Pencegahan sekunder, yakni dengan mengendalikan faktor risiko yang
tidak dapat dimodifikasi dan dapat digunakan sebagai penanda (marker)
stroke pada masyarakat, sedangkan pengendalian faktor risiko yang dapat
dimodifikasi kita dapat melakukan evaluasi kepada pasien stroke saat dirawat
maupun ketika keluar dari RS. Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan
pada pasien stroke iskemik akut :
17

1. Pemeriksaan MRI pada beberapa pasien dapat dipertimbangkan untuk


mendapatkan informasi tambahan dalam penegakan diagnosis dan dalam
membuat perencanaan perawatan selanjutnya
2. Pencitraan non invasif rutin dilakukan dalam waktu 24 jam sejak pasien
masuk RS, dimana hanya untuk pasien dengan Modified Rankin Scale
(MRS) 0-2.
3. Monitoring jantung harus dilakukan setidaknya selama 24 jam pertama.
4. Pemeriksaan diabetes mellitus dengan pengujian glukosa plasma darah,
hemoglobin A1c atau tes toleransi glukosa oral
5. Pengukuran kadar kolesterol darah pada pasien yang telah medapatkan
terapi statin
6. Penilaian troponin awal dapat diberikan, tetapi tidak boleh menunda
alteplase IV atau trombektomi
7. Pemberian antikoagulasi pada pasien yang memiliki hasil tes koagulasi
abnormal pasca stroke iskemik
8. Pemberian antitrombotik pada pasien stroke iskemik akut non
kardioembolik, yakni pemilihan antiplatelet dapat mengurangi risiko stroke
berulang dan kejadian kardiovaskular lainnya
9. Pemberian terapi statin pada pasien selama periode akut
10. Revaskularisasi karotid dapat dilakukan untuk pencegahan sekunder pada
pasien stroke dengan Modified Rankin Scale (MRS) 0-2, jika tidak ada
kontraindikasi.
11. Inisiasi intervensi di RS dengan menggabungkan farmakoterapi dan
dukungan terapi perilaku pada pasien stroke yang memiliki kebiasaan
merokok, serta melakukan konseling rutin agar membantu pasien berhenti
merokok.
12. Memberikan pendidikan tentang stroke.
Pasien harus diberikan informasi, saran, dan kesempatan untuk berdiskusi
mengenai dampak stroke dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan demikian,
pentingnya pencegahan sejak dini pada pasien stroke iskemik akut, baik sebelum
16

maupun sesudah terjadi serangan stroke. Berbagai upaya – upaya pencegahan


dapat
17

berhasil dilakukan jika adanya dukungan dari pihak keluarga, masyarakat, petugas
kesehatan di FKTP, termasuk profesional pemberi asuhan (PPA) di RS, sehingga
masyarakat dapat terhindar dari stroke dan yang dalam perawatan stroke
mendapatkan penanganan sesuai standar pelayanan stroke (Mutiarasari,2019).

10. Prognosis
Prognosis setelah stroke iskemik akut brbeda-beda pada setiap orang
tergantung kepada tingkat keparahan stroke, usia, komplikasi, dan kondisi pasien
sebelum terkena stroke (Elkind & Mitchell, 2009)
20

BAB III

LAPORAN KASUS
STATUS ORANG SAKIT

IDENTITAS PRIBADI

Nama : Ali Munar

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 64 tahun 4 Bulan 1 Hari

Status Kawin : Kawin

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SD/Sederajat

Alamat : Jalan Bromo Gang Sederhana No. 12 Tegal Sari III,


Medan

Agama : Islam

Tanggal Masuk : 08 – 10 – 2021

No. RM :3695

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan Utama : Kelemahan Anggota Tubuh


Telaah : Pasien datang ke RS haji dengan keluhan kelemahan
seluruh anggota tubuh, dirasakan oleh pasien 4 hari yang
lalu dan memberat sejak kemarin, Keluarga pasien
mengatakan sebelumnya pasien sedang istirahat lalu
pasien merasakan lemas diseluruh anggota tubuh dan
pasien tidak bisa berbicara, Keluarga pasien juga
mengatakan bahwa Sebelum kerjadian tersebut pasien
17

juga mengeluhkan sakit kepala. Riwayat Batuk(-),


Riwayat Merokok (+), Demam (-), Trauma (-).

Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi, Diabetes Melitus, dan TB


Riwayat Penyakit Keluarga :-
Riwayat Penggunaan Obat :-

ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Jantung berdebar(-), Nyeri dada(-)
Traktus Respiratorius : Sesak (+), Batuk (-)
Traktus Digestivus : Tidak Ada Selera Makan
Traktus Urogenitalis : BAB(+)
Penyakit Terdahulu & Kecelakaan : Hipertensi (+), Diabetus Melitus (+),
Tuberculosis (+)
Intoksikasi & Obat-obatan : Pasien Lupa Nama Obat

ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : Tidak Ada
Faktor Familier : Tidak Ada
Lain-lain : Tidak Ada

ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran & Pertumbuhan : Normal
Imunisasi : Tidak Ingat
Pendidikan : SD / Sederajat
Pekerjaan :Wiraswasta
Perkawinan & anak : Kawin

PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM
20

Tekanan Darah : 140/80 mmHg


Nadi : 97 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 C
21

Kulit dan selaput lender : Ikterik (-), ruam(-), konjungtiva (-)


Kelenjar dan getah bening : Dalam Batas Normal
Persendian : Dalam Batas Normal
KEPALA DAN LEHER

Bentuk dan posisi : Normochepali


Pergerakan : Tidak Ada
Kelainan Panca Indera : Dalam Batas Normal
Rongga Mulut dan Gigi : Dalam Batas Normal
Kelenjar Parotis : Sulit Di Nilai
Desah : Tidak Ada
Dan Lain – Lain : Tidak Ada

RONGGA DADA DAN ABDOMEN


Rongga Dada
Inspeksi : Normochest, Simetris kanan =kiri
Palpasi : Massa (-), Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Ronkhi (-)
Rongga Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, nyeri tekan ( Sulit dinilai ), massa(-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
Genitalia
Toucher : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Sensorium : Composmentis dengan gangguan kognitif
(GCS: E=3, M=1, V=1)
20

Kranium
21

Bentuk : Normocepali
Fontanella : Tertutup, keras
Palpasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Perkusi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Auskultasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Transiluminasi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Perangsangan Meningeal
Kaku Kuduk : Tidak ada
Kernig : Tidak ada
Brudzinksy I,II,III,IV : Tidak ada
Laseq : Tidak ada
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah :-
Mual :-
Nyeri kepala :+
Kejang :-
Saraf Otak / Nervus Kranialis
Nervus I (Olfaktorius)

Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra


Normosmia : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
Anosmia : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
Parosmia : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
Hiposmia : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa

Nervus II (Opticus)
Oculi Dextra Okuli Sinistra
Visus : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
Lapangan pandang
 Normal : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
 Menyempit : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
 Hemianopsia : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
 Skotoma : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
Refleks Ancam : + +
Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducent)
Gerakan bola mata : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
Nistagmus : - -
Posisi Bola Mata : Ditengah Ditengah
Pupil : Isokor Isokor
Lebar : 3mm 3mm
Bentuk : Bulat Bulat
Refleks Cahaya Langsung : + +
Refleks cahaya tidak langsung: + +
Rima Palpebra : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
Deviasi Konjugate : - -
Fenomena Doll’s Eye : Tidak Dapat Diperiksa (Pasien
menolak untuk diperiksa)
Strabismus : - -
Nervus V (Trigeminal) Kanan Kiri

• Membuka dan menutup mulut : Tidak Dapat Diperiksa. Tidak Dapat Diperiksa
• Palpasi otot masseter & temporalis : + +
 Kekuatan gigitan : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
Sensorik
 Kulit : - -
 Selaput Lendir : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
 Refleks Maseter : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
 Refleks bersin : - -

Nervus VII (Facialis) Kanan Kiri

40
21

Motorik
Mimik

 Kerut Kening : + +
 Kedipan Mata : + +
 Menutup Mata : SDN SDN
 Meringis : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
 Menggembungkan Pipi : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
 Meniup Sekuatnya : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
 Memperlihatkan Gigi : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
 Tertawa : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
 Bersiul : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa

Sensorik
 Pengecapan 2/3depan lidah : SDN
 Produksi kelenjar ludah : Dalam batas normal
 Hiperakusis : Tidak Dapat Diperiksa
 Refleks stapeidal : Tidak Dapat Diperiksa
Nervus VIII (Vestibulocochclearis)
Auditorius
Kanan Kiri
 Pendengaran : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa

 Tes Rinne : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa

 Tes Weber : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa

 TesSwabach : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa


Vestibularis
 Nistagmus : - -

 Reaksi kalori : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa


( keluarga pasien menolak
untuk di periksa)
 Vertigo : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa

 Tinitus : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa

Nervus IX, X (Glosopharyngeus, Vagus)


Pallatum mole : SDN
Uvula : SDN
Disfagia : Tidak Dapat Diperiksa
Disatria : Tidak Dapat Diperiksa
Disfonia : Tidak Dapat Diperiksa
Refleks muntah : Tidak Dapat Diperiksa
( keluarga pasien menolak
untuk di periksa)
Pengecapan 1/3 belakanglidah : Tidak Dapat Diperiksa

Nervus XI (Accessorius) Kanan Kiri


Mengangkat Bahu : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa
Otot sternokledomastoideus : Tidak Dapat Diperiksa Tidak Dapat Diperiksa

Nervus XII (Hypoglossus)


Tremor :-
Atrofi :-
Fasikulasi :-
Ujung Lidah Saat Istirahat : Medial
Ujung Lidah saat Dijulurkan : Tidak Dapat Diperiksa

Sistem Motorik
Trofi : Normotrofi Normotrofi
Tonus Otot : Hipotonus Hipotonus
11111 11111
Kekuatan Otot : ESD : ESS :
11111 11111
11111 11111
EID : EIS :
11111 11111

40
21

Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : Berbaring


Gerakan spontan abnormal Kanan Kiri
 Tremor : - -
 Kornea : - -
 Ballismus : - -
 Mioklonus : - -
 Atetosis : - -
 Distonia : - -
 Spasme : - -
 Tic : - -
 Dll : - -

Test Sensibilitas
Eksteroseptif
 Nyeri superfisial : Sulit dinilai Sulit dinilai
 Raba : Sulit dinilai Sulit dinilai
 Suhu : Sulit dinilai Sulit dinilai
Proprioseptis

 Posisi : Sulit dinilai Sulit dinilai


 Gerak : Sulit dinilai Sulit dinilai
 Tekanan : Sulit dinilai Sulit dinilai
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
 Steorognosis : Sulit dinilai
 Pengenalan 2 titik : Sulit dinilai
 Grafestesia : Sulit dinilai

Refleks Kanan Kiri


Refleks Fisiologis
 Bisep : + ++
 Trisep : + ++
 APR : + ++
 KPR : + ++
 Strumple : + ++

Refleks Patologis
 Babinski : + -
 Oppenheim : + -
 Chaddock : + -
 Gordon : + -
 Schaefer : + -
 Hoffman- tromner : + -
 Klonus lutut : - -
 Klonus kaki : - -
 Refleks primitive : - -
Koordinasi

Lenggang : Tidak Dapat Diperiksa


Bicara : Tidak Dapat Diperiksa
Menulis : Tidak Dapat Diperiksa
Percobaan apraksia : Tidak Dapat Diperiksa
Mimik : Tidak Dapat Diperiksa
Tes telunjuk-telunjuk : Tidak Dapat Diperiksa
Tes telunjuk-hidung : Tidak Dapat Diperiksa
Diadokinesia : Tidak Dapat Diperiksa
Test tumit–lutut : Tidak Dapat Diperiksa
Test Romberg : Tidak Dapat Diperiksa

Vegetatif
Vasomotorik : Tidak Dapat Diperiksa

40
21

Sudomotorik : Tidak Dapat Diperiksa


Piloerektor : Tidak Dapat Diperiksa
Miksi : Kateter
Defekasi : (+) Normal
Potensi dan Libido : Tidak Dapat Diperiksa

Vertebra
Bentuk
 Normal : Tidak Dapat Diperiksa
 Scoliosis :-
 Hiperlordosis :-

Pergerakkan
 Leher : Sulit dinilai
 Pinggang : Sulit dinilai
Tanda Perangsangan Radikuler
Laseque :-
Cros Laseque :-
Test Lhermitte :-
Test Nafziger :-
Gejala-Gejala Serebelar

Ataksia : Sulit dinilai


Disartria : Sulit dinilai
Tremor :-
Nistagmus :-
Fenomena rebound :-
Vertigo :-
Dll :-
Gejala-Gejala Ekstrapiramidal
Tremor :-
Rigiditas :-
Bradikinesia :-
Dan lain-lain :-
Fungsi Luhur

Kesadaran kualitatif : Composmentis dengan


gangguan kognitif
Ingatan baru : Tidak Dapat Diperiksa

Ingatan lama : Tidak Dapat Diperiksa


Orientasi

 Diri : Tidak Dapat Diperiksa


 Tempat : Tidak Dapat Diperiksa
 Waktu : Tidak Dapat Diperiksa
 Situasi : Tidak Dapat Diperiksa

Intelegensia : Tidak Dapat Diperiksa


Daya pertimbangan : Tidak Dapat Diperiksa
Reaksi emosi : Tidak Dapat Diperiksa
Afasia

 Ekspresif : Sulit dinilai


 Represif : Sulit dinilai
Apraksia : Sulit dinilai
Agnosa

 Agnosiavisual : Sulit dinilai


 Agnosia jari-jari : Sulit dinilai
 Akalkulia : Sulit dinilai

 Disorientasi Kanan-kiri : Sulit dinilai

PEMERIKSAAN PENUNJANG

40
21

LABORATORIUM Hasil Normal

Eritrosit 4,37 Ribu/mm3 4,50-5,50 Ribu/mm3


RDW 15,6 fL 9-13 fL
PCT 6,7 fL 7,2-11,1 fL
Neutrofil SEG 71 % 50 – 70 %

RADIOLOGI

Infratentorial tampak Lesi hypodense luas brain stem

Cerebellum dan ventricle-4 tidak tampak kelainan

Supratentorial tidak tampak lesi hypodense- hyperdense

Tidak tampak midline shift. Cortical sulci dan ventricular system


prominent
Kesan :

1. Brain stem infark

2. Cerebral atrofi

KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Anamnesis
Keluhan Utama : Kelemahan Anggota Tubuh
Telaah : Pasien datang ke RS haji dengan keluhan kelemahan
seluruh anggota tubuh, dirasakan oleh pasien 4 hari yang lalu dan memberat sejak
kemarin, Keluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien sedang istirahat lalu
pasien merasakan lemas diseluruh anggota tubuh dan pasien tidak bisa berbicara,
Keluarga pasien juga mengatakan bahwa Sebelum kerjadian tersebut pasien juga
mengeluhkan sakit kepala. Riwayat Batuk (-),Riwayat Merokok (+), Demam (-),
Trauma (-).
Penyakit Terdahulu : Hipertensi, Diabetes Melitus dan Tuberculosis
Riwayat Penggunaan Obat : Tidak Ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada

STATUS PRESENT
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 97 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36,5oc

40
21

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala Dan Leher
Bentuk : Normocephal,
Pergerakan : Tidak Ada
Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Vomiting (-), & Nause (-), Kejang (-).
NERVUS CRANIALIS
Nervus I : Tidak Dapat Diperiksa
Nervus II : Tidak Dapat Diperiksa

Nervus III,IV,VI : Tidak Dapat Diperiksa (pasien Menolak untuk diperiksa)


Nervus V : Tidak Dapat Diperiksa
Nervus VII : SDN (Pasien Menolak untuk diperiksa)
Nervus VIII : Tidak Dapat Diperiksa (Pasien Menolak Untuk diperiksa)
Nervus IX,X : SDN
Nervus XI : Tidak Dapat Diperiksa
Nervus XII : Tidak Dapat Diperiksa

GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
 Tremor :-
 Rigiditas :-
 Bradikinesia :-

SISTEM MOTORIK
 Trofi : Normotrofi Normotrofi
 Tonus Otot : Hipotonus Hipotonus
11111 11111
 Kekuatan Otot : ESD : ESS :
11111 11111
11111 11111
EID : EIS :
11111 11111

Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : Berbaring

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium
Eritrositopenia (+), RDW (↓), PCT (↓), Neutrofi (↑).

 Ct Scan Tanpa Kontras

Infratentorial tampak Lesi hypodense luas brain stem


Cerebellum dan ventricle-4 tidak tampak kelainan

Supratentorial tidak tampak lesi hypodense- hyperdense

40
21

Tidak tampak midline shift. Cortical sulci dan ventricular system


prominent

Kesan :

1. Brain stem infark

2. Cerebral atrofi

DIAGNOSA

Diagnosa Fungsional : Tetraparese


Diagnosa Anatomi : Infratentorial
Diagnosa Etiologi : Emboli
Diagnosa Banding : Stroke Iskemik Stroke Hemoragik, Subdural Hemarogik,
SubArachnoid hemoragik, Trauma Medulla Spinalis
Diagnosa Kerja : Locked-in syndrome e.c Stroke iskemik

TERAPI

- IVFD Rl 20 gtt/i
- Iv Ranitidine 1/12 jam
- Iv Ciprofloxacin 1/12 jam
- Amlodipin 1 x 10mg
- Asetilsistein 3 x 200mg
- Glimepiride 1 x 2mg
- Curcuma 1x1
1
- Retaphyl 2x Tab
2
BAB IV

KESIMPULAN

Stroke adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresif,


cepat berupa defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan
gangguan peredaran darah otak non-traumatik. Stroke adalah penyakit pada otak
berupa gangguan fungsi saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non traumatik. Stroke dengan defisit neurologis yang terjadi tiba-tiba
dapat disebabkan oleh iskemik atau perdarahan otak. Stroke iskemik adalah tanda
klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran
darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan
otak.

Stroke iskemik dapat disebabkan oleh gangguan pada pembuluh darah,


jantung, dan komposisi darah. Manifestasi defisit neurologis yang disebabkan
stroke iskemik bervariasi tergantung lokasi infark atau iskemik, sehingga dapat
menyebabkan kebutaan, infark retina, kehilangan lapangan pandang, hemiparese
kontralateral, defisit neurologis, defisit hemisensori, apraksia, afasia, kerusakan
orientasi spasial, hemiparese kontralateral, ataksia kontralateral, mual, muntah,
vertigo, disartria, dan nyeri kepala akut. Pemeriksaan neurologis terdapat ataksia,

40
21

dismetria, dan nistagmus. Diagnosis stroke iskemik ditegankkan melalui


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dapat
didapati gejala yang muncul mendadak atau tiba-tiba pada saat istirahat, gejala
bisa berupa defisit neurologis fokal atau global, seperti hemiparesis,
hemipipestesia, afasia, gangguan kesadaran, dan sebagainya. Dari pemeriksaan
fisik didapati adanya peningkatan tekanan darah, dan gangguan neurologis lain
seperti gangguan kesadaran, gangguan nervus kranialis, gangguan motorik,
refleks, dan sensorik. Pemeriksaan penunjang yaitu CT scan merupakan gold
standar untuk menegakkan diagnosis suatu stroke iskemik. Pada pemeriksaan CT
scan didapatkan gambaran
hipodens pada arteri yang menandakan adanya klot pada lumen pembuluh darah
setelah 72 jam pertama.

Penatalaksanaan stroke di Unit Gawat Darurat berupa stabilisasi jalan


nafas dan pernafasan, stabilisasi hemodinamik, pengendalian peninggian tekanan
intrakranial (TIK), pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh.
Penatalaksanaan umum di ruang rawat berupa cairan, nutrisi, pencegahan, dan
penanganan komplikasi dan penatalaksanaan stroke iskemik.

40
DAFTAR PUSTAKA
Amran. Analisis Faktor Risiko Kematian Penderita Stroke. Dinas Kesehatan
Provinsi Sultra, 2012.

Burhanuddin M. Faktor Risiko Kejadian Stroke Pada Dewasa Awal (18-40


Tahun) Di Kota Makassar. Fakultas Kesehatan Masyrakat, UNHAS, 2010-
2012. Hal. 2.

Elkind, Mitchell. 2009. TIA and Stroke. Phatophysiology, Management, and


Prevention. American Health and Drugs Benefits : 2009 (8)

Fagan S.C., Hess D.C. 2008. Stroke dalam Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C.,
Matzk, G., Wells. B.C., & Posey, L.M. 2008. Pharmacotherapy : A
Pathophysiologic Approach, seventh edition, appleton and lange new york.

Glen Y, Rizal T, Mieke A. Gambaran Faktor Risiko Pada Penderita Stroke


Iskemik Yang Dirawat Inap Neurologi RSUP Prof. Dr. R.D Kandou
Manado Periode Juli 2012- Juni 2013.Hal. 458.

Junaidi I. Stroke Waspadai Ancamanya. Yogyakarta:CV Andi Offset, 2011.Hal.


137, 157-169,169-170.

Mutiarasari, D. 2019. Ischemic stroke: symptoms, risk factors, and prevention.


Medika Tadulako, Jurnal Ilmiah Kedokteran, 6(1), 60-73.

Peltzer, K. and Pengpid, S. (2018). The Prevalence and Social Determinants of


Hypertension among Adults in Indonesia: A Cross-Sectional Population-
Based National Survey. International Journal of Hypertension, 2018, pp.1-9.

Pinzon R, et al. 2010. Awas Stroke. 1st ed. Yogyakarta: CV Andi Offset.

39
Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI).
Guideline Stroke 2004. Jakarta: PERDOSSI ; 2004

Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI).


Guideline Stroke 2011. Jakarta: PERDOSSI ; 2011

Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS). Jakarta: Kepala Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013. Hal. 162

Rudd A.Narional Clinical Guideline For Stroke, 4th ed. London: Royal College
Of Physicians, 2012. Hal. 4.

Sarini O.Beberapa Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Stroke.Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nuswantoro,
2007.Hal. 1.

Sidharta P, et al. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian


Rakyat,2012. Hal: 14-15.

Simon P.R.Clinical Neurology, 7th ed. United States: Mc Graw Hill, 2009. Hal.
18-20.
Siti Rohmatul Laily, (2017). Hubungan Karakteristik Penderita dan Hipertensi
dengan Kejadian Stroke Iskemik. Surabaya, 2017. 48-59

Sjahrir, H., 2003. Stroke Iskemik. Medan: Yandira Agung

Supriyantoro. Profil Kesehatan Indonesia, Indonesia: Health Statics, 2013.Hal.


91-92.

40
Sutrisno A. Stroke You Must Know Before You Get It. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2007. Hal. 3-4 , 52-68.

World Health Organization, 2006. STEP Stroke Surveillance. Available from:


http:// www.who.int/entity/chp/steps/Section1_Introduction.pdf [Accessed
29 September 2021].

39

Anda mungkin juga menyukai