Menurut Drs. M. Dani Pratomo, Apt, MM sebagai ketua IAI (ikatan apoteker Indonesia)
tahun2005mengatakan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui apa tugas
apoteker yang sebenarnya. Inidikarenakan di Indonesia penggunaan obat sudah terlalu mudah
diakses oleh masyarakat padahal obat yangsesungguhnya adalah racun yang memerlukan
pengaturan yang tepat. Menurut pandangan beliau juga apotekertidak dilatih sesuai dengan
pekerjaan yang sebenarnya sesuai pharmaceutical care untuk menghadapi pasien.
Sehingga mereka kurang begitu terampil ketika lulus.Di Indonesia masyarakat umum
mengenal apoteker sebagai tenaga kedua setelah dokter. Ini terbukti dengananggapan dan
pendapat masyarakat yang mengutarakan bahwa apoteker memiliki kerja sebagai
penerjemahresep, orang yang mempersiapkan obat dan penjaga apotek. Pandangan seperti
inisecara tidak langsung jugatelah menurunkan mental dan menjadikan pandangan orang
laintidak terlalu baik terhadap farmasi. Bila haltersebut dibandingkan dengan beragamnya
tugasfarmasi yang sebenarnya diatas, maka anggapan masyarakatyang seperti itu telah menjadi
indikasi dan parameter bahwa keberadaan farmasi kurang begitu dirasakanmanfaatnya oleh
masyarakat. Padahal apoteker telah diakui sebagai profesi layaknya dokter gigi, dokter,perawat
dan dokter hewan. Sebuah profesi pastilah memiliki kualifikasi untuk bekerja secara
professional danmempunyai undang-undang yang mendukung pekerjaannya. Bila dibandingkan
dengan keadaan tersebut,maka ini menjadi suatu masalah besar bagi farmasi untuk
diselesaikan.
BPOM adalah badan resmi di Indonesia yang berhak memberi ijin untuk beredarnya
produk obat, obat herbal, Makanan dan minuman yang boleh beredar di Indonesia. Namun
dalam sebagian besar pertimbangan untukregulasi dan pemilihan kepalanya yang ada di
lembaga tersebut bukanlah orang farmasi. Pekerjaan tersebutdilakukan oleh menteri kesehatan
yang diwakili oleh profesi kedokteran. Sehingga farmasi Indonesia terasabelum bebas
sepenuhnya dan diakui sebagai profesi yang mampu berkembang walaupun banyak berdiri
pabrik-pabrik besar farmasi di negara ini. Di lain pihak bahwa sebagian besar mental-mental
lulusan farmasi Indonesia masih memikirkan pekerjaanteknis-teknis saja. Belum begitu peduli
terhadap isu-isu yang terjadi dunia kefarmasian, terhadap regulasi yangmengatur kefarmasian
dan bersedia untuk merangkap kerja untuk bekerja di sector publicsebagai pembuatkonsep
regulasi. Oleh karena itulah maka lulusan farmasi yang ada di masa yang akan datang haruslah
beranimembuka diri untuk menerima ilmu-ilmu lain di luar farmasi untuk mendukung
keprofesiannya.
Seperti ilmuhukum untuk mendukung farmasi dari sisi undang-undang. Ilmu manajemen
untuk mendukungfarmasi darisisi kepemimpinan dan manajerial. Sisi psikologi untuk
mendukung farmasi dari sisi kepemimpinan dan interaksi dengan orang lain. Dan masih banyak
ilmu-ilmuyang secara parsial berhubungan dengan duniakefarmasian seperti ilmu-ilmu medis,
bioteknologi, teknologi produksi dan lain-lain. Keterbukaan farmasiuntuk mau belajar lebih
tersebut akan membuat pencitraan farmasi akan dianggap baik dari segala sisi yangsaling
mendukung. Karena pencitraan profesi ini tidaklah berhasil jika hanya ditinjau dari satu sisi saja.
Namun tidak semua ilmu tersebut harus diberikan kepada mahasiswa dalam kuliah.
Hanya ilmuilmu tertentuaja yang sesuai untuk diberikan kepada mahasiswa yang sudah memilki
focus terhadap bidang pekerjaannyananti. Sehingga spesialisasi farmasi seharusnya juga
menyesuaikan cabang pekerjaan farmasi yang adatersebut. Aktif dalam kegiatan pembahasan
tentang isu-isu yang terjadi di dunia kefarmasian. Seorangapoteker haruslah
mengusahakanpembelajaranseumur hidup untuk mengikuti kemajuan zaman,
ilmupengetahuan dan teknologi. Serta mempertimbangkan aspek nine star of pharmacist yang
diajarkan di fakultasfarmas universitasairlangga bahwa farmasi adalah juga sebagai care giver,
decisionmaker,communicator,leader, manager, life long learner, teacher, researcher dan
pharmapreneur.
FARMASI SEKARANG
Foto: Ist
DALAM upaya mengembangkan sebuah usaha bisnis, pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)
menjadi salah satu kunci penting. Begitu pula dalam dunia farmasi.
Jika kita berbicara mengenai tenaga kefarmasian, cakupannya cukup luas. SDM kefarmasian
bukan saja tenaga yang bekerja di apotek maupun rumah sakit, namun tenaga di bidang farmasi
termasuk sumber daya manusia yang juga bekerja di dalam pengembangan riset farmasi,
industri distribusi farmasi, industri produksi dan sebagainya.
Meski memiliki posisi dan peran yang berbeda, tenaga kefarmasian ini memiliki tujuan akhir
yang sama, yakni pelayanan kesehatan untuk masyarakat melalui penyediaan obat yang
memiliki kualitas. Setiap posisi, tugas dan peran boleh jadi lain, tetapi idealisme melayani
masyarakat tetaplah menjadi hal yang terpenting.
Keberhasilan seorang apoteker -baik yang berada di rumah sakit maupun di korporasi farmasi
lain- bisa dilihat dari hasil pelayanan yang diberikannya. Ini merupakan sebuah dampak dari
tuntutan terhadap pelayanan kesehatan yang semakin meningkat oleh masyarakat.
Peningkatan ini juga merupakan dampak dari meningkatnya pengetahuan dan ekonomi
masyarakat. Pada akhirnya, peningkatan pelayanan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kefarmasian pun menjadi titik perhatian bersama.
Sudah lebih dari 4 dekade telah terjadi perubahan paradigma kefarmasian di dunia bisnis
farmasi. Yang bermula dari pembuatan obat serta penyaluran obat-obatan, kini beralih pada
kepedulian terhadap pasien. Peran apoteker pun lambat laun berubah, dari hanya peracik obat
serta pemasok produk farmasi menuju ke arah pemberi pelayanan dan informasi penuh pada
pasien. Dan akhirnya berujung pada nilai kepedulian pada pasien.
Perubahan paradigma dunia farmasi ini, memiliki implikasi perubahan pada setiap pelaku dan
tenaga kefarmasian. Nilai-nilai pelayanan kesehatan yang berkualitas, menjadi poin penting
dalam perubahannya. Diperlukan sebuah didikan khusus, bagi para tenaga farmasi di Indonesia.
Misalnya saja, jika kita ingin membahas peran dan fungsi apoteker sekarang ini.
Sekarang ini, seorang apoteker pun harus bisa memberikan obat yang layak, lebih efektif dan
seaman mungkin serta memuaskan pasien. Dengan demikian, seorang apoteker bisa
memberikan kontribusi yang berdampak pada pengobatan serta kualitas hidup pasien. Obat
yang layak artinya yang sesuai dengan kebutuhan, yang efektif artinya yang memiliki dampak
penyembuhan terbaik bagi pasien.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian di Indonesia, masih
dapat dikatakan lamban. Padahal jika ditekuni, inovasi yang dihasilkan bakal menjadi aset
berharga untuk negeri sendiri. Melihat hal tersebut, sebenarnya bidang industri farmasi perlu
dilibatkan dalam pengembangan iptek di bidang kedokteran. Ini yang disebut sebagai lintas
ilmu pengembangan. Kalau melihat secara kuantitas dan kualitasnya, harusnya Indonesia bisa
bersaing dengan negara lain di Asia dalam pengembangan iptek.
Di antara pengusaha farmasi dan sektor swasta bidang farmasi lainnya, paradigma juga harus
dirubah. Pengembangan teknologi dalam dunia farmasi bukan lagi sebagai nilai pengeluaran,
tetapi menjadi bentuk investasi jangka panjang. Selama ini pun, kontribusi kalangan industri
farmasi dalam penelitian dan pengembangan iptek di Indonesia masih kecil. Karena memang
diakui bahwa penelitian untuk menemukan obat paten menelan dana yang sangat besar.
http://nurhasanahismiatimukhsin.blogspot.co.id/2014/03/farmasi-masa-depan-dan-masa-kini.html