UU No. 29/ 2004 Pasal 35, ayat (1) huruf (i) dan (j):
Kewenangan Dokter/ Dokter Gigi dalam Pengelolaan
Obat
Dokter dan Dokter
Gigi (UU No. 29/
2004 tentang Praktik
Kedokteran; UU No.
36/ 2009 tentang
Kesehatan)) Bidan (UU No. 36/
2014 tentang Tenaga
Kesehatan dan
Media Online Permenkes No. 28/
2017 tentang Praktik
Bidan)
APOTEKER Pasal 36: Kewenangan Bidan
Dalam Pengelolaan Obat
ETIKA
STANDAR
PROFESI
DISIPLIN ILMU
STANDAR
STANDAR
PELAYANAN PROSEDUR
OPERASINAL
DASAR HUKUM PEKERJAAN KEFARMASIAN
UMUM
1. Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
(1) Tenaga Kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan
(2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
dengan bidang keahlian yang dimiliki
2. Pasal 24
(1) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23
harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak
pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional
(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh organisasi
profesi
3. Pasal 1 angka (1) UU No. 36 tentang Tenaga Kesehatan:
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
4. Pasal 11
(1) Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
a. tenaga medis
b. tenaga psikologi klinis
c. tenaga keperawatan
d. tenaga kebidanan
e. tenaga kefarmasian
f. dst, sampai huruf (m)
(6) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri
atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian
APOTEKER
A. STANDAR KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA.
1. Praktik kefarmasian secara professional dan etik
2. Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi
3. Dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan
4. Pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan
5. Formulasi dan produksi sediaan farmasi
6. Upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat
7. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
8. Komunikasi efektif
9. Ketrampilan organisasi dan hubungan interpersonal
10. Peningkatan kompetensi diri
B. STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK: PERMENKES NO. 73 TAHUN 2016.
Pasal 2: Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien (patient safety).
C. STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT: PERMENKES NO. 72 TAHUN 2016
Pasal 2: Tujuan Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit: Sama dengan Tujuan
Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
D. PERMENKES NO. 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK.
Pasal 19.
Setiap apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak
pasien dan mengutamakan kepentingan pasien.
Pasal 22
(1) Pasien berhak meminta salinan resep
(2) Salinan resep sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disahkan oleh Apoteker
(3) Salinan resep sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai aslinya sesuai dengan
ketentuan peratutan perundang-undangan
Pasal 23
(1) Resep bersifat rahasia
(2) Resep harus disimpan dengan baik paling singkat 5 (lima) tahun
(3) Resep atau salinan resep hanya dapat diperlihatkan kepada dokter penulis resep,
pasien yang bersangkutan atau yang merawat pasien, petugas kesehatan atau petugas
lain yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 26: Mengatur tentang Pengalihan Tanggung Jawab jika Apoteker Pemegang SIA
meninggal dunia.
PERTANYAAN:
Bagaimana pengaturan pelimpahan wewenang melakukan pelayanan kefarmasian dan atau
pekerjaan kefarmasaian?
Secara horizontal: Dengan sesama Apoteker (Delegatif atau Mandatory)
Secara vertikal: Dengan Tenaga Teknis Kefarmasian (Delegatif atau Mandatory)
PELIMPAHAN TINDAKAN (KETENTUAN UMUM).
1. Malpraktik Pidana
Yaitu jika seseorang yang melakukan tindakan medik, atau pekerjaan
kefarmasian, perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana,
merupakan perbuatan tercela, dan dilakukan dengan sikap bathin yang
salah, ada unsur kesengajaan, kecerobohan, atau kealpaan/ kelalaian.
a. Malpraktik Pidana dengan unsur kesengajaan:
Pasal 322 KUHP, tentang Pelanggaran Wajib Simpan Rahasia
Kebidanan yang berbunyi:
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib
disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang
sekarang , maupun yang dahulu diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam
ratus rupiah
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka
perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu .
Pasal 346 sampai dengan pasal 349 KUHP tentang Abortus
Provocatus. Pasal 346 KUHP mengatakan: Seorang wanita yang
sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.
Pasal 348 KUHP.
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,
dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun
Pasal 349 KUHP.
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut pada pasal 346, ataupun melakukan
atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan pada pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan pada pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan
dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana
kejahatan dilakukan
b. Malpraktik Pidana Karena Ceroboh
Pasal 347 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan dan
mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun
(2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut,
dikenakan penjara paling lama lima belas tahun
Pasal 349 KUHP.
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukan kejahatan yang tersebut pada pasal 346, ataupun
melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan
yang diterangkan pada pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan pada pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga
dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam
mana kejahatan dilakukan
c. Malpraktik Medik Pidana karena kelalaian/ alpa.
Pasal 359 sampai pasal 361 KUHP, yaitu pasal-pasal terkait
dengan lalainya seseorang yang menyebabkan orang lain mati
atau luka-luka berat
Pasal 359 KUHP
Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya
orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau kurungan paling lama satu tahun
Pasal 360 KUHP
(1) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang
lain mendapat luka berat, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun
(2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang
lain luka-lka sedemikian rupa sehingga menimbulkan
penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan, jabatan
atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda
paling tinggi tiga ratus rupiah
Pasal 361 KUHP
Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam
menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana
ditambah sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya
untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan
dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya diumumkan.
CATATAN:
Pertanggungjawaban Hukum pada Malpraktik Pidana bersifat
pribadi/ individual
Tanggung jawab hukum tidak dapat dialihkan kepada orang lain,
ataupun kepada Badan Hukum lain, misalnya Rumah Sakit..
2. Malpraktik Administratif
Seorang Tenaga Kesehatan, misalnya Dokter, Apoteker, Bidan atau
Perawat dapat dinyatakan melakukan Malpraktik Administratif jika
yang bersangkutan melanggar Hukum Administrasi, antara lain jika
dalam menjalankan profesinya tidak memiliki STR dan Surat Izin
Praktik. Dalam batas tertentu, STR dan Surat Izin Praktik yang
sudah kedaluarsa juga dapat dikatakan melanggar Hukum
Administrasi dimaksud.
3. Malpraktik Medik Perdata
Terdiri atas:
a. Wan Prestasi.
Hubungan hukum yang terjadi antara pasien dan pemberi
layanan kesehatan terbagi dalam dua jenis perikatan, yaitu: (1).
Perikatan memasang tekad (inspanningsverbintenis); dan (2).
Perikatan membawa hasil (resultaatverbintenis).