Anda di halaman 1dari 17

HEMOFILIA

KELOMPOK II
1.REGINA CAHYANI

2. NIKEN YUDIANTI PUTRI

3. NILA PAZIRA

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA


BARATSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI
MATARAMPROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

MATARAM 2022/2023
KATA PENGHANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yng maha esa atas segala limpahan rahmat taufik dan
inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dalam bentuk dan isinya yang sangat
sederhana, semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan dan petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam pembelajaran kehidupan sehari-hari.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi pembaca sehingga kami dapat memperbaiki isi dan bentuk makalah ini

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki masih kurang, oleh karena itu kamiharap kepada pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGHANTAR I

DAFTAR ISI......................................................................................................................... II

BAB 1: PENDAHULUAN................................................................................................... 1

1.1 Latar belakang......................................................................................................... 1

1.2.......Rumusan masalah.................................................................................................... 2

1.3 Tujua......................................................................................................................... 2

BAB II: PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

A. Pengertian Hemofilia............................................................................................... 3

2.1 Penyebab Hemofilia.................................................................................................3

2.2 Dampak Hemofilia...................................................................................................4

2.3 Upaya Pencegahan Hemofilia ................................................................................7

BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 9

3.1 Kesimpulan............................................................................................................... 9

3.2 Saran........................................................................................................................ 10

DAFTARPUSTAKA........................................................................................................... 11
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Hemofilia adalah kelainan perdarahan herediter akibat defisiensi kongenital
faktor pembekuan darah. Faktor pembekuan yang paling sering terganggu adalah faktor
VIII (FVIII) pada hemofilia A dan faktor IX (FIX) pada hemofilia B. Faktor pembekuan
ini merupakan kelainan perdarahan resesif. Angka kejadian hemofilia A adalah 1 dari
10.000 kelahiran, sedangkan hemofilia B 1 dari 60.000 kelahiran. Jumlah penderita
hemofilia di Indonesia sudah menembus 20.000 orang Hemofilia (Prasetyawaty, et al,
2016).
Hemofilia tidak mengenal ras, perbedaan warna kulit atau suku bangsa.
Hemofilia paling banyak diderita hanya pada pria, wanita akan benar-benar mengalami
hemofilia jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah pembawa sifat
(carrier) dan ini sangat jarang terjadi sebagai penyakit yang diturunkan ( Schnabel, F
2019).
Hemofilia dapat terjadi dalam bentuk ringan, sedang, dan berat berkaitan
dengan kadar faktor plasma. Hemofilia ringan memiliki kadar faktor plasma antara 6-
40%, sedang antara 1-5%, dan berat kurang dari 1%. Secara umum, semakin sedikit
kadar koagulasi dalam darah maka akan semakin besar risiko terjadinya pendarahan di
persendian, gejala umum penderita hemofilia ialah di persendian. Pasien hemofilia berat
dapat diobati dengan pemberian konsentrat faktor pembekuan 2-3 kali per minggu untuk
mencegah pendarahan atau hanya saat terjadi pendarahan, jika tidak dilakukan pemberian
Faktor VIII (Septarini & Windiastuti, 2010).
Pada pasien hemofilia di belanda pemberian terapi profilaksis sangat di
rekomendasikan, dapat meningkatkan kualitas hidup penderita hemofilia dan mengurangi
kerusakan pada sendi yang mengakibatkan pasien hemofilia mengalami gangguan
keterbatasan akibat masalah fisik. Berbeda hal dengan di Polandia di sana angka
pendarahan berulang dan pendarahan serius lebih tinggi dibandingkan dengan negara
Belanda dan Irlandia (Noone, Mahony, Vandijk &Prihodova. 2013)
Gangguan fungsi fisik terjadi karena perdarahan sendi yang berulang sehingga
dapat mengakibatkan nyeri, deformitas sendi, terbatasnya pergerakan sendi, dan
kecacatan. Penderita hemofilia juga cenderung mengurangi aktivitas fisik untuk
menghindari terjadinya perdarahan. Hal tersebut berdampak pada terbatasnya aktivitas
penderita hemophilia Short Form-36 (SF-36) merupakan salah satu instrumen baku untuk
menilai kualitas hidup terutama untuk pasien yang penderita penyakit kronis. SF-36 dapat
memberikan gambaran lebih lengkap dengan menggambarkan 8 aspek yaitu 1)
pembatasan aktifitas fisik karena masalah kesehatan yang ada, 2) pembatasan aktifitas
sosial karena masalah fisik dan emosi, 3) pembatasan aktifitas sehari-hari karena masalah
fisik, 4) nyeri seluruh badan, 5) kesehatan mental secara umum, 6) pembatasan aktifitas
sehari-hari karena masalah emosi, 7) vitalitas hidup, dan 8) pandangan kesehatan secara
umum (Ware, J. 2005)
Setiap individu mengejar kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan sendiri
merupakan keadaan psikologis yang positif ditandai dengan tingginya derajat kepuasan
hidup, emosi positif, dan rendahnya derajat emosi negatif penting yang turut menentukan
kualitas hidup individu. Kualitas hidup secara umum dibedakan menjadi kualitas
eksternal dan internal individu.Kualitas eksternal berkaitan dengan kondisi lingkungan
individu, sedangkan kualitas internal berhubungan dengan kondisi subjektif individu
seperti otonomi, kreativitas, kontrol terhadap realitas, serta kesejahteraan subjektif dan
kebahagiaan yang dirasakan individu. Kondisi subjektif dianggap lebih berperan dalam
mempengaruhi kualitas hidup, karena kondisi kehidupan tertentu tidak menghasilkan
reaksi yang sama pada setiap individu, Tiap-tiap individu memiliki definisi masing-
masing mengenai hal-hal yang mengindikasikan kualitas hidup yang baik dan buruk
(Jacob,2018).
Gambaran kualitas hidup terkait kesehatan subjek hemofilia dewasa di
Indonesia berdasarkan SF-36 menunjukkan hasil lebih rendah pada komponen fisik
dibandingkan komponen mental. Derajat hemofilia secara klinis yang berat dan
keterlibatan sendi yang berat merupakan faktor prediktor kualitas hidup buruk pasien
hemofilia dewasa. Gabungan derajat hemofilia secara klinis dan keterlibatan sendi
memiliki nilai prediksi yang lebih baik terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pasien
hemofilia dewasa (Prasetyawati, et al , 2016).
Berdasarkan Hasil Dari hasil studi pendahuluan pada tanggal 21 Desember
2019 di komunitas Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia Yogyakarta terdapat 3
penderita mengatakan dalam 4 minggu terakhir kesehatan fisik dan aktivitas sosial
mengalami sedikit terganggu dan terdapat 5 orang mengatakan rasa sakit/nyeri sangat
mengganggu aktivitas sehari-hari dan pekerjaan.
Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) Yogyakarta adalah
organisasi non pemerintah yang menaungi penderita hemofilia di Yogyakarta jumlah
penderita hemofilia di Yogyakarta berjumlah 90 penderita terbagi menjadi5 kabupaten
wilayah paling banyak yaitu wilayah Kulon Progo sebanyak 24 penderita hemofilia. Pada
hemofilia kategori anak usia di bawah 18 tahun sebanyak 9 penderita sedangkan untuk
penderita hemofilia dewasa sebanyak 15 penderita dan yang paling sedikit yaitu wilayah
Kota Yogyakarta sebanyak 9 penderita hemofilia. Pada hemofilia kategori anak di bawah
usia 18 tahun sebanyak 6 penderita hemofilia dan untuk dewasa sebanyak 3 penderita
hemofilia.
Berdasarkan Fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang gambaran kualitas hidup penderita hemofilia di komunitas HimpunanMasyarakat
Hemofilia Indonesia (HMHI) Yogyakarta.
II. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Pengertian Hemofilia?
2. Apa Yang Menyebabkan Terjadinya Hemofilia?
3. Apa Saja Dempak Saja Hemofilia
4. Bagimana Cara Pencegahan Atau Penanggulangan Hemophilia?
III. Tujuan
1. Supaya Mengetahui Apa Itu Hemofilia
2. Supaya Mengetahui Apa Saja Penyebab Terjadinya Hemophilia
3. Untuk Mengetahui Apa Dampak Hemofilia
4. Untuk Mengetaahui Bagimana Pencegahan Atau Penanggulangan Hemofilia
BAB II

PEMBAHASAN

A. HEMOFILIA
1. Penertian hemofilia
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu
haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia
adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada
anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan. Darah pada seorang penderita hemofilia
tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada
seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia
akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darah.
Pada penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan pendarahan di
bawah kulit, seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar
timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang berat;
pembengkakan pada persendian, seperti lutut, pergelangan kaki atau siku tangan.
Penderitaan para penderita hemofilia dapat membahayakan jiwa jika perdarahan terjadi
pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak.
Hemofilia adalah gangguan koagulasi herediter akibat terjadinya mutasi atau
cacat genetik pada kromosom X. Kerusakan kromosom ini menyebabkan penderita
kekurangan faktor pembeku darah sehingga mengalami gangguan pembekuan darah.
Dengan kata lain, darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan
sendirinya secara normal. (Dr.Umar zein, 2008).
Hemofilia tak mengenal ras, perbedaan warna kulit ataupun suku bangsa.
Namun mayoritas penderita hemofilia adalah pria karena mereka hanya memiliki satu
kromosom X. Sementara kaum hawa umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carrier).
Seorang wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya seorang hemofilia
dan ibunya pun pembawa sifat. Akan tetapi kasus ini sangat jarang terjadi. Meskipun
penyakit ini diturunkan, namun ternyata sebanyak 30 persen tak diketahui
penyebabnya. (Dr.Umar zein, 2008).
Hemofilia adalah gangguan perdarahan bersifat herediter yang berkaitan
dengan defisiensi atau kelainan biologic factor VII dan factor IX dalam plasma. (David
Ovedoff, Kapita Selekta Kedokteran) Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan
pembekuan darah akibat defisiensi (kekurangan) salah satu protein yang sangat
diperlukan dalam proses pembekuan darah. Protein ini disebut faktor pembekuan darah.
Pada hemofilia berat.
Hemofilia adalah kelainan perdarahan. Orang dengan hemofilia berdarah
untuk lebih lama dari biasanya karena darah mereka tidak mengandung cukup faktor
pembekuan darah. Faktor pembekuan adalah protein dalam darah yang membantu
kontrol pendarahan. Pada hemofilia berat gejala dapat terlihat sejak usia sangat dini
(kurang dari satu tahun) di saat anak mulai belajar merangkak atau berjalan. Pada
hemofilia sedang dan ringan, umumnya gejala terlihat pada saat dikhitan, gigi tanggal,
atau tindakan operasi.
Hemofilia diturunkan melalui kromosom X secara resesif. Karena itu,
hemofilia umumnya diderita oleh anak laki-laki. Penyakit ini tidak dipengaruhi oleh
ras, geografi, maupun kondisi sosial ekonomi. Saat ini diperkirakan terdapat 350.000
penduduk dunia yang mengidap hemofilia. Di indonesia. Himpunan Masyarakat
Hemofilia Indonesia (HMHI) memperkirakan sekitar 200 ribu penderita. Namun, yang
ada dalam catatan HMHI hanya 895 penderita hemofilia. Menurut dr. Djajadiman Gatot
SpA (K), memiliki dua tipe, yakni tipe A dan B. Hemofilia A terjadi akibat kekurangan
faktor antihemofilia atau faktor VIII. Sedangkan hemofilia B muncul karena
kekurangan faktor IX.
Dari kedua jenis ini hemofilia A lebih sering dijumpai ketimbang hemofilia
B. Meskipun demikian, gejala klinik dan kedua jenis hemofilia ini sama. Penderita
mengalami perdarahan yang sukar berhenti, lebam-lebam, nyeri sendi serta otot karena
pendarahan.Penyakit hemofilia jelas dokter spesialis anak dari Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (FKUI-RSCM) ini diturunkan secara sex-linked recessive karena
efeknya terdapat pada kromosom X maka biasanya perempuan merupakan pembawa
sifat (carrier) sedangkan laki-laki sebagai penderita.
Jadi bisa dikatakan, hemofilia merupakan penyakit keturunan, dan bukan
penyakit menular. Seseorang bisa mengidap penyakit hemofilia karena mewarisi gen
hemofilia dari orang tuanya. Bisa saja seseorang mengidap penyakit hemophilia bukan
karena faktor keturunan, tapi terjadi kerusakan, perubahan, atau mutasi pada gen yang
mengatur produksi faktor pembekuan darah. Hemofilia adalah penyakit keturunan yang
menyebabkan gangguan
2. Penyebab Hemofilia
pembekuan darah pada faktor VIII (Anti Hemophilic) yang disebut
Hemofilia A, faktor IX (Christmas Factor) yang disebut Hemofilia B dan faktor XI
yang disebut Hemofilia C. Kelainan ini disebabkan oleh mutasi gen kromosom X (X-
linked recessive) sama seperti penyakit keturunan lainnya. Ini berarti penyakit ini
menyebabkan perempuan sebagai carrrier (pembawa sifat) kepada anak laki-laki
sebagai penderita walaupun 30% dari penderita hemofilia tidak memiliki keluarga
sebagai penderita hemofilia. Hal ini dikarenakan sebagian besar kasus hemofilia
disebabkan oleh mutasi gen secara spontan (Ayu, 2016).
Ketika terjadi defisit faktor XIII, IX, dan XI maka pembentukan bekuan
darah akan terlambat dan tidak stabil, oleh karena itu penderita hemofilia biasanya akan
sulit mengalami pendarahan tetapi jika sudah terjadi pendarahan maka darah akan sulit
berhenti. Pada saat ada pendarahan pada ruang yang tertutup maka akan berhenti akibat
efek tamponade tetap jika terjadi pendarahan pada ruang yang terbuka maka efek
tamponade tidak ada dan akan terjadi pendarahan masif (Bakta, 2017).
3. Gejala
Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia adalah
adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan, pembengkakan,
nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratif pada sendi, serta keterbatasan gerak.
Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat
kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2008).

Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan


perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi. Pada hemofilia sedang, perdarahan
spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada hemofilia berat
perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ
dalam. Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses persalinan.
Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah
1 tahun. Pendarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi
lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah.
Pendarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna yang masif dapat
mengancam jiwa.

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006)


dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam menyatakan bahwa Hemartrosis paling sering
ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut, sendi lutut, siku,
pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering
mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru karena ketidakmampuannya
menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat gerakan volunter maupun
involunter, sedangkan sendi peluru lebih mampu menahan beban tersebut karena
fungsinya.
Hematoma intramaskuler terjadi pada otot – otot fleksor besar, khususnya
pada otot betis, otot-otot region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah.
Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nyata.Pendarahan
intracranial bisa terjadi secara spontan atau trauma yang menyebabkan kematian.
Retriperitoneal dan retrofaringeal yang membahayakan jalan nafas dan mengancam
kehidupan. Kulit mudah memar, pendarahan memanjang akibat luka, hematuria
spontan, epiktasis, hemartrosis (perdarahan pada persendian menyebabkan nyeri,
pembengkakan, dan keterbatasan gerak, serta pendarahan jaringan lunak.
Pembengkakan, keterbatasan gerak, nyeri dan kelainan degenerative pada persendian
yang lama kelamaan dapat mengakibatkan kecacatan (Aru et al, 2010).
4. Dampak Hemofilia
a. Dampak fisik
Dari penuturan Bunga saat penelitian ini dilaksanakan, hemofilia
membuat fisik bunga tidak dalam kondisi yang baik. Penyakit yang dideritanya
membuat bunga sering mengalami internal bleeding dan sedikit demi sedikit
membuat kondisi fisiknya semakin memburuk.
Awal diketahui penyakit ini ketika Bunga mengalami menstruasi yang
tidak wajar selama tiga bulan dan sering dirawat di rumah sakit. Keluarnya darah
terus menerus pada Bunga menyebabkan dirinya mengalami kekurangan darah,
lebih buruk lagi ketika terjadi internal bleeding yang menyebabkan rasa ngilu dan
sulit bergerak pada area persendirian. Hal ini menyebabkan Bunga tidak mampu
melakukan banyak hal yang berkaitan dengan kegiatan fisik. Berikut adalah kutipan
wawancara dengan significant other:
Pokoknya dibilang penyakitnya dijadikan alesan karena kan jarang
masuk (sekolah), mau masuk gimana, mau nulis gimana orang tangannya udah
lemes. ngerjain soal juga kan susah, kadang kadang makannya aja tangan kiri,
giliran tangan kiri dimarahin “kok makan pake tangan kiri? Bukan tangan kanan”
gitu, ini nulis lagi. Oke yaudah, kadang kadang dirumah misal ada PR merangkum
atau apa, saya yang nulis (wawancara dengan Significant Other, 17 juli 2020)
Hal yang buruk dapat terjadi apabila pendarahan yang terjadi tidak segera
diatasi. Seperti pada saat Bunga mencoba untuk bekerja disebuah pabrik pakaian
yang akhirnya membuat lengan kanannya terjadi internal bleeding pada saat
bekerja. Akibat hal tersebut Bunga tidak dapat menggunakan tangan kanannya
secara maksimal dalam menjalani aktifitas sehariharinya hingga saat ini. Berikut
adalah kutipan wawancara dengan Bunga :
Walaupun itu dua sampai tiga jam masih optimal gitu kalau misalkan
kebentur, satu jam pertama kebentur itu aja udah jangan dilanjutin. Lebih baik
waktunya itu digunain buat ngekompres si lebam ini gitu. (wawancara dengan
Bunga, 12 Juni 2020)
Bunga juga menuturkan bahwa pendarahan yang sering terjadi juga
merusak bentuk tubuhnya. Membuat tubuh Bunga semakin lama semakin kurus dan
melemah. Berikut adalah kutipan Kalau dulu itu badan itu ideal gitu ya, berisi
begitu, terus nggak gampang sakit, nggak gampang lemes, nggak kayak sekarang
pokoknya. Kalau sekarang itu capek sedikit internal bleeding […]. (wawancara
dengan Bunga, 12 juni 2020).wawancara dengan Bunga:
Kalau dulu itu badan itu ideal gitu ya, berisi begitu, terus nggak
gampang sakit, nggak gampang lemes, nggak kayak sekarang pokoknya. Kalau
sekarang itu capek sedikit internal bleeding […]. (wawancara dengan Bunga, 12
juni 2020).

b. Dampak Social
Penyakit hemofilia B yang diderita oleh Bunga menjadi dasar
perundungan yang terjadi pada dirinya. Sejak SMP hingga SMA Bunga selalu
menjadi korban perundungan oleh teman-temannya bahkan hingga guru di
sekolahnya. Teman-teman Bunga mulai menjauhi bunga karena kondisi fisik Bunga
yang tidak mampu mengikuti kondisi fisik teman-temannya, belum lagi Bunga
sering tidak masuk sekolah karena menjalani perawatan di rumah sakit membuat
Bunga sedikit demi sedikit menjauh dari teman temannya yang tidak mampu
mengerti kondisi fisiknya. Kurangnya pemahaman tentang penyakit genetik ini juga
ada pada guru sekolah bunga yang merasa bahwa penyakit Bunga hanya alasan
untuk tidak masuk sekolah. Berikut adalah kutipan wawancara Bunga dan Ibunya :
Sampe sampe guruku itu, wali kelas sendiri, gak percaya dan minta hasil
lab segala CT scan dan segala lainnya yang pernah diperiksa ke aku seakaan ga
percaya[…]. (wawancara dengan Bunga, 13 mei 2020)Tau… tau. Pokoknya ya
namanya... gimana ya… namanya di bully malah dibully sama gurunya itu dari
SMP sampai SMA. (wawancara dengan Significant Other, 17 juli 2020)
Dalam keluarga Bunga juga terjadi konflik karena kondisi Bunga dengan
penyakitgenetiknya. Hal ini dipicu dari hasil tes keluarga Bunga yang menunjukkan
bahwa ibu Bunga adalah pembawa gen hemofilia dan sakitnya Bunga. Ayah bunga
merasa tidak terima serta menyesal dengan fakta tersebut sehingga selalu
menyalahkan istrinya dan memberi perlakuan yang beda terhadapanaknya yang
sakit dan yang tidak sakit hemofilia. Karena alasan itu ibu Bunga memutuskan
untuk berpisah dengan suaminya dan seluruh saudara Bunga tinggal bersama
dengan Ibunya. Merasa memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ibunya
sekarang, Bunga merasakan lebih mudah bertukar pikiran dengan ibunya seperti
seorang sahabat.Keluarga Bunga saat ini tergolong mengalami kesulitan dalam hal
perekonomian karena perawatan dari bunga yang diharuskan segera ditangani
ketika terjadi pendarahan, harga obat yang mahal, belum lagi permasalahan apabila
persediaan obat di rumah sakit sedang kosong. Pengobatan jenis ini disebut sebagai
terapi “on-demand’ karena obat hanya akan diberikan saat pendarahan terjadi.
Berpisahnya kedua orang tua Bunga membuat seluruh pembiayaan Bunga
ditanggung oleh ibu Bunga dan saudara dari Bunga. Harga dari obat yang harus
dikonsumsi oleh Bunga berkisar dari harga 6 juta hingga 8 juta, belum lagi penyakit
Bunga tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan. Namun Bunga cukup beruntung
dimana BPJS mampu meringankanpembiayaan penyakit dari Bunga. Penderita lain
yang kurang beruntung bahkan bisa menjual mobil hingga rumah untuk membeli
obat yang mampu mempercepat pembekuan darah. Berikut adalah kutipan
wawancara dengan Bunga :
Itu kalau nggak bantuan dari BPJS… hadeh…. Udah nyerah aja hidup
mah… susah banget hidup… hahaha. (wawancara dengan Bunga, 13 mei 2020).
Setelah selesai menempuh pendidikan SMA, Bunga tidak melanjutkan
pendidikannya ke jenjang perkuliahan karena pemahaman diri bunga tentang
kondisi fisiknya serta keterbatasan ekonomi. Dua kali Bunga sempat mencoba
untuk bekerja membantu perekonomian keluarganya. Kondisi pekerjaan yang tidak
sesuai dengan perjanjian awal membuat Bunga bekerja cenderung menggunakan
kemampuan fisik, kejadian ini berujung pada internal bleeding yang tidak sempat
untuk ditangani dan berdampak pada cacatnya tangan Bunga.
c. Dampak psikologi
Penyakit dari subjek membawa dampak psikologis kepadanya cenderung
karena kondisi fisik yang sering sakit-sakitan. Dari lingkungan keluarga hingga dari
lingkungan teman sebaya di sekolah memberikan tekanan masing-masing pada
Bunga. Ayah yang selalu membandingbandingkan Bunga dengan saudaranya yang
lain membuat Bunga menganggap apakah kelahirannya itu diinginkan dalam
keluarganya. Berikut adalah kutipan dari wawancara Bunga :
jadi aku ngerasa kayak kelahiran saya itu gak diinginkan karena saya
punya penyakit ini gitu. (wawancara dengan Bunga, 13 mei 2020)Jadi dari aku
berusaha untuk hidup gitu, walaupun semua tekanan ini aku coba buat bangkit lagi
gitu . Dan ternyata ada aja gitu yang emang bener bener nekan aku berdasarkan
dengan keaadan penyakitku ini […] (wawancara dengan Bunga, 13 mei 2020).
Bunga mengalami tekanan karena memikirkan bahwa dirinya adalah
beban bagi keluarganya. Karena penyakitnya yang memaksa dirinya untuk selalu
menjaga kondisi fisiknya agar tidak terjadi pendarahan yang membuatnya tertekan
dan tidak merepotkan siapapun, namun pikiran seperti ini juga yang memicu Bunga
untuk menyerah pada kehidupan. Berikut adalah kutipan wawancara dengan Bunga:
Nggak mau ngeliat mami… gimana sih jadi kayak tekanan juga gitu kalo
aku hidup malah jadi penderitaan buat mamiku karena aku gabisa ngejalani hidup
normal kayak orang lainnya. Tapi kalau aku ninggalin ibuku juga ninggalin luka
lebih dalam lagi ke.
5. Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Hemofilia
1) Terapi Suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas
faktor pembekuan sekitar 30-50%.
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan
untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
d. . Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang
terjadi setelah serangan akut hemartrosis.
e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, hindari
analgetik yang mengganggu agregasi trombosit.
f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif
dan holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan pengelolaan akan
menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun
psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medis atritishemofilia meliputi : latihan
pasif/aktif, terapi dingin dan panas, penggunaan ortosis, terapi psikososial dan
terapi rekreasi serta edukasi.
2) Terapi Pengganti Faktor Pembekuan
Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan,
kosentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor
pembekuan tersebut. Hal ini berfungsi untuk profil aktif/untuk mengatasi episode
perdarahan. Jumlah yang diberikan bergantung pada faktor yang kurang.
3) Terapi lainnya
a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A ringan sampai
sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor VIII.
b. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari mencegah terjadinya
gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta
menurunkan kualitas hidup pasien Hemofilia (Aru et al, 2010).
c. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
e. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
f. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan otak dan
sendi (Handayani, Wiwik, 2008).
BAB III
PENUTUP
i. KESIMPULAN
Hemofilia merupakan penyakit yang diturunkan dari orang tua dan
menyebabkan gangguang hemostasis. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen
kromoson x (x-linked recessive) sehingga wanita cenderung menjadi pembawa sifat
sedangkan laki-laki sebagian besar menjadi penderita. Gangguan hemostasis yang
terjadi yaitu kurangnya atau bahkan tidak adanya faktor koagulasi VIII (Anti
Hemophilic) untuk penderita hemofilia A, kurang atau tidak adanya faktor koagulasi
IX untuk penderita Hemofilia B dan kurangnya atau tidak adanya faktor koagulasi XI.
Penderita hemofilia biasanya sulit untuk mengalami pendarahan tetapi ketika sudah
mengalami pendarahan akan sangat susah untuk membeku. Tentunya penyakit ini
merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan hanya dapat dicegah serta
diobati gejalanya seperti melakukan terapi suportif yaitu mencegah adanya benturan
yang menyebabkan luka, melakukan RICE, melakukan operasi untuk mempertahankan
faktor koagulasi, meminum obat anti nyeri jika seandainya gejala klinis meradang dan
melakukan rehabilitas medik.
ii. SARAN
Kami merasa pada makalah ini kami banyak kekurangan, karena kurangnya
referensi dan pengetahuan pada saat pembuatan makalah ini, kami sebagai penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun pada pembaca agar kami dapat
membuat makalah yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Dewanata, A. W., & Syafiq, M. (2021). Dampak Hemofilia Pada Wanita Dan Cara Strategi Coping Oleh
Wanita Pengidapnya. Penelitian Psikologi , 191-192.

Sidiartha, F. N. (2018). Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai