MAKALAH
Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok pada matakuliah Keperawatan Anak
dengan dosen pembimbing Ns. Veny Erlisa,S.Kep.,M.Kes
FAKULTAS KESEHATAN
Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segalah rahmat
dan hidayahnya tercurahkan kepada kita yang tak terhingga ini, Karena anugerah dan bimbingan-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan salah satu tugas dari mata kuliah
“Keperawatan Anak” tepat waktu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini.Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kami khususnya dan kepada para pembaca umumnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
A. KONSEP HEMOFILIA
1 Pengertian Hemofilia
Hemofilia merupakan penyakit pembekuan darah congenital yang disebabkan karena kekurangan
factor pembekuan darah, yakni factor VIII dan factor IX. Factor tersebut merupakan protein
plasma yang merupakan komponen yang sangat dibutuhkan oleh pembekuan darah khususnya
dalam pembekntukan bekuan fibrin padah daerah trauma.
Pada sekitar 80% kasus hemofilia, pola pewarisannya terlihat sebagai resesif terkait-X (X-
linked recessive). Dua bentuk gangguan yang paling sering dijumpai adalah defisiensi faktor
VIII (hemofilia A, atau hemofilia klasik) dan defisiensi faktor IX (hemofilia B, atau penyakit
christmas). Penyakit von willebrand (von willebrand disease, vWD) merupakan gangguan
perdarahan herediter yang ditandai oleh defisiensi, abnormalitas atau tidak adanya protein yang
dinamkan faktor von willwbrabd (vWD) dan defisiensi faktor VIII. Berbeda dengan hemofilia,
vWD dapat terjadi pada pria maupun wanita. Pembahasan berikut ini terutama berkaitan dengan
defisiensi faktor VIII, yang menyebabkan sekitar 75% kasus.
2. Etiologi Hemofilia
Hemofilia disebabkan oleh adanya defek pada salah satu gen yang bertanggung jawab terhadap
produksi faktor pembekuan darah VIII atau XI. Gen tersebut berlokasi di kromosom X.
Laki-laki yang memiliki kelainan genetika di kromosom X-nya akan menderita hemofilia.
Perempuan harus memiliki kelainan genetika di kedua kromosom X-nya untuk dapat menjadi
hemofilia (sangat jarang). Wanita menjadi karier hemofilia jika mempunyai kelainan genetika
pada salah satu kromosom X, yang kemudian dapat diturunkan kepada anak-anaknya..
Gambar 3. Pola penurunan pada Hemofilia Gambar 4. Pola penurunan pada Hemofilia 2
3. Klasifikasi Hemofilia
Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (F VIII
atau F IX) dalam plasma. Pada hemofilia berat dapat terjadi perdarahan spontan atau akibat
trauma ringan (trauma yang tidak berarti). Pada hemofilia sedang, perdarahan terjadi akibat
trauma yang cukup kuat; sedangkan hemofilia ringan jarang sekali terdeteksi kecuali pasien
menjalani trauma cukup berat seperti ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur
(sendi lutut, siku, dll).
1) Hemofilia A
Hemofilia A (hemofilia klasik, hemofilia faktor VIII) adalah defisiensi faktor pembekuan
herediter yang paling banyak ditemukan. Prevalensinya adalah sekitar 30-100 tiap sejuta
populasi. Pewarisannya berkaitan dengan jenis kelamin, tetapi hingga 33% pasien tidak
mempunyai riwayat dalam keluarga dan terjadi akibat mutasi spontan. Hemofilia A
(hemofilia klasik, hemofilia defisiensi faktor VIII) merupakan kelainan yang diturunkan
di mana terjadi perdarahan akibat defisiensi faktor koagulasi VIII. Pada kebanyakan
kasus, protein koagulan faktor VIII (VIII:C) secara kuantitas berkurang, tapi pada
sejumlah kecil kasus protein koagulan terdapat pada pemeriksaan imunoassay namun
fungsinya terganggu.
Gen faktor VIII terletak di dekat ujung lengan panjang kromosom X (regio Xq2.6).
2) Hemofilia B
Hemofilia B (penyakit Christmas, hemofilia faktor IX) merupakan penyakit gangguan
pembekuan darah yang diturunkan akibat berkurangnya faktor koagulasi IX. Faktor IX
dikode oleh gen yang terletak dekat gen untuk faktor VIII dekat ujung lengan panjang
kromosom X.
Kebanyakan kasus jumlah faktor IX berkurang secara kuantitatif, namun pada sepertiga
kasus terdapat fungsi yang abnormal dari faktor IX melalui pemeriksaan imunoassay.
Jumlah kasus hemofilia defisiensi faktor IX adalah sebanyak sepertujuh dari jumlah
kasus hemofilia defisiensi faktor VIII; namun dilihat secara klinis dan pola penurunannya
identik.
PTT memanjang dan kadar faktor IX menurun jika dilakukan pengukuran dengan tes
yang spesifik. Temuan laboratorium lainnya sama dengan hemofilia defisiensi faktor
VIII.
5. Komplikasi Hemofilia
Komplikasi terpenting yang timbul pada hemofilia A dan B adalah :
1) Timbulnya inhibitor. Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat
konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya.
2) Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang. Kerusakan sendi adalah kerusakan yang
disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan
yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis).
Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada
sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak
perdarahan makin besar kerusakan.
3) Infeksi yang ditularkan oleh darah seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang
ditularkan melalui konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.
Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemofilia, yaitu penimbunan darah
intra artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi secara
progresif. Hal ini menyebabkan penurunan sampai rusaknya fungsi sendi. Hemartrosis yang
tidak dikelola dengan baik juga dapat menyebabkan sinovitis kronik akibat proses
peradangan jaringan sinovial yang tidak kunjung henti. Sendi yang sering mengalami
komplikasi adalah sendi lutut, pergelangan kaki dan siku.
Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan jika tidak
dilakukan terapi pencegahan dengan memberikan faktor pembekuan darah bagi hemofilia
sedang dan berat sesuai dengan macam tindakan medis itu sendiri (cabut gigi, sirkumsisi,
apendektomi, operasi intraabdomen/intratorakal). Sedangkan perdarahan akibat trauma
sehari-hari yang tersering berupa hemartrosis, perdarahan intramuskular dan hematom.
Perdarahan intrakranial jarang terjadi, namun jika terjadi berakibat fatal.
6. Patofisiologi Hemofilia
Defek dasar pada hemofilia A adalah defisiensi faktor VIII (faktor antihemofilik [AHF]).
AHF diproduksi oleh hati dan sangat diperlikan untuk pembentukan tromboplastin dan fase 1
koagulasi darah. Semakin sedikit AHF yang ditemukan alam darah, semakin berat berat
penyakit. Pasien hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang diperlukan untuk koagulasi,
yaitu: pengaruh vaskular dan trombosit. Oleh karena itu, pasien dapat mengalami perdarahan
dalam jangka waktu lebih lama tetapi tidak dengan laju yang lebih cepat.
Perdarahan kedalam jaringan dapat terjadi dimana saja, tetapi perdarahan ke dalam rongga
sendi dan otot merupakan tipe perdarahan internal yang paling sering ditemukan. Perubahan
tulang dan deformitas yang menimbulkan cacat fisik terjasi sesudah pasien mengalami
episode perdarahan yang berulang selama beberapa tahun. Perdarahan dalam leher, mulut atau
toraks merupakan keadaan yang serius karena jalan napas dapat terobstruksi. Perdarahan
intrakranial dapat berakibat fatal dan merupakan salah satu penyebab kematian. Perdarahan di
sepanjang saluran GI dapat menimbulkan anemia, dan perdarahan ke dalam rongga
retroperitoneum (dibelakang peritoneum) merupakan keadaan yang sangat berbahaya karena
darah dapat berkumpul di dalam rongga yang luas tersebut. Hematoma pada medula spinalis
dapat menyebabkan paralisis. (wong, 2008)
Gambar 11.3 Genetik
Hemofilia
Defisiensi Faktor
VII (globulin
antihemilitik)
Perdarahan
8. Penatalaksanaan Hemofilia
Panatalaksanaan Terapeutik
Terapi primer pada penyakit hemofilia adalah penggantian faktor pembekuan yang hilang.
Prosuk yang kini tersedia meliputi konsentret faktor VIII dari plasma darah yang dikumpulkan atau
preparat rekombinannya yang dibuat lewat rekayasa genetik, untuk disusun kembali dengan air steril
sesaat sebelum digunakan , dan DDAVP (1-deamino-8-D-arginine vasopressin). Suatu bentuk
vasopresin sintetik yang erupakan terapi pilihan pada penyakit hemofilia ringan dan penyakit von
willibrand (kecuali tipe IIB dan III) jika anak memperlihatkan respons yang tepat terhadap pemberian
preparat ini. Terapi yang agresif perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kecacatan kronis akibat
perdarahan sendi.
Obat-obat lain dapat diikutsertakan dalam rancanagan terapi dan hal ini bergantung
pada sumber perdarahan. Kortikosteroid dapat diberikan pada kasus hematuria, hemartrosis
akut dan sinovitis kronis. Obat anti-inplamasi non steroid (NSAID), seperti ibuprofen,
merupkan preparat yang efektif untuk meredakan nyeri akibat sinovitis; namun, NSAID harus
diberikan dengan hati0hati karena akan menghambat fungsi trombosit (Dragone dan Karp
1996; Hilgarther dan Corrigan, 1995). Pemberian preparat asam epsilon-aminokaproat
(Amicar) per oral atau lokalakan mencengah penghancuran bekuan darah, namun, pemberian
preparat ini terbatas hanya paada pembedahan mulut atau trauma, dan sebelumnya harus
diberikan preparat konsentrat faktor pembekuan.
Program latihan yang teratur dan fisioterafi merupakan asfek penatalaksanaan penting
pada penyakit hemofilia. Aktifitas fisik dalam batas wajar akan menperkuat otot-otot di
sekitar sendi dan dapat mengurangi sejumlah episode perdarahan spontan.
Terapi yang dilakukan dengan segera akan menghasilkan kesembuhan yang lebih
cepat dan penurunan kecendrungan komplikasi; oleh karena itu, sebagian besar anak yang
memderita heofilia menjalani terapi di rumah. Keluarga dapat diajarkan teknik melakukan
penyuntikan IV dan menberikan ADF kepada anak yang berusia 2 hingga 3 tahun. Anak dapat
menpelajari prosedur pemberian obat sendiri ketika berusia 8 hingga 12 tahun. Terapi yang
dilaksanakan di rumah memilki angka keberhasilan cukup tinggi, selain dapat dilakukan
segera , keuntungan lainnya adalah kehidupan keluarga tidak begitu terganggu, absen dari
sekolah atau tempat kerja lebih sedikit, dan rasa percaya diri dan kemandirian anak
meningkat.
Terapi profilaksis primer padaa pasien hemofilia telah dipraktikkan selama bertahun-
tahun di negara-negara eropa ( Nillson dkk, 1994; van den berg dkk, 1994) dan terbukti
sangan efektif untuk mencengah atrofi.profilaksis primer meliputi pemberian konsentrat
faktor VIII per IV secara teratur sebelum terjadi awitan kerusakan sendi. Pada tahun 1994,
the Medical and Scientific Advisory Council (MASAC) of the National Haemophilia
Foundation merekomendasikan bahwa rtindakan profilaksis dianggap sebagai bentuk terapi
yang optimal bagi anak-anak yang menderita hemofilia berat (MASAC, 1994). Profilaksis
sekunder meliputi pemberian konsentrat faktor VIII per IV secara teratur sesudah anak
mengalami perdarahan sendi yang pertama. Pemberian infus ini dilakukan tiga kali dalam
seminggu. Terpi sulih (pengganti) faktor pembekuan yang dilakukan secara agresif (atau
“peningkatan episode perawatan”) merupakan tindakan alternatif yang efektif dari segi biaya
nya jika dibandingkan dengan terapi profilaksis primer. Tindakan ini meliputi pemberian
infus konsentrat faktor VIII dengan dosis tinggi jika terjadi perdarahan sendi; diikuti dengan –
pemberian konsentrat faktor VIII dengan dosis yang lebih standar selama 2 hari (Cross dan
Koerper, 1997)
Progonsis . walaupuun tidak ada terapi penyembuhan untuk kasus hemofilia, namun
gejalanya bisa dikendalikan dengan deformitas yang berpotensi menimbulkan cacat banyak
pasien hemofilia yang mengalami kerusakan sendi. Anak-anak ini merupakan anak-anak
normal yang memiliki harapan hidup rata-rata dalam setiap aspek seperti anaka lain kecuali
satu hal: mereka cenderung mengalami perdarahan, yang menjadi gangguan /masalah
signifikan terapi tidak selalu mengancam nyawa.
Terapi gen terbukti menjadi sebuah pilihan terapi di masa depan. Terapi ini meliputi
tindakan memasukkan kopi gen faktor VIII normal ke dalam tubuh pasien yang kopi gennya
cacat (Cross dan Koerper, 1997)
WOC Hemofilia
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Hematologis
- Hemoragi dan perdarahan lama
- Memar superficial
- Splenomegali
b. Genitorinaria
- Hematuria spontan
c. Musculoskeletal
- Tanda dan gejala perdarahan otot profunda (nyeri, tegang pada area yang terkena,
ROM terbatas), dan peningkatan suhu serta edema pada tempat perdarahan)
- Tanda dan gejala hemartrosis (nyeri, ROM terbatas, dan peningkatan suhu, serta
edema pada tempat perdarahan)
d. Meta, telinga, hidung, dan tenggorok
- Epistaksis
- Gusi berdarah
2. Diagnosa
1) Resiko cedera (hemoragi) yang berhubungan dengan penyakit.
2) Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan dan pembengkakan
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ROM akibat perdarahan dan
pembengkakkan
4) Resiko cidera yang berhubungan dengan rawat inap atau prosedur di rumah sakit (atau
keduanya)
5) Gangguan harga diri yang berhubungan dengan penyakit kronis dan rawat inap dirumah
sakit
6) Ketidakefektifan koping keluarga: gangguan yang berhubungan dengan rawat inap
berulang dirumah sakit serta penyakit kronis anak
7) Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan dirumah
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Kasus Semu
Seorang anak perempuan bernama D usia 5 tahun datang ke klinik dengan memar dan
perdarahan pada ekstremitas bawah akibat terjatuh dari sepeda yang dinaikinya, luka yang
dialami adalah luka robek sepanjang 2 cm, perdarahan tidak berhenti >5 menit, frekuensi
napas 30 x/menit, suhu 36 C, nadi 80 x/menit, saat dilakukan pengkajian anak memiliki
riwayat penyakit hemofili.
2. Pengkajian
Anamnesa
a. Identitas
Nama :An. D
Usia : 5 tahun
b. Keluhan Utama: pasien mengalami memar dan pendarahan pada ekstremitas bawah
akibat jatuh
c. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien mengalami luka robek sepanjang 2 cm dan
perdarahan tidak berhenti >5 menit
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak Ada Riwayat Dahulu
e. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada Riwayat Keluarga
f. Riwayat Psikososial : Tidak ada riwayat
3. Pemeriksaan Fisik
TTV
RR : 30x/menit
Suhu : 36 C
Nadi : 80x/menit
Ektremitas
Kaki : Memar , luka robek 2 cm , pendarahan > 5 mnt
4. Analisa Data
ANALISIS DATA
DO :
- Anak tampak menangis
dan memegang area luka
dikakinya.
- Skala nyeri 5.
5. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko cedera (hemoragi) yang berhubungan dengan penyakit.
2) Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan dan pembengkakan
6. Intervensi
INTERVENSI KEPERAWATAN