Anda di halaman 1dari 20

HEMOFILIA

DISUSUN

Kelompok 4 ( Empat )

FARISHA IRWAYU ( 21010036 )


ANGGI WULANDARI ( 21010003 )
INTAN NURAFIA ( 21010009 )
CUT RAUZATUL JANNAH ( 21010004 )
MARYATI ( 21010026 )
MAYA RITA ( 21010012 )
AJIRNA (21010025 )

Tingkat 2A Keperawatan
Dosen pembimbing : Ns. Tuti Sahara, M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI
TAHUN 2022
i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.wr.wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hemofilia” tepat pada waktunya. Shalawat
dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW, keluarga,
sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman. Aamiin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini di kemudian hari. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Aamiin.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Sigli, 14 Desember 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................... 3
D. Manfaat ....................................................................................... 3

BAB II : TINJAUAN TEORITIS ................................................................... 4


A. Definisi ........................................................................................ 4
B. Etiologi ........................................................................................ 4
C. Patofisiologi ................................................................................ 4
D. Tanda Gejala ............................................................................... 6
E. Penatalaksanaan .......................................................................... 6
F. Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 8
G. Pengobatan………………………………………………………. 9

BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................. 11


A. Pengkajian ................................................................................... 12
B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi ........................................ 12
C. Evaluasi ....................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 17

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan pembekuan darah pada pasien dapat terjadi karena adanya
defisiensi dari faktor-faktor pembekuan darah yang bisa didapat secara congenital
atau bawaan. Salah satu dari gangguan pembekuan darah yang paling berbahaya
adalah hemophilia dan hemophilia adalah satu-satunya penyakit gangguan
pembekuan daran bawaan yang disebabkan karena adanya kelainan pada kromosom
sex. Oleh karena itu, pasien hemophilia lebih banyak dijumpai pada pasien-pasien
dan sangat sulit untuk dihindari kemunculannya.
Angka kejadian hemophilia dapat mencapai satu kejadian diantara sepuluh
ribu kelahiran bayi laki-laki hidup. Dan angka ini tidak boleh dianggap remeh.
Selain kasus hemophilia masih sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, juga
karena manifestasi klinis yang berat yang dapat ditimbulkan oleh penyakit
hemophilia. Namun, hemophilia memiliki prevalensi kejadian yang lebih jarang
daripada von Willebrand Disease (vWD), dimana prevalensi kejadian von
Willebrand Disease adalah 1% dari populasi2. Pada pasien yang mengidap vWD
akan memiliki defisit pada von Willebrand factor yang disekresikan oleh sel
endothelial ke dalam plasma. Fungsi dari von Willebrand factor adalah melakukan
inisiasi penempelam trombosit pada tempat dimana terdapat kerusakan dinding
pembuluh darah.
Hemophilia sendiri dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu hemophilia A, hemophilia
B, dan hemophilia C. Namun yang kejadiannya paling sering ditemukan pada
pasien adalah hemophilia A dan hemophilia B.
Di seluruh dunia, hemofilia A memiliki angka penderita terbanyak, dengan
total 80-85% dari total populasi penderita hemofilia dunia. Hemofilia terutama
terjadi pada laki-laki. Perempuan hanya menjadi karier.
Angka kejadian hemofilia diperkirakan sebesar 1 per 10.000 kelahiran hidup
pasien laki-laki, dengan perkiraan jumlah penderita di dunia mencapai 400.000
orang. Prevalensi hemofilia A adalah 1 per 5000 kelahiran hidup pasien laki-laki.

1
Hemofilia B diperkirakan ada pada 1 per 30.000 kelahiran hidup pasien laki-laki.
Sedangkan, hemofilia C jauh lebih jarang, yaitu 1 per 100.000 kelahiran hidup
pasien laki-laki.
Penyakit hemophilia merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak
lama dan menurut sumber yang ada, hemophilia sudah ada sejak dibuatnya kitab
suci agama (Injil). Hemofilia tidak hanya merupakan masalah medis atau biologis
semata, namun juga mempunya dampa psikososial yang dalam. Pengaruh orang
dengan hemofilia sebaiknya tidak hanya memperhatikan masalah fisiologi saja,
misal mengontrol perdarahannya dan mencegah timbulnya disabilitas fisik, tetapi
juga diharapkan mempunya perhatian pada berbagai gangguan alam perasaannya,
rasa tidak amannya, rasa terisolasi dan masalah keluarga terdekatnya (orangtua, dan
saudara kandung). Setiap orang dengan hemofilia tumbuh kembang dalam suatu
lingkungan keluarga dan budaya yang unik / spesifik. Juga dengan berbagai variasi
kebutuhan, ketakutan, perhatian dan harapan yang berbeda-beda. Masalah
psikososial membutuhkan penanganan yang hati-hati. Setiap kasus mempunyai
permasalahn yang berbeda, akibat dari adanya perbedaan lata belakang budaya,
agama ataupun etnik, juga system penanggulangan kesehatan yang tidak sama.
Oleh karena itu dalam menolong seorang pasien hemofilia dan keluarganya
dibutuhkan pendekatan satu tim inter-disiplin, yang dapat membina hubungan yang
baik dengan pasien dan keluarga.
Penelitian dan pengetahuan mengenai penyakit hemophilia ini sudah ada
sejak lama juga dan diketahui bahwa hemophilia memiliki komplikasi yang cukup
berat yang dapat menurunkan kualitas hidup pasien tersebut, bahkan dapat sampai
menimbulkan kematian

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hemofilia
2. Apa saja etiologi dari hemofilia
3. Bagaimana patofisiologi hemofilia
4. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan hemofilia secara teoritis
5. Bagaimana asuhan keperawatan dengan hemofilia

2
C. Tujuan
1) Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami hemofilia baik secara konsep dan asuhan
keperawatan.
2) Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu memahami hemofilia secara teoritis mulai dari
defenisi hingga penatalaksanaannya.
b) Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan dengan
hemofilia

D. Manfaat
1. Mahasiswa
a) Mahasiswa mampu memahami hemofilia secara teoritis mulai dari
defenisi hingga penatalaksanaannya.
b) Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan dengan
hemophilia.
2. Pembaca
a) Pembaca dapat memahami dan mengerti dari hemofilia secara teoritis
mulai dari defenisi hingga tata cara penatalaksanaannya.
b) Pembaca dapat memahami konsep perawatan terkait dengan hemophilia
baik secara umum maupun secara khusus.

3
BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi
1) Menurut Mary
Hemofilia adalah kelompok gangguan perdarahan yang di turunkan dengan
karakteristik defisiensi faktor pembekuan darah.
2) Menurut Rudolph
Hemofilia adalah sindrom klinis yang ditandai dengan perdarahan yang
berlebihan dan sering, disebabkan oleh defisiensi genetik atau disfungsi salah satu
protein koagulasi.

B. Etiologi
Hemofilia yang paling lazim adalah hemofilia A yang disebabkan oleh
defisiensi faktor VIII dan menyusun 75% dari penderita hemofilia. Hemofilia B
disebabkan oleh defisiensi faktor IX dan kira-kira jumlahnya seperempat dari
penderita hemofilia A. Defisiensi berat faktor XI yang juga dikenal sebagai
hemofilia C jarang ditemukan.
1. Hemofilia adalah gangguan resesif terkait gen-x,yang diturunkan oleh
perempuan dan ditemukan secara dominan pada laki-laki.
2. Hemofilia juga dapat disebabkan oleh mutasi gen.

C. Patofisiologi
Hemofilia merupakan kondisi yang ditentukan secara genetik,terangkai seks
resesif dimana terdapat defisiensi faktor VII, yaitu globulin anti hemofilik. Secara
klinik hanya mengenai laki-laki,tetapi wanita dapat bertindak sebagai karier.
Walaupun demikian, secara teoritis memungkinkan bahwa perkawinan dari lakilaki
yang hemofilik dan wanita yang karier dapat memberikan pasien, dimana satu
dalam empat adalah wanita hemofilik. Sebelumnya diduga bahwa kombinasi gen
ini letal, tetapi dalam beberapa kasus hemofilia wanita sebenarnya telah dikenali
dewasa ini. Pada umumnya, pasien dari seorang laki-laki normal dan wanita karier
secara rata-rata 50 % normal 55% wanita karier dan 25% laki-laki hemofilik. Pasien

4
dari seorang laki-laki hemofilik dan wanita normal adalah 50% laki-laki normal dan
50% wanita karier.

Kerusakan darah atau


berkontrak dengan kolagen

XII xxxx XII teraktivasi

HMW kinogen , prekalikren

XI
XI teraktivasi

Hemophilia
CA++ Tanpa IX IX tidak teraktivasi

Tanpa VIII

Fasfolipid trombosit Thrombin tidak berbentuk

Perdarahan

Jaringan dan sendi Sintesa energy terganggu

Nyeri Mobilitas terganggu

Resiko syok Resiko cidera

Ketidak mampuan koping


keluarga

5
D. Tanda dan Gejala
1. Terdapatnya perdarahan jaringan linak, otot dan sendi, terutama sendisendi
yang menopang berat badan, disebut hematrosis (perdarahan sendi).
2. Perdarahan berulang kedalam sendi menyebabkan degenerasi kartilago
artikularis disertai gejala-gejala arthritis.
3. Perdarahan timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang.
4. Dapat timbul saat bayi mulai merangkak.
5. Tanda perdarahan : hemartrosis, hematom subkutan / intramuscular,
perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial, epistaksis, hematuria.
6. Perdarahan berkelanjutan pasca operasi (sirkumsisi, ekstrasi gigi).
7. Hemofilia dicurigai pada bayi baru lahir dengan perdarahan berlebihan dari
tali pusat atau setelah sirkumsisi.
8. Pada hemofilia ringan, dengan karakteristik tingkat faktor 5% sampai
50%,pasien-pasien mengalami perdarahan lama hanya ketika mereka
terluka.
9. Pada hemofilia sedang, dengan karakteristik tingkat faktor 1% sampai
5%,perdarahan lama terjadi akibat trauma atau pembedahan,tetapi
kemungkinan terdapat episode perdarahan spontan.
10. Pada hemofilia berat, dengan karakteristik tingkat factor di bawah 1%,
perdarahan lama terjadi secara spontan tanpa cedera.
Manifestasi umum antara lain : Kulit mudah memar, Perdarahan
memanjang akibat luka, Hematuria spontan, Epiktasis (mimisan),
Hemartrosis (perdarahan pada persendian menyebabkan nyeri,
pembengkakan, dan keterbatasan gerak).

E. Penatalaksanaan
Tatalaksana penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif
meliputi pemberian faktor pengganti yaitu F VIII untuk hemofilia A dan F IX untuk
hemofilia B, perawatan dan rehabilitasi terutama bila ada kerusakan sendi.
Edukasi dan dukungan psikososial bagi penderita dan keluarganya.
Bila terjadi perdarahan akut terutama daerah sendi, maka tindakan RICE
(rest,ice,compression,elevation) segera dilakukan. Sendi yang mengalami

6
perdarahan diistirahatkan dan diimobilisasi. Kompres dengan es atau handuk basah
yang dingin, kemudian dilakukan penekanan atau pembebatan dan meninggikan
daerah perdarahan. Penderita sebaiknya diberikan faktor pengganti dalam 2 jam
setelah perdarahan.
Untuk hemofilia A diberikan konsentrat F VIII dengan dosis 0,5 x BB (Kg) x
kadar yang diinginkan (%). F VIII diberikan tiap 12 jam sedangkan F IX diberikan
tiap 24 jam untuk hemofilia B. Kadar F VIII atau F IX yang diinginkan tergantung
pada lokasi perdarahan dimana untuk perdarahan sendi, otot, glukosa mulut dan
hidung kadar 30-50 % diperlukan. Perdarahan saluran cerna, saluran kemih, daerah
retroperitonial dan susunan saraf pusat maupun trauma dan tindakan operasi
dianjurkan kadar 60-100%. Lama pemberian tergantung pada beratnya perdarahan
atau jenis tindakan. Untuk pencabutan gigi atau epistaksis, diberikan selama 2-5
hari, sedangkan operasi atau laserasi luas diberikian 7-14 hari. Untuk rehabilitasi
seperti pada hemartrosis dapat diberikan lebih lama lagi.
Kriopresipitat juga dapat diberikan untuk hemofilia A dimana satu kantung
kriopresipitat mengandung sekitar 80 U F VIII. Demikian juga dengan obat anti
fibrinolitik seperti asam epsilon amino-kaproat atau asam traneksamat aspirin dan
obat anti inflamasi nonsteroid harus dihindari karna dapat mengganggu hemostasis.
Profilaksi F VIII atau F IX dapat diberikan secara kepada penderita hemofilia
berat dengan tujuan mengurangi kejadian hemartrosis dan kecacatan sendi WHO
dan WFH merekomendasikan profilaksis primer dimulai dari usia 1-2 tahun dan
dilanjutkan seumur hidup. Profilaksis diberikan berdasarkan protokol malmom
yang pertama kali dikembangkan di Swedia yaitu pemberian F VIII 2040 U/Kg dua
kali perminggu.
Untuk penderita hemofilia ringan dan sedang desmopressin (1-deamino-
8arginive fasopressin, DDAVP) suatu analog faopressin dapat digunakan untuk
meningkatkan kadar F VIII endogen kedalam sirkulasi, namun tidak dianjurkan
untuk hemofilia berat. Mekanisme kerja sampai saat ini masih belum jelas, diduga
obat ini merangsang pengeluaran vWf dari tempat simpanannya (waibel palade
bodies) sehingga menstabilkan F VIII di plasma. DDAVP dapat diberikan secara
intravena, subkutan atau intranasal.

7
Penderita hemofilia dianjurkan untuk berolahraga rutin, memakai peralatan
pelindung yang sesuai untuk olahraga, menghindari olahraga berat atau kontak
fisik. Berat badan yang harus dijaga terutama bila ada kelainan sendi karena berat
badan yang berlebih dapat memperberat artritis. Kebersihan mulut dan gigi juga
harus diperhatikan. Vaksinasi diberikan sebagaimana pasien normal terutama
terhadap hepatitis A dan B. Vaksin diberikan melalui jalur subkutan, bukan
intramuscular. Pihak sekolah sebaiknya diberi tahu bila seorang pasien menderita
hemofilia supaya dapat membantu penderita bila diperlukan.
Upaya mengetahui status pembawa sifat hemofilia dan konseling genetik
merupakan hal yang terpadu dalam tatalaksana hemofilia. Konseling genetik perlu
diberikan kepada penderita dan keluarga. Konseling meliputi penyakit hemofilia itu
sendiri, terapi dan proknosis, pola keturunan, deteksi pembawa sifat dan
implikasinya terhadap masa depan penderita dan pembawa sifat. Deteksi hemofilia
pada janin dapat dilakukan terutama bila jenis mutasi gen sudah diketahui. Sampel
dapat diperoleh melalui tindakan sampling villus khorionik atau amnionsintesis.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan koagulasi akan menyatakan protrombin yang normal dan
waktu perdarahan,kadar fibrinogen normal,faktor VIII rendah pada
hemofilia A,faktor IX rendah pada hemofilia B,dan masa tromboplastin
parsial memanjang.
2. HDL akan menyatakan hitung trombosit normal.
3. Uji DNA untuk hemofilia A akan mendeteksi carrier penyakit.
4. Amnionsentesis akan mendiagnosis hemofilia pada waktu pranatal.
5. Uji skrining untuk koagulasi darah
a) Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3
darah).
b) Masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik).
c) Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan
faktor koagulasi intrinsik).
d) Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan
diagnosis).
8
e) Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik).
6. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur.
7. Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya
penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT],
serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase alkali,
bilirubin). (Betz & Sowden, 2002).

G. PENGOBATAN FARMAKOLOGI

1. Pengobatan pencegahan atau profilaksis


 Obat hemofilia A
Secara spesifik, obat yang diberikan untuk masing-masing jenis hemofilia
bisa berbeda. Pengobatan pencegahan untuk hemofilia A tingkat berat
menggunakan obat bernama octocog alfa. Obat tersebut adalah konsentrat
pengganti faktor pembekuan VIII. Pada pengidap hemofilia A, tubuh
kekurangan faktor pembekuan darah tersebut akibat mutasi genetik pada
gen F8. Pemberian octocog alfa umumnya diberikan setiap 48 jam sekali.
Namun, dosis pemberian obat akan disesuaikan lagi oleh dokter,
tergantung dengan kondisi kesehatan pasien.
 Obat hemofilia B
Sedikit berbeda dengan cara mengatasi gejala hemofilia A, obat yang
diberikan untuk hemofilia tipe B adalah nonacog alfa. Akan tetapi, cara
kerjanya serupa dengan octocog alfa. Nonacog alfa adalah konsentrat
pengganti faktor pembekuan IX, yang dibutuhkan oleh pengidap hemofilia
B dengan mutasi gen F9. Obat ini juga diberikan dengan cara disuntik.
Biasanya, nonacog alfa disuntikkan sebanyak 2 kali seminggu.

2. Pengobatan segera (on-demand)


Pengobatan segera atau on-demand biasanya diresepkan untuk pasien
pengidap hemofilia tingkat ringan dan sedang. Obat hemofilia hanya
diberikan ketika terjadi perdarahan akibat luka dan bertujuan untuk
9
menghentikannya secepat mungkin. Beberapa obat yang biasanya
diresepkan untuk menangani perdarahan pada orang hemofilia, antara lain :
 Desmopressin

Obat hormon desmopressin bekerja dengan cara mendorong tubuh agar


menghasilkan lebih banyak faktor pembeku darah. Obat ini kadang
diberikan sebelum prosedur pencabutan gigi atau operasi kecil lainnya
untuk mencegah perdarahan berlebih.Namun, penting untuk diingat bahwa
obat desmopressin tidak bekerja pada pengidap hemofilia B dan hemofilia
A yang sudah parah.

 Antifibrinolitik

Obat antifibrinolitik adalah obat yang efektif bekerja mengurangi


perdarahan berlebih, terutama ketika terjadi mimisan. Biasanya,
antifibrinolitik dapat diberikan bersamaan dengan desmopressin atau
suntikan konsentrat faktor pembeku darah.Saat ini, obat antifibrinolitik
yang tersedia adalah dalam bentuk aminokaproat dan asam traneksamat.

10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a) Lakukan pengkajian fisik.
b) Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti penyakit pada
saudara pria.
c) Observasi adanya manifestasi hemophilia :
1) Perdarahan yang berkepanjangan di mana saja dari atau di dalam tubuh.
2) Hemoragi karena trauma-kehilangan desidua, sirkumsisi, terpotong,
epitaksis, injeksi.
3) Memar berlebihan-bahkan karena cidera ringan , seperti jatuh.
4) Hemoragi subkutan dan intramuscular.
5) Hemartrosis (perdarahan dalam rongga sendi, khususnya lutut,
pergelangan kaki dan siku.
6) Hematoma-nyeri, bengkak, dan gerakan terbatas.
7) Hematuria spontan.
d) Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian misalnya tes koagulasi,
penentuan faktor defisiensi khusus, pengujian DNA.

B. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi


Menurut Wong, diagnosa hemophilia yaitu :
a. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan hemoragi.
Sasaran Pasien 1 : Pasien tidak mengalami perdarahan atau perdarahan
minimal.
Intervensi Keperawatan/Rasional :
1) Siapkan dan berikan konsentrat faktor VII atau untuk hemophilia ringan,
DDAVP (1-deamino-8-d-argininvasopresin) seperlunya untuk mencegah
perdarahan.
2) Ajari pemberian faktor pengganti darah di rumah karena pengobatan tanpa
menunda menghasilkan pemulihan yang lebih cepat dan penurunan
komplikasi.
3) Lakukan tindakan penunjang untuk mengendalikan perdarahan.
11
a. Beri tekanan pada area selama 10-15 menit untuk memungkinkan
pembentukan bekuan.
b. Imobilisasi dan tinggikan area di atas jantung untuk menurunkan aliran
darah.
c. Berikan kompres dingin untuk meningkatkan vasokontriksi ; anjurkan
keluarga untuk menyiapkan kantong es atau kantong dingin di freezer
agar dapat digunakan dengan segera.
Hasil yang diharapkan : Pasien mengalami episode perdarahan yang
minimum atau tidak sama sekali.
Sasaran Pasien 2 : Pasien akan mengalami penurunan resiko cidera.
Intervensi Keperawatan/Rasional :
1) Ciptakan lingkungan seaman mungkin dengan pengawasan ketat untuk
meminimalkan cedera tanpa menghambat perkembangan.
2) Anjurkan aktivitas untuk mengejar intelektualitas/kreativitas untuk
memberikan alternatif yang aman.
3) Anjurkan olahraga tanpa kontak, misalnya berenang, dan menggunakan alat
pelindung misalnya decker, helm, untuk menurunkan resiko cidera.
4) Anjurkan pasien yang lebih besar untuk memilih aktivitas tetapi menerima
tanggung jawab untuk keamanan dirinya sendiri untuk mendorong
kemandirian dan rasa tanggung jawab.
5) Libatkan guru dan perawat sekolah dalam perencanaan aktivitas sekolah
yang meningkatkan normalisasi sambil menurunkan resiko cedera.
6) Diskusikan dengan orang tua pola latar belakang batasan yang tepat
sehingga kebutuhan pasien untuk perkembangan normal dianggap sebagai
tambahan kebutuhan akan keselamatan.
7) Ajari metode hygiene gigi yang meminimalkan trauma pada gusi dan
mencegah perdarahan.
8) Gunakan sikat gigi yang kecil dan lembut atau sikap gigi sekali pakai
berujung busa.
9) Lembukan sikat gigi dalam air panas sebelum menyikat gigi.
10) Gunakan alat pengirigasi air.

12
11) Hindari latihan rentang gerak pasif setelah episode perdarahan karena
kapsul sendi dapat dengan mudah tergores dan terjadi perdarahan.
12) Beritahukan untuk tidak mengkonsumsi aspirin atau produk aspirin karena
aspirin menghambat fungsi trombosit ; gunakan asetaminofen atau
ibuprofen untuk demam atau ketidaknyamanan.
13) Lakukan kewaspadaan khusus selama prosedur keperawatan seperti injeksi
(misalnya terdapat lebih sedikit perdarahan setelah pungsi vena dari pada
pungsi jari/tumit / rute subkutan dilakukan untuk injeksi intramuscular jika
mungkin.

Hasil yang diharapkan : Pasien mengalami episode perdarahan yang lebih sedikit
dan pasien menerima perawatan yang tepat dan segera.
b. Nyeri berhubungan dengan perdarahan dalam jaringan dan sendi.
Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang
dapat diterima.
Intervensi Keperawatan/Rasional dan Hasil yang diharapkan.
No Intervensi Rasional
1. Lakukan strategi nonfarmakologis Teknik seperti relaksasi, pernapasan
untuk membantu pasien mengatasi berirama dan distraksi dapat
nyeri. membuat nyeri lebih ditoleransi.
2. Gunakan strategi yang dikenal pasien Memudahkan pembelajaran pasien
atau gambarkan beberapa strategi dan dan penggunaan strategi.
biarkan pasien memilih salah
satunya.
3. Libatkan orangtua dalam pemilihan Orangtua adalah orang yang paling
strategi. mengetahui pasien.
4. Ajarkan pasien untuk menggunakan Pendekatan ini tampak paling efektif
strategi nonfarmakologi khusus pada nyeri ringan.
sebelum terjadi nyeri atau sebelum
nyeri menjadi lebih berat.
5. Bantu atau minta orangtua membantu Karena pelatihan mungkin diperlukan
pasien dengan menggunakan strategi untuk membantu pasien berfokus
selama nyeri aktual. pada tindakan yang diperlukan.

13
Hasil yang diharapkan : Pasien dapat menunjukkan tingkat nyeri yang dapat
diterima, pasien belajar dan mengimplementasikan strategi koping yang efektif,
orang tua belajar keterampilan koping dan efektif dalam membantu pasien untuk
melakukan koping.

c. Resiko tinggi gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek hemoragi


dalam sendi dan jaringan lain.
No Intervensi Rasional
1. Berikan terapi pengganti dan Mengontrol perdarahan.
gunakan tindakan lokal.
2. Tinggikan dan imobilisasi sendi Mengontrol perdarahan.
selama episode perdarahan.
3. Lakukan latihan rentang gerak aktif Karena hal ini memungkinkan pasien
setelah fase akut. untuk mengontrol derajat latihan
sesuai dengan tingkat
ketidaknyamanan.
4. Latihan sendi dan otot yang sakit. Mempertahankan mobilitas.
5. Konsultasi dengan ahli terapi fisik Meningkatkan fungsi
mengenai program latihan. maksimum sendi dan bagian
tubuh yang tidak sakit.
6. Kaji kebutuhan akan Meningkatkan kemudahan mobilitas.
penatalksanaan nyeri.
7 Diskusikan pertimbangan diet. Karena BB berlebihan dapat
meningkatkan peregangan sendi dan
mencetuskan hematrosis.

Hal yang diharapkan : Episode perdarahan dikendalikan dengan tepat untuk


mencegah gangguan mobilitas fisik, pasien berpartisipasi dalam program latihan
untuk mempertahankan mobilitas.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO TGL/JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Senin 11-
2022
Resiko tinggi cidera berhubungan dengan hemoragi.

14
2 Senin 11-
2022 Nyeri berhubungan dengan luka perdarahan dalam
jaringan ditandai dengan pasien tampak menangis dan
memegangi area luka dikakinya, skala nyeri 5, pasien
berteriak “sakit, bu, sakit”.

PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN / IMPLEMENTASI


NO
TGL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN
DX
1 Senin
11-2022 1. Memberikan tekanan pada kaki yang luka.
10:00 WIB 2. Memberikan kompres dingin.
 Tampak perdarahan minimum.
12:00 WIB 3. Memberikan cairan NaCl 500 Ml 0,9 % 20 tetes per
menit.
4. Memantau suhu : 36o, nadi : 76 x/menit, RR : 26
x/menit.
2 Senin 1. Melibatkan orang tua dalam setiap tindakan dan dalam
11-2022 pemilihan strategi.
10:00 WIB  Menggunakan strategi umum yaitu memberikan
boneka kesayangan pasien D dan membiarkan
pasien melakukan segala sesuatu pada boneka.
2. Lakukan strategi nonfarmakologis untuk membantu
pasien mengatasi nyeri.
 Menggunakan teknik distraksi yaitu minta pasien
10:10 1IB meniup gelembung untuk meniup jauh rasa sakit.
3. Menggunakan strategi yang dikenal pasien atau
menggambarkan beberapa strategi dan biarkan pasien
memilih salah satunya.
 Karena pasien suka mendengar humor,
11:00 WIB menceritakan cerita lucu atau lawakan pada
pasien.

Kolaborasi :
4. Memberikan analgesik dari dokter asetamonifen 1x40
mg, Or dan ketorolac 1x15 mg, IV.
12:00 WIB

15
EVALUASI
MASALAH
TGL/JAM CATATAN PERKEMBANGAN
KEPERAWATAN
Senin 11- S:
2022 a) Ibu mengatakan sepertinya
perdarahan sedikit berkurang.
O:
a) Tampak perdarahan minimum.
b) Suhu : 36o, nadi : 76 x/menit, RR :
Resiko Tinggi
26 x/menit.
Cidera
A:
Masalah resiko tinggi cidera teratasi
sebagian.

P:
Intervensi dilanjutkan.
Senin 11- S:
2022 a) Ibu mengatakan pasien D tampak
lebih tenang dan tidak terlalu rebut
daripada saat mau dibawa ke RS.
O:
a) Pasien tampak sedikit tenang, tetapi
masih memegangi daerah luka
Nyeri dikaki.
A:
Masalah nyeri teratasi.

P:
Hentikan intervensi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Mary E.Muscari. 2005. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta :


EGC.

Huda, Amin dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta : Mediaction.

Wong, L Donna. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta :


EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai