Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

GLOMERULONEFRITIS AKUT

DISUSUN OLEH :
AIP HAKIKI (214201446149)
DICKI SYARIF H (214201446148)
MAWADAH TAWARAHMAH (214201446146)
RASINI (214201446173)
SARAH FATHONAH FARID (214201446152)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERITAS NASIONAL
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan kepada kita semua
buah kecerdasan yaitu otak, dengan kapasitor memori yang besar, sehingga kita
sebagai khalifah di muka bumi ini, merupakan makhluk yang paling mulia derajatnya
dari sebaik-baik kejadian dari semua makhluk yang diciptakan Allah.
Shalawat dan salam senantiasa terpanjatkan kepada Nabi kita Muhammad
SAW, yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju dunia yang terang
benderang, sampai dengan saat ini. Alhamdulillahirobbilalamin, dalam kesempatan
kali ini penulis beserta kolega nya telah menyelesaikan satu buah makalah yang
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
GLOMERULONEFRITIS AKUT”makalah ini dibuat sebagai tugas kelompok
mata kuliah keperawatan anak sakit kronis dan terminal yang dalam hal ini sekaligus
bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai pasien anak
dengan Glomerulonefritis Akut.
Tidak banyak kata yang dapat diutarakan penulis, mengingat manusia adalah
tempatnya salah, oleh sebab itu kami sadar bahwa makalah ini memiliki kekurangan
dan kelebihan. Sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat di harapkan.

Jakarta, Oktober 2021

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan............................................................................................................2

1.4 Sistematika Penulisan....................................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORI..........................................................................................4

2.1 Anatomi Fisiologi..........................................................................................4

2.2 Definisi........................................................................................................10

2.3 Etiologi........................................................................................................11

2.4 Klasifikasi....................................................................................................12

2.5 Patofisiolgi...................................................................................................13

2.6 Manifestasi Klinis........................................................................................15

2.7 Pemeriksaan Diagnostik..............................................................................16

2.8 Penatalaksanaan Medis................................................................................16

2.9 Pengobatan...................................................................................................17

2.10 Komplikasi...................................................................................................19

2.11 Diagnosa Keperawatan................................................................................20

2.12 Intervensi.....................................................................................................20
BAB III PENUTUP.....................................................................................................25

3.1 Kesimpulan..................................................................................................25

3.2 Saran............................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................26
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glomerulonefritis Akut (GNA) merupakan keadaan atau manifestasi
utama gangguan sistemik dengan rentang penyakit minimal sampai berat. Usia
pasien saat timbulnya AGN berkisar antara 2,5 hingga 15 tahun, dengan usia
puncak 8,5 tahun. Mayoritas (76,4%) adalah di atas 6 tahun dengan dominasi
laki-laki (58,3%). Sekitar 68,9% dan 82% pasien berasal dari sosial ekonomi
rendah dan pendidikan rendah.
Glomerulonefritis umumnya disebabkan oleh infeksi, yang sering terjadi
pada anak-anak, seperti infeki traktus respiratorius. Glomerulonefritis dapat
terjadi secara epidemik atau sporadik, paling sering pada anak usia sekolah
yang lebih muda, antara 5–8 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan anak
perempuan 2:1. WHO memperkirakan 472.000 kasus GNAPS terjadi setiap
tahunnya secara global dengan 5.000 kematian setiap tahunnya. Penelitian yang
dilakukan di Sri Manakula Vinayagar Medical College and Hospital India pada
periode waktu Januari 2012– Desember 2014 ditemukan 52 anak dengan
diagnosis GNAPS. Dari 52 pasien ditemukan 46 anak (88,4%) dengan GNAPS,
usia pasien berkisar antara 2,6– 13 tahun, 27 anak (52%) pada kelompok usia 5-
10 tahun. Di Indonesia pengamatan mengenai GNA pada anak di sebelas
universitas di Indonesia pada tahun 1997-2002, lebih dari 80% dari 509 anak
dengan GNA mengalami efusi pleura, kardiomegali serta efusi perikardial, dan
9,2% mengalami ensefalopati hipertensif. Selama 5 tahum sejak 1998-2002,
didapatkan 45 pasien GNA (0,4%) yaitu diantara 10.709 pasien yang berobat di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Empat puluh lima pasien ini terdiri
dari 26 laki–laki dan 19 perempuan yang berumur antara 4-14 tahun, dan yang
paling sering adalah 6–11 tahun. Angka kejadian ini relatif rendah, tetapi
menyebabkan morbiditas yang bermakna. Dari seluruh kasus, 95% diperkirakan

1
akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit, dan 2%
menjadi glomerulonefritis kronis. ( Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2,
Juli-Desember 2016)
Menurut kelompok kami berdasarkan pernyataan di atas GNA timbul
lebih besar ke pasien yang usianya masih muda dan laki-laki terkena lebih besar
dibandingkan perempuan. Dari itu kami kelompok membuat makalah ini agar
mengetahui apa peran kami sebagai perawat mengetahui upaya pencegahan
GNA dan cara penanganannya berharap ada pengurangan kasus klien anak
dengan GNA seperti data di atas.

1.2 Rumusan masalah


a) Mahasiswa mampu mengatahui anatomi fisiologi Ginjal
b) Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari GNA
c) Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi dari GNA
d) Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dari GNA
e) Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dari GNA
f) Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi dari GNA
g) Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang klien dengan GNA
h) Mahasiswa mampu mengatahui penatalaksanaan dari GNA
i) Mahasiswa mampu mengetahui pengobatan klien dengan GNA
j) Mahasiswa mampu mengetahui diagnosa keperawatan klien dengan GNA
k) Mahasiswa mampu mengatahui rencana dan rasionalnya klien dengan GNA

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai Glomerulonefitis
Akut serta asuhan keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien
dengan masalah Glomerulonefitis Akut.

2
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui teori Glomerulonefitis Akut.
2. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori asuhan keperawatan
pada pasien Glomerulonefitis Akut.

1.4 Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, permasalahan, pembatasan masalah,
tujuan dan manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang Glomerulonefitis Akut dari anatomi fisiologi
Glomerulonefitis Akut, pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalaksanaan, diagnosa keperawatan
dan nursing care plan dan rasionalnya.
BAB III Kesimpulan dan Penutup
Pada bab ini berisikan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian dan penutupan
makalah.

1.5

3
BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi
A. Anatomi
Ginjal memiliki bentuk seperti kacang polong yang terletak pada
retroperitoneal (antara dinding tubuh dorsal dan peritoneum parietal) di
daerah lumbal superior. Proyeksi ginjal terhadap tulang belakang setinggi
t12 sampai l3. Ginjal kanan terdesak oleh hepar dan terletak sedikit lebih
rendah dari ginjal kiri. Ginjal orang dewasa memiliki massa sekitar 150 g
(2 ons) dan dimensi ratarata panjangnya 12 cm, lebar 6 cm, dan tebal 3
cm atau seukuran sabun besar. Permukaan lateral berbentuk cembung.
Permukaan medial berbentuk cekung dan memiliki celah vertikal yang
disebut hilus renal yang mengarah ke ruang internal di dalam ginjal yang
disebut sinus ginjal. Saluran ureter, pembuluh darah ginjal, limfatik, dan
saraf semuanya bergabung dengan masing-masing ginjal di hilum dan
menempati sinus. Di atas setiap ginjal terdapat kelenjar adrenal (atau
suprarenal), merupakan kelenjar endokrin yang secara fungsional tidak
terkait dengan ginjal (Marieb & Hoehn., 2015).
Ginjal memiliki tiga lapis jaringan penyokong yang
mengelilinginya:
a) Fascia renalis, merupakan lapisan terluar berupa jaringan ikat fibrosa
padat yang menyandarkan ginjal dan kelenjar adrenal ke struktur
sekitarnya.
b) Perirenal fat capsule, merupakan massa lemak yang mengelilingi
ginjal dan bantalannya terhadap pukulan.
c) Fibrous capsule, merupakan kapsul transparan yang mencegah
infeksi di daerah sekitarnya menyebar ke ginjal (Marieb & Hoehn,
2015).

4
Gambar 2.1 Penampang Ginjal

Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat


terang dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap.
Korteks ginjal mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap
nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari
beberapa massa-massa triangular disebut piramida ginjal dengan basis
menghadap korteks dan bagian apeks yang menonjol ke medial. Piramida
ginjal berguna untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian
disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal (Tortora, 2011
dalam Moore & Anne, 2012).

5
Gambar 2.2 Sruktur Ginjal

Nefron adalah kesatuan unit fungsional dari ginjal, tiap nefron


terdiri dari glomerulus, kapsula bowman, tubulus contortus proksimalis,
loop henle, tubulus contortus distalis. Bagian luar ginjal disebut korteks
dan bagian dalam disebut medulla, serta bagian paling dalam disebut
pelvis. Dibagian medulla ada bentukan piramida sebagai saluran
pengumpul (tubulus collectivus) yang membawa filtrate dari nefron
korteks menuju pelvis. Permukaan medial ginjal yang cekung ada
bentukan hilus. Hilus merupakan tempat keluar-masuknya vasa renalis,
dan tempat keluarnya pelvis renalis. Ginjal mempunyai pembungkus dari
dalam keluar yaitu capsula renalis, perirenal fat dan paling luar adalah
fascia renalis (Maulana, 2014).

6
Gambar 2.3 Nefron Ginjal

Aliran darah ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan


cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan yang mengalirkan
darah balik adalah vena renalis yang merupakan cabang vena kava
inferior (Marieb & Hoehn, 2015).

Gambar 2.4 Pembuluh Darah Renal

7
Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak
mempunyai anastomosis dengan cabang–cabang dari arteri lain, sehingga
apabila terdapat kerusakan salah satu cabang arteri, berakibat timbulnya
iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya (Purnomo, 2012).
Persarafan ginjal berasal dari pleksus simpatikus renalis dan tersebar
sepanjang cabang-cabang arteri vena renalis. Serabut aferen yang berjalan
melalui pleksus renalis masuk ke medulla spinalis melalui nervus
torakalis x, xi, dan xii (Netter, 2014).

B. Fisiologi
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan
mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal
dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus dengan
reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di
sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air dieksresikan
keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price &
Wilson, 2012).
Ginjal menjalankan banyak fungsi homeostatik penting, antara lain
ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing, pengaturan
keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolalitas cairan tubuh dan
konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan arteri, pengaturan
keseimbangan asam basa, sekresi, metabolisme, dan ekskresi hormon
(Guyton & Hall, 2008).
Menurut Sherwood (2013), dalam pembentukan urin terdapat tiga
proses dasar yang terlibat yakni filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus,
dan sekresi tubulus.
a) Filtrasi glomerulus
Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas protein
tersaring melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul bowman.

8
Dalam keadaan normal, 20% plasma yang masuk ke glomerulus
tersaring. Proses ini, dikenal sebagai filtrasi glomerulus, adalah
langkah pertama dalam pembentukan urin. Secara rerata, 125 ml
filtrat glomerulus terbentuk secara kolektif dari seluruh glomerulus
setiap menit. Jumlah ini sama dengan 180 liter setiap harinya.
Dengan memepertimbangkan bahwa volume rerata plasma pada
orang dewasa adalah 2,75 liter, maka hal ini berarti bahwa ginjal
menyaring keseluruhan volume plasma sekitar 65 kali sehari. Jika
semua yang difiltrasi keluar sebagai urin, semua plasma akan
menjadi urin dalam waktu kurang dari setengah jam. Namu, hal ini
tidak terjadi karena tubulus ginjal dan kapiler peritubulus
berhubungan erat di seluruh panjangnya, sehigga bahan-bahan
dapat diperlukan antara cairan di dalam tubulus dan darah dalam
kapiler peritubulus.
b) Reabsorbsi tubulus
Sewaktu filtrat mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang
bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus.
Perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian dalam tubulus (lumen
tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorbsi tubulus. Bahan-
bahan yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi
dibawa oleh kapiler peritubular ke sistem vena dan kemudian ke
jantung untuk diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang disaring per
hari, sekitar 178,5 liter direabsorbsi. Sisa 1,5 liter di tubulus
mengalir ke dalam pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin.
Secara umum, bahan-bahan yang perlu dihemat oleh tubuh secara
selektif direabsorbsi, sementara bahan-bahan yang perlu dihemat
oleh tubuh secara selektf direabsorbsi, sementara bahan-bahan yang
tidak dibutuhkan dan harus dikeluarkan tetap berada di urin.
c) Sekresi tubulus

9
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif
bahan-bahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus.
Proses ini merupakan rute kedua bagi masuknya bahan ke dalam
tubulus ginjal dari darah sedangkan yang pertama adalah melalui
filtrasi glomerulus. Hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir
melalui kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam kapsul bowman, 80%
sisanya mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler
peritubulus. Sekresi tubulus merupakan mekanisme untuk
mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan
mengekstraksi sejumlah tertentu bahan dari 80% plasma yang tidak
terfiltrasi di kapiler peritubulus dan memindahkannya ke bahan
yang suda ada di tubulus sebagai hasil filtrasi.
d) Ekskresi urin
Ekskresi urin adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh ke dalam
urin. Ini bukan merupakan proses terpisah tetapi merupakan hasil
dari tiga proses pertama di atas. Semua konstituen plasma yang
terfiltrasi atau disekresikan tetapi tidak direabsorbsi akan tetap di
tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk dieksresikan sebagai
urin dan dikeluarkan dari tubuh. Perhatikan bahwa semua yang
difiltrasi dan kemudian direabsorbsi, atau tidak difiltrasi sama
sekali, masuk ke darah vena dari kapiler peritubulus dan karenanya
dipertahankan di dalam tubuh dan tidak dieksresikan di urin,
meskipun mengalir melewati ginjal.

2.2 Definisi
Glomerulonefritis Akut (GNA) merupakan keadaan atau manifefstasi
utama gangguan sistemik dengan rentang penyakit minimal sampai berat
sampai berat. Glomerulonefritis poststreptokokal akut ( APSGN, acute
poststreptokokal glomerulonefritis) merupakan penyakit ginjal pasca infeksi
yang sering terjadi pada masa kanak-kanak dan merupakan penyakit yang

10
menyebabkan dapat ditegakan pada sebagian besar kasus. dapat terjadi pada
setiap tingkatan usia tetapi terutama menyerang anak-anak pada awal usia
sekolah dengan awitan paling sering terjadi pada usia 6-7 tahun. Penyakit ini
jarang dijumpai pada anak-anak ,usia dibawah 2 tahun ( Donna L wong, 2009 ).
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan
proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme
imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan
mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak kebanyakan kasus
glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering infeksi streptokokus
beta hemolitikus grup A.

2.3 Etiologi

Penyakit ini sering di temukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan
lebih sering mengenai anak pria di bandingkan anak wanita. Timbulnya GNA
didahului oleh infeksi ekstra-renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas
dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A,tipe
12,4,16,25 dan 49. Hubungan antara GNA dan infeksi streptococcus ini di
kemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa:
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.
2. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A.
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama
lebih kurang 10 hari. Dari pada tipe tersebut di atas tipe12 dan 25 lebih bersifat
nefritogen dari pada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih bersifat nefritogen
dari pada yang lain tidaklah di ketahui.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcus.
GNA dapat juga di sebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion),
penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus

11
eritematosus,

12
2.4 Klasifikasi

Klasifikasi Keterangan
Distribusi Mengenal semua glomerulus; bentuk yang paling
Difus sering terjadi menyebabkan gagal ginjal kronik
Fokal Hanya sebagian glomerulus yang abnormal
Lokal Hanya sebagian rumbai glomerulus yang
BENTUK KLINIS abnormal, misalnya satu simpal kapiler
GLOMERULONEFRITIS Jenis gangguan klasik dan jinak, yang hampir
DIFUS selalu diawali oleh infeksi streptokokus dan
Akut disertai endapan kompleks imun pada membran
basalis glomerulus (GBM) dan perubahan
proliferatif selular
Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat,
ditandai dengan perubahan – perubahan poliferatif
selular nyata yang merusak glomerulus sehingga
dapat mengakibatkan kematian karena uremia
dalam jangka waktu beberapa bulan sejak
Subakut
timbulnya penyakit
Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan
menuju perubahan sklerotik dan obliteratif pada
glomerulus; ginjal mengisut dan kecil; kematian
akibat uremia; seluruh perjalanan penyakit
berlangsung dari 2 sampai 40 tahun.

Kronik
(Sylvia A. Price and Lorraine M. Wilson, 2005)

13
2.5 Patofisiolgi

Hampir pada semua tipe glomelurusnefritis terjadi gangguan di


lapisan epitel atau lapisan podosit membran glomelurus. Gangguan ini
mengakibatkan hilangnya muatan negatif. Glomerulonefritis
pascastreptokokal akut terjadi karena kompleks antigen–antibodi
terperangkap dan menumpuk di dalam membran kapiler glomelurus
sesudah infeksi oleh streptococcus beta-hemolyticus group A. Antigen
tersebut, yang bisa endogen atau eksogen, menstimulasi pembentukan
antibodi. Kompleks antigen- antibodi yang beredar di dalam darah akan
tersangkut di dalam kapiler glomerulus. Cedera glomerulus terjadi ketika
kompleks tersebut memulai pengaktifan komplemen dan pelepasan
substansi imunologi yang menimbulkan lisis sel serta meningkatkan
permeabilitas membran.
Intensitas kerusakan glomerulus dan insufisiensi renal berhubungan
dengan ukuran, jumlah, lokasi (lokal atau difus), durasi panjang dan tipe
kompleks antigen- antibodi dalam dinding kapiler glomerulus mengaktifkan
mediator biokimiawi inflamasi yaitu, komplemen, leukosit, dan fibrin.
Komplemen yang sudah diaktifkan akan menarik sel–sel neutrofil serta
monosit yang melepaskan enzim lisosom. Enzim lisosom ini merusak
dinding sel glomelurus dan menyebabkan poliferasi matriks ekstrasel yang
akan mempengaruhi aliran darah glomerulus. Semua kejadian tersebut
meningkatkan permeabilitas membran yang menyebabkan kehilangan
muatan negatif pada membran glomerulus dan meningkatkan pula filtrasi
protein. Kerusakan membran menyebabkan agregasi trombosit, dan
degranulasi trombosit melepaskan subtansi yang meningkatkan
permeabilitas glomerulus. Molekul protein dan sel darah merah kini dapat
melintas masuk ke dalam urine sehingga terjadi proteinnuria dan hematuria.
Pengaktivan sistem koagulasi menimbulkan endapan fibrin dalam ruang
Bowman. Akibatnya adalah pembentukan struktur terbentuk bulan sabit
(erescent) dan penurunan aliran darah renal serta laju filtrasi glomelurus.
Perdarahan glomelurus menyebabkan urine menjadi asam. Keadaan
ini akan mengubah hemoglobin menjadi meihemoglobin dan

14
mengakibatkan urine berwarna cokelat tampa ada bekuan darah. Respons
inflamasi akan menurunkan laju filtrasi glomelurus, dan keadaan ini
menyebabkan retensi cairan serta penurunan haluaran urine, peningkatan
volume cairan ekstrasel, dan hopertensi. Proteinuria yang nyata menyertai
sindrom nefrotik sesudah 10 hingga 20 tahun kemudian akan terjadi
insufisiensi renal, yang diikuti oleh sindrom nefrotik dan gagal ginjal
terminal. Sindrom goodpasture merupakan glomerulonefritis progresif
cepat yang disertai produksi antibodi terhadap kapiler pulmoner dan
membran basalis glomelurus. Proliferasi antibodi intrasel yang difus dalam
ruang bowman menyebabkan pembentukan struktur berbentuk bulan sabit
yang menyumbat ruang tersebut. Struktur ini tersusun atas fibrin dan sel –
sel endotel, mesangial, serta fagositik yang menekan kapiler glomerulus,
mengurangi aliran darah, dan menimbulkan parut yang luas pada
glomerulus.
Laju filtrasi glomerulus menurun dan gagal ginjal terjadi dalam waktu
beberapa minggu atau beberapa bulan. Nefropati IgA atau penyakit berger
biasanya bersifat idiopatik. Kadar IgA plasma meninggi dan IgA serta sel–
sel inflamasi mengendap di dalam ruang bowman. Akibatnya adalah
sklerosis dan fibrosis glomerulus serta penurunan laju filtrasi glomerulus.
Nefrosis lipid menyebabkan disrupsi membran filtrasi kapiler dan hilangnya
muatan negatif pada membran ini. Keadaan ini meningkatkan permeabilitas
yang disertai hilangnya protein sebagai akibatnya sehingga terjadi sindrom
nefrotik. Penyakit sistemik, seperti infeksi virus hepatitis B, sistemik lupus
eritematosus atau tumor solid yang malignan, menyebabkan nefropati
membranosa. Proses inflamasi menyebabkan penebalan dinding kapiler
glomerulus. Peningkatan permeabilitas dan proteinuria menimbulkan
sindrom nefrotik. Kadang–kadang komplemen imun merusak lebih lanjut
membran glomerulus
Glomerulus yang rusak dan mengalami inflamasi akan kehilangan
kemampuan untuk memiliki permeabilitas yang selektif sehingga sel darah
merah dan protein dapat melewati filtrasi membran tersebut ketika laju
filtrasi glomerulus menurun. Keracunan karena ureum dapat terjadi. Fungsi

15
ginjal dapat memburuk, khususnya pada pasien dewasa dengan glomelurus
pascastreptokokal akut, yang umumnya berbentuk glomerulus sklerosis dan
disertai hipertensi. Semakin berat gangguan tersebut, semakin besar
kemungkinan terjadi komplikasi. Hipovolemik menimbulkan hipotensi
yang bisa terjadi karena retensi natrium dan air (akibat penurunan laju
filtrasi glomerulus) atau pelepasan renin yang tidak tepat. Pasien
mengalami edema paru dan gagal jantung. (kowalak, welsh dan mayer,
2011)

2.6 Manifestasi Klinis

1. Hematuria (kencing berwarna seperti air cucian daging). Hematuria


dapat terjadi karena kerusakan pada rumbai kapiler glomerulus).
2. Proteinuria (protein dalam urine) adalah suatu kondisi
dimana urine mengandung jumlah protein yang tidak normal.
3. Oliguria dan anuria.
Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriol glomerulus yang
mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini
kecepatan filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi air, garam,
ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar
ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relatif
kurang terganggu, ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga
diuresis berkurang maka timbul oliguria dan anuria.
4. Edema yang biasanya dimulai pada kelopak mata dan bisa ke seluruh
tubuh. Edema dapat terjadi karena adanya akumulasi cairan akibat
penurunan fungsi ginjal, dimana terjadi penurunan laju filtrasi
glomerulus yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat
nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema.
5. Hipertensi.
Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan
tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila
keadaan penyakitnya menjadi kronis. Hal ini disebabkan akibat
terinduksinya sistem rennin- angiotensin.

16
6. Hipertermi/suhu tubuh meningkat. Dikarenakan adanya inflamasi
oleh strepkokus.
7. Menurunya out put urine ( pengeluaran urine) adalah keadaan
dimana produksi urine seseorang kurang dari 500 mililiter dalam 24
jam.
8. Anak pucat dan lesu.
9. Mual muntah.
10. Fatigue ( keletihan atau kelelahan ) adalah suatu kondisi yang
memiliki tanda berkurangnya kapasitas yang dimiliki seseorang untuk
bekerja dan mengurangi efisiensi prestasi dan biasanya hal ini disertai
dengan perasaan letih dan lemah.
11. Demam.
12. Sesak napas.
13. Anoreksia (penurunan nafsu makan)

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis


akut. Volume urin sering berkurang dengan warna gelap atau
kecoklatan seperti air cucian daging.
2. Tes darah : Bun (bloot urea nitrogen : nitrogen urea darah) dan
creatinine meningkat kreatinin serum menigkat bila fungsi ginjal
mulai menurun.Albumin serum dan protein total mungkin normal atau
agak turun (karena hemodilusi).
3. Laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat
hipervolemia (retensi garam dan air). Pada pemeriksaan urin di
dapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi. Hematuria
makroskopis ditemukan pada 50% penderita. Ditemukan pula albumin
(+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, dan hialin.
4. Biopsi ginjal dapat di indikasikan jika dilakukan kemungkinan temuan
adalah meningkatnya jumlah sel dalam setiap

17
2.8 Penatalaksanaan Medis

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi


penyembuhan kelainan di glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dahulu dianjurkan selama 6


minggu. Tetapi penyelidikan terakhir dengan hanya istirahat 3-4
minggu tidak berakibat buruk bagi perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotik ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada.
Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian
profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap.
Secara teoritis, anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil.
3. Makanan pada fase akut diberikan makanan rendah protein
(1g/KgBB/hari) dan rendah garam. Makanan lunak diberikan pada
pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu normal
kembali. Bila anuria atau muntah, diberikan IVFD dengan larutan
glukosa 10%. Pada pasien dengan tanpa komplikasi pemberian cairan
disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi maka
jumlah cairan harus dibatasi
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi,
pemebrian sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup
beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin
dan hidralazin. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi
karena member efek toksik
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan
dari dalam darah.
6. Diuretikum dulu tidak diberikan pada GNA akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosamid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgBB/kali) dalam
5-10 menit dan tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan
filtrasi glomerulus.

18
2.9 Pengobatan

1. Pengobatan Non Farmakologi

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi


penyembuhan kelainan di glomerulus.

a) Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat


mutlak selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada
ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikkan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi. Penderita sesudah 3-4 minggu
dari minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat
buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
b) Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein
(1g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak di
berikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa
bila suhu telah normal kembali.
c) Diet jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila
edema berat, diberikan makanan tanpa garam, sedangkan bila
edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari.
Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-
1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik,
terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah
cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti
asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25
ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan
suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).

2. Pengobatan farmakologi

a) Bila anuria berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus


dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya
dialisis peritonium hemodialisis, bilasan lambung dan usus
(tindakkan ini kurang efektif, transfusi tukar. Bila prosedur di

19
atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka
pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan ada kalanya
menolong juga.
b) Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut,
tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara
intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat
buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus
(Repetto dkk,1972).
c) Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan
larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi
pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan
bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, dan oliguria
maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
d) Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini
tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan
mengurangi menyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin
masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10
hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah
nefritrisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan
karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang
anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi
kemungkinan ini sangat kecil sekali.
e) Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum
dan oksigen.

2.10 Komplikasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi


sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia
dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang
terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis
peritoneum kadang-kadang diperlukan.

20
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hiperetensi terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing,
muntah dan kejang- kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah
lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkab oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi
gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis
eritropoetik yang menurun.

2.11 Diagnosa Keperawatan


Menurut SDKI (2016), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
pasien dengan GNC (Glomerulonefritis) diantaranya:
1. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan (D.0122)
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrient (D.0019)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
4. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi kandung kemih
5. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan fungsi metabolic
6. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

2.12 Intervensi

Intervensi berdasarkan SIKI sebagai berikut :


DX.1
Luaran Utama: Keseimbangan Cairan Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan cairan meningkat dengan
kriteria hasil:

21
1. Asupan cairan meningkat
2. Edema menurun
3. Dehidrasi menurun
4. Membran mukosa membaik
5. Turgor kulit membaik

Intervensi
Utama: Manajemen Hipervolemia
Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hipervolemi (mis. dispnea, edema, suara napas
tambahan)
2. Identifikasi penyebab hypervolemia
3. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
1. Batasi asupan cairan dan garam
Edukasi
1. Ajarkan cara membatasi cairan Intervensi Utama: Manajemen
Hipervolemia
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretic

DX.2
Luaran Utama: Status Nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam status nutrisi membaikdengan kriteria hasil:
1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2. Serum albumin meningkat
3. Frekuensi makan membaik
4. Nafsu makan membaik
5. Membran mukosa membaik
Intervensi Utama: Manajemen Nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi makanan yang disukai
3. Monitor asupan makanan

22
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiematik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

DX.3
Luaran Utama: Toleransi Aktivitas Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam toleransi aktivitas meningkat dengan
kriteria hasil:
1. Frekuensi nadi meningkat
2. Keluhan lelah menurun
3. Perasaan lemah menurun
4. Warna kulit membaik
5. Tekanan darah membaik
6. Frekuensi napas membaik
Intervensi Utama: Manajemen energi Observasi
1. Monitor kelelahan fisik dan mental
Terapeutik
1. Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan

DX.4

23
Luaran Utama: Eliminasi Urine Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam eliminasi urine membaikdengan kriteria hasil:
1. Sensasi berkemih meningkat
2. Frekuensi BAK membaik
3. Karakteristik urine membaik
Intervensi Utama: Manajemen Eliminasi Urine
Observasi
1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine
2. Identifikasi faktor penyebab retensi atau inkontinensia urine
3. Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma,
volume, dan warna)
Terapeutik
1. Batasi asupan cairan, jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
2. Anjurkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu

DX. 5
Luaran Utama: Tingkat Nyeri Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil:
1. Keluhan nyeri menurun
2. Meringis menurun
3. Sikap protektif menurun
4. Gelisah menurun
5. Frekuensi nadi membaik
6. Pola napas membaik
7. Tekanan daraah membaik
Intervensi Utama: Manajemen Nyeri
Observasi

24
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)

Edukasi
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

DX. 6
Luaran Utama: Termoregulasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam termoregulasi membaikdengan kriteria hasil:
1. Mengigil menurun
2. Kulit merah menurun
3. Suhu tubuh membaik
4. Suhu kulit membaik
5. Tekanan darah membaik
Intervensi Utama: Manajemen Hipertermia
Observasi
1. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, pengguanaan inkubator)
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor haluan urine
5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik

25
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Berikan cairan oral
4. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia
atau kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
Edukasi
1. Ajarkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravensi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Glomerulonefritis Akut (GNA) merupakan keadaan atau manifestasi
utama gangguan sistemik dengan rentang penyakit minimal sampai berat.
Usia pasien saat timbulnya AGN berkisar antara 2,5 hingga 15 tahun,
dengan usia puncak 8,5 tahun.
Glomerulonefritis umumnya disebabkan oleh infeksi, yang sering
terjadi pada anak-anak, seperti infeki traktus respiratorius. Glomerulonefritis
dapat terjadi secara epidemik atau sporadik, paling sering pada anak usia
sekolah yang lebih muda, antara 5–8 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan
anak perempuan 2:1.
Kesimpulan berdasarkan makalah yang telah kelompok buat GNA
salah satu penyakit yang lebih banyak di alami oleh anak muda dimana usia
yang sudah mengalami penyakit GNA mulai umur 2,5th yang dibilang sangat
muda dan berdasarkan data yang telah kelompok temukan perbandingan
anak laki-laki lebih besar daripada perempuan. GNA yang merupakan
peradangan glomerulus yang berada pada ginjal.
3.2 Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
sehingga penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari

26
pembaca sehingga makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari
para pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk
menyempurnakan makalah ini.

27
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. ( 2008 ). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Donna L. Wong. (2013) Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4.


Penerbit Buku Kedokteran. EGC
Gloria M. Bulechek, dkk (2016) Nursing Intervenstions Classification
(NIC). Edisi keenaam.
Jenifer P.Kowalak, William Welsh, Brenna Mayer, 2011. Buku ajar
patofisiologi. Jakarta : EGC
Jurnal Biomedik (JBM), Volume 10, Nomor 3, November 2018, hlm.185-
189)
Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016.
Potter & Perry. ( 2005 ). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Jakarta : EGC
Sue Moorhead, dkk (2016) Nursing Outcomes Classification (NOC)
Pengukuran Outcomes Kesehatan. Edisi kelima.
Suriadi,Yuliani R.2001.Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan
Keperawatan pada Anak.Edisi 1.Jakarta:EGC.
Sylvia A. Price and Lorraine M. Wilson, 2005. Patofisiologi : konsep klinis
proses – proses penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Tylor M. Cyntia & Ralph Sparks Sheila (2003). Diagnosis Keperawatan
Dengan Rencana Asuhan. Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran. EGC

28

Anda mungkin juga menyukai