Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

ITP (IDIOPATIK TROMBOSITOPENIA PURPURA)

DISUSUN

KELOMPOK 5

IKLIMA (21010010)
IZZA SALSABILA (21010040)
CUT TRISNA AYU (21010032)
NAILATUL AMALIA (21010122)
AISA NABAWI (21010002)
MUHAMMAD RAMADHANA (21010043)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI
TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.wr.wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat-Nya


penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Idiopatik Trombositopenia
Purpura” tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan
kepada Nabi kita Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga
akhir zaman. Aamiin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini di kemudian hari. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya. Aamiin.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Sigli, Desember 2022

ii
DAFTAR ISI

COVER JUDUL ............................................................................................ i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................... 1


A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................. 3

BAB II : TINJAUAN TEORITIS .......................................................... 4


A. Definisi ............................................................................... 4
B. Etiologi ............................................................................... 6
C. Klasifikasi ........................................................................... 6
D. Patofisiologi ........................................................................ 7
E. Pathway ............................................................................... 8
F. Tanda dan Gejala ................................................................ 9
G. Pemeriksaan Penunjang ...................................................... 9
H. Terapi .................................................................................. 9

BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN...................................................... 11


A. Pengkajian ........................................................................... 11
B. Diagnosa .............................................................................. 13
C. Intervensi ............................................................................ 14
D. Implementasi ....................................................................... 16
E. Evaluasi ............................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 17

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit, yang merupakan
bagian dari pembekuan darah. Pada orang normal jumlah trombosit di dalam
sirkulasi berkisar antara 150.000-450.000/ul, rata-rata berumur 7-10 hari kira-kira
1/3 dari jumlah trombosit di dalam sirkulasi darah mengalami penghancuran di
dalam limpa oleh karena itu untuk mempertahankan jumlah trombosit supaya
tetap normal di produksi 150.000-450000 sel trombosit perhari. Jika jumlah
trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan abnormal meskipun
biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai kurang dari
10.000/mL. (Sudoyo, dkk ,2006).
Trombositopenia dapat bersifat kongenital atau di dapat, dan terjadi akibat
penurunan reproduksi trombosit, seperti pada anemia aplastik, mielofibrosis,
terapi radiasi atau leukimia, peningkatan penghancuran trombosit, seperti pada
infeksi tertentu ; toksisitas obat, atau koagulasi intravaskuler, diseminasi (DIC);
distribusi abnormal atau sekuestrasi pada limpa ; atau trombositopenia dilusional
setelah hemoragi atau tranfusi sel darah merah. (Sandara, 2003).
Trombositipenia didefinisikan juga sebagai jumlah trombosit kurang dari
100.000/mm3. jumlah trombosit yang rendah ini merupakan akibat berkurangnya
produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit. Namun, umumnya tidak
ada manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3dan lebih lanjut
dipengaruhi oleh keadaan-keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai,
seperti penyakit hati atau leukimia. Ekimosis yang bertambah dan pendarahan
yang memanjang akibat trauma ringan terjadi pada kadar trombosit kurang dari
50.000/mm3. Petekie merupakan maniferstasi utama, dengan jumlah trombosit
kurang dari 30.000/mm3. terjadi perdarahan mukosa, jaringan dalam, dan
intrakranial dengan jumlah trombosit kurang dari 20.000, dan memerlukan

1
tindaka segera untuk mencegah perdarahan dan kematian. (Sylvia & Wilson,
2006)
Trombositopenia (jumlah platelet kurang dari 80.000/ mm3) penyebab
tersering dari perdarahan abnormal karena produksi platelet yang menurun, atau
pun peninggian sekuestrasi atau destruksi yang bertambah. Penyebab penurunan
produksi platelet antaranya anemia aplastik, leukemia, keadaan gagal sumsum
tulang lain, dan setelah terapi khemoterapi sitotoksik. Penyebab peninggian
destruksi platelet antaranya trombositopenik purpura idiopatik (autoimun),
trombositopenia sekunder atau yang diinduksi obat-obatan, purpura
trombositopenia trombotik, sindroma uremik hemolitik, koagulasi intravaskuler
diseminata, dan vaskulitis.
Secara umum, jumlah platelet lebih dari 50.000/mm3 tidak berkaitan dengan
komplikasi perdarahan yang bermakna, dan perdarahan spontan berat jarang
dengan jumlah platelet lebih dari 20.000/mm3. Walau jarang, PIS spontan bisa
terjadi dan khas dengan onset yang tak jelas dari nyeri kepala, diikuti perburukan
tingkat kesadaran. Hematom subdural lebih jarang. (sudoyo, dkk, 2006)
Penurunan produksi trombosit (platelets), dibuktikan dengan aspirasi dan
biopsi sumsum tulang, dijumpai pada segala kondisi yang mengganggu atau
menghambat fungsi sumsum tulang. Kondisi ini meliputi anemia aplastik,
mielofibrosis(penggantian unsur-unsur sumsum tulang dengan jaringan fibrosa),
leukemia akut, dan karsinoma metastatik lain yang mengganti unsur-unsur
sumsum normal. Agen-agen kemoterapeutik terutama bersifat toksik terhadap
sum-sum tulang, menekan produksi trombosit. Keadaan trombositopenia dengan
produksi trombosit normal biasanya disebabkan oleh penghancuran atau
penyimpanan yang berlebihan. Segala kondisi yang menyebabkan
spenomegal(lien membesar) dapat disertai trobositopenia. (Sylvia & Wilson,
2006)
Trombosit dapat juga dihancurkan oleh produksi anti bodi yang diinduksi
oleh obat seperti yang ditemukan pada quidinin dan emas. Atau oleh
autoantibodi(anti bodi yang bekerja melawan jaringannya sendiri). Antibodi-

2
antibodi ini ditemukan pada penyakit seperti lupus eritematosus, leukimia
limfositik kronis, limfoma tertentu, dan purpura trombositopenik idiopatik (ITP).
ITP terutama ditemukan pada perempuan muda, bermanifestasi sebagai
trombositopenia yang mengancam jiwa dengan jumlah trombosit yang sering
kurang dari 10.000/mm3. antibodi Ig G yang ditemukan pada membran trombosit
dan meningkatnya pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem
makrofag. (Sylvia & Wilson, 2006).
Diagnosis ITP ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab
trombositopenia yang lain. Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang tidak rutin
dilakukan pada ITP, hanya untuk kasus yang meragukan. Pada anak umumnya
ITP bersifat akut dan dapat sembuh spontan dalam waktu kurangdari 6 bulan. Tata
laksana ITP khususnya ITP akut pada anak masih kontroversial. Pengobatan
umumnya dilakukan hanya untuk meningkatkan jumlah trombosit, namun tidak
menghilangkan risiko terjadinya perdarahan intrakranial dan perjalanan menjadi
ITP kronis. Pengobatan juga potensial menimbulkan efek samping yang cukup
serius. Perlu dilakukan suatu studi prospektif acak yang meneliti manfaat secara
klinis berbagai pengobatan ITP pada anak. Pemahaman yang tepat tentang
perjalanan alamiah ITP kronis pada anak sangat bermanfaat bagi suatu
pengobatan yang rasional. (Sari Pediatri, 2004).

B. Tujuan
1) Tujuan Umum
Secara umum penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui secar garis
besar tentang kasus pasien ITP secara menyeluruh
2) Tujuan KHusus
1. Mengetahui pengertian ITP
2. Mengetahui etiologi, patofisiologi, dan manifestasi klinis
3. Mengetahui penatalaksanaan dari penyakit ITP
4. Mengetahui konsep keperawatan pada pasien ITP

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic
berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak
cukup memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka
memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari
Immune Thrombocytopenic Purpura. (Family Doctor, 2006).
Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan
kelainan autoimun dimana autoanti body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit.
Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun
antibodi antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis
langsung. Insident tersering pada usia 20-50 tahum dan lebi serig pada wanita
dibanding laki-laki (2:1). (Arief mansoer, dkk).
Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali keping
darah berada dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel
sangat kecil yang menutupi area tubuh paska luka atau akibat teriris/terpotong dan
kemudian membentuk bekuan darah. Seseorang dengan keping darah yang terlalu
sedikit dalam tubuhnya akan sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan
mengalami perdarahan dalam periode cukup lama setelah mengalami trauma luka.
Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut Petechiae) muncul pula pada
permukaan kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit ini sangat rendah,
penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau mengalami
perdarahan dalam organ ususnya. (Family Doctor, 2006)
Idiopatik trombositopeni purpura disebut sebagai suatu gangguan autoimun
yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah
perifer kurang dari 15.000/μL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen
trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem
retikuloendotel terutama di limpa. Atau dapat diartikan bahwa idiopatik
trombositopeni purpura adalah kondisi perdarahan dimana darah tidak keluar

4
dengan semestinya. Terjadi karena jumlah platelet atau trombosit rendah.
Sirkulasi platelet melalui pembuluh darah dan membantu penghentian perdarahan
dengan cara menggumpal. Idiopatik sendiri berarti bahawa penyebab penyakit
tidak diketahui. Trombositopeni adalah jumlah trombosit dalam darah berada
dibawah normal. Purpura adalah memar kebiruan disebabkan oleh pendarahan
dibawah kulit. Memar menunjukkan bahwa telah terjadi pendarahan di pembuluh
darah kecil dibawah kulit. (ana information center, 2008).
Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4µm.
Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar
dalam susunan hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi
trombosit, baik dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah,
khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit
menghasilkan kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II).
Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah.
Konsentrasi normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter.
Volume rata-ratanya 5-8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah
trombosit itu ada di limpa. Jumlah trombosit dalam keadaan normal di darah tepi
selalu kurang lebih konstan. Hal ini disebabkan mekanisme kontrol oleh bahan
humoral yang disebut trombopoietin. Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan
mengeluarkan trombopoietin lebih banyak yang merangsang trombopoiesis.
Idiopathic thrombocytopenic Purpura mempengaruhi anak-anak dan orang
dewasa. Anak-anak sering mengalami idiopathic thrombocytopenic Purpura
setelah infeksi virus dan biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada
orang dewasa yang menderita penyakit ITP sering lebih kronis. ITP diperkirakan
merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan didapat yang banyak
ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3
sampai 8 per 100000 anak per tahun. Di bagian ilmu kesehatan Anak RSU Dr.
Soetomo terdapat 22 pasien baru pada tahun 2000.
Delapan puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita apisode pendarahan
akut, yang akan pilih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan
namanya (akut) akan sembuh dalam 6 bulan.

5
B. Etiologi
Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti. Mekanisme yang terjadi
melalui pembentukan antibody yang menyerang sel trombosit, sehingga sel
trombosit mati. (Imran, 2008). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun,
dimana tubuh menghasilkan antibody yang menyerang trombositnya sendiri.
Dalam kondisi normal, antibody adalah respon tubuh yang sehat terhadap bakteri
atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya
bahkan menyerang sel-sel keeping darah tubuhnya sendiri.
ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus,
intoksikasi makanan, obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas),
kekurangan factor pematangan (malnutrisi), DIC (mis: DSS, leukemia) dan
terakhir dikemukakan bahwa ITP terutama yang menahun merupakan penyakit
autoimun.
Hal ini diketahui dengan ditemukannya zat anti terhadap trombosit dalam
darah penderita. Pada neonatus kadang-kadang ditemukan trombositopenia
neonatal yang disebabkan inkompatibilitas golongan darah trombosit antara ibu
dan bayi (isoimunisasi). Prinsip patogenesisnya sama dengan inkompatibilitas
rhesus atau ABO. Jenis antibodi trombosit yang sering ditemukan pada kasus
yang mempunyai dasar imunologis ialah anti P1E1 dan anti P1E2. Mencari
kemungkinan penyebab ITP ini penting untuk menentukan pengobatan, penilaian
pengobatan dan prognosis .

C. Klasifikasi
Secara klinik dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan durasi
trombositopenia, yaitu
1. ITP akut
ITP akut jika tidak lebih dari enam bulan (2). ITP akut lebih sering terjadi
pada anak, setelah infeksi virus akut atau vaksinasi, sebagian besar sembuh
spontan, tetapi 5-10 % berkembang menjadi kronik (berlangsung lebih dari 6
bulan). Diagnosis sebagian besar melalui ekslusi. Jika trombosit lebih dari 20 x

6
109/l tidak diperlukan terapi khusus. Jika trombosit kurang dari 20 x 109/l dapat
diberikan steroid atau immunoglobulin intravena.
ITP dialami oleh 2 hingga 5 anak per 100.000 anak per tahunnya pada usia
yang lebih muda dari 15 tahun. Hal ini sesuai dengan yang diteliti oleh beberapa
peneliti seperti yang tampak pada tabel 1. Jumlah kasus baru ITP kronis
berjumlah sekitar 10 kasus per 1 juta anak per tahunnya.1 Berdasarkan sebuah
penelitian di Denmark dan Inggris ditemukan angka kejadian ITP pada anak
berjumlah 10 hingga 40 kasus dari 1 juta anak per tahunnya. Kuwait melaporkan
angka insidens yang lebih tinggi yakni berjumlah sekitar 125 kasus per 1 juta anak
per tahunnya. Puncak prevalensi pada anak berada pada usia 2 hingga 4 tahun.
ITP kronik.
ITP kronik terutama dijumpai pada wanita umur 15-50 tahun. Perjalanan
penyakit bersifat kronik, hilang timbul berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Jarang
mengalami kesembuhan spontan.

D. Patofisiologi
Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap
glikoprotein yang terdapat pada membrane trombosit. Penghancuran terjadi
terhadap trombosit yang diselimuti antibody, hal tersebut dilakukan oleh makrifag
yang terdapat pada limpa dan organ retikulo endothelial lainnya. Megakariosit
pada sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar
trombopoitein dalam plasma, yang merupakan progenitor proliferasi dan maturasi
dari trombosit mengalami penuruna yang berarti, terutama pada ITP kronis.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara ITP akut dan
kronis, menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi
terjadinya trombositopenia diantara keduanya. Pada ITP akut, penghancuran
trombosit meningkat karena adanya antibody yang dibentuk saat terjadi respon
imun terhadap infeksi bakteri atau virus atau pada imunisasi, yang bereaksi silang
ddengan antigen dari trombosit. Sedangkan pada ITP kronik mungkin telah terjadi
gangguan dalam regulasi system imun seperti pada penyakit autoimun lainnya
yang berakibat terbentuknya antibody spesifik terhadap antibody. Namun

7
bagaimana antibody antitrombosit meningkat pada ITP, perbedaan secara
pastipatofisiologi ITP akut dan kronis, serta komponen yang terlibat dalam
regulasinya masih belum diketahui secara pasti.

E. Pathway

Idiopathic, infeksi virus, hipersplenisme

Antigen (makrofag) menyerang trombosit

Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen (dipicu oleh antibody)

Pembentukan neoantigen

Splenomegali Trombositopenia

perdarahan

Anemia
Nyeri

Nafsu makan menurun mudah lelah kadar Hb menurun


purpura

Ggn kebutuhan nutrisi Intoleransi aktivitas Ggn integritas kulit

Ggn perfusi jaringan Ggn pemenuhan kebutuhan O2

8
F. Tanda dan Gejala
1) Bintik-bintik merah pada kulit (terutama daerah kaki), seringnya
bergerombol menyerupai rash (petechiae).
2) Memar atau kebiruan pada kulit dan membrane mukosa (seperti dibawah
mulut) disebabkan perdarahan dibawah kulit tanpa alasan yang jelas
(purpura). Pada perdarahn yang lebih sering dapat membentuk massa tiga
dimensi yang disebut hematoma.
3) Hidung mengeluarkan darah atau perdarahan gusi, ada darah pada urine dan
faeses, menstruasi yang berkepanjangan, perdarahan pada otak (jarang
terjadi) menunjukkan tingkat keparahan penyakit.
4) Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatique, dan sulit
berkonsentrasi.

G. Pemeriksaan Penunjang
1) Hitung darah lengkap, menunjukkan penurunan jumlah Hemoglobin,
Hematokrit, dan trombosit.
2) Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom
3) Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi
leukositosis.
4) Sumsum tulang biasanya normal, tetapi megakariosit muda dapat bertambah
dengan maturion arrest pada stadium megakariosit
5) Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan
abnormal, prothrombin consumption memendek, Rumpel-Leede (RL) test
(+).

H. Terapi
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga agar jumlah trombosit dalam
kisaran aman sehingga mencegah terjadinya perdarahan mayor. Terapi untuk
anak-anak dan dewasa hamper sama. Kortikosteroid (mis: prednisone) sering
digunakan untuk terapi ITP. Dosis awalnya 0,5 – 1,2 mg/kgBB/hari selama 2
minggu. Respon terapi kortikosteroid terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya

9
terjadi pada minggu pertama, bila respon membaik dilanjutkan sampai 1 bulan,
kemudian dilakukan tapering. Kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam
darah dengan cara menurunkan aktivitas system imun. Pasien yang mengalami
perdarahan parah membutuhkan tranfusi platelet dan dirawat di rumah sakit.
1. ITP akut
a. Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan.
b. Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid (prednisone)
peroral dengan atau tanpa transfusi darah.
c. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan belum terlihat tanda kenaikan
jumlah trombosit, dapat dianjurkan pemberian kortikosteroid karena
biasanya perjalanan penyakit sudah menjurus kepada ITP menahun
d. Pada trombositopenia yang disebabkan oleh DIC, dapat diberikan heparin
intravena. Pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu disiapkan
antidotumnya yakni protamin sulfat.
e. Bila keadaan sangat gawat (perdarahan otak) hendaknya diberikan
transfuse suspense trombosit.
2. ITP menahun
a. Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan.
b. Obat imunosupresif (missal 6-merkaptopurin, azatioprin, siklofosfamid).
Pemberian obat golongan ini didasarkan atas adanya peranan proses
imunologis pada ITP menahun.
c. Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan
obat imunosupresif selama 2-3 bulan. Kasus seperti ini dianggap telah
resisten terhadap prednison dan obat imunosupresif, sebagai akibat
produksi antiboditerhadap trombosit yang berlebihan oleh limpa.
Splenektomi seharusnya dikerjakan dalam waktu 1 tahun sejak permulaan
timbulnya penyakit, karena akan memberikan angka remisi sebesar 60-
80%. Splenektomi yang dilakukan terlambat hanya memberikan angka
remisi sebesar 50% .

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Keluhan utama : Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada
hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
2. Riwayat penyakit sekarangang ditandai dengan: Klien mengalami ITP yg
ditandai dengan Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada
hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
3. Riwayat penyakit dahulu : HIV AIDS yang mungkin diturunkan dari orang
tua klien.
4. Riwayat penyakit keluarga : Pihak keluarga mengalami HIV AIDS, kelainan
hematologi.
5. Riwayat lingkungan
Kondisi lingkungan kurang baik atau kumuh karena penyakit ini bias
disebabkan oleh virus atau bakteri seperti rubella, rubiola dan paksinasi dengan
virus aktif.
a. Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b. Tanda-tanda perdarahan.
1) Petekie terjadi spontan.
2) Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor.
3) Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan.
4) Menoragie.
5) Hematuria.
6) Perdarahan gastrointestinal.
c. Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.
d. Aktivitas / istirahat.
1) Gejala :
- Keletihan, kelemahan, malaise umum.
- Toleransi terhadap latihan rendah.
2) Tanda :

11
- Takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.
- Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
e. Sirkulasi.
1) Gejala :
- Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat.
- Palpitasi (takikardia kompensasi).
2) Tanda : TD peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
f. Integritas ego.
1) Gejala :
Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan:
penolakan transfuse darah.
2) Tanda : Depresi.
g. Eliminasi.
1) Gejala : Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare,
konstipasi.
2) Tanda : Distensi abdomen.
h. Makanan / cairan.
1) Gejala :
- Penurunan masukan diet.
- Mual dan muntah.
2) Tanda : Turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.
i. Neurosensori.
1) Gejala :
- Sakit kepala, pusing.
- Kelemahan, penurunan penglihatan.
2) Tanda :
- Epistaksis.
- Mental : tak mampu berespons (lambat dan dangkal).
j. Nyeri / kenyamanan.
1) Gejala : Nyeri abdomen, sakit kepala.

12
2) Tanda : Takipnea, dispnea.
k. Pernafasan.
1) Gejala : Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas.
2) Tanda : Takipnea, dispnea.
l. Keamanan
1) Gejala : Penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah
sebelumnya.
2) Tanda : Petekie, ekimosis

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia yang ditandai dengan kelemahan, berat
badan menurun, intake makanan kurang, kongjungtiva.
2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen (biologis, psikologi, kimia,
fisik) ditandai dengan gangguan pola tidur, klien meringis kesakitan di
daerah nyeri, skala nyeri (data subyektif).
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
imobilisasi
4. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi ditandai
dengan keterbatasan belajar, tidak familiar dengan sumber informasi.
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor
imunologis ditandai dengan immobilisasi, kelemahan, hipertermi, perubahan
turgor kulit.
6. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel ditandai
dengan sianosis, oedema, pucat.
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan
kapasitas pembawa oksigen darah ditandai dengan hypoxia, takikardi.

13
C. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan dan kreteria hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan 1) Berikan makanan 1) Porsi lebih kecil dapat
tindakan dalam porsi kecil tapi meningkatkan masukan
keperawatan 2x24 sering. yang sesuai dengan
jam diharapkan kalori.
pemenuhan nutrisi 2) Pantau pemasukan 2) Anoreksia dan kelemahan
klien terpenuhi makanan dan timbang dapat mengakibatkan
dengan berat badan setiap penurunan berat badan
Tujuan: hari. dan malnutrisi yang
 Menghilangkan mual serius.
dan muntah 3) Lakukan konsultasi 3) Sangat bermanfaat dalam
dengan ahli diet. perhitungan dan
Criteria hasil: penyesuaian diet untuk
 Menunjukkan berat memenuhi kebutuhan
badan stabil nutrisi pasien.
4) Libatkan keluarga 4) Meningkatkan rasa
pasien dalam keterlibatannya,
perencanaan makan memberikan informasi
sesuai dengan pada keluarga untuk
indikasi. memahami kebutuhan
nutrisi pasien.

2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen (biologis, psikologi, kimia,


fisik).

Tujuan dan kreteria hasil Intervensi Rasional


Setelah dilakukan 1) Tentukan riwayat nyeri, 1) Memberikan informasi
tindakan 2x24 jam lokasi, durasi dan intensitas yang diperlukan untuk
diharapkan nyeri yang 2) Evaluasi therapi: merencanakan asuhan.
dirasakan klien pembedahan, radiasi, 2) Untuk mengetahui terapi
berkurang dengan khemotherapi, biotherapi, yang dilakukan sesuai atau
Tujuan : ajarkan klien dan keluarga tidak, atau malah menyebabkan
 Melaporkan tentang cara komplikasi.
nyeri yang menghadapinya.
dialaminy 3) Berikan pengalihan 3) Untuk meningkatkan
a seperti reposisi dan aktivitas kenyamanan dengan
 Klien menyenangkan seperti mengalihkan perhatian klien

14
mampu mendengarkan musik atau dari rasa nyeri.
mengontro nonton TV 4) Meningkatkan kontrol diri
l rasa 4) Menganjurkan tehnik atas efek samping dengan
nyeri penanganan stress (tehnik menurunkan stress dan
melalui relaksasi, visualisasi, ansietas.
aktivitas bimbingan), gembira, dan 5) Untuk mengetahui
 Mengikuti berikan sentuhan efektifitas penanganan nyeri,
program therapeutik. tingkat nyeri dan sampai
pengobata 5) Evaluasi nyeri, berikan sejauhmana klien mampu
n pengobatan bila perlu. menahannya serta untuk
 6) Diskusikan penanganan mengetahui kebutuhan klien
Mendemo nyeri dengan dokter dan akan obat-obatan anti nyeri.
ntrasikan juga dengan klien 6) Agar terapi yang
tehnik 7) Berikan analgetik sesuai diberikan tepat sasaran.
relaksasi indikasi seperti morfin,
dan methadone, narkotik dll 7) Untuk mengatasi nyeri.
pengalihan
rasa nyeri
melalui
aktivitas
yang
mungkin.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan dan kreteria hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan 1) Kaji kemampuan 1) Mempengaruhi pilihan
tindakan 2x24 jam pasien untuk melakukan intervensi.
diharapkan klien dapat aktivitas normal, catat
melakukan aktivitas laporan kelemahan, 2) Manifestasi
sendiri tanpa bantuan keletihan. kardiopulmonal dari upaya
dari orang lain dengan 2) Awasi TD, nadi, jantung dan paru untuk
Tujuan: pernafasan. membawa jumlah oksigen ke
 Meningkatkan jaringan.
partisipasi 3) Berikan lingkungan 3) Meningkatkan istirahat
dalam tenang. untuk menurunkan kebutuhan
aktivitas. oksigen tubuh.
Criteria hasil: 4) Ubah posisi pasien 4) Hipotensi postural /
 Menunjukkan dengan perlahan dan pantau hipoksin serebral menyebabkan
peningkatan terhadap pusing. pusing, berdenyut dan
toleransi peningkatan resiko cedera.
aktivitas.

15
4. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi.

Intervensi Rasional
Tujuan dan kreteria hasil
Setelah dilakukan 1) Berikan informasi 1) memberikan dasar
tindakan 1x24 jam tntang ITP. Diskusikan pengetahuan sehingga keluarga
diharapkan keluarga kenyataan bahwa terapi / pasien dapat membuat pilihan
mengerti akan penyakit tergantung pada tipe dan yang tepat.
klien dengan beratnya ITP. 2) ketidak tahuan
Tujuan: 2) Tinjau tujuan dan meningkatkan stress
 Pemahaman persiapan untuk
dan pemeriksaan diagnostic. 3) merupakan kekwatiran
penerimaa 3) Jelaskan bahwa darah yang tidak diungkapkan yang
n terhadap yang diambil untuk dapat memperkuat ansietas
program pemeriksaan laboratorium pasien / keluarga.
pengobata tidak akan memperburuk
n yang ITP.
diresepkan
.
Criteria hasil:
 Menyatakan
pemahaman proses
penyakit.
 Faham akan
prosedur dagnostik
dan rencana
pengobatan.

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan sesuai dengan ITP dengan intervensi yang sudah ditetapkan
(sesuai dengan literature).

E. Evaluasi
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan
berfokus pada criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman
pembuatan SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau
teratasi sebagian.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006.


BJH. Guidelines for the investigation and management of idiopathic
thrombocytopenic purpura in adults, children and in pregnancy. British
Journal of Haematology, 120: 574–596.
Dorland, W.A Newma, 2006, Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29, EGC :
Jakarta
Guyton, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, EGC: Jakarta
Glanz J, France E, Xu S, Hayes T, et al. A population-based, multisite cohort
study of the Predictors of Chronic Idiopathic Thrombocytopenic Purpura
in Children. Pediatrics. 2008. 121. 506-12.
Meadow R, Newell S. Lecture Notes Pediatrica. Jakarta: Erlangga, 2005.
Mitchell, Kumar, Abbas & Fausto, Buku Saku Dasar Patologis penyakit. Edisi7.
Purpura Trombositopenik Idiopatik, Jakarta: penerbit EGC. 2009. Hal
378-379
Mitchell Richard N, Cotran Ramzi S, Robbins Buku Ajar Patologi. Edisi 7.
Gangguan Hemodinamik, Tombosis dan Syok, Jakarta: penerbit EGC.
2007. Hal 91 – 96
Perez ELS, Placido DG, Rapacon JJB. A Case Study of Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura. Dept of Emergency Medicine at UP-
Philippine General Hospital. 2011.
Stasi R, et al. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura - new therapies for relapsing
disease. Mayo Clin Proc. 2004;79(4):504–522.
Tim Penyusun FK UI. Ilmu Kesehatan Anak Buku Kuliah 1. Jakarta : Bagian
Ilmu Kesehatan Anak, 2007.
Tim Penulis. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius,
2000.
Vranou M, Pergantou H, Platokouki H, Kousiafes D,et al. Recurrent Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura in Childhood. Pediatrics. 2008. 121: 122.
Waspadji, Sarwono ,Soeparman, 1996, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai
Penerbit FK UI : Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai