Anda di halaman 1dari 23

PATOFISIOLOGI

KONGESTI DAN EMBOLIA

Disusun Oleh : Kelompok 5

1. Annisa Wulandari

2. Hendro Satia Pratama

3. Intan Putri Andriani

4. Meidya Pitaloka

5. Rony Hadiwijaya

6. Vioni Febrianti

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2017/2018

DAFTAR ISI

Kata pengantar................................................................................................................. i

Daftar Isi ....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUA…………………………………………………………… ... 1

A. Latar Belakang....................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................. 1

C. Tujuan Penulisan................................................................................................... ... 2

BAB II.PEMBAHASAN........................................................................................ .. 3

2.1.1 Defenisi Kongesti……………………………………………………………… 3


2.1.2 Jenis – jenis Kongesti…………………………………………………………. 4
2.1.3 Contoh kasus Kongestif…………………………………………………..... 6
2.1.4 Etiologi dan Patogenesis…………………………………………………….. 7
2.1.6 Akibat……………………………………………………………………….. 8
2.1.7 Manifestasi Klinik…………………………………………………………… 9
2.2.1 Defenisi Emboli……………………………………………………………… 10
2.2.2 Jenis – jenis Emboli…………………………………………………………. 12
2.2.3 Etiologi dan Patogenesis…………………………………………………… 13
2.2.4 Akibat………………………………………………………………………. 14
2.2.5 Manifestasi Klinik………………………………………………………….. 15
BAB III.PENUTUP....................................................................................... ............ 16
A. Kesimpulan......................................................................................................... 16
B. Saran....................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan pertolongan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini berisi tentang konsep medis dan konsep keperawatan dari Sistem Kardiovaskuler.
Makalah ini menjelaskan secara terperinci tentang Gagal Jantung Kongestif. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini kedepan.
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya kita selaku
Mahasiswa Keperawatan
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kongesti adalah penyakit yang sangat dapat disembuhkan. Tetapi itu membutuhkan
perhatian medis yang tepat sehingga akan diperlakukan sesuai. Pengobatan untuk kongestif
tergantung pada jenisnya. Para ahli akan perlu untuk memantau kondisi pasien sehingga obat-
obatan yang tepat, ditambah dengan medis yang tepat menghasilkan, dilakukan. Mengabaikan
dan gejala kongestifi adalah tidak akan membantu sama sekali. Tidak semua penyakit sembuh
dengan sendirinya. Hiperemi bukan pengecualian. Mengabaikan penyakit membuatnya pergi.
Sebaliknya, melakukan hal itu bahkan bisa membuat situasi lebih buruk.

Sedangkan emboli adalah suatu benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi
darah. Benda tersebut ikut terbawa oleh aliran darah, dan berasal dari suatu tempat lain daripada
susunan sirkulasi darah. Embolus (95 %) berasal dari trombus. Proses terbentuknya embolus
disebut embolisme.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :

a. Apa itu Kongesti dan emboli ?

b. Apa saja jenis-jenis dari Kongesti dan emoboli ?


c. Bagaimana etiologi dan patogenesis dari kongesti dan emboli ?

d. Bagaimana morfologi kongesti dan emboli ?

e. Apa akibat dari Kongesti dan emboli ?

f. Bagaimana manifestasi klinik dari keduanya ?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu :

a. Untuk mengetahui defenisi Kongesti dan emboli.

b. Untuk mengetahui etiologi dan patogenesis dari Kongesti dan emboli.

c. Untuk mengetahui morfologi dari Kongesti dan emboli.

d. Untuk mengetahui akibat keduanya.

e. Untuk mengetahui manifestasi klinik.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kongesti

2.1.1 Defenisi

Kongesti dan hiperemi mempunyai pengertian yang sama bila dilihat dari sudut adanya
peningkatan volume darah pada jaringan atau bagian tubuh yang mengalami proses patologik.
Hiperemi, atau lebih lengkapnya hiperemi aktif, timbul jika dilatasi pembuluh arteriol dan arteri
menyebabkan peningkatan aliran daram ke dalam jaringan kapiler dengan terbukanya kapiler-
kapiler yang tidak aktif. Dilatasi pembuluh darah ini disebabkan oleh lepasan zat-zat vasoaktif.
Gerakan otot dan demam yang menimbulkan panas tubuh yang sangat tinggi dan memerlukan
dilepaskannya suhu tersebut dapat dijumpai pada permukaan kulit. Orang yang merasa malu,
misalnya, mukanya akan tampak kemerahan akibat adanya proses yang sama. Sedangkan
bendungan (kongesti), yang disebut juga hiperemi pasif akan terjadi apabila aliran cairan tubuh
yang melalui vena mengalami gangguan, misalnya pada sianosis atau peningkatan hemoglobin
darah menaglami deoksigenasi. Dilihat dari waktu berlangsungnya, hiperemi dibagi menjadi dua,
akut dan kronik.

Kongestif berasal dari bahasa inggris, yaitu congestive.congested = terhambat, secara


khusus bisa juga salah satu bagian tubuh(seperti arteri, saluran pernapasan seperti hidung), atau
tempat/jalan.Jadi kongestif = bersifat menghambat

Kongestif biasa disebut juga hyperemia yaitu keadaan dimana terdapat darah secara
berlebihan di dalam pembuluh darah pada daerah tertentu. Atau juga bias a dikatakan adanya
peningkatan volume darah pada jaringan atau bagian tubuh yang mengalami proses patologik

Kongesti adalah kondisi medis dimana congests darah di wilayah tertentu dari tubuh.
Kadang-kadang, juga didefinisikan sebagai kemerahan pada kulit seperti yang disebabkan oleh
kemacetan kapiler. Kondisi ini biasanya karena setiap obstruksi atau peradangan yang mencegah
darah mengalir normal.
Jika dilihat secara kasar, maka daerah jaringan atau organ yang mengalami kongesitf
akan tampak kelihatan merah tua (Ungu) karena bertambahnya darah pada jaringan tersebut,
Ketika sebuah jaringan meningkatkan aktivitas ada penurunan baik ditandai dalam tekanan
parsial oksigen dan pH, peningkatan tekanan parsial karbon dioksida, dan peningkatan suhu dan
konsentrasi ion kalium

2.1.2 Jenis – jenis Kongesti

Pada dasarnya terdapat dua mekanisme dimana kongesti dapat timbul, yaitu ditimbulkan
oleh kenaikan nyata jumlah darah yang mengalir kesuatu daerah tertentu dan karena penurunan
jumlah darah yang mengalir dari suatu daerah.

a. Jika aliran darah kedalam suatu daerah bertambah dan meningkat ( kongesti Aktif)

Kongesti aktif adalah sama seperti apa yang disebut sebagai latihan atau kongesti
fungsional. Jenis kongesti terjadi sementara, kontrak otot. Ini mungkin disebabkan oleh
peningkatan dalam personal aktivitas gastrointestinal, jantung, atau mental. Ini adalah fakta
mengingat bahwa ketika tubuh meningkatkan metabolisme, aliran darah meningkat juga. Dan
untuk orang dengan kongesti, sebagian besar darah yang akan membangun di sebuah organ
tertentu di dekat infeksi.

Yang berarti lebih banyak darah yang mengalir kedalam daerah itu daripada biasanya.
Kenaikan aliran darah local ini dilakukan dengan dilatasi arteriol yang berkelakuan seperti klep
yang mengatur aliran kedalam mikro sirkulasi local.Karena sifatnya sangat alamiah, maka
kongesti aktif ini sering bersifat sebentar, bila rangsang arteriol berhenti maka aliran darah yang
terkena berkurang dan keadaan normal kembali. Kongesti Aktif, akibat penambahan aliran
masuk dalam arteri.

Dilatasi neuro muskuler saat blushing

Dilatasi otot selama latihan

Peradangan

Kongesti aktif dapat terjadi karena kombinasi dari jaringan hipoksia dan produksi
metabolit vasodilator. Jaringan hipoksia adalah kondisi dimana jaringan pembuluh darah yang
menerima berkurangnya pasokan oksigen dalam darah. Dan karena itu, mereka cenderung
permintaan lebih banyak oksigen, menyebabkan vasodilatasi. Vasodialti, di sisi lain, adalah
proses pelebaran pembuluh darah, yang dicapai melalui proses relaksasi otot polos ditemukan di
dalam dinding pembuluh. Zat disebut vasodilator dapat memicu proses ini.

b. Penurunan jumlah darah yang mengalir dari suatu daerah ( Kongesti pasif )

Sesuai dengan namanya kongesti pasif tidak menyangkut tentang kenaikan jumlah darah
yang mengalir kesuatu daerah, tetapi lebih merupakan suatu gangguan aliran darah dari daerah
itu.Apapun yang menekan venule atau vena akan menimbulkan kongesti pasif. Jadi dapat juga
dikatakan bahwa kongesti pasif adalah penurunan jumlah darah yang mengalir dari daerah yang
disebabkan oleh adanya tekanan pada venula-venula dan vena-vena yang mengalirkan darah dari
jaringan. Selain sebab lokal tadi, kongesti pasif juga dapat terjadi akibat sebab sistemik

Jika seseorang telah mengalami itu (kongestif pasif), darah terkumpul dalam organ tubuh
tertentu sebagai respon terhadap vena yang tersumbat menyebabkan darah tidak dapat bebas
bergerak. Dan karena kondisi ini, kadar oksigen dalam darah berkurang dan adanya limbah
metabolisme dalam tubuh meningkat, yang juga dapat membangun di organ dan menyebabkan
beberapa urat akan diblokir. Kongesti Pasif, akibat berkurangnya aliran keluar dari vena.

Kegagalan jantung disertai bendungan pasif kongestif, kegagalan jantung ventrikel kiri,
bendungan pasif pada paru.

Penyakit bendungan vena yang disertai odema, yaitu pada bendungan ekstremitas pada
bagian bawah, dengan warna biru keabu – abuan, tungkai menjadi dingin dan pucat.

Kongesti pasif ini berdasarkan serangannya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

1. Kongesti Pasif Akut

Dapat berlangsung sebentar saja, dan tidak ada pengaruh pada jaringan yang bersangkutan.

2. Kongesti pasif Kronik

Dapat berlangsung lama dan ada pengaruhnya pada jaringan yang bersangkutan, serta
terdapat perubahan – perubahan yang permanent dalan jaringan yang bersangkutan.Perubahan –
perubahan ini dapat disebabkan oleh kenyataan bahwa di daerah kongesti pasif jika perubahan
dalam aliran darah cukup jelas, maka terjadi hipoksis jaringan yang dapat mengakibatkan
penyusutan atau hilangnya sel – sel dari daerah yang bersangkutan. Pada organ – rgan tertentu
hal ini juga data mengakibatkan kenaikan jumah serabut fibrosa jaringan penyambung. Pada
banyak daerah juga terdapat bukti pemecahan sel darah lkal, yang mengakibatkan pengendapan
pigmen yang berasal

2.1.3 Contoh kasus Kongestif

Kongesti aktif

Warna merah padam pada wajah pada saat marah/ malu, yang pada dasarnya adalah
vasodilatasi yang timbul akibat respon terhadap stimulus neurogenik.

Daerah yang mengalami peradangan. Waktu peradangan mulai timbul , maa darah yang
mensuplai arteriol itu akan melebar dengan demikian akan banyak darah mengalir kedalam mikr
sirulasi local. Kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang dengan cepat terisi
penuh oleh darah.

Peningkatan aliran darah yang menyertai kontraksi otot, dalam otot rangka. meningkatkan
aliran darah karena konsumsi oksigen meningkat selama kontraksi otot merangsang produksi zat
vasoaktif yang melebarkan pembuluh darah perlawanan di otot rangka.

Kongesti pasif

varises. Akibat lain dari kongesti kronis adalah dilatasi vena pada daerah yang terkena.
Karena dinding vena yang terkena teregang kronis, mereka menjadi sedikit berserabut, dan vena
– vena itu cenderung untuk memanjang. Karena vena terfiksasi pada daerah sepanjang
perjalanannya, maka mereka akan menjadi berkelok – kelok kalau mereka memanjang, mereka
menikung bolak – bali diantara titik – titik fiksasi, yang juga bias disbut varises pada tungkai
bawah, dan pecahnya varises yang yang mengalami kongesti seperti dapat menimbulkan
pendarahan yang mematikan

kegagalan jantung dalam memompa darah yang mengakibatkan gangguan aliran vena
Dalam keadaan ini darah akan terbendung dalam paru – paru, menimbulkan kongesti pasif
pembuluh paru – paru.Dengan cara yang serupa maa jika terjadi kegagalan jantung kanan,
bendungan darah mengenai aliran vena sistemik dan banyak jaringan diseluruh tubuh mengalami
kongesti pasif.

Contoh Kasus Pada kongestif adalah Varises.

2.1.4 Etiologi dan Patogenesis

Etimologi

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh:

1. Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit degeneratif atau
inflamasi.

2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran


darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan
dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas menurun.

3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung
dan pada gilirannya mngakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.

4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung


karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.

5. Penyakit jantung lain. Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak
mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis AV), peningkatan mendadak afteer load
6. Faktor sistemik. Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis : demam, tirotoksikosis ), hipoksia
dan anemia peperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik
atau metabolik dan abnormalitas elekttronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung
Grade gagal jantung menurut New york Heart Association Terbagi menjadi 4 kelainan
fungsional :

1. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat

2. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang

3. Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan

4. Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan / istirahat

Patogenesis

Gagal jantung bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, artinya gagal jantung
merupakan manifestasi yang timbul dari penyakit kardiovaskuler lain yang telah mendahuluinya.
Ada banyak penyebab terjadinya gagal jantung, seperti serangan jantung primer, penyakit
jantung koroner, hipertensi, dan lebih dari 50% kasus CHF disebabkan oleh penyakit jantung
iskemik (iskemik = gangguan pada aliran darah akibat kerusakan di pembuluh darah). Semua
penyakit kardiovaskuler tersebut akan menghambat fungsi jantung dalam memompa darah ke
seluruh tubuh.

Pada keadaan normal, jantung sehat akan memompa darah sekitar 120 kali per menit
untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan zat gizi lain ke seluruh jaringan tubuh. Ruang utama
jantung yang berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh adalah ventrikel kiri.
Sayangnya, ventrikel kiri pada kondisi gagal jantung akan mengalami disfungsi. Disfungsi
ventrikel ini menyebabkan jantung tidak mampu memenuhi distribusi aliran darah, yang
membawa oksigen dan zat gizi, ke jaringan ditandai dengan kelelahan berlebihan yang dialami
oleh penderita CHF saat melakukan aktifitas yang bahkan sangat ringan. Untuk itu, tubuh akan
melakukan berbagai langkah kompensasi terhadap keadaan tersebut. Adaptasi yang dilakukan
tubuh untuk mengompensasi keadaan gagal jantung antara lain, mengaktifkan kerja
neurohormonal secara terus menerus dan melakukan kontriksi atau penyempitan di pembuluh
darah tepi (peripheral).

Neurohormonal yang diaktifasi secara terus menerus adalah trio renin-angiotensin-


aldosteron. Pengaktifan bertujuan untuk menjaga keseimbangan tekanan darah, namun bisa
memperburuk keadaan gagal jantung. Awalnya, ginjal akan melepaskan hormon renin. Renin
akan mendorong peningkatan kerja saraf simpatik dan mengaktifkan sistem neurohormonal
aldosteron-angiotensin (RAAS / Renin-Aldosteron-Angiotensin System). Renin akan memotong
angiotensinogen yang ada di hati untuk memproduksi angiotensin I, kemudian angiotensin I
diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II ini dapat mengaktifasi aldosteron sehingga
meningkatkan reabsorbsi air dan garam di ginjal. Peningkatan reabsorpsi air dan garam tersebut
bisa memicu timbulnya penumpukan cairan, yang akan menumpuk di paru-paru (efusi paru-paru
= penumpukan cairan di antara lapisan pleura visceral dan parietal) dan menyebabkan edema di
bagian rongga perut (ascites) atau di bagian lower extrimitis (alat gerak bagian bawah) terutama
di pergelangan kaki. Penumpukan cairan ini dikenal sebagai keadaan kongesti. Edema dapat
menyebabkan peningkatan berat badan pada penderita CHF, sedangkan kongesti di paru akan
menyebabkan ritme pernafasan pada penderita CHF menjadi lebih pendek.

Selain itu, angiotensin II dapat memicu kontriksi pada pemuluh darah dan menstimulasi
kontriksi endotelial. Keduanya dilakukan untuk meningkatkan tekanan darah. Endotelial
merupakan bagian otot polos yang berada diantara dinding pembuluh darah dan aliran darah.
Kerja endotelial adalah merelaksasi pembuluh darah saat terjadi kontriksi berlebihan dan
kinerjanya bergantung pada keberadaan NO. Nah, relaksasi pembuluh darah akan menyebabkan
turunnya tekanan darah karena dilatasi atau pelebaran pembuluh darah sehingga jumlah darah
yang masuk ke jantung menurun dan terjadi shock (ketidakseimbangan antara lebar ruang
pembuluh darah dan volume darah yang mengisi). Jantung akan memompa lebih cepat untuk
mengompensasinya sehingga ventrikel akan membesar ukurannya dan terjadi apoptosis atau
kematian sel kardiomiosit. Hal ini juga menyebabkan gangguan aliran darah, tidak hanya ke
jantung tapi juga ke seluruh organ vital tubuh termasuk ginjal. Penurunan aliran darah ke ginjal
akan menyebabkan perfusi ginjal dan dapat berakibat pada terjadinya gagal ginjal.

Kontriksi pembuluh darah dan timbulnya kongesti akibat diaktifkannya neurohormonal


secara berlebihan sangat memperburuk keadaan CHF.
Kelenjar adrenal juga akan mengeluarkan norepinefrin dan epinefrin sehingga mendorong
aktifasi saraf simpatik, kontriksi pembuluh darah dan meningkatkan kecepatan jantung dalam
memompa darah.

2.1.5 Morfologi

Pada potongan jaringan yang mengalami hiperemi atau kongesti akan terlihat penuh sel
darah dan tampak basah. Kongesti pasif misalnya yang timbul akibat sikap berdiri yang lam,
menyebabkan hipoksia kronik. Selanjutnya, bendungan darah yang kurang mengandung oksigen
ini dapat menimbulkan degenerasi atau bahkan kematian sel parenkim.

Pada pemeriksaan mikroskopi paru yang mengalami kongesti pasif akut dan kronik,
kapiler alveol penuh dengan sel-sel darah. Jika alveol ini mengalami perdarahan sedikit saja atau
terjadi pemecahan dan fagositosis sisa-sisa eritrosit akan tampak makrofag yang berisi
hemosiderin pada rongga alveol. Makrofag ini dinamakan sel payah jantung (heart failure cell).
Indurasi coklat (brown induration) terbentuk akibat pengumpulan cairan edema pada alveol dan
jaringan interstisium septum alveol yang mengalami fibrosis ditambah dengan adanya
pigmentasi hemosiderin.

Pada gangguan hati yang disebut sebagai hati pala, lobulus sentral berwarna merah-biru,
dikelilingi jaringan hati yang tidak mengalami bendungan. Hati pala ini akan dijumpai pada
obstruksi kronik vena kava inferior. Pada pemeriksaan mikroskopi, vena sentral dan sinus
bengkak dipenuhi sel-sel darah. Gambaran sel hati dapat berbeda untuk kelainan yang tidak
sama. Pada hati pala hepatosit sentral seringkali mengalami atrofi sekunder akibat hipoksia
kronik. Tetapi pada gagal jantung berat, sel-sel ini akan mengalami nekrosis, yang biasanya
disebut sebagai nekrosis hemoragik sentral. Sedangkan hepatosit perifer, yang tingkat hiposianya
lebih ringan, mengalami perlemakan. (mpu kanoko

2.1.6 Akibat

Kongesti aktif

Kongesti aktif yaitu peningkatan aliran darah ke jaringan atau organ. Pada kongesti aktif,
lebih banyak darah mengalir secara aktif ke dalam jaringan atau organ. Kenaikan aliran darah
lokal terjadi disebabkan oleh adanya dilatasi arteri yang bekerja sebagai katup yang mengatur
aliran darah ke dalam mikrosirkulasi lokal (Gambar 2). Sebagai contoh dari kongesti aktif yaitu
hiperemia yang menyertai radang akut, sehingga terjadi kemerahan pada jaringan yang
meradang. Warna merah padam pada wajah ketika malu merupakan vasodilatasi yang muncul
akibat respon terhadap stimuli neurogenik. Contoh dari kongesti aktif fisiologis yaitu pengiriman
darah lebih banyak sesuai dengan kebutuhan jaringan yang sedang bekerja seperti otot yang
sedang berkontraksi aktif. Hal ini disebut dengan hiperemia fungsional. Kongesti aktif sering
terjadi dalam waktu singkat, apabila rangsangan terhadap dilatasi arteriol berhenti maka aliran
darah ke daerah tersebut akan berkurang dan keadaan akan menjadi normal kembali

Kongesti pasif

Kongesti pasif adalah terjadinya gangguan aliran darah pada suatu daerah. Penekanan
pada venula-venula dan vena yang mengalirkan darah dari jaringan dapat menimbulkan kengesti
pasif. Sebagai contoh yaitu tumor yang menekan aliran vena lokal dari suatu daerah. Kongesti
dapat juga terjadi karena gangguan sistem sirkulasi darah sistemik yang dapat mengganggu
drainase vena (Gambar 2) seperti kegagalan ventrikel jantung kiri mengakibatkan aliran darah
yang kembali ke jantung dari paru-paru akan terganggu. Pada keadaan ini darah akan terbendung
di dalam paru-paru dan akan menimbulkan kongesti pasif pembuluh darah paru-paru. Apabila
terjadi kegagalan ventrikel jantung kanan, bendungan darah akan mempengaruhi aliran vena
sistemik sehingga banyak jaringan di seluruh tubuh mengalami kongesti pasif.

Kongesti pasif yang berlangsung singkat keadaan ini disebut dengan kongesti pasif akut,
sedangkan kongesti pasif yang berlangsung lama keadaan ini disebut sebagai kongesti pasif
kronis. Kongesti pasif akut biasanya tidak terdapat pengaruh yang signifikan pada jaringan
tersebut (Gambar 3b), tetapi kongesti pasif kronis dapat mengakibatkan perubahan-perubahan
permanen pada jaringan. Perubahan ini terjadi pada jaringan yang mengalami kongesti pasif dan
apabila perubahan pada aliran darah ini cukup nyata, maka terjadi hipoksia jaringan yang
menyebabkan menyusutnya jaringan atau bahkan dapat menyebabkan hilangnya sel-sel dari
jaringan tersebut.

Pengaruh kongesti pasif kronis khususnya dapat terlihat pada paru-paru dan hati. Pada
paru-paru yang mengalami kongesti akan mengakibatkan dinding ruang udara cenderung
menebal dan banyak sekali makrofag yang mengandung pigmen hemosiderin, pigmen ini
terbentuk sebagai hasil pemecahan hemoglobin dari sel-sel darah merah yang lolos dari
pembuluh darah yang mengalami kongesti ke dalam ruang udara. Pada hati, kongesti pasif kronis
mengakibatkan dilatasi nyata dari pembuluh darah di sentral tiap lobulus hati disertai dengan
penyusutan sel-sel hati. Perubahan yang mencolok di hati yaitu penampilan yang terlihat kasar
yang ditimbulkan oleh hiperemia daerah sentrolobuler diselingi daerah-daerah perifer tiap lobus
yang lebih sedikit terpengaruh (nutmeg liver) (Gambar 3a). Kongesti pasif kronis juga dapat
menyebabkan dilatasi vena di daerah yang mengalami kongesti. Akibat lain dari kongesti pasif
kronis adalah terjadinya dilatasi vena pada daerah yang kongesti dan dinding vena akan menjadi
fibrotik serta vena cenderung memanjang.
2.1.7 Manifestasi Klinik

1. Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat tekanan


arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda
tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.

2. Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :

A. Dispneu : Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.
Dapat terjadi ortopnu. Bebrapa pasien dapat mengalami ortopneu pada malam hari yang
dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)

B. Batuk

C. Mudah lelah : Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi
karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena
distress pernafasan dan batuk.

D. Kegelisahan dan kecemasan. Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

3. Gagal jantung kanan

. Kongestif jaringan perifer dan viseral.

A. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat
badan

B. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran
vena di hepar

C. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.

D. Nokturia

E. Kelemahan.
2.2 Embolus (Emboli)

2.2.1 Defenisi

Transportasi massa fisik yang terbawa dalam aliran darah dari suatu tempat ketempat lain
dan trsangkut ditempat baru disebut embolisme. Massa fisik itu sendiri disebut emboli. Benda
asing yang dimasukkan ke dalam system kardiovaskular dapat menjadi emboli. Tetesan cairan
yang terbentuk dalam sirkulasi melalui suntikan dapat menjadi emboli, dan bahkan gelembung
gas juga menjadi emboli.

2.2.2 Jenis – Jenis Emboli

Berupa benda padat berasal dari trombus, kelompok sel tumor, kelompok bakteri, jaringan.

b. Embolus bersifat cairan dapat berupa zat lemak, cairan amnion.

c. Embolus bersifat gas dapat berupa udara, gas nitrogen, carbon dioksida.

d. Embolus sering ditemukan pada vena, arteri, pembuluh limfe dan jantung

Akibat – Akibat yang ditimbulkan oleh embolus:

a. Menimbulkan kematian mendadak.

b. Kematian jaringan atau infark.

c. Embolus septik sarang – sarang infeksi baru dan abses-abses baru.

d. Metastasis tumor ganas

1. Embolus Vena

Berasal dari vena, tungkai bawah kemudian dari vena dalam pelvis

Embolus —> mengikuti pengaliran vena —> vena yang lebih besar —> vena cava —> jantung
kanan -–> tersangkut dalam sirkulasi paru —> sumbatan oklusi a. pulmonalis shg tdp blokade
sirkulasi pulmonal —> insufisiensi a. coronaria dan infark miokard, anoksemia, anoksia
umum —> kematian mendadak
Adanya refleks vagal pulmo coronary —> menimbulkan spasme pada pembuluh paru dan
koroner -–>kematian mendadak

Embolus paru-paru yang besar jarang menimbulkan infark krn pasien sudah meninggal terlebih
dahulu. Embolus paru-paru sering disertai infark terutama pada lobus kanan bawah

2. Embolus Arteri

Berasal dari trombus mural dalam jantung, trombus yang melekat pada empang-empang jantung
dan aorta

Embolus arteri sering mengenai otak, ginjal, limpa, dan anggota tubuh bawah.

Embolus dalam a. mesenterica —> infark usus

Embolus dalam a. coronaria —> kematian mendadak

3. Embolus Lemak

Lemak ini masuk kedalam sirkulasi darah dan menyumbat arteri atau kapiler shg menjadi suatu
embolus –> menyebabkan kematian

Embolus lemak paling sering terjadi karena trauma tulang atau jaringan lemak yaitu patah tulang
panjang terutama femur dan tibia yang disertai kerusakan sum-sum tulang juga terjadi pada masa
nifas. Selain itu juga terjadi pada : akibat luka bakar pada kulit ; pada radang yg mengenai tulang
atau jaringan lemak ; pada perlemakan hati akibat gizi buruk atau alkoholisme

4. Embolus cairan amnion

Keadaan ini jarang ditemukan, gejala-gejalanya adalah:

a. sesak nafas

b. Shock

c. Kematian mendadak yg tidak disangka-sangka pada wanita yang sudah melahirkan atau
dalam masa nifas
Embolus dalam a. pulmonalis mengandung carik-carik jaringan epitel kulit bayi, verniks caseosa,
lendir dan lanugo

5. Embolus Gas

Gelembung-gelembung gas masuk kedalam susuna sirkulasi sehingga menyumbat dan


dapat menimbulkan kematian misalnya pada tindakan vaginal douche. Dapat juga disebabkan
oleh pembedahan thoraks akibat vena besar terpotong atau sobek. Dapat juga disebabkan oleh
transfusi darah atau infus cairan intravena.

Emboli berasal dari :

1) Emboli pada manusia yang paling sering dijumpai berasal dari trombus dan dinamakan
tromboemboli.

2) Pecahan jaringan dapat menjadi emboli bila memasuki sistem pembuluh darah, biasanya
dapatterjadi pada trauma.

3) Sel-sel kanker dapat menjadi emboli, cara penyebaran penyakit yang sangat tidak
diharapkan.

4) Benda asing yang disuntikkan ke dalam sistem kardiovaskular.

5) Tetesan cairan yang terbentuk dalam sirkulasi akibat dari berbagai keadaan atau yang
masuk ke dalam sirkulasi melaui suntikan dapat menjadi emboli.

6) Gelembung gas juga dapat menjadi emboli.Emboli dalam tubuh terutama berasal dari
trombus vena, paling sering pada vena profunda ditungkai atau di panggul. Karena keadaan
anatomis, emboli yang berasal dari trombus vena biasanya berakhir sebagai emboli arteri
pulmonalis.

2.2.3 Etiologi dan Patogenesis

Emboli dalam tubuh terutama berasal dari trombus vena, paling sering pada vena
profunda di tungkai dan panggul. Jika fragmen trombus terlepas dan terbawa aliran darah, maka
fragmen tersebut akan masuk ke vena cava dan kemudian ke jantung kanan. Fragmen ini tidak
tersangkut selama dalam perjalanan karena pembuluh dan ruangan jantung ukurannya
besar. Darah akan meninggalkan ventrikel kanan mengalir ke cabang utama arteri pulmonalis,
kemudian ke cabang arteri pulmonalis kanan dan kiri, selanjutnya ke cabang-cabang pembuluh
darah yang lebih kecil. Karena keadaan anatomi ini, emboli yang berasal dari thrombus vena
biasanya berakhir sebagai emboli arteri pulmonalis. Jika fragmen trombus yang sangat besar
menjadi emboli, maka sebagian besar suplay arteri pulmonalis dapat tersumbat dengan
mendadak.

Embolus menyebabkan obstruksi aliran darah. Sebagian besar emboli adalah bekuan
darah (tromboemboli) yang terlepas dari tempat primernya. Sumber lain embolus adalah lemak
yang dilepaskan pada waktu suatu tulang panjang patah atau dibentuk sebagai respons terhadap
trauma fisik. Udara dan sel-sel tumor juga dapat berfungsi sebagai embolus untuk menghambat
aliran darah.

2.2.4 Morfologi

Embolus yang berasal dari vena –vena tungkai mengalir dalam sistem vena ke vena kava
dan sisi kanan jantung. Dari sini, embolus masuk ke arteri dan arteriol paru, bertemu dengan
kapiler paru dan terperangkap. Embolus arteri biasanya terbentuk di jantung, baik dari trombus
yang lepas atau akibat infark miokardium.

Emboli yang menyangkut pada sirkulasi arterial berasal dari bagian kiri sistem sirkulasi,
baik dalam ruang-ruang jantung kiri atau arteri yang besar. Satu-satunya jalan emboli yang
berasal dari sirkulasi vena yang menyangkut pada arteri adalah menghindari paru-paru melalui
defek dalam septum interatrial atau interventrikular jantung. Keadaan ini dinamakan embolisme
paradoks, dan jarang sekali ditemukan. Emboli arteri paling sering ditemukan berasal dari
intrakardium atau lebih jarang dari trombus intrakardium atau lebih jarang dari trombus mural
dalam aorta atau salah satu cabangnya yang besar. Gelembung gas pada berbagai keadaan dapat
menjadi emboli.

Pada embolisme udara massif, “bolus” udara yang besar masuk bagian kanan jantung,
dan pada otopsi terlihat massa busa udara yang besar dan darah yang meregangkan jantung dan
pembuluh paru-paru.
Sesuai dengan namanya, emboli ini terdiri dari butir-butir lemak, cenderung terbentuk di
dalam sirkulasi setelah trauma. Tempat penyumbatan adalah mikrosirkulasi paru-paru.
Embolisme lemak ringan mungkin timbul sebagian besar setelah tindakan pembedahan dimana
jaringan lemak diinsisi, memungkinkan bahan lipid masuk pembuluh darah. Pada keadaan
seperti ini emboli kecil tersebar yang tersangkut dalam paru-paru tidak menimbulkan gejala dan
dapat diabaikan. Pada keadaan ini lipid yang biasanya dibawa dalam aliran darah bergabung.

Pada keadaan berat, emboli menyangkut pada berbagai tempat dalam tubuh diluar paru-
paru, termasuk kulit, yang lebih penting, susunan saraf pusat. Pada kedua daerah terakhir ini
emboli lemak mikroskopik disertai dengan perdarahan petekie.

2.2.5 Akibat

Emboli paru-paru dengan berbagai ukuran dapat ditemukan pada sejumlah penderita yang
cukup besar yang meninggal setelah beberapa lama berbaring di tempat tidur, kadang-kadang
emboli paru mempercepat kematian penderita, kadang-kadang hanya bersifat kebetulan.
Penyebaran emboli paru-paru yang berlangsung lama dapat menimbulkan penyumbatan
pembebanan berlebihan dan kegagalan jantung kanan.

Ada juga akibat dari emboli yang lain yaitu penyakit caisson. Keadaan ini timbul jika
seseorang hidup dibawah tekanan atmosfir yang meningkat seperti dalam
sebuah caissonbertekanan atau dalam perlengkapan penyelam dibawah air. Dalam keadaan ini
makin banyak gas atmosfir yang terlarut dalam darah. Jika terjadi dekompresi yang mendadak,
maka akibatnya sama seperti apa yang terlihat jika sebuah botol soda hangat tiba-tiba dibuka.
Banyak sekali gelembung gas kecil timbul dalam sirkulasi dibawah ke berbagai tempat dalam
tubuh dimana gelembung-gelembung tersebut tersangkut dalam mikrosirkulasi, dan menyumbat
aliran darah kejaringan. Kadang-kadang timbul keadaan yang sama jika udara atmosfir
memasuki pembuluh vena akibat dari kesalahan infus intravena atau pemasangan kateter, atau
kadang-kadang pada tindakan pembedahan jika harus memotong pembuluh darah besar.

Pada setiap keadaan dimana embolisme lemak cukup massif, dapat timbul gejala
kesukaran bernafas, biasanya dalam satu atau dua hari pertama setelah trauma.Di otak, fokus
kecil nekrosis mengelilingi setiap pembuluh yang tersumbat. Pada keadaan yang jarang terjadi
ini, embolisme lemak dapat mematikan, biasanya karena kerusakan otak.
2.2.6 Manifestasi Klinik

Pada pasien yang mengalami emboli paru akan melalui pengobatan. Yaitu dimulai
dengan pemberian oksigen dan obat pereda nyeri. Oksigen diberikan untuk mempertahankan
konsentrasi oksigen yang normal.

Terapi antikoagulan diberikan untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut dan
memungkinkan tubuh untuk secara lebih cepat menyerap kembali bekuan yang sudah ada. Terapi
antikoagulan terdiri dari heparin (diberikan melalui infus), kemudian dilanjutkan dengan
pemberian warfarin per-oral (melalui mulut). Heparin dan warfarin diberikan bersama selama 5-
7 hari, sampai pemeriksaan darah menunjukkan adanya perbaikan.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pemaparan diatas dapat kami simpulkan bahwa kelainan sirkulasi, cairan tubuh dan
asam basa sangat beresiko pada manusia. Keseimbangan cairan dan elektrolit menandakan cairan
dan elektrolit tubuh total yang normal, demikian juga dengan distribusinya dalam seluruh bagian
tubuh. begitupun sebaliknya, jika keseimbanga cairan dan elektrolit tidak normal, maka
distribusinya pun tidak dapat mengalirkan ke seluruh bagian tubuh dengan normal.

3.2 Saran
1. Berharap agar mahasiswa lebih memahami masalah kelainan pada sirkulasi, cairan tubuh, dan
asam basa
2. Bisa memberi pemahaman untuk mahasiswa
3. Dan terakhir, makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu agar pembaca senantiasa
memberikan kritik dan saran kepada kami.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2000. Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia A; Lorraine. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit.Jakarta:EGC.

Tamher, Sayuti; Heryati. 2008. Patologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : TIM.

http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/08/emboli-paru.html diakses tanggal 10 Mei 2011

Ardini, Desta Nur Ewika. 2006. Perbedaan Etiologi Gagal Jantung Kongestif pada Usia Lanjut
dengan Usia Dewasa di Rumah Sakit dr. Kariadi. Laporan Penelitian tidak diterbitkan. FK-
UNDIP : Semarang

DeBruyne, Linda K., Kathryn Pinna, Eleanor Noss Whitney, & Ellie Whitney. 2007. Nutrition
and Diet Therapy : Principles and Practice. Cengage Learning : US.

Ahlquist David A, Camilleri M. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15th edition.


Braunwald, Fauci, Kasper et all (Editor). 2008.

Simadibrata K, Daldiyono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Aru W Sudoyo (Editor), Balai
Penerbit UI. Jakarta, 2006.

Naskah lengkap penyakit dalam. Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2007.

http://ilmuveteriner.com/apa-itu-kongesti-pembendungan-darah/

Anda mungkin juga menyukai