(TRAUMA KAPITIS)
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang
telah memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat
menyelesaikan laporan pleno modul “Trauma Kapitis” dengan baik tanpa ada
halangan.
Laporan ini telah kami selesaikan dengan baik berkat kerjasama dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami sampaikan banyak terima kasih kepada
segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian
laporan ini.
Diluar itu, kami sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik dari segi tata bahasa,
susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami
selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
pembaca.
Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat
luas.
KELOMPOK III
iii
DAFTAR ISI
SAMPUL......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. SKENARIO..................................................................................................1
B. KATA / KALIMAT KUNCI........................................................................1
C. DAFTAR PERTANYAAN DAN LO...........................................................2
D. PROBLEM TREE........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................5
A. Definisi Trauma Kapitis...............................................................................5
B. Anatomi dan Fisiologi terkait skenario.........................................................5
C. Etiopatomekanisme Trauma Kapitis...........................................................15
D. Patomekanisme Penurunan Kesadaran.......................................................17
E. Klasifikasi Trauma Kapitis.........................................................................17
F. Penilaian Kesadaran Serta Interpretasi Sesuai Skenario.............................20
G. Hubungan Gejala Pada skenario.................................................................24
H. Primary Survey yang dilakukan terkait Skenario........................................25
I. Secondary survey Pada Kasus Trauma Kapitis...............................................36
J. Pemaikan Obat-obat Darurat Pada Kasus Trauma Kapitis..............................42
K. Syarat Dalam Melakukan Transportasi dan Rujukan Pada Kasus...............46
L. Diferensial Diagnosis..................................................................................50
1) Fraktur Basis Cranii................................................................................50
2) Epidural Hematoma................................................................................59
3) Subdural Hematom.................................................................................66
M. Integrasi Keislaman....................................................................................74
BAB III PENUTUP...................................................................................................79
A. Kesimpulan.................................................................................................79
Daftar Pustaka...........................................................................................................80
BAB I
PENDAHULUAN
A. SKENARIO
Seorang laki-laki berusia 25 tahun datang dibawa ke IGD RS dengan
kesadaran menurun akibat kecelakaan lalu lintas sejak 1 jam sebelum RS.
Penderita mengendarai motor dengan kecepatan tinggi tanpa memakai helm
dan menabrak truk yang sedang berhenti. Dokter IGD melakukan primary
survey. Pada pemeriksaan kesadaran didapatkan GCS (E2V4M2). Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, denyut nadi
115 kali/menit, laju pernapasan 28 kali/menit dan SpO2 95%. Selain itu
didapatkan suara berkumur (gurgling), r hino re a ( +) dan edema
periorbital (+/+) (raccon eyes). Setelah dilakukan pengelolaan jalan napas
dasar dengan triple airway manuever, dokter jaga IGD memutuskan untuk
melakukan pengelolaan advanced airway dengan pemasangan definitive
airway untuk mencegah komplikasi pada organ vital.
LO :
D. PROBLEM TREE
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Trauma Kapitis
Cedera kepala atau trauma kepala adalah kondisi dimana struktur kepala
mengalami benturan dari luar dan mengakibatkan gangguan pada fungsi otak.
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala, baik secara langsung
ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.1
Lapisan luar/SCALP
Anatomi kepala pada Kulit kepala terdri dari 5 lapisan yang disebut
sebagai SCALP yaitu (1) Skin atau kulit, (2) Connective Tissue atau jaringan
subkutis, (3) Aponeurosis galea, (4) Loose areolar tissue atau jaringan ikat
longgar, dan (5) Pericranium (perikranium)
a. Skin atau kulit Sifatnya tebal dan mengandung rambut serta kelenjar keringat
(Sebacea)
6
b. Connective Tissue atau jaringan subkutis Merupakan jaringan kat lemak yang
memiliki septa-septa, kaya akan pembuluh darah terutama di atas Galea.
Pembuluh darah tersebut merupakan anastommistis antara arteri karotis
interna dan eksterna, tetapi lebih dominan arteri karotis eksterna
c. Aponeurosis galea Lapisan ini merupakan lapisan terkuat, berupa fascia yang
melekat pada tiga otot yaitu : a. ke anterior – m. frontalis b. ke posterior – m.
occipitslis c. ke lateral – m. temporoparietalis Ketiga otot ini dipersarafi oleh
nervus fasialis (N. VII)
d. Loose areolar tissue atau jaringan ikat longgar Lapisan ini mengandung vena
emissary yang merupakan vena tanpa katup (valveless vein), yang
menghubungkan SCALP, vena diploica, dan sinus vena intrakranial
(misalnya Sinus sagitalis superior). Jika terjadi infeksi pada lapisan ini, akan
muda menyebar ke intrakranial. Hematoma yang tebentuk pada lapisan ini
disebut Subgaleal hematom, merupakan hematoma yang paling sering
ditemukan setelah cedera kepala.
SKULL
Cavitas cranii Dibentuk oleh calvaria cranii dan facies superior basis
cranii. Ditempati oleh encephalon, bersama dengan meninx, dan nervi craniales
dan pembuluh-pembuluh darah. Rongga pada basis cranii dibagi menjadi Fossa
cranii anterior, Fossa cranii media dan Fossa cranii posterior. FOSSA CRANII
ANTERIOR ditempati oleh lobus frontalis cerebri dan lantainya dibentuk oleh os
ethmoidale, os frontale dan os sphenoidale. Pada lantai fossa cranii anterior
terdapat crista galli dan lamina cribrosa; lamina cribrosa ditempati oleh bulbus
olfactus dan dilalui oleh fila olfactoria, yang berasal dari mucosa cavitas nasi.
Fossa cranii anterior terletak lebih tinggi daripada fossa cranii lainnya. FOSSA
7
CRANII MEDIA. Pada fossa cranii media terdapat canalis opticus. Di sebelah
dorsal sulcus chiasmatis terdapat sella tursica. Pada sella tursica terdapat fossa
hypophyse, menjadi atap dari sinus sphenoidalis, dan ditempati oleh hypophyse.
Pada sisi lateral corpus sphenoidalis terdapat sulcus caroticus yang dilalui oleh
arteria carotis interna. FOSSA CRANII POSTERIOR letaknya paling rendah dan
ditempati oleh cerebellum, pons dan medulla oblongata. Pada lantainya terdapat
foramen occipitale magnum dan canalis nervi hypoglossi.
MENINGEN
Bagian bawah tengkorak dan medulla spinalis ditutupi oleh tiga membrane
atau meningen. Komposisi meningen berupa jaringan serabut penghubung yaitu
melindungi, mendukung, dan memelihara otak. Meningen terdiri dari duramater,
arakhnoid, dan piamater.
a. Duramater
Adalah lapisan paling luar yang menutupi otak dan medulla
spinalis, duramater merupakan serabut berwarna abu-abu yang
bersifat liat, tebal, dan tidak elastis.
b. Arakhnoid
8
c. Piamater
Piamater adalah membrane yang paling dalam berupa dinding
tipis dan transparan yang menutupi otak dan meluas ke setiap
lapisan daerah otak.
OTAK
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu serebrum, batang otak, dan
serebellum. Batang otak dilindungi oleh tulang tengkorak dari cedera. Empat
tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak, yaitu tulang frontal,
parietal, temporal, dan oksipital. Dasar tengkorak terdiri atas tiga bagian fosa
9
(fossa), yaitu bagian fosa anterior (berisi lobus frontal, serebral bagian hemisfer),
bagian fosa tengah (berisi batang otak dan medula)
Serebrum
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer
serebri dan dihubungkan oleh massa substansia alba yang disebut korpus kalosum
dan empat lobus, yaitu lobus frontal (terletak didepan sulkus pusat sentralis) lobus
parietal (terletak dibelakang sulkus pusat dan di atas sulkus lateral), lobus
oksipital (terletak dibawah sulkus parieto-oksipital) dan lobus temporal (terletak
dibawah sulkus lateral). Hemisfer dipisahkan oleh suatu celah dalam yaitu fisura
longitudinalis serebri, dimana ke dalamnya terjulur falx serebri.
a. Lobus Frontal
Lobus frontal merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa
anterior, area ini mengontrol perilaku individu, membuat
keputusan, kepribadian, dan menahan diri
b. Lobus Parietal
Lobus parietal disebut juga lobus sensorik. Area ini
menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh
adalah bau. Lobus parietal mengatur individu untuk mengetahui
posisi dan letak bagian tubuhnya. Kerusakan pada daerah ini
menyebabkan sindrom Hemineglect.
c. Lobus Temporal
Lobus temporal berfungsi untuk mengintegrasikan sensasi
pengecap, penciuman, dan pendengaran. Memori jangka pendek
sangat berhubungan dengan daerah ini.
d. Lobus Oksipital
Lobus oksipital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri.
Bagian ini bertanggungjawab menginterpretasikan penglihatan.
e. Korpus Kalosum
Korpus kalosum adalah kumpulan serat-serat saraf tepi. Korpus
kalosum menghubungkan kedua hemisfer otak dan
bertanggungjawab dalam transmsi informasi dari salah satu sisi
otak ke bagian lain. Informasi ini meliputi sensorik memori dan
belajar menggunakan alat gerak kiri. Beberapa orang yang
dominan menggunakan tangan kiri mempunyai bagian serebri kiri
dengan kemampuan lebih pada bicara, bahasa, aritmatika, dan
fungsi analisis. Daerah hemisfer yang tidak dominan
bertanggungjawab dalam kemampuan geometric, penglihatan, serta
membuat pola dan terletak di bagian terdalam hemisfer serebri,
11
Diensefalon
Talamus
Merupakan suatu kompleks inti yang berbentuk bulat telur dan merupakan
4/5 bagian dari diensefalon. Bagian ini terletak di lateral ventrikel III. Bagian
atasnya berbatasan dengan velum interpositum dan ventrikel lateral. Di bawahnya
terdapat hipotalamus dan subtalamus. Talamus sering disebut “gerbang
kesadaran” mengingat fungsinya sebagai stasiun penyampaian semua impuls yang
masuk sebelum mencapai korteks serebri.
Hipotalamus
Epitalamus
Merupakan bagian yang terletak di posterior ventrikel III dan terdiri dari
nukleus dan komisura habenulare, korpus pineal dan komisura posterior. Nukleus
dan komisura habenulare berhubungan dengan fungsi sistem limbik, sedangkan
komisura posterior berkaitan dengan reflek-reflek sistem optik. Korpus pineal
(kelenjar epifise) menghasilkan hormon melatonin yang mempengaruhi modulasi
pola bangun-tidur.
12
Subtalamus
Batang Otak
Batang otak terletak pada fosa anterior. Batang otak terdiri atas
mesenfalon, pons, dan medulla oblongata. Otak tengah atau mesenfalon adalah
bagian sempit otak yang melewati incisura tertorii yang menghubungkan pons dan
serebellum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini terdiri atas jalur sensorik dan
motorik serta sebagai pusat terletak di depan serebellum, diantara mensefalon dan
medulla oblongata dan merupakan jembatan antara dua bagian serebrum, serta
antara medulla dan serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik.
SIRKULASI SEREBRAL
Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20 % dari curah jantung atau 750 ml
per menit. Sirkulasi ini sangat dibutuhkan karena otak tidak menyimpan
makanan, sementara kebutuhan metabolismenya tinggi. Aliran darah otak unik
karena melawan gravitasi. Darah arteri mengalir dari bawah dan darah vena
mengalir dari atas. Kurangnya penambahan aliran darah kolateral dapat
menyebabkan jaringan rusak secara permanen, ini berbeda dengan organ tubuh
lainnya yang cepat menoleransi bila aliran darah menurun karena aliran
kolateralnya adekuat.
1. Arteri
Otak diperdarahi oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis,
daerah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri karotis interna dan dua
arteri vertebralis serta meluas ke system percabangan karotis interna dibentuk dari
percabangan dua karotis dan memberikan sirkulasi darah otak bagian anterior.
Arteri-arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia yang mengalir ke
belakang bagian vertical dan masuk tengkorak melalui foramen magnum, lalu
saling berhubungan menjadi arteri basilaris pada batang otak. Arteri
vertebrobasilaris paling banyak memperdarahi otak bagian posterior. Arteri
basilaris terbagi menjadi dua cabang pada arteri serebralis bagian posterior.
2. Vena
Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada
struktur organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan bergabung
menjadi vena-vena besar. Persilangan pada subarachnoid dan pengosongan sinus
dural yang luas dapat mempengaruhi vascular yang terbentang dalam duramater
yang kuat. Jaringan kerja pada sinus-sinus membawa vena jugularis interna
menuju system sirkulasi pusat, vena-vena serebri tidak berkatup sehingga tidak
dapat mencegah aliran darah balik.2
14
FISIOLOGI KESADARAN3
memancarkan impuls yang menggiatkan seluruh korteks secara difus dan bilateral
yang dikenal sebagai diffuse ascending reticular system. Neuron di seluruh
korteks serebri yang digalakkan oleh impuls aferen non-spesifik tersebut
dinamakan neuron pengemban kewaspadaan. Lintasan aferen non-spesifik ini
menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ketitik-titik pada
seluruh sisi korteks serebri. Jadi pada kenyataannya, pusat-pusat bagian bawah
otaklah yaitu substansia retikularis yang mengandung lintasan non-spesifik difus,
yang menimbulkan “kesadaran” dalam korteks serebri.2
Penyebab cedera kepala dibagi menjadi cedera primer yaitu cedera yang
terjadi akibat benturan langsung maupun tidak langsung, dan cedera sekunder
yaitu cedera yang terjadi akibat cedera saraf melalui akson meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea / hipotensi sistemik. Cedera sekunder
merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul
sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema
otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial
dan perubahan neurokimiawi.
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala
sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan
langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-
deselerasi gerakan kepala.
Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada
permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada
duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan
disebut lesi kontusio “coup”, di seberang area benturan tidak terdapat gaya
kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut
16
1) Fraktur Kranium
Fraktur kranium diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomisnya,
dibedakan menjadi fraktur calvaria dan fraktur basis cranii. Berdasarkan
keadaan lukanya, dibedakan menjadi fraktur terbuka yaitu fraktur dengan
18
luka tampak telah menembus duramater, dan fraktur tertutup yaitu fraktur
dengan fragmen tengkorak yang masih intak.8
2) Perdarahan Epidural
Hematom epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga
tengkorak dan gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa
cembung. Biasanya terletak di area temporal atau temporo parietal yang
disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang
tengkorak.8
3) Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural.
Robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks cerebri merupakan
penyebab dari perdarahan subdural. Perdarahan ini biasanya menutupi
seluruh permukaan hemisfer otak, dan kerusakan otak lebih berat dan
prognosisnya jauh lebih buruk bila dibandingkan dengan perdarahan
epidural.8
4) Contusio dan perdarahan intraserebral
Contusio atau luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan
subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap
ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna
merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan
tengkorak. Contusio cerebri sering terjadi di lobus frontal dan lobus
temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak.
Contusio cerebri dapat terjadi dalam waktu beberapa jam atau hari,
berubah menjadi perdarahan intraserebral yang membutuhkan tindakan
operasi.8
5) Commotio cerebri
Commusio cerebri atau gegar otak merupakan keadaan pingsan yang
berlangsung kurang dari 10 menit setelah trauma kepala, yang tidak
disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin akan mengeluh nyeri
kepala, vertigo, mungkin muntah dan pucat.8
6) Fraktur basis cranii
19
1) Cedera Kepala Ringan (CKR) dengan GCS > 13, tidak terdapat kelainan
berdasarkan CT scan otak, tidak memerlukan tindakan operasi, lama
dirawat di rumah sakit < 48 jam.
2) Cedera Kepala Sedang (CKS) dengan GCS 9-13, ditemukan kelainan pada
CT scan otak, memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial,
dirawat di rumah sakit setidaknya 48 jam.
3) Cedera Kepala Berat (CKB) bila dalam waktu > 48 jam setelah trauma,
score GCS < 9.
- FOUR Score
22
respon dengan pergerakan spontan yang sedikit atau tidak ada dan hanya
bisa dibangunkan dengan rangsangan kuat yang berulang (rangsang nyeri).
Koma berarti kesadaran hilang, tidak memberikan reaksi walaupun dengan
semua rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri) dari luar. Pasien dalam
keadaan tidaksadaryangdalam,yangtidakdapat dibangunkan akibat
disfungsi ARAS di batang otak atau kedua hemisfer serebri. Karakteristik
koma adalah tidak adanya arousal dan awareness terhadap diri sendiri
danlingkungannya.
Interpretasi Kesadaran Pasien Berdasarkan Skenario
Pada skenario dikatakan bahwa pasien memiliki GCS E2V4M2, hal ini
berarti jika merujuk pada penilaian kesadaran berdasarkan GCS, pasien
tersebut termasuk kedalam kondisi cedera atau trauma kepala berat karena
memiliki GCS 8.
Jika penderita sadar dan dapat berbicara, maka Airway dinilai baik tapi
tetap perlu reevaluasi. Lakukan intubasi (orotracheal tube) jika apnea, GCS <8.
Pertimbangkan juga untuk GCS 9-10 jika saturasi oksigen tidak mencapai 90%
atau ada bahaya aspirasi akibat perdarahan dari fraktur maksilofasial yang hebat.
Selalu upayakan pemasangan intubasi dilakukan oleh 2 orang. Orang pertama
melakukan imobilisasi kepala agar tidak terjadi gerakan ekstensi, fleksi maupun
rotasi selama orang kedua melakukan intubasi. Jika tidak memungkinkan
intubasi, dapat dilakukan cricothyroidotomy. Tapi tidak dianjurkan untuk anak-
anak karena sering menimbulkan subglotis stenosis. Untuk melakukan intubasi
28
pada penderita dengan cedera kepala, gunakan cra yang tidak menimbulkan
peningkatan TIK dan dilakukan dengan monitoring tanda vital. “Fast sequence
intubation” diawali dengan oksigenasi 100%, lalu diberikan lidocain 100 mg IV,
diikuti dengan pemberian pentoal 100-200 mg IV dan dilanjutkan dengan
pemberian suksinilkolin 100 mg IV. Lama kerja suksinilkolin hanya 5 menit,
sehingga intubasi harus dilakukan segera setelah penderita mengalami apnea.
Setiap terjadi kegagalan intubasi, harus diselingi dengan pemberian oksigenasi
100% melalui ambubag.
Berdasarkan AHA, head tilt/chin lift manuver merupakan teknik yang paling
efektif untuk membuka jalan napas pada korban yang tidak sadar. Teknik ini
direkomendasikan untuk penolong awam dan penolong yang berpengalaman
29
ketika ada trauma kepala atau leher. Head tilt/chin lift manuver dilakukan dengan
meletakkan satu tangan pada dahi pasien dan kepala dimiringkan kebelakang.
Jari pada tangan lain diletakkan dengan kuat dibawah bagian tulang yang
menonjol pada dagu, angkat dagu ke atas.
Dilakukan pada korban dengan riwayat trauma servikal. Tindakan jaw thrust
dilakukan dengan cara memegang sudut rahang bawah (angulus mandibula) kiri
dan kanan serta mendorong rahang bawah kedepan. Dilakukan secara hati-hati
untuk mencegah ekstensi kepala
Heimlich manuver
30
Heimiltch dengan cara pasien dipegang dari belakang setinggi ulu hati dengan
kedua tangan, tangan yang satu memegang tangan yang lain dengan cukup kuat,
tangan ditekan sehingga diafragma naik dan terjadi tekanan tinggi di rongga
dada. Posisi tangan yang lebih dominan mengepal dan tangan yang lain
diletakkan diatasnya. Gerakan ini dapat mengeluarkan benda asing.
Oropharingeal Airway
Airway oral disisipkan ke dalam mulut dibalik lidah. Teknik yang dipilih
adalah dengan menggunakan spatula lidah untuk menekan lidah dan menyisipkan
Airway tersebut ke belakang. Alat ini tidak boleh mendorong lidah kebelakang
yang justru akan membuat Airway buntu. Alat ini tidak boleh digunakan pada
pasien yang sadar karena dapat menyebabkan sumbatan, muntah dan aspirasi.
31
Nasopharyngeal Airway
Disisipkan pada salah satu lubang hidung dan dilewatkan dengan hati-hati ke
orofaring posterior dengan menggunakan jelly. Alat tersebut sebaiknya dilumasi
baik-baik kemudian disisipkan kelubang hidung yang tampak tidak tertutup. Bila
hambatan dirasakan selama pemasangan Airway, hentikan dan coba melalui
lubang hidung lainnya.
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Proses pernapasan
yang baik harus dipenuhi oleh pertukaran oksigen dan megeluarkan
karbondioksida dari tubuh. Fungsi ventilasi ditentukan oleh paru, dinding dada
dan diafragma. Setiap komponen harus dievaluasi dengan cepat.
Tanda objektif ventilasi yang tidak adekuat dapat diketahui dengan langkh-
langkah berikut :
Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan udara
dinding dada yang adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan
(splinting) atau flail chest tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah
(labored breathing) sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman terhadap
ventilasi pasien
Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan
atau tidak terdengarnya suara napas pada satu atau kedua hemitoraks
merupakan adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernapasa
yang cepat, takipneu mungkin menunjukkan adanya kekurangan oksigen
(respiratory distress).
Gunakan pulse oxymeter yang mampu memberikan informasi tentang
saturasi oksigen dan pergusi perifer pasien, tetapi tidak memastikan
adanya ventilasi yang adekuat.
Evaluasi dilakukan dengan dada penderita yang harus dibuka untuk melihat
ekspansi pernafasan, meliputi inspeksi pada bentuk dan pergerakan dada, palpasi
terhadap kelainan dinding dada yang mengganggu ventilasi, perkusi untuk
menentukan adanya darah atau udara dalam rongga pleura, auskultasi untuk
memastikan masuknya udara ke dalam pleura. Perlukaan yang mengakibatkan
gangguan ventilasi yang berat adalah tension pneumothorax, flail chest dengan
kontusio paru dan open pneumothorax. Keadaan tersebut harus dikenali saat
melkaukan primary survey. Hematothorax, simple pneumothorax, fraktur tulang
iga dan kontusio paru mengganggu ventilasi dalam derajat yang lebih ringan dan
harus dikenali pada saat melakukan secondary survey.
a. Tension pneumothorax, ditandia dengan gejala sesak napas yang progresif,
melemahnya bising napas, hipersonor pada perkusi, syok dan distensi vena
33
a. Anamnesis
Waktu kejadian
Tempat kejadian
Memakai helm atau tidak
Mekanisme cedera :
o Deselerasi yang tiba-tiba terhadap kepala pada KLL
atau jatuh dari ketinggian, menyebabkan kerusakan otak
dfius dan kontusia “polar”
37
2. Thorax
Inspeksi, perhatikan ada tidaknya luka, bentuk dan
pergerakan dinding thorax saat bernapas. Palpasi, perhatikan ada
tidaknya emfisema subkutis dan beri marker luasnya emfisema
untuk evaluasi selanjutnya, periksa juga tanda “step-off” tulang,
deviasi trakea dan nyeri tekan. Perkusi, perhatikan adanya
hipersonor atau “dull” yang menunjukkan udara (pneumothorax)
atau cairan (hemothorax) yang terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi, menilai bunyi napas kedua sisi dan bandingkan.
Apakah terdapat bunyi tambahan dan perhatikan lokasinya.
Beberapa keadaan pada thorax yang mengancam kehidupan:
39
Tension pneumothorax
Open pneumothorax
Masif hemothorax
Perkusi, dull. Auskultasi, bunyi napas menghilang,
disertai adanya tanda-tanda syok hipovolemik. Disebut
massive hemothorax jika :
a. Pada saat pemasangan ‘chest tube thoracostomi’ darah
keluar initia 1500 cc atau
b. Selama observasu 4 jam, produksi >200 cc/jam
Temponade jantung, ditandai oleh :
a. Tekanan darah rendah
b. CVP meningkat
c. Bunyi jantung menjauh
3. Abdomen
Trauma abdomen harus ditangani dengan agresif. Pada saat
penderita baru datang, pemeriksaan abdomen yang normal tidak
menyingkirkan diagnosis perlukan intra abdomen, karena gejala
mungkin timbul agak lambat. Diperlukan pemeriksaan ulang dan
observasi ketat, kalau bisa oleh petugas yang sama serta diperlukan
konsultasi ahli bedah. Penderita dengan hipotensi yang tidak dapat
diterangkan, kelainan neurologis, gangguan kesadaran karena
alkohol dan/atau obat dan penemuan pemeriksaan fisik abdomen
yang meragukan, harus dipertimbangkan diagnosis peritoneal
lavage (DPL). USG abdomen atau bila keadaan umum
memungkinkan, pemeriksaan CT Scan abdomen dengan kontras.
4. Ekstremitas
Perkiraan kehilangan darah pada beberapa fraktur tertutup
tulang ekstremitas dan pelvis :
a. Humerus/radius ulan mencapai ±200 cc
b. Tibia mencapai ±500 cc
c. Femur mencapau ±1000 cc
40
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos kepala
Foto polos kepala memiliki peranan yang penting dalam ‘triage’
penderita dengan cedera kepala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan
foto polos kepala pada penderita cedera kepala di RS yang memiliki
fasilitas CT-Scan sebaiknya hanya dilakukan pada cedera kepala
ringan yang disertai dengan
- Riwayat pingsan atau amnesia,
- Adanya gejala neurologuis seperti diplopia, vertigo, muntah
atau sakit kepala
41
Foto polos kepala yang dibuat minimal harus dalam 2 posisn yaitu
AP dan L. foto lateral, posisi film ditempatkan pada sisi dengan jejas
yang dicurigai ada fraktur. Jika terdapat kecurigaan fraktur pada kedua
sisi, foto lateral sebaiknya dibuat pada kedua sisi.
b. Foto servikal
Pemeriksaan foto servikal harus didahului dengan pemasangan
servikal kollar. Pemeriksaan ini atas indikasi :
- Penderita yang tidak sadar atau dengan penurunan kesadaran
- Penderita yang sadar dan mengeluh adanya nyeri pada leher
- Adanya jejas diatas klavikula, sehubungan dengan mekanisme
cedera yang dialami
- Penderita dengan adanya kecurigaan trauma servikal
c. CT-Scan
Pemeriksaan ini meliputi foramen magnum hingga verteks, dan
setiap pemotongan akan sejajar dengan ‘orbitomeatal line’ untuk
menghindari radiasi terhadap lenasa mata. Radiadi pada lensa mata aan
menyebabkan terbenuknya katarak. Sebaiknya tebal pemotongan
gambr adalah 5 mm, terutama pada fossa posterior, untuk menghindari
adanya lesi kecil yang terlewatkan.
Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada penderita cedera kepala :
42
A. Resusitasi cairan 20
Resustiasi merupakan bagian integral dari resusitasi pada kasus
cedera kepala. Cairan resusitasi yang ideal harus memiliki beberapa
kriteria seperti: dapat mengangkut oksigen, memiliki sedikit efek atau
bahkan tidak memiliki efek terhadap proses koagulasi, murah, mudah
didapat, bersifat non-alergic dan mampu bertahan pada suhu ruangan.
43
E. Neuroproteksi22
Adanya waktu tenggang antara terjadinya trauma dengan
timbulnya kerusakan jaringan saraf, memberi waktu bagi kita untuk
memberikan neuroprotektan. Manfaat obat-obat tersebut masih diteliti
pada penderita cedera kepala berat antara lain, antagonis kalsium,
antagonis glutama dan sitikolin
47
Cara Rujukan 24
Cara Transportasi 24
O. Diferensial Diagnosis
1) Fraktur Basis Cranii
A. Definisi
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak yang tebal, yang biasanya seringkali disertai dengan
robekan pada duramater. Dan terbagi menjadi 3 bagian berdasarkan dasar
tengkorak yakni: fossa anterior, media, dan posterior. Fraktur basis kranii
adalah trauma pada dasar tengkorak atau basis kranii yang bisa terjadi
secara langsung maupun tidak langsung, sehingga ada beberapa fraktur
basis kranii yang terjadi sebagai akibat jejas lokal. Trauma langsung
biasanya terjadi di daerah oksipital, mastoid, supraorbital, sedangkan yang
tidak langsung biasanya terjadi pada wajah yang selanjutnya kekuataan
tenaganya dihantarkan melalui tulang-tulang wajah atau rahang bawah.25
B. Klasifikasi
Terdapat tiga jenis fraktur basis kranii antara lain: fraktur fossa
anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior.
Pada fraktur fossa anterior rhinorrhea paling sering disebabkan oleh
fraktur tulang frontal, ethmoid, dan sphenoid, duramater melekat pada
tulang tipis di lantai fossa anterior. Daerah yang paling sering
menyebabkan rhinorrhea adalah adanya fraktur di daerah cribiform/
ethmoid junction dan ethmoid. Fistula pada regio tersebut secara langsung
akan berhubungan dengan kavitas nasal atau melalui ethmoid air cell.
Fraktur fossa media adalah fraktur melalui os petrous yang memanjang ke
telinga tengah dapat menyebabkan otorrhea jika membran timpani robek,
atau ditemukannya otorhinorrhea jika kebocoran terjadi melalui tuba
eustachius ke nasofaring. Antara 70-90 % fraktur os temporal sejajar
dengan sumbu panjang dari petrous ridge yang dapat merusak tulang
pendengaran sehingga mengakibatkan gangguan pendengaran konduktif
dan gangguan N.VII.
Fraktur transversal 10-30% sering dihubungkan dengan defsit N.VIII,
gangguan saraf sensorik pendengaran, dan parese wajah. Fraktur fossa
51
C. Epidemiologi
Pada tahun 1998 sebanyak 148.000 orang di Amerika meninggal
akibat berbagai jenis cedera dan trauma kapitis menyebabkan 50.000
kematian. Insiden rata-rata (gabungan jumlah masuk rumah sakit dan
tingkat mortalitas) adalah 95 kasus per 100.000 penduduk. Lebih dari 60%
dari kasus fraktur tulang tengkorak merupakan kasus fraktur linear
sederhana, yang merupakan jenis yang paling umum, terutama pada anak
usia dibawah 5 tahun. Insidensi Fraktur Basis Kranii 3-25%, dengan 10-
30% di antaranya dengan kebocoran cairan otak dan kebanyakan pada
laki- laki pada kelompok usia yang bervariasi dari 1 tahun hingga 75 tahun
dan sebagian besar prevalensi di antara kelompok usia 21-30 tahun.
Sekitar 70% fraktur basis Cranii berada pada daerah anterior, meskipun
kalvaria tengah adalah bagian terlemah dari basis Cranii namun hanya
20% fraktur yang ditemukan dan sekitar 5% fraktur pada daerah
posterior.26
D. Etiologi
Sebagian besar fraktur tengkorak basilar atau fraktur basis cranii
disebabkan oleh trauma tumpul berkecepatan tinggi seperti kecelakaan saat
berkendara, dan cedera pejalan kaki. Jatuh dan serangan juga merupakan
penyebab penting. Luka tembus seperti luka tembak menyebabkan kurang dari
10% kasus.27
E. Patomekanisme
Cidera pada basis cranii dapat dibedakan menjadi burst fracture dan
bending fracture
burst fracture disebabkan oleh benda yang permukaannya luas dan
trauma tidak langsung ke tulang tengkorak. Kekuatan yang
52
F. Manifestasi klinis
a. Fraktur basis cranii anterior
- Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau kebocoran
CSF yang merembes ke dalam hidung
- Fraktur yang mengenai pars orbita os frontal mengakibatkan
perdarahan subkonjungtiva ( raccon eyes atau periorbital ekimosis)
b. Fraktur basis cranii media
- Sering terjadi otorrhea dimana keluarnya cairan otak (CSF)
meunjukkan terjadinya fraktur pada proteus pyramid yang merusak
53
a. CT Scan Kepala
o CT-Scan Bone Window untuk melihat gambar tulang kalvaria dan
CT-Scan Brain Window untuk melihat lesi parenkim otak atau
perdarahan otak.
o Fraktur pada dasar tengkorak dapat menggunakan irisan tipis
potongan axial bone window dasar tengkorak
o Rinorea dan ottorhea merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan
CT Scan
b. X-ray kepala
o Bila jejas cukup besar ; cari garis fraktur, aerokel, darah dalam
sinus paranasalis, shift glandula pinealis, fragmen tulang dan
korpus alienum
o Tidak untuk mencarifraktur basis Penderita yang memerlukan CT-
scan kepala tidak perlu dibuat X-foto kepala
c. X-ray vertebra servikal
Mencari cedera penyerta terutama bila jejas juga didapatkan di
bahu, leher, dan dicurigai adanya cedera leher dari pemeriksaan klinis
d. X-ray thoraks
Mencari cedera penyerta
e. Lab Beta 2 Transferrin
Mencari bukti adanya leakage LCS
f. CT-Scan Whole Body
Whole Body CT (WBCT) digunakan pada kasus multitrauma
untuk mengurangi waktu diagnosis, dapat digunakan pada pasien
dengan hemodinamik tidak stabil.
Penunjang tambahan
Perdarahan melalui telinga dan hidung pada kasus-kasus yang
dicurigai adanya kebocoran CSF, bila di dab dengan menggunakan kertas
tissu akan menunjukkan adanya suatu cincin jernih pada tissu yang telah
basah diluar dari noda darah yang kemudian disebut suatu “halo” atau
“ring” sign. Suatu kebocoran CSF juga dapat diketahui dengan
55
H. Penatalaksanaan
Tatalaksana awal 29,30
Berikan Cairan hipertonik (mannitol 20%), bila tampak edema atau cedera
yang tidak operable pada CT Scan.
Manitol dapat diberikan sebagai bolus 0,5 – 1 g/kg. BB pada keadaan
tertentu, atau dosis kecil berulang, misalnya (4-6) x 100 cc manitol 20%
dalam 24 jam.Penghentian secara gradual.
Berikan Phenytoin (PHT) profilaksis pada pasien dengan resiko tinggi
kejang dengan dosis 300 mg/hari atau 5-10 mg kg BB/hari selama 10 hari.
Bila telah terjadi kejang, PHT diberikan sebagai terapi.
Antibiotik profilaksis
Indikasi Pembedahan:
Tindakan bedah :
Craniotomy
58
Duraplasty
Cranioplasty
I. Komplikasi
a. Paralisis otot-otot fasialis dan rantai tulang-tulang pendengaran dapat
menjadi komplikasi dari fraktur basis cranii. Fraktur condyler tulang
occipital adalah suatu cedera serius yang sangat jarang terjadi. Sebagian
besar pasien dengan fraktur condyler occipital terutama tipe III berada
dalam keadaan koma dan disertai dengan cedera vertebra servikal. Pasien-
pasien ini juga mungkin datang dengan gangguan gangguan nervus
cranialis dan hemiplegi atau quadriplegi.
b. Sindrom Vernet atau sindrom foramen jugular adalah fraktur basis cranii
yang terkait dengan gangguan nervus IX, X, and XI. Pasien-pasien dengan
keluhan kesulitan phonation dan aspirasi dan paralisis otot-otot pita suara,
pallatum molle (curtain sign), konstriktor faringeal
superior,sternocleidomastoideus, dan trapezius.
c. Sindrom Collet-Sicard adalah fraktur condyler occipital yang juga
berdampak terhadap nervus IX, X, XI, dan XII. Meski demikian, paralisis
facialis yang muncul setelah 2-3 hari adalah gejala sekunder dari
neurapraxia n.VII dan responsif terhadap steroid dengan prognosis baik.
Suatu onset paralisis facialis yang komplit dan terjadi secara tiba-tiba
akibat fraktur biasanya merupakan gejala dari transection dari nervus
dengan prognosis buruk.
d. Fraktur basis cranii juga dapat menimbulkan gangguan terhadap nervus-
nervus cranialis lain. Fraktur ujung tulang temporal petrosus dapat
mengenai ganglion Gasserian / trigeminal. Isolasi n.VI bukanlah suatu
dampak langsung dari fraktur namun akibat regangan pada nervus
tersebut. Fraktur tulang sphenoid dapat berdampak terhadap nervus III, IV,
dan VI juga dapat mengenai a.caroticus interna, dan berpotensi
menyebabkan terjadinya pseudoaneurisma dan fistel caroticocavernosus
(mencapai struktur vena). Cedera caroticus dicurigai terjadi pada kasus-
59
2) Epidural Hematoma
A. DEFINISI32,33
fraktur tulang tengkorak dalam ruang antara tabula interna kranii dengan
media.
B. ETIOLOGI32
duramater dan pembuluh darah kepala biasanya karena fraktur. Akibat trauma
kapitis,tengkorak retak. Fraktur yang paling ringan, ialah fraktur linear. Jika gaya
destruktifnya lebih kuat, bisa timbul fraktur yang berupa bintang (stelatum), atau
fraktur yang merobek dura dan sekaligus melukai jaringan otak (laserasio). Pada
arteri, yang kemudian mengalir ke dalam ruang antara duramater dan tengkorak
C. EPIDEMIOLOGI32
Epidural hematoma EDH dengan insiden 2,7 hingga 4 persen dari seluruh
pasien cedera kepala dan 22 hingga 56 persen dalam keadaan koma saat masuk ke
unit gawat darurat. Terbanyak karena kecelakaan lalu lintas 53 persen dan akibat
terjatuh 30 persen. Sering terjadi pada usia 20 hingga 30 tahun dan jarang di usia
tua lebih dari 60 tahun dan anak kurang dari 2 tahun, perbandingan laki dan
D. PATOMEKANISME32
luar dan tengkorak (hemoragi ekstradural) atau ke dalam substansi otak sendiri.
Pada hematoma epidural, perdarahan terjadi diantara tulang tengkorak dan dura
mater. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila slaah satu cabang
arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi buka fraktur tulang
frontal dan oksipital. Putusnya vena-vena penghubung antara permukaan otak dan
sinus dural adalah penyebab perdarahan subdural yang paling sering terjadi.
Perdarahan ini seringkali terjadi sebagai akibat dari trauma yang relatif kecil, dan
anak-anak memiliki venavena yang halus ) dan orang dewasa dengan atropi otak
E. GEJALA KLINIS32
menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak
memar di sekitar mata dan dibelakang telinga. Sering juga tampak cairan yang
keluar pada saluran hidung dan telinga. Setiap orang memiliki kumpulan gejala
yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang timbul
2. Bingung
62
3. Penglihatan kabur
4. Susah bicara
7. Mual
8. Pusing
9. Berkeringat
F. DIAGNOSIS33
lebih mudah dikenali. Foto Polos Kepala Pada foto polos kepala, kita tidak dapat
(A-P), lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya
volume, efek, dan potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada
satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral),
Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi
pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari
tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur
yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk
menegakkan diagnosis
G. PENATALAKSANAAN33
Penanganan darurat :
Terapi medikamentosa
64
selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi aliran udara
mencegah vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga
kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2 dipertahankan > 100 mmHg
cairan Manitol 1015% per infus untuk “menarik” air dari ruang intersel ke dalam
memperoleh efek yang dikehendaki, manitol hams diberikan dalam dosis yang
cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan : 0,51 gram/kg BB dalam 1030
menit. Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindak-an bedah. Pada
kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba
beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa
darah otak. Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi : Dexametason
65
pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg.
kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif
oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang
ketat.
INDIKASI
kedalaman >1 cm
H. KOMPLIKASI33
keadaan ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada kejadian pergeseran
I. PROGNOSIS32,33
Besarnya
Kesadaran saat masuk kamar operasi. Jika ditangani dengan cepat, prognosis
hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat
dibatasi. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum
operasi.
3) Subdural Hematom
A. DEFINISI DAN KLASIFIKASI34
Subdural hematoma akut telah dilaporkan terjadi pada 5-25% pasien dengan
cedera kepala berat. Tingkat mortalitas SDH akut berkisar 45-63%. Kematian
terjadi 74% pada pasien dengan Glasgow Coma Scale Score (GCS) 3-5 kurang
dari 6 jam, namun jika GCS 6-8 tingkat kematiannya menurun hingga 39%.
Perbedaan jenis kelamin dan usia-terkait dalam insiden secara keseluruhan.
Subdural hematoma lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita,
dengan rasio laki-perempuan sekitar 3:1. Satu studi retrospektif melaporkan
bahwa 56% kasus berada di pasien dalam dekade kelima dan keenam mereka,
studi lain mencatat bahwa lebih dari setengah dari semua kasus terlihat pada
pasien yang lebih tua dari 60 tahun. Insiden tertinggi, 7,35 kasus per 100.000
penduduk, terjadi pada orang dewasa berusia 70-79 tahun.
C. ETIOLOGI34,35
1. Trauma kapitis. Penyebab SDH ini hampir selalu adalah trauma.
2. Trauma di tempat lain yang berakibat terjadinya geseran atau putaran otak
terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk.
3. Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah
terjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada
orangtua dan juga pada anak anak.
4. Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan
subdural.
5. Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan
subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor
intrakranial. Penggunaan jangka panjang antiplatelet dan antikoagulan
juga dikaitkan dengan terjadinya hematoma subdural dan telah terbukti
mempengaruhi manifestasi dan komplikasi.
68
D. PATOFISIOLOGI35
SDH akut disebabkan robekan kapiler cortical akibat akselerasi otak dalam
kranium disebabkan benturan. Saat kepala berbenturan dengan benda keras,
menimbulkan energi yang berakibat otak berakselerasi di dalam kranium. Jika
akselerasi ini berjalan hanya sesaat, kerusakan terjadi hanya di sekitar permukaan
otak dan pembuluh darah termasuk bridging veins. Jika akselerasi dalam jangka
waktu lama, regangan dapat masuk lebih dalam menyebabkan diffuse axonal
injury (DAI). Sumber perdarahan lain subdural hematom adalah laserasi atau
ruptur arteri dan vena kecil di korteks yang berkaitan dengan kontusio. Subdural
hematom biasanya berada sepanjang konveksitas cerebral. Tempat paling sering
kontusio cerebral yang menyebabkan subdural hematom adalah di bagian
temporal dan berikutnya di bagian frontal dan cerebral konveksitas.
SDH akut dapat juga disebabkan oleh aneurisma, tumor, dan arteriovenous
malformation. Namun mayoritas penyebab SDH adalah ruptur bridging vein.
Leary dan Edward menyatakan lapisan dura bagian dalam berupa sel datar yang
sama dengan fibroblas dikenal sebagai dural border cells. Jika ada robekan
bridging vein maka darah akan masuk ke lapisan dural border cells sehingga
terjadi SDH. Ada juga yang membuat SDH bertambah besar, yaitu tekanan vena
cerebral yang berjalan sama dengan tekanan intrakranial, hanya ada perbedaan
sedikit diantaranya. Jika tekanan vena cerebral meningkat maka darah dari vena
kortikal sulit masuk ke dalam sinus sagitalis superior menyebabkan darah
menumpuk di vena kortikal. Akibatnya SDH akan bertambah besar, tekanan
intrakranial juga meningkat kembali.
69
E. GAMBARAN KLINIS35
F. DIAGNOSIS35
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan adanya riwayat trauma kepala baik dengan
jejas dikepala atau tidak. Jika terdapat jejas perlu diteliti ada tidaknya
kehilangan kesadaran atau pingsan. Jika diketahui pasien pingsan atau
memiliki riwayat pingsan sebelumnya, apakah penderita kembali pada
70
3. Pemeriksaan penunjang35,36
Pencitraan intrakranial diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis
hematoma subdural dan merencanakan manajemen yang tepat.
CT-scan.
Penggunaan pencitraan CT scan dalam deteksi hematoma
subdural memiliki beberapa keunggulan termasuk ketersediaan
luas, hasil cepat, dan sensitivitas dan spesifisitas tinggi, yang
masing-masing dapat mencapai 96% dan 98%. Perdarahan
subdural akut pada CT-scan kepala (non kontras) tampak sebagai
suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit
sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak
terdapat pada konveksitas otak di daerah parietal. Terdapat dalam
jumlah yang lebih sedikit di daerah bagian atas tentorium serebelli.
Subdural hematom berbentuk cekung, unilateral dan terbatasi oleh
garis sutura. Jarang sekali, subdural hematom berbentuk cembung
seperti epidural hematom.
MRI
Di sisi lain, teknik pencitraan MRI masih disukai karena
sensitivitas dan spesifisitas yang mencapai 100%, kemampuan
untuk mendeteksi perdarahan minimal, dan kemampuan untuk
mengidentifikasi etiologi.
G. PENATALAKSANAN35
Dalam menentukan terapi apa yang akan digunakan untuk pasien SDH, tentu
kita harus memperhatikan kondisi klinis dengan gambaran radiologisnya. Didalam
masa mempersiapkan tindakan operasi, perhatian hendaknya ditujukan kepada
pengobatan dengan medikamentosa untuk menurunkan peningkatan tekanan
intrakrania (PTIK). Seperti pemberian manitol 0,25gr/kgBB, atau furosemid 10
mg intravena dan hiperventilasi. Pada kasus perdarahan yang kecil (volume 30 cc
ataupun kurang) edema otak yang minimal dan midline shift kurang dari 5 mm
dilakukan tindakan konservatif. Strategi tanpa pembedahan terfokus pada
pencegahan secondary injury setelah cedera kepala. Intervensi medis ditargetkan
pada tekanan intrakranial yang terkontrol, memastikan aliran darah dan oksigen,
meminimalkan edema cerebri.
Semua pasien dengan subdural hematoma akut dalam keadaan koma (nilai
GCS lebih rendah daripada 9) harus menjalani pemantauan tekanan
intrakranial.
Pasien koma (nilai GCS lebih rendah daripada 9) dengan ketebalan SDH
kurang dari 10 mm dan pergeseran garis tengah otak kurang dari 5 mm,
harus menjalani tindakan operasi untuk evakuasi hematoma, bilamana nilai
GCS menurun 2 angka atau lebih pada waktu antara masa trauma dan
ketika masuk rumah sakit. Demikian pula bila pada pasien ditemukan
pupil yang asimetris atau dilatasi dan atau tekanan intrakranial lebih dari
20 mmHg.
Pasien dengan subdural hematoma akut yang terindikasi untuk operasi, harus
menjalani tindakan operasi evakuasi hematoma segera secepatnya.
Metoda :
Pada pasien koma (GCS <9) yang terindikasi tindakan operasi evakuasi
subdural hematoma, harus menjalani tindakan kraniotomi dengan atau tanpa
pengangkatan tulang kranium dan duraplasti.
H. KOMPLIKASI35
Komplikasi pasca trauma : Sebanyak sepertiga pasien mengalami kejang
pasca cedera kepala berat.
Komplikasi Pasca operasi : Dapat terjadi rekurensi hematoma yang
mungkin memperlukan tindakan pembedahan. Selain itu juga infeksi luka
dan kebocoran CSF, Meningitis atau abses serebri, kejang dapat terjadi
setelah dilakukan tindakan intracranial.
I. PROGNOSIS35
Angka mortalitas pada penderita dengan perdarahan subdural yang luas dan
menyebabkan penekanan (mass effect) terhadap jaringan otak, menjadi lebih kecil
apabila dilakukan operasi dalam waktu 4 jam setelah kejadian. Walaupun
74
demikian bila dilakukan operasi lebih dari 4 jam setelah kejadian tidaklah selalu
berakhir dengan kematian.
P. Integrasi Keislaman
Integrasi Keislaman37
“Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Allah yang
menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal kami sebelumnya tidak
75
berkata demikian, dia akan mengecil hingga sekecil lalat.’” (HR. Abu Dawud)
Menyebut nama Allah Ta’ala akan meleburkan setan sebagaimana air
meleburkan garam.
Maksud dari hadits ini adalah larangan untuk duduk-duduk dan berbincang-
bincang dalam rangka jual beli atau yang selainnya di atas kendaraan (berupa
hewan) yang sedang berhenti. Hendaknya seseorang menunaikan keperluannya
dengan cara turun dari kendaraan dan mengikatnya di tempat yang semestinya.
77
Kendaraan pada zaman ini tidak bisa disamakan dengan hewan tunggangan
yang dapat merasa letih dan bosan. Meskipun demikian, tidak selayaknya
seorang pengendara duduk-duduk dan berbincang-bincang di atas kendaraannya
yang sedang berhenti karena akan mengganggu serta menyusahkan pengguna
jalan yang lain. Berhenti di sembarang tempat juga akan mempersempit jalan
yang seharusnya dapat dipergunakan oleh pengguna jalan yang lain.
Allah Ta’ala berfirman
berada di bawahnya dalam akal, nasab (keturunan), harta, dan berbagai nikmat.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Lihatlah orang yang lebih rendah dari kalian, dan jangan melihat orang
yang di atas kalian. Itu lebih layak untuk kalian agar tidak memandang hina
nikmat yang Allah anugerahkan kepada
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan skenario dan diskusi kami baik dalam proses tutorial dan diskusi
– diskusi bebas yang kami lakukan kami menyimpulkan bahwa penyakit yang
mungkin di derita pasien adalah Fraktur Basis Cranii, Epidural Hematoma,
Subdural Hematoma. Hasil ini terangkum dalam table di bawah ini.
GCS (E2V4M2) + + +
TD:90/60 mmHg
+ + +
N:115x/menit + + +
P:28x/menit + + +
SpO2 + + +
Gurgling + +/- +/-
Rhinorea + - -
Racoon Eyes + - -
80
Daftar Pustaka
Jilid 2, UI.
of Neurotrauma.