Anda di halaman 1dari 11

REFERAT GAGAL GINJAL AKUT

BLOK KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DAN PEDIATRI

DISUSUN OLEH :

NADHIRAH ANANDA IDRIS


70600117031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020
GAGAL GINJAL AKUT

A. Definisi
Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal yang mendadak dengan
akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat
penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen seperti
ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kriteria
tambahan lain untuk menegakkan diagnosis GGA yaitu terjadinya peningkatan kadar
kreatinin darah secara progresif 0,5 mg/dl per hari dan peningkatan kadar ureum darah
sekitar 10-20 mg/dl per hari(1).
GGA dapat bersifat oligurik dan non-oligurik. Oliguria ialah produksi urin <1
ml/kgBB/jam untuk neonatus dan <0,8 ml/kgBB/jam untuk bayi dan anak. GGA tanpa
penyakit penyerta menunjukan angka kematian sekitar 10-20%, sedangkan GGA yang
disertai penyakit penyerta seperti sepsis, syok, dan pembedahan jantung menunjukkan
angka kematian sampai >50%(1).
B. Epidemiologi
Berdasarkan penelitian, pada neonatus, insidensi dari GGA bervariasi antara 8%
sampai 24% dari neonatus, dan GGA umumnya terjadi pada bayi yang akan menjalani
operasi bedah jantung. Neonatus dengan asfiksia berat memiliki insidensi yang tinggi dari
GGA dibandingkan bayi dengan asfiksia sedang. Beberapa penelitian juga
mencantumkan bahwa bayi dengan Berat Badan Lahir Sangat rendah (<1500 gram),
dengan APGAR skor rendah, terdapatnya patent ductus arteriosus (PDA) dan ibu yang
menerima antibiotik dan mengkonsumsi obat anti inflamasi non steroid dihubungkan
dengan berkembangnya kejadian GGA(2).
C. Etiologi dan Klasifikasi(3)
1. GGA prarenal
 Perdarahan, luka bakar, dehidrasi.
 Kehilangan cairan melalui gastrointestinal; muntah, drainase bedah, diare.
 Kehilangan cairan melaui ginjal; diuretik, diuresis osmotik (e.g diabetes melitus),
insufisiensi adrenal.
 Pengumpulan pada ruang ekstravaskular; pankreatitis, peritonitis, trauma, luka
bakar, hipoalbuminemia berat.
a) Penurunan cardiac output
 Penyakit miokardium, katup, dan perikardium; aritmia, tamponade
 Lainnya; hipertensi pulmonal, embolus pulmoner masif.
b) Gangguan rasio tahanan vaskular sistemik ginjal
 Vasodilatasi sistemik: sepsis, antihipertensi, reduktor afterload, anestesi,
anafilaksis
 Vasokonstriksi renal: hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin,
tacolimus, amfoterisin B
 Sirosis dengan asites (sindrom hepatorenal)

2. GGA renal/intrinsik
 Obstruksi renovaskular (bilateral atau unilateral)
a) Obstruksi arteri renalis; trombosis, embolus, vaskulitis
b) Obstruksi vena renalis; trombosis, kompresi
 Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
a) Glomerulonefritis dan vaskulitis
b) Sindrom hemolitik uremik, trombotik trombositopenik purpura, koagulasi
intravaskular disseminata, lupus eritematosus sistemik (SLE), skleroderma
 Nekrosis tubular akut
a) Iskemia; untuk GGA prarenal (hipovolemia, curah jantung rendah,
vasokonstriksi renal, vasodilatasi sistemik)
b) Toksin
 Eksogen; radiokontras, siklosporin, antibiotik (e.g aminoglikosida), kemoterapi
(e.g cisplatin), pelarut organik (e.g etilen glikol), asetaminofen.
 Endogen; rhabdomiolisis, hemolisis, asam urat, oksalat, plasma cell dyscrasia
(e.g; myeloma)
3. GGA pascarenal (obstruktif)
 Ureteral
Kalkulus, bekuan darah, peluruhan papila, kanker, kompresi eksternal (e.g; fibrosis
retroperitoneal)
 Kandung kemih
Neurogenic bladder, hipertrofi prostat, kalkulus, kanker, bekuan darah
 Urethra
Striktur, katup kongenital, phimosis
D. Patofisiologi(3)
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri dari
kapsula Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus
pengumpul. Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif
konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme
yang berperan dalam autoregulasi ini adalah :
- Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
- Timbal balik tubuloglomerular

Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat mempengaruhi
autoregulasi.

1. GGA Pre Renal


Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal.. Pada
keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi
baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis,
sistim rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I
(ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan
curah jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal
akan mempertahankan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan
vasodilatasi arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin
dan nitric oxide (NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama
dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1. Pada hipoperfusi ginjal yang berat
(tekanan arteri rata-rata <70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu lama,
maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu dimana arteriol afferent
mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan reabsorbsi
natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional
dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal.
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal
menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam
obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun
dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses
ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic,
sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat
timbul keadaan – keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti
penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal
polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal.
2. GGA Renal
Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan
nekrosis tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular
Pada kelainan vaskuler terjadi :
 peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang
menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan
gangguan otoregulasi.
 terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel
vaskular ginjal, yang mngakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta
penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang bearasal dari
endotelial NO-sintase.
 peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan IL-18, yang
selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1
dan P-selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel radang
terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal
bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama menyebabkan
vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.
Pada kelainan tubular terjadi :
 peningkatan Ca2+, yang menyebabkan peningkatan calpain sitosolik
phospholipase A2 serta kerusakan actin, yang akan menyebabkan kerusakan
sitoskeleton. Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan basolateral
Na+/K+-ATP ase yang selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorbsi
natrium di tubulus proximalis serta terjadi pelepasan NaCl ke maculadensa.
Hal tersebut mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomeruler.
 peningkatan NO yang berasal dari inducible NO syntase, caspases dan
metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan menyebabkan
nekrosis dan apoptosis sel.
3. GGA Post Renal
GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA post-renal
disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal terjadi
karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein (mioglobin,
hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi
intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan
retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/
keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut
terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter
unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran
darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh
prostaglandin-E2. pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah
ginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis
ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik,
ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal
ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50%
dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi
pengeluaran mediator inflamasi dan faktorfaktor pertumbuhan yang menyebabkan
fibrosis interstisial ginjal.
E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah jumlah volume
urine
berkurang dalam bentuk oligouri bila produksi urine > 40 ml/hari, anuri bila produksi
urin <50 ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari tetapi kemampuan konsentrasi terganggu,
dalam keadaan ini disebut high output renal failure. Gejala lain yang timbul adalah
uremia dimana BUN di atas 40 mmol/l, edema paru terjadi pada penderita yang mendapat
terapi cairan, asidosis metabolik dengan manifestasi takipnea dan gejala klinik lain
tergantung dari faktor penyebabnya(4).
F. Diagnosis(1)
1. Anamnesis
 Lemah, pucat, sakit kepala, edema, produksi urin berkurang atau tidak ada sama
sekali, urin berwarna merah, kejang, atau sesak nafas
 Riwayat penyakit yang menjadi predisposisi terjadinya GGA seperti tersebut
2. Pemeriksaan fisis
 Pernafasan kussmaul, edema, hipertensi
 Tanda overload cairan lain seperti edema paru, gagal jantung, ensefalopati
hipertensi, perdarahan saluran cerna
 Penurunan kesadaran dapat ditemukan
3. Pemeriksaan penunjang
 Pada urinalisis dapat ditemukan proteinuria, hematuria, leukosituria. Osmolalitas
urin <400 mOsm/L, berat jenis urin <1,020, natrium urin >20 meq/L, serta FeNa
>1% menunjukkan adanya GGA renal
 Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan anemia, trombositopenia, tanda
hemolitik
 Kadar ureum dan kreatinin serum meningkat
 Analisis gas darah menunjukkan asidosis metabolik dengan anion gap meningkat
 Pemeriksaan elektrolit dapat menunjukkan hipo/hipernatremia, hiperkalemia,
hipokalsemia, hiperfosfatemia
 Foto toraks untuk mendeteksi edema paru
 Ultrasonografi ginjal dan saluran kemih dan atau foto polos perut untuk
mendeteksi penyakit primer.
G. Tatalaksana
1. GGA pra-renal
Pada GGA pra-renal terapi tergantung etiologinya. Pada keadaan tertentu perlu
dilakukan pengukuran tekanan vena sentral (CVP=Central Venous Pressure) untuk
evaluasi hipovolemia. CVP normal = 6-20 cmH2O. Bila CVP <5cmH2O
menunjukkan adanya hipovolemia. CVP juga dipakai untuk memantau hasil
pengobatan, apakah cairan yang telah diberikan telah mencukupi. Jenis cairan
tergantung etiologi hipovolemia. Pada gastroenteritis diberikan Ringer Laktat atau
Darrew glukosa sesuai protokol. Pada syok hemoragik diberikan transfusi darah.
Pada syok yang terjadi pada sindrom nefrotik akibat hipoalbuminemia diberikan infus
albumin atau plasma. Pada dehidrasi yang tidak jelas sebabnya sebaiknya diberikan
Ringer Laktat 20 ml/kgBB dalam waktu 1 jam. Biasanya terjadi diuresis setelah 2-4
jam pemberian terapi rehidrasi.
2. GGA pasca renal
Bila ditemukan GGA pasca renal pada USG maka perlu ditentukan lokalisasi
obstruksi dengan pielografi antegrad atau retrograd. Tindakan bedah tergantung pada
situasi, dapat bertahap dengan melakukan nefrostomi dulu untuk mengeluarkan urin
dan memperbaiki keadaan umum atau segera melakukan pembedahan definitif
dengan menghilangkan obstruksinya.
3. GGA renal
Tujuan pengobatan pada GGA renal adalah mempertahankan homeostasis tubuh
sambil menunggu ginjal berfungsi kembali.
Pemantauan yang perlu dilakukan adalah:
1. Tanda-tanda vital: tensi, nadi, pernafasan, ritme jantung
2. pemeriksaan darah; Hb, Ht, trombosit
3. darah ureum dan kreatinin
4. elektrolit : K, Na, Cl, Ca, P dan asam urat
5. analisis gas darah
6. pengukuran diuresis

Tujuan utama dari pengelolaan GGA adalah mencegah terjadinya kerusakan


ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi
metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya
sembuh secara spontan. Prioritas Tatalaksana pasien dengan GGA :
 Cari dan perbaiki faktor pre dan pasca renal
 Evaluasi obat – obatan yang telah diberikan
 Optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal
 Perbaiki dan atau tingkatkan aliran urine
 Monitor asupan cairan dan pengeluaran cairan, timbang badab tiap hari
 Cari dan obati komplikasi akut (hiperkalemi, hipernatremi, asidosis,
hiperfosfatemia, edema paru)
 Asupan nutrisi adekuat sejak dini
 Cari focus infeksi dan atasi infeksi sejak dini
 Perawatan menyeluruh yang baik ( kateter, kulit, psikologis )
 Segera memulai terapi dialysis sebelum timbul komplikasi
 Berikan obat dengan dosis tepat sesuai kapasitas bersihan ginjal.

Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan pemantauan


berat badan pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada pasien dengan
kelebihan volume, keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan menggunakan
diuretika Furosemid sampai dengan 400 mg/hari. Dosis obat harus disesuaikan
dengan tingkat fungsi ginjal, obat-obat yang mengandung magnesium (laksatif dan
anatasida) harus dihentikan(5). Antibiotik bisa diberikan untuk mencegah atau
mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang optimal pada GGA, penderita
dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah protein,natrium dan
kalium(6).

H. Komplikasi
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik,
hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik.
Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat
menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi
melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses
katabolik, trauma, sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang
berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan
diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurun akibat ekskresi asam
nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion gap. Hipokalsemia sering terjadi
pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA
I. Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu
diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang
menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk
prognosa. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama
saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan
dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang
menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan, diagnosis
dini, dan terapi dini perlu ditekankan(5).
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis IDAI edisi II. Pedoman
Pelayanan Medis. Badan Penerbit IDAI; 2011. 41–45 p.

2. SP A. Acute Kidney Injury in Children. Pediatr Nephrol. 2009;24:253–63.

3. Price, Wilson SA. Gagal Ginjal Akut in Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 4. Hurianti, N S, P W, DA M, editors. Jakarta: EGC; 1995.

4. Boediwarsono. Gagal Ginjal Akut: Segi Praktis Pengobatan Penyakit Dalam. Surabaya:
PT Bina Indra Karya; 1985. 163–168 p.

5. Markum M.H.S. Gagal Ginjal Akut in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 4.
Sudoyo AW SB, editor. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006. 285–289 p.

6. Rahardjo JP. Kegawatan pada Gagal Ginjal. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan
FKUI; 2000. 67–69 p.

Anda mungkin juga menyukai