Anda di halaman 1dari 42

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

LAPORAN PENDAHULUAN GLAUKOMA

OLEH :

KELOMPOK II (KELAS VC)

1. NI NENGAH WIDASTRI C1117079


2. NI KOMANG RINI PUSPA DEWI C1117090
3. I KOMANG NATIH PRADNYANA C1117094
4. SANG AYU KOMANG GANGGA DEWI C1117100
5. NI PUTU MIRA FEBRIANTI C1117107
6. NYOMAN ASRINI DEWI C1117112

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES BINA USADA BALI

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan berkat Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami selaku penulis
dapat menyusun dan menyelesaikan  makalah ini tepat pada waktunya. Makalah
ini membahas mengenai Laporan Pendahuluan Glaukoma. Makalah ini dibuat
dengan tujuan agar kita dapat memperoleh suatu ilmu yang berguna dalam bidang
studi keperawatan dan dengan adanya makalah ini di harapkan dapat membantu
dalam proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan para pembaca.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan tantangan dan


hambatan, akan tetapi berkat bantuan dan dukungan dari teman-teman serta
bimbingan dari dosen tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan
yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari walaupun sudah berusaha dengan kemampuan kami yang


maksimal, mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang kami miliki,
makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dari segi bahasa,
pengolahan maupun dalam penyusunan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya dapat membangun demi tercapainya suatu
kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.

Mangupura, September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2

C. Tujuan ........................................................................................................ 2

D. Manfaat ...................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi....................................................................................... 4

B. Definisi........................................................................................................ 7

C. Epidemiologi .............................................................................................. 7

D. Etiologi ....................................................................................................... 8

E. Klasifikasi ................................................................................................... 9

F. Patofisiologi ................................................................................................ 11

G. Pathway ...................................................................................................... 12

H. Manifestasi Klinis ...................................................................................... 14

I. Komplikasi ................................................................................................. 15

J. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 15

K. Penatalaksanaan ......................................................................................... 16

L. Konsep Dasar Teori Asuhan Keperawatan ................................................ 21

iii
M. Pengkajian .................................................................................................. 21

N. Diagnosa Keperawatan ............................................................................... 22

O. Intervensi Keperawatan .............................................................................. 23

P. Implementasi Keperawatan ........................................................................ 30

Q. Evaluasi Keperawatan.................................................................................. 31

BAB III PENUTUP

A. SIMPULAN................................................................................................. 35

B. SARAN........................................................................................................ 35

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyebab kebutaan terbanyak di dunia adalah katarak, glaukoma
dan Age Related Macular Degeneration (ARMD). Glaukoma adalah salah
satu penyebab tersering dari kebutaan yang tidak dapat diperbaiki di
seluruh dunia. Telah diperkirakan bahwa hampir 70 juta orang diseluruh
dunia menderita penyakit ini. The World Health Organization (WHO)
melaporkan 5.1 juta orang telah mengalami kebutaan karena glaukoma.
Jumlah penyakit glaukoma di dunia oleh WHO diperkirakan sekitar 61
juta orang di tahun 2010, dan diperkirakan akan menjadi 79,4 juta di tahun
2020 (Putri, PGAB; Sutyawan, IWE; Triningrat, 2018).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013,
prevalensi kebutaan dari rentang umur 45 tahun hingga lebih dari 75 tahun
mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Menurut Riset Kesehatan
Dasar Provinsi Bali tahun 2016, persentase tertinggi kebutaan terjadi di
kabupaten Buleleng sebesar 2,4%, kemudian Klungkung sebesar 1,6% dan
Gianyar sebesar 1,2% (Putri, PGAB; Sutyawan, IWE; Triningrat, 2018).
Glaukoma adalah suatu kelompok kelainan patologis ditandai
dengan neuropati optik yang disertai penyempitan lapang pandang, dan
tekanan intraokular yang tinggi merupakan salah satu faktor risiko
utamanya. Glaukoma diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka
yang terjadi karena adanya gangguan aliran aqueous humor pada mata
dengan sudut iridokornealis normal dan glaukoma sudut tertutup yang
terjadi karena adanya kelainan anatomis pada sudut iridokornealis. Semua
jenis glaukoma dapat menjadi progresif dan menyebabkan kebutaan oleh
karena itu, diperlukan deteksi dan penanganan dini dengan menilai
tekanan intraokuler (TIO). TIO merupakan hal yang penting untuk
menghindari kebutaan akibat glaukoma. Pada pasien glaukoma salah satu
indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan glaukoma adalah
pemeriksaan TIO (Putri, PGAB; Sutyawan, IWE; Triningrat, 2018).

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan glaukoma?
2. Apa saja anatomi fisiologi glaukoma?
3. Bagaimana epidemiologi dari glaukoma?
4. Apa etiologi dari glaukoma?
5. Apa saja klasifikasi dari glaukoma?
6. Bagaimana patofisiologi dan pathway terjadinya glaukoma?
7. Apa saja manifestasi klinis dari glaukoma?
8. Apa komplikasi yang bisa terjadi dari glaukoma?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnose
glaukoma?
10. Bagaimana penatalaksanaan medis untuk pasien dengan glaukoma?
11. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan
glaukoma?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan glaukoma.
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi glaukoma.
3. Untuk mengetahui epidemiologi dari glaukoma.
4. Untuk mengetahui apa etiologi dari glaukoma.
5. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari glaukoma.
6. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dan pathway terjadinya
glaukoma
7. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinis dari glaukoma.
8. Untuk mengetahui apa komplikasi yang bisa terjadi dari glaukoma.
9. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang untuk menegakan
diagnoa glaukoma.
10. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis untuk pasien
dengan glaukoma.
11. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada
pasien dengan glaukoma.

2
D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui apa yang dimaksud dengan glaukoma.
2. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi fisiologi glaukoma.
3. Mahasiswa mampu mengetahui epidemiologi dari glaukoma.
4. Mahasiswa mampu mengetahui apa etiologi dari glaukoma.
5. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja klasifikasi dari glaukoma.
6. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana patofisiologi dan pathway
terjadinya glaukoma.
7. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja manifestasi klinis dari
glaukoma.
8. Mahasiswa mampu mengetahui apa komplikasi yang bisa terjadi dari
glaukoma.
9. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang untuk
menegakan diagnosa glaukoma.
10. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis
untuk pasien dengan glaukoma.
11. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana konsep dasar asuhan
keperawatan pada pasien dengan glaukoma.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. TINJAUAN TEORI
1. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Fisiologi Mata

Sumber : (Sartono, 2014)

Mata adalah organ yang berbentuk bulat berisi cairan yang


dibungkus oleh tiga lapisan. Dari bagian paling luar hingga paling
dalam, lapisan-lapisan tersebut adalah skleral/kornea, koroid/badan
siliasris/iris, dan retina. Sebagian besar bola mata ditutupi oleh
suatu lapisan kuat jaringan ikat, sklera, yang membentuk bagian
putih mata. Lapisan tengah di bawah sklera adalah khoroid, yang
berpigmen banyak dan mengandung banyak pembuluh darah yang
memberi nutrisi bagi retina. Lapisan khoroid di sebelah anterior
mengalami spesialisasi membentuk badan siliaris dan iris (Sartono,
2014).

4
Lapisan paling dalam di bawah koroid adalah retina, yang
terdiri dari lapisan berpigmen di sebelah luar dan lapisan jaringan
saraf di sebelah dalam. Yang terakhir, mengandung sel batang
(rods) dan sel kerucut (cones), fotoreseptor yang mengubah energi
cahaya menjadi impuls saraf (Sartono, 2014).

Bagian interior mata terdiri dari dua rongga berisi cairan


yang dipisahkan oleh sebuah lensa elips. Rongga tersebut berisi
cairan humor aquosus yang berada di anterior dan cairan humor
vitreus yang berada di posterior mata. Humor vitreus itu sendiri
merupakan cairan yang mengandung bahan setengah cairan mirip
gel yang berfungsi untuk mempertahankan bola mata agar tetap
bulat (Sartono, 2014).

Sedangkan humor aquosus membawa nutrien kornea dan


lensa, yaitu dua struktur yang tidak memiliki aliran darah. Adanya
pembuluh darah di struktur struktur ini akan megganggu lewatnya
cahaya ke fotoreseptor. Humor aqueos dihasilkan dengan
kecepatansekitar 5 ml/hari oleh suatu jaringan kapiler di dalam
badan siliar, suatu turunan khusus lapisan khoroid anterior. Cairan
ini mengalir ke suatu kanalis di tepi kornea dan akhirnya masuk ke
darah (Sartono, 2014).

1) Bola mata ( lobus oculi)


Bola mata berbentuk bulat agak benjol dengan diameter
bagian depan lebih kecil dibandingkan bagian belakang. Bola
mata terletak di dalam rongga mata, bersama otot-otot
penggerak bola mata, kelenjar air mata, dan syaraf-syarafnya.
Bagian luar bola mata dilindungi oleh lapisan sclera berwara
putih,. Itulah yang terlihat sebagai bagian putih mata.
Kemudian bagian tengahnya terdapat lapisan koroid.
Sedangkan lapisan terdalam adalah retina, yaitu lapisan tipis
yang berfungsi medeteksi sinar yang masuk ke mata (Sartono,
2014).

5
2) Sklera
Sklera merupakan bagian depan mata yang dilindungi oleh
kelopak mata. Sklera bertugas sebagi pelindung mata yang
berwarna putih. Letaknya dibagian luar bola mata. Sklera
dilapisi oleh konjungtiva (Sartono, 2014).
3) Iris
Iris merupakan bagian mata yang terbentuk sirkuler yang
terletak di bagian depan lensa mata. Bagian sisi bebas iris
membentuk pupil (berupa lingkaran ditengah). Dalam iris
terdapat pigmen yang mampu menangkap gambaran warna
mata yang beragam. Kemampuan iri untuk berkonraksi
menyebabkan pupil melebar dan menyempit. Ketika ditempat
bterang pupil menyempit,sedangkan ditempat gelap dapat
melebar dengan sendirinya (Sartono, 2014).
4) Lensa mata
Lensa mata merupakan jaringan transparan berbentuk
biconvex dengan diameter sekitar 10mm. lensa mata sebagai
refleksi untuk orang bias melita. Permukaan lensa bagian
dalam lebih cembung dibandingkan bagian depan. Keduanya
dipisahkan oleh bidang equator. Lensa dibentuk oleh sel
berbentuk cuboid, dan ditengahnya terdapat nucleus yang
lunak. Hal itu memungkinkan terjadinya proses akumudasi
lensa. Lensa mata ini akan mengangkap cahaya dari pupul,
kemudian mereuskannya diretina.lensa mata berfungsi sebagai
pengatur focus cahaya,sehingga cahaya jatuh tepat pada bitnik
kuning retina (Sartono, 2014).
5) Kornea
Kornea merupakan jaringan transparan dengan diameter
lebih kecil dari sklera. Tebalnya bagian tengahnya sekitar
0,5mm, sedangkan bagian tepinya sekitar 1mm. kornea terdiri
atas 5 lapisan. Bagian depan kornea dilapisi oleh konjungtiva,
bagian tengahnya terdapat pupil, setra bagian blakang terdapat

6
iris. Kornea merupakan bagian terdepan dari fungsi
pengelihatan. Kemampuan kornea untuk membiaskan cahaya
atau sinar yang masuk ke mata (Sartono, 2014).
6) Konjungtiva
Konjungtiva merupakan lapisan tipis bening yang
menghubungkan sklera dan kornea (Sartono, 2014).
7) Retina
Merupakan lapisan yang menangkap sinar yang diterima
oleh mata (Sartono, 2014).
b. Tekanan Intraokular (TIO)
Tekanan intraokular adalah tekanan bola mata yang
disumbangkan terutama oleh kecepatan pembentukanhumor
aqueous dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Nilai
normal rata-rata tekanan intraokular sekitar 15 mmHg dengan
kisaran antara 12 sampai 20 mmHg dan batas maksimumnya 21
mmHg (Sartono, 2014).
Tekanan intraokuler yang lebih dari 21 mmHg pada satu
atau kedua mata tanpa disertai kerusakan saraf optik dan
hilangnya lapangan pandang disebut sebagai hipertensi okuler.
Keadaan ini merupakan faktor resiko terjadinya penyakit
glaukoma. Bentuk glaukoma yang paling sering ditemukan adalah
glaukoma primer sudut terbuka (POAG) yang timbul perlahan
serta sering tidak terdeteksi hingga timbul gejala hilangnya
lapangan pandang yang luas dan kondisi ini dapat terjadi pada
penderita hipertensi okuler yang lama (Wildan & Schiotz, 2019).

2. Definisi
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak
normal. Tekanan bola mata yang normal dinyatakan dengan tekanan
air raksa yaitu antara 15-20mmhg. Tekanan bola mata yang tinggi
juga akan mengakibatkan kerusakan saraf pengelihatan yang terletak
di dalam bola mata pada keadaan tekanan bola mata tidak normal atau

7
tinggi maka akan terjadi gangguan lapang pandangan. Kerusakan
seluruh saraf pengelihat akan mngakibatkan kebutaan (Akmal, 2016).
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak
normal atau lebih tinggi daripada normal yang mengakibatkan
kerusakan saraf penglihatan dan kebutaan (Putri, PGAB; Sutyawan,
IWE; Triningrat, 2018).
Glaukoma adalah adanya kesamaan tekanan intra okuler yang
berakhir dengan kebutaan (Wildan & Schiotz, 2019)
Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan
peningkatan tekanan intraorkuler baik glukoma akut maupun kronis
(Ichsan, Rahmi, Primer, & Tertutup, 2018).
Jadi kesimpulan diatas glaukoma adalah suatu penyakit dimana
tekanan didalam bola mata meningkat, atau peningkatan tekanan intra
okuler baik akut maupun kronis sehingga menyebabkan menurunnya
fungsi penglihatan atau bahkan kebutaan.

3. Epidemiologi
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2016,
prevalensi kebutaan dari rentang umur 45 tahun hingga lebih dari 75
tahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Menurut Riset
Kesehatan Dasar Provinsi Bali tahun 2007, persentase tertinggi
kebutaan terjadi di kabupaten Buleleng sebesar 2,4%, kemudian
Klungkung sebesar 1,6% dan Gianyar sebesar 1,2% (Putri, PGAB;
Sutyawan, IWE; Triningrat, 2018).

4. Etiologi
Penyebab glaukoma menurut (Nurarif, 2015). Penyebabnya
tergantung dari klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi pada umumnya
disebabkan karena aliran aqueous humor terhambat yang bisa
meningkatkan tekanan intraokuler. Faktor-faktor resiko dari glaucoma
adalah :
a. Umur

8
Umumnya usia muda mempunyai tekanan intraokular yang lebih
rendah dibanding populasi umum.
b. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaucoma
Tekanan intraokular pada populasi umum ada kaitannya dengan
keturunan, tekanan ini dibuktikan dengan terdapatnya
kecenderungan tekanan intraokular yang lebih tinggi pada
sejumlah keluarga penderita glaukoma.
c. Tekanan bola mata atau kelainan lensa
Beberapa penelitian mendapatkan tekanan intraokular yang lebih
tinggi pada penderita myopi.
d. Obat-obatan
Beberapa golongan obat-obatan dapat mempengaruhi TIO. Jenis
obat yang dapat menurunkan TIO antara lain: obat-obatan untuk
anestesi umum, b-blocker, alkohol dan mariyuana. Jenis obat
yang dapat meningkatkan TIO antara lain: kortikosteroid dan
obat-obat golongan sikloplegik.
e. Inflamasi
Tekanan intraokular pada mata yang mengalami inflamasi
biasanya menurun karena produksi cairan aquos menurun, namun
bila terjadi hambatan pengeluaran aquos akibat peradangan yang
terjadi maka tekanan intraokular dapat meningkat.
f. Glaukoma sudut tertutup
Glaukoma akut hanya terjadi pada mata yang sudut bilik mata
depannya memang sudah sempit dari pembawaannya. Jadi faktor
presdisposisi yang memungkinkan terjadinya penutupan sudut
bilik mata depan.
g. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik
mata/ di celah
1) Faktor predisposisi
Pada bilik mata depan yang dangkal akibat lensa dekat
dengan iris maka akan terjadi hambatan aliran aquos humor

9
dari bilik mata belakang ke bilik mata depan, yang
dinamakan hambatan pupil (papillary block) hambatan ini
dapat menyebabkan meningkatnya tekanan di bilik mata
belakang.
Pada sudut bilik depan yang tadinya memang sudut sempit,
dorongan ini akan menyebabkan iris menutupi jaringan
trabekulum, akibatnya aquos humor tidak dapat atau sukar
mencapai jaringan ini dan tidak dapat disalurkan keluar.
Terjadilah glaucoma akut sudut tertutup.

5. Klasifikasi
Klasifikasi glukoma menurut (Wildan & Schiotz, 2019) adalah :
a. Glaukoma Primer
1) Glaukoma primer sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka primer terdapat
kecenderungan familial yang kuat. Gambaran patologi utama
berupa proses degeneratif trabekular meshwork sehingga
dapat mengakibatkan penurunan drainase humor aquos yang
menyebabkan peningkatan takanan intraokuler. Pada 99%
penderita glaukoma primer sudut terbuka terdapat hambatan
pengeluaran humor aquos pada sistem trabekulum dan
kanalis schlem.
a) Berjalan perlahan dan lambat
b) Sering tidak disadari oleh penderita
c) Keluhan sama seperti
Sakit kepala ringan tajam pengelihatan tetap normal,
hanya perasaan pedas atau kelilipan aja, tekanan bola
mata selamanya tinggi, terus menerus merusak saraf
pengelihatan.
2) Glaukoma primer sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata
dengan predisposisi anatomis tanpa ada kelainan lainnya.

10
Adanya peningkatan tekanan intraokuler karena sumbatan
aliran keluar humor aquos akibat oklusi trabekular meshwork
oleh iris perifer.
b. Glaukoma Sekunder
Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder
merupakan manifestasi dari penyakit lain dapat berupa
peradangan, trauma bola mata dan paling sering disebabkan oleh
uveitis.
Kelainan mata lain dapat menimbulkan meningkatnya
tekanan bola mata.bila glukoma ditemukan penyebabnya maka
keadaan ini dinamakan glukoma sekunder. Glukoma sekunder
dapat terjadi pada:
1) Cedera mata
2) Pemakaian obat tertentu
3) Tumor dalam mata
4) Peradangan dalam mata
c. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan
terjadi akibat gangguan perkembangan pada saluran humor aquos.
Glaukoma kongenital seringkali diturunkan. Pada glaukoma
kongenital sering dijumpai adanya epifora dapat juga berupa
fotofobia serta peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma
kongenital terbagi atas glaukoma kongenital primer (kelainan
pada sudut kamera okuli anterior), anomali perkembangan
segmen anterior, dan kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom
Lowe, sindom Sturge-Weber dan rubela kongenital). Tanda-tanda
glukoma kongenital yaitu :
1) Mata mudah meregang dan membesar akibat tekanan mata
yang tinggi kornea keruh
2) Bayi akan takut terhadap sinar
3) Keluar air mata yang banyak

11
6. Patofisiologi
Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena adanya
apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan
serat saraf dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya akson di
nervus optikus. Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran
cawan optik.Kerusakan saraf dapat dipengaruhi oleh peningkatan
tekanan intraokuler. Semakin tinggi tekanan intraokuler semakin besar
kerusakan saraf pada bola mata. Pada bola mata normal tekanan
intraokuler memiliki kisaran 10-22 mmHg (Nurarif, 2014)
Tekanan intraokuler pada glaukoma sudut tertutup akut dapat
mencapai 60-80 mmHg, sehingga dapat menimbulkan kerusakan
iskemik akut pada iris yang disertai dengan edema kornea dan
kerusakan nervus optikus (Ichsan et al., 2018).

12
7. Pathway

Primer Sekunder

Akut (trauma) Katarak, perubahan


lensa, pembedahan
Kronis (DM, Hipertensi,
Arteri sclerosis)

Trauma Pemakaian kortikosteroid jangka panjang Uveitis Katarak

Peradangan mengenai sel-sel Obstruksi jaringan


Kontosio bola mata Penimbunan di trabekuler
mata trabekuler

Menyumbat aliran AH
Trabekulitis Menyumbat aliran AH
Lutema
TIO Meningkat
TIO Meningkat TIO Meningkat
TIO Meningkat
GLAUKOMA

GLAUKOMA
Kerusakan saraf-saraf Peningkatan TIO
optik

Iskemia retina
Terjadi tekanan pada saraf optic dan retina

13
Penipisan lapisan NYERI
Kerusakan pada saraf dan inti
saraf optik dan retina bagian dalam retina

Atrofi optik Visus menurun

Penurunan lapang Penglihatan Kebutaan RISIKO


pandang menurun CIDERA

GANGGUAN GANGGUAN
PERSEPSI CITRA TUBUH
SENSORI
PENGLIHATAN
Perubahan status kesehatan
Ketakutan ANSIETAS
penglihatan

Sumber : (Nurarif, 2015)

14
8. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis glaukoma menurut (Nurarif, 2015) yaitu :
a. Glaukoma Primer
1) Glaukoma sudut terbuka
a) Berjalan perlahan dan lambat
b) Sering tidak disadari oleh penderita
c) Keluhan sama seperti :
Sakit kepala ringan tajam pengelihatan tetap normal,
hanya perasaan pedas atau kelilipan aja, tekanan bola
mata selamanya tinggi, terus menerus merusak saraf
pengelihatan.
2) Glaukoma sudut terutup
a) Nyeri hebat di dalam dan sekitar mata
b) Timbulnya halo/pelangi disekitar cahaya
c) Pandangan kabur
d) Sakit kepala
e) Mual, muntah
f) Kedinginan
g) Demam bahkan perasaan takut mati, mirip dengan
serangan angina, yang sedemikian kuatnya keluhan mata
(gangguan penglihatan, fotofobia, dan lakrimasi) tidak
begitu dirasakan oleh klien.
b. Glaukoma Sekunder
1) Pembesaran bola mata
2) Gangguan lapang pandang
3) Nyeri dalam mata
c. Glaukoma Kongenital
1) Gangguan penglihatan
2) Mata mudah meregang dan membesar akibat tekanan mata
yang tinggi kornea keruh
3) Bayi akan takut terhadap sinar
4) Keluar air mata yang banyak

15
d. Glukoma sudut lebar berkembang dengan pelan dan biasanya
asimtomatik sampai asset kehilangan jarak pandang. Kerusakan
jarang pandang termasuk kontraksi jarak panjang perifheral
general, skotomas terisolasi atau bitnik buta, penurusan
sensitifitas, intras, penurunan aktifitas, pariferal dan perubahan
pengelihatan warna.
e. Glukoma sudut sempit pasien biasanya mengalami simtom
prodromal intermiten (seperti pandangan kabur dengan halos
sekitar cahaya dan, biasanya sakit kepala). Tahap akut memiliki
gejala berhubungan dengan kornea berawan, edematous, nyeri
pada ocular, mual, muntah, dan nyeri abdominal dan diaphoresis.

9. Komplikasi
Komplikasi glaukoma pada umumya adalah kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Kondisi mata
pada kebutan yaitu kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, pupil
atropi dengan ekskavasi (penggaungan) glaukomatosa, mata keras
seperti batu dan dengan rasa sakit. Mata dengan kebutaan
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan
penyulit berupa neovaskularisasi pada iris yang dapat menyebabkan
rasa sakit yang hebat. Pengobatan kebutaan ini dapat dilakukan
dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untuk menekan
fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan
bola mata karena mata sudah tidak bisa berfungsi dan memberikan
rasa sakit (Sucipto & Riana, 2017).

10. Pemeriksaan Penunjang


a. Kartu mata Snellen/mesin telebinokular (tes ketajaman
penglihatan dan sentral penglihatan) : mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, aquos atau vitreus humor, kesalahan
refraksi atau penyakit saraf penglihatan ke retina. Lapang
penglihatan : penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor

16
pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau
glaukoma.
b. Tes provokatif, digunakan dalam menentukan tipe glaukoma, jika
TIO normal atau hanya meningkat ringan.
c. Darah lengkap, LED : menunjukan anemia sistemik infeksi
d. EKG, kolestrol serum, dan pemeriksaan lipid : memastikan
aterosklerosisi, PAK.
e. Tes toleransi glukosa : menentukan adanya DM.
f. Oftalmoskopi : untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu
retina, discus optikus, macula dan pembuluh darah retina.
g. Tonometri : alat untuk mengukur tekanan okuler nilai
mencurigakan apabila berkisar 21-25 mmHg dan dianggap
patologi bila melebihi 25 mmHg. Tonometry dibedakan menjadi
2 antara lain membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glaukoma.
h. Pemeriksaan lampu-slit : lampu digunakan untuk mengevaluasi
oftalmik yaitu memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior
sehingga memberikan pandangan oblik kedalam tuberkuum
dengan lensa khusus.
i. Perimetri : kerusakan nervus optikus memberikan gangguan
lapang pandangan yang khas pada glaukoma. Secara sederhana,
lapang pandangan dapat diperiksa dengan test konfrontasi.
j. Pemeriksaan ultrasonografi : ultrasonografi dalai gelombang
suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur
okuler (Putri, PGAB; Sutyawan, IWE; Triningrat, 2018).

11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut (Nurarif, 2015) adalah :
Pencegahan kebutaan akibat glukoma
a. Pada orang yang berusia 20 tahun sebaiknya dilakukan
pemeriksaan tekanan bola mata berkala secara teratur setiap 3
tahun.

17
b. Bila terdapat riwayat adanya glukoma pada keluarga maka
dilakukan pemeriksaan ini setiap tahun.
c. Secara teratur perlu dilakukan pemeriksaan lapang pandangan
dan tekanan mata pada orang yang dicurigai akan timpulnya
glaucoma.
d. Sebaiknya diperiksakan tekanan mata bias mata menjadi merah
dengan sakit kepala yang berat
e. Terapi Medikamentosa
Tujuannya adalah menurunkan TIO (Tekanan Intra Okuler)
terutama dengan mengguakan obat sistemik (obat yang
mempengaruhi tubuh).
a. Obat sistemik
1) Asetazolamida, obat yang menghambat enzim karbonik
anhidrase yang akan mengakibatkan diuresis dan
menurunkan sekresi cairan mata sebanyak 60%, menurunkan
tekanan bola mata. Pada permulaan pemberian akan
terjadi hipokalemia sementara. Dapat memberikan efek
samping hilangnya kalium tubuh parastesi, anoreksia,
diarea, hipokalemia, batu ginjal dan myopia sementara.
2) Agen hiperosmotik. Macam obat yang tersedia dalam
bentuk obat minum adalah glycerol dan isosorbide
sedangkan dalam bentuk intravena adalah manitol. Obat ini
diberikan jika TIO sangat tinggi atau ketika acetazolamide
sudah tidak efektif lagi.
b. Obat tetes mata lokal
1) Penyekat beta. Macam obat yang tersedia adalah
timolol, betaxolol, levobunolol, carteolol, dan
metipranolol. Digunakan 2x sehari, berguna untuk
menurunkan TIO.
2) Steroid (prednison). Digunakan 4x sehari, berguna
sebagai dekongestan mata. Diberikan sekitar 30-40 menit
setelah terapi sistemik.

18
c. Terapi bedah
1) Iridektomi perifer.
Digunakan untuk membuat saluran dari bilik mata
belakang dan depan karena telah terdapat hambatan
dalam pengaliran humor aquos. Hal ini hanya dapat
dilakukan jika sudut yang tertutup sebanyak 50%.
2) Trabekulotomi (Bedah drainase).
Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih dari 50% atau
gagal dengan iridektomi.
3) Pemasangan keran Ahmed Valve.
Untuk mengatasi glaukoma yang kondisinya relatif parah,
dokter akan memasang keran buatan yang populer disebut
ahmed valve. Nama ini berasal dari nama penemunya, yakni
Ahmed, warga Amerika Serikat (AS) asal Timur Tengah
yang pertama kali menciptakan klep tersebut sekitar 10 tahun
silam. Alat ini terbuat dari bahan polymethyl methacrylate
(PMMA), yakni bahan dasar lensa tanam. Ahmed valve
ditanamkan pada bola mata dengan cara operasi. Bila tekanan
bola mata berada pada 18 mmHg maka klep tersebut akan
terbuka sehingga cairan yang tersumbat bisa keluar, sehingga
tekanan bola mata otomatis akan turun. Sebaliknya, klep akan
tertutup kembali bila tekanan sudah berada di bawah 18
mmHg
4) Pemberian obat anti glukoma
Pengobatan dengan obat anti glaukoma tetes atau salep mata
kadang-kadang memberikan efek samping seperti: Mata
merah, pengelihatan kabur, sakit kepala, keluhan ini biasanya
akan hilang setelah beberpa minggu.
5) Karbonik anhydrase inhibitor

19
Digunakan untuk menurunkan intraocular yang tinggi,
dengan menggunakan dosis maksimal dalam bentuk
intravena, oral atau topical. Contoh obat golongan ini yang
sering digunakan adsalah asetazolamide. Efeknya dapat
menurunkan tekanan dengan menghambat produksi humour
akuos sehingga dapat menurunkan tekanan dengan cepat.
Dosis inisial 2x 250mg oral. Dosis ealternatif intravena
500mg bolus. Penambahan dosis maksimal dapat diberikan
setelah 4-6 jam.
6) Miotik kuat
Sebagai inisial terapi, pilokarpin 2% atau 4% setiap 15 menit
sampai 4 kali pemberian diindikasikan untuk mencoba
menghambat serangan awal glaucoma. Penggunaanya tidak
efektif pada serangan yang sudah lebih dari 1-2 jam.
Pilokarpin diberikan 1tetes setiap 30 m3nit selama 1-2 jam.
7) Beta bloker
Merupakan terapi tambahan yang efektif untuk menangani
glukoma sudut tertutup. Timolol merupakan beta bloker non
selektif dengan aktifitas dan konsentrasi tertinggi dibilik mata
belakang yng dicapai dalam waktu 30-60 menit sejak
pemberian topical. Sebagai inisial terapi dapat diberikan dua
kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam
4,8 dan 12 jam kemudian.
8) Apraklonidin
Merupakan agen agonis alfa-2 yang efektif untuk hipertensi
ocular. Apraklonidin 0,5% dan 1% menunjukkan efektifitas
yang sama dalam menurunkan tekanan ocular 34% setelah 5
jam pemakian topical.
9) Observasi respon terapi
Merupakan periode penting untuk melihat respon terapi ysng
harus dilakukan minimal 2 jam setelah terpi medikamentosa
secara intensif meliputi :

20
a) Monitor ketajaman virus, edema kornea dan ukuran papil
b) Ukur tekanan intra mukular setiap 15 menit.
c) Periksa sudut dengan gonioskopi, terutama bila tekanan
intra ocular sudah turun dan kornea jernih

Respon terapi :

a) Baik, ada perbaikan visus, kornea jernih pupil


kontriksi, tekanan intraocular menurun dan sudutnya
terbuka kembali. Dapat dilakukan tindakan selanjutnya
dengan laser iridektomi
b) Sedang, virus sedikit membaik, kornea sejak jernih,
pupil tetap dilatasi, tekanan intraocular tetap tinggi
(sekitar 30 mmHg), sudut sedikit terbuka.dilakukan
pengulangan identasi gonioskopi untuk membuka
sudut, bila berhasil dilanjutkan dengan laser iridektomi
atau laser iridoplasti,. Sebelumnya diberikan tetesan
gliserin untuk mengurangi edema kornea.
c) Jelek, virus tetap jelek, edema kornea, pupil dilatasi dan
terfiksir, tekanan intraocular tinggi dan sudutnya tetap
tertutup. Tindakan selanjutnya adalah laser iridoplasti
10) Parasintesis
Merupakan teknik untuk menurunkan tekanan intra ocular
secara cepat dengan cara mengeluarkan cairan akous
sebanyak 0,05 ml maka akan menurunkan tekanan setelah 15-
30 menit pemberian. Teknik ini masih belum banyak
digunakan dan masih dalam penelitian.
11) Bedah laser
a) Laser iridektomi
Diindikasikan pada keadaan glukoma sudut tertutup
dengan blok pupil, juga dilakukan untuk mencegah
terjadinya blok pupil pada mata yang beresiko
ditetapjkan melalui evaluasi gonioskopi. Ini juga

21
dilakukan pada serangan gtlukoma akut dan pada mata
kontralateral dengan potensial glukoma akut
b) laser iridoplasti
Pengaturan laser iridoplasti berbeda dengan laser
iridektomi. Disini pengaturannya dibuat untuk membakar
iris agar otot svingter iris benkontraksi, sehingga iris
bergeser kemudian sudut terbuka. Agar laser iridoplasti
berhasil maka titik tembakan harus besar, powernya
rendah dan waktunya lama. Aturan yang digunakan
ukurannya 500um ( 200-500um) dengan power 500mW (
400-500 mW) waktunya 0,5 detik ( 0,3-0,5).
12) Ekstraksi lensa
Apabila blok pupil jelas terlihat berhubungan dengan katarak,
ekstraksi lensa dapat dipertimbangkan sebagai prosedur
utama.
13) Tindakan propilaksis
Tindakan ini terhadap mata normal kontr-lateral dilakukan
iridektomi laser propilaksis. Ini lebih disukai dari pada perifer
iridektomi bedah dilakukan pada mata kontra-lateral yang
didak ada gejala

B. KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat
tinggi, nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun,
mata merah dan bengkak.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal ini meliputi keluhan utama mulai sebelum ada keluhan
sampai terjadi nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan
menurun, mata merah dan bengkak.

22
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami penyakit glaukoma sebelumnya atau tidak dan
apakah terdapat hubungan dengan penyakit yang diderita
sebelumnya.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam
garis vertikal atau horisontal memiliki penyakit yang serupa.
e. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat akan menurun, klien akan gelisah / sulit
tidur karena nyeri / sakit hebat menjalar sampai kepala.
f. Pola aktivitas
Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena fungsi
penglihatan klien mengalami penurunan.
g. Pola persepsi konsep diri
Meliputi : Body image, self sistem, kekacauan identitas, rasa
cemas terhadap penyakitnya, dampak psikologis klien terjadi
perubahan konsep diri.
h. Sensori dan kognitif
Pada klien ini akan mengalami gangguan pada fungsi penglihatan
dan pada kongnitif tidak mengalami gangguan.
i. Mata
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi
sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma
akut).Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki
penglihatan. Tanda : Papil menyempit dan merah/mata keras
dengan kornea berawan.Peningkatan air mata (Nurarif, 2015).

2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan
penurunan ketajaman penglihatan.

23
2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis (peningkatan
TIO).
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi
tubuh.
4. Risiko cidera berhubungan dengan disfungsi integrasi sensori.
5. Ansietas berhubungan dengan ancaman paa status terkini.

24
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria hasil Intervensi
.
1. Gangguan persepsi Setelah dilakukan asuhan NIC LABEL MONITOR NEUROLOGI
sensori/visual keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Monitor tingkat neurologis
(penglihatan) gangguan persepsi sensori 2. Monitor fungsi neurologis
berhubungan dengan penglihatan dapat diatasi dengan 3. Monitor respon neurologis
penurunan ketajaman kriteria hasil : 4. Monitor reflek-reflek meningeal
penglihatan. NOC LABEL FUNGSI 5. Monitor tanda dan gejala penurunan
SENSORI : VISUAL neurologis klien
1. Menunjukan tanda dan NIC LABEL PERAWATAN MATA
gejala persepsi sensori baik 1. Kaji fungsi penglihatan klien
: penglihatan, pendengaran, 2. Jaga kebersihan mata
makan, dan minum baik 3. Monitor tanda dan gejala kelainan
dipertahankan pada skala 3 penglihatan
ditingkatkan ke skala 4. 4. Monitor fungsi lapang pandang, penglihatan,
2. Mampu mengungkapkan visus klien.
fungsi persepsi dan sensori NIC LABEL MONITOR TTV
dengan tepat dipertahankan 1. Monitor TD, suhu, nadi, pernafasan dengan

25
pada skala 3 ditingkatkan tepat
ke skala 4.
2. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan NIC LABEL MANAJEMEN NYERI
dengan agen cedera keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Gunakan strategi komunikasi terapeutik
biologis (peningkatan nyeri yang dirasakan klien dapat untuk mengetahui pengalaman nyeri
TIO). berkurang dengan kriteria hasil : 2. Observasi mengenai adanya petunjuk
NOC LABEL ptunjuk non verbal mengenai
KETIDAKNYAMANAN ketidaknyamanan
1. Nyeri dipertahankan pada 3. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
skala 3 (skala nyeri sedang mempengaruhi respon klien
6) ditingkatkan ke skala 4 NIC LABEL TERAPI RELAKSASI
(skala nyeri ringan 3/2) 1. Gambaran rasional dan manfaat relaksasi
2. Meringis dipertahankan serta relaksasi yang tersedia
pada skala 3 (wajah 2. Dorong klien untuk mengambil posisi
tampak meringis) nyaman dengan pakaian longgar dan mata
ditingkatkan ke skala 4 tertutup
(wajah sesekali meringis) 3. Minta klien untuk rileks
4. Tunjukan dan praktekan tehnik relaksasi
pada klien

26
NOC LABEL TINGKAT NIC LABEL PEMBERIAN ANALGESIK
NYERI 1. Cek perintah pengobatan meliputi obat,
1. Nyeri yang dilaporkan dosis, dan frekuensi, obat analgesic yang
dipertahankan pada skala 3 diresepkan
(nyeri sedang) ditingkatkan 2. Cek adanya riwayat alergi obat
ke skala 4 (nyeri ringan) 3. Berikan analgesik sesuai waktu paruhnya
2. Menggosok area nyeri terutama pada nyeri yang berat.
dipertahankan pada skala 3
(memegang area nyeri)
ditingkatkan ke skala 4
(sesekali memegang area
nyeri)
3. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan asuhan NIC LABEL PENINGKATAN CITRA TUBUH
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Bantu pasien mendiskusikan perubahan
perubahan fungsi gangguan citra tubuh klien dapat bagian tubuh disebabkan adanya penyakit
tubuh. diatasi dengan kriteria hasil : atau pembedahan, dengan cara yang tepat
NOC LABEL KOPING 2. Bantu pasien untuk menentukan
1. Mengidentifikasi pola keberlanjutan dari perubahan actual dari
koping yang efektif tubuh atau tingkat fungsinya

27
dipertahankan pada skala 4 3. Tentukan perubahanfisik saat ini apakah
ditingkatkan ke skala 5 berkontribusi pada citra diri sendiri
2. Menyatakan penerimaan NIC LABEL PENINGKATAN HARGA DIRI
terhadap situasi 1. Bantu pasien untuk menemukan penerimaan
dipertahankan pada skala 4 diri
ditingkatkan ke skala 5 2. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas yang akan
3. Memodifikasi gaya hidup meningkatkan harga diri
untuk mengurangi stress 3. Monitor pernyataan pasien mengenai harga
dipertahankan pada skala 4 diri
ditingkatkan ke skala 5 NIC LABEL PENINGKATAN KOPING
4. Mengidentifikasi beberapa
strategi koping 1. Berikan penilaian mengenai pemahaman
dipertahankan pada skala 4 pasien terhadap proses penyakit
ditingkatkan ke skala 5 2. Berikan penilaian dan diskusikan respon
akternatif terhadap situasi yang ada
3. Gunakan pendekatan yang tenang dan
memberikan jaminan
4. Berikan suasana penerimaan
5. Sediakan psien pilihan yang realistis

28
mengenai aspek perawatan.

4. Risiko cidera Setelah dilkukan asuhan NIC LABEL: Identifikasi risiko


berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam risiko 1. Identifikasi adanya sumber-sumber agenti untuk
disfungsi integrasi cidera dapat dihindari dengan membantu membantu menurunkan factor risiko
sensori kriteria hasil: 2. Intruksikan factor risiko dan rencana untuk
NOC LABEL : kejadian jatuh mengurangi factor risiko
1. Jatuh saat berdiri dipertahanka NIC LABEL: Manajemen lingkungan:
pada skala 4 ditingkatka ke keselamatan
skala 5 1. Identifikasi hal-hal yang membahayakan di
2. Jatuh saat berjalan lingkungan (missal bahaya fisik,biologi,dan
dipertahankan pada skala 4 kimiawi)
ditingkatkan pada skala 5 2. Monitor lingkungan terhadap terjadinya
3. Jatuh dari tempat tidur perubahan status keselamatan
dipertahankan pada skala 4 NIC LABEL:Pencegahan jatuh
ditingkatkan pada skala 5 1. Identifikasi prilaku dan factor yang
mempengaruhi resiko jatuh
2. Kaji ulang riwayat jatuh bersama dengan paisen

29
dan keluarga
3. Sediakan permukaan tidur yang dekat dengan
lantai,sesuai kebutuhan.

5. Ansietas Setelah dilakukan asuhan NIC LABEL PENGURANGAN KECEMASAN


berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam diharapkan 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
ancaman paa status perasaan cemas pada klien dapat meyakinkan
terkini. diatasi dengan kriteria hasil : 2. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi
NOC LABEL ADAPTASI yang akan dirasakan yang mungkin dialami
TERHADAP DISTABILITAS klien selama prosedur dilakukan
FISIK 3. Pahami situasi krisis yang terjadi dari
1. Menyampaikan secara persepektif klien
lisan kemampuan untuk 4. Berikan informasi factual terkait diagnosis,
menyesuaikan terhadap perawatan dan prognosis
disabilitas dipertahankan 5. Berada disisi klien untuk meningkatkan rasa
pada skala 4 ditingkatkan aman dan mengurangi ketakutan
ke skala 5 6. Dorong keluarga untuk mendampingi klien
2. Mengidentifikasi cara dengan cara yang tepat

30
untuk beradaptasi dengan NIC LABEL PENINGKATAN KOPING
perubahan hidup di 1. Berikan penilaian mengenai pemahaman
pertahankan pada skala4 di pasien terhadap proses penyakit
tingkatkan ke skala 5 2. Berikan penilaian dan diskusikan respon
3. Mendapatkan informasi alternative terhadap situasi yang ada
tentang disabilitas di 3. Gunakan pedekatan yang tenang dan
pertahankan pada skala 4 memberikan jaminan
di tingkatkan ke skala 5 4. Berikan suasana penerimaan
NOC LABEL TINGKAT RASA 5. Sediakan pasien pilihan yang realistis
TAKUT mengenai aspek perawatan
1. Kekurangan kepercayaan
diri di pertahankan pada
skala 4 ditingkatkan ke
skala 5
2. Sering buang air kecil
dipertahankan pada skala 4
ditingkatkan ke skala 5
3. Wajah pucat dipertahankan
pada skala 4 ditingkatkan

31
ke skala 5

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan
guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap
implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif,kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling
bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis,kemampuanmemberikan
pendidikan kesehatan,kemampuan advokasi,dan kemampuan evaluasi (FK UNSRAT Manado, Jurnal, 2016).

5. Evaluasi Keperawatan
N HARI & TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI

32
O
1. Gangguan persepsi sensori S :-
(penglihatan) berhubungan O:
dengan penurunan ketajaman Menunjukan tanda dan gejala persepsi sensori baik :
penglihatan. penglihatan, pendengaran, makan, dan minum baik
skala 4
Mampu mengungkapkan fungsi persepsi dan sensori
skala 4
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi

2. Nyeri berhubungan dengan agen S :-


cedera biologis (peningkatan O:
TIO). Nyeri sedang (skala 6) pada skala 4
Sesekali meringis skala 4
Nyeri yang dilaporkan sedikit berkurang skala 4
Sesekali menggosok area nyeri dipertahankan skala 4
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi
3. Gangguan citra tubuh S :-

33
berhubungan dengan perubahan O:
fungsi tubuh. Mampu mengidentifikasi pola koping yang efektif
skala 5
Menyatakan penerimaan terhadap situasi skala 5
Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi stress
skala 5
Mampu mengidentifikasi beberapa strategi koping
skala 5
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi
4. Risiko cidera berhubungan S :-
dengan disfungsi integrase O:
sensori Tidak jatuh saat berdiri skala 5
Tidak jatuh saat berjalan skala 5
Tidak jatuh dari tempat tidur skala 5
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi
5. Ansietas berhubungan dengan S :-
ancaman paa status terkini. O:
Menyampaikan secara lisan kemampuan untuk

34
menyesuaikan terhadap disabilitas skala 5
Mengidentifikasi cara untuk beradaptasi dengan
perubahan hidup skala 5
Mendapatkan informasi tentang disabilitas skala 5
Kekurangan kepercayaan diri skala 5
Tidak terlalu sering buang air kecil skala 5
Wajah pucat tampak berkurang skala 5
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi

35
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana di tandai dengan
peningkatan tekanan intra okuler yang dapat merusak saraf mata sehingga
mengakibatkan kebutaan. Glaukoma diklasifikasikan antara lain glaukoma
primer, glaukoma sekunder, glaukoma kongenital dan glaukoma absolut.
Penyebabnya tergantung dari klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi pada
umumnya disebabkan karena aliran aquos humor terhambat yang bisa
meningkatkan TIO. Tanda dan gejalanya kornea suram, sakit kepala,
nyeri, lapang pandang menurun, dll. Komplikasi dari glaukoma adalah
kebutaan. Penatalaksanaannya dapat dilakukan pembedahan dan obat-
obatan.
B. SARAN
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi penyempurnaan malakah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat
berguna dan bermanfaat baik untuk penulis maupun untuk pembaca.

36
DAFTAR PUSTAKA

Akmal, M.,dkk.(2016).Ensiklopedi Kesehatan Untuk Umum. Cetakan 4.


Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Bulechek, M.G dkk.(2013). Nursing Interventions Classification (NIC), 6th


Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia.

FK Unsrat Manado, Jurnal, K. Dan K. (2016). Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan.


Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, Volume 1, 36.

Nurarif, A.M., Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nic-Noc. Edisi 2. Yogyakarta : Medication.

Ichsan, N. M., Rahmi, F. L., Primer, G., & Tertutup, S. (2018). Perbandingan
Penurunan Tekanan Intraokuler Pasca Trabekulektomi Dan Pasca Fako-
Trabekulektomi Pada Glaukoma Primer Sudut Tertutup : Studi Pada
Berbagai, 7(2), 1286–1296.

Moorhead Sue, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th


Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia.

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi


10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

Putri, Pgab; Sutyawan, Iwe; Triningrat, A. (2018). Karakteristik Penderita


Glaukoma Primer Sudut Terbuka Dan Sudut Tertutup Di Divisi Glaukoma
Di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode 1
Januari 2014 Hingga 31 Desember 2014. E-Jurnal Medika, 7(1), 16–21.

Sucipto, D. B., & Riana, D. (2017). Aplikasi Diagnosa Potensi Glaukoma Melalui
Citra Iris Mata Dengan Jaringan Saraf Tiruan Metode Propagasi Balik, 1(3),
19–27.

Sartono, M. B. (2014). Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia. Edisi 1.


Yogyakarta : Bhafana Publishing.

Wildan, A., & Schiotz, T. (2019). Perbedaan Hasil Pemeriksaan Tekanan

37
Intraokuler, 8(2), 881–891.

38

Anda mungkin juga menyukai